A/N: YEAH! Fic baru.... Fic baru.... (hah.... padahal fic yang in-progress masih berjibun...) Abies, sayang donk. Masa ultah kagak posting fic sama sekali? ^^
Wakakakak!! HAPPY BIRTHDAY TO ME!!! TANGGAL 17 JULY ULTAH!!! (telat, bu....)
Pokoknya, buat yang nungguin update-ny Bleach Awards, Bleach at School, Itachi's Destiny, sama Rukia DEADLY BORED!, sabar..... sabar...... Gara-gara ni author kebanyakan ide, yang ada bawaannya malah mo posting fic baru mulu...
Pokoknya, PLEASE READ AND REVIEW MY FIC! ENJOY~!
Disclaimer: Coba, deh. Lu buka komik Bleach. Yang berasa familiar, itu punya Om Tite Kubo! Eh? Kok nggak ada yang familiar? Ya udah, berarti semuanya punya gue! BWAHAHAHA!!!
Runaway
-Chapter 1: Decision-
By: red-deimon-beta
"Ichigo, apa kau yakin dengan keputusanmu ini?" bisik Renji yang duduk di sebelah kanan Ichigo. Yup, karena sudah malam, mereka tidak mau mengusik penumpang lain yang ingin menikmati tidur malam mereka.
"Apa maksudmu? Sudah pasti aku 100% yakin. Kalau tidak, saat ini kita berdua seharusnya masih berada di rumah masing-masing." jawab Ichigo yakin.
"Ta... Tapi...."
"Tapi apa, Renji?"
"Apa kau tidak merasa kasihan pada orang tuamu? Astaga...., Ichigo. Kau ini kabur dari rumah! Bukan pergi untuk berlibur!" kata Renji mengingatkan Ichigo.
"Huh," Ichigo mencibir,"masa bodoh dengan mereka. Aku sudah muak dengan tingkah laku mereka. Mungkin saja mereka baru menyadari bahwa aku kabur dalam waktu beberapa minggu lagi."
Kemudian, Ichigo menatap Renji sekilas. "Bagaimana denganmu, Renji? Apa kau tidak mencemaskan orang tuamu? Bagaimana dengan sekolahmu?"
Renji tidak menanggapi rentetan pertanyaan Ichigo. Justru, dia malah menatap Ichigo dengan tatapan mengejek. "Diamlah, Ichigo. Kau sudah seperti orang tua saja. Lagipula, kau tahu kan, seperti apa orang tuaku? Mereka selalu memberikan kebebasan penuh padaku," Ichigo mengernyit mendengar perkataan Renji. Renji hanya mengeluarkan cengiran senang melihat tatapan iri Ichigo, "Lagipula, aku sudah bercerita semua hal pada mereka tentang kita sebelum kita pergi. Mulai dari pertengkaranmu dengan orang tuamu, hingga jam keberangkatan kita."
Ichigo terkejut mendengar penjelasan Renji, "A... Apa?! Kau memberitahukan 'semua itu' pada orang tuamu? Apa kau sudah gila? Bagaimana jika orang tuaku mendatangi orang tuamu dan mengancam mereka demi menemukanku?"
Raut muka Renji tetap tenang. "Tidak akan. Mereka bukan tipe orang tua yang suka membocorkan rahasia. Dan sekarang, mereka sedang dalam perjalanan pindah ke Australia. Pokoknya, mereka setuju apa pun keputusanku. Yah, meski pun aku tahu kalau nanti kakakku Kira mungkin akan berkoar-koar"
"Maafkan aku. Telah membuatmu dan seluruh keluargamu kerepotan hanya untuk membantuku kabur dari rumah. Padahal, aku kabur dari rumah hanya karena aku sudah muak dengan kedua orang tuaku yang terus saja melakukan kekerasan padaku." kata Ichigo dengan raut muka terlihat sangat menyesal.
Renji hanya tersenyum. "Tidak apa-apa. Toh, kita itu teman, kan?" kata Renji menawarkan uluran tangannya pada Ichigo.
Ichigo membalas uluran tangan itu. Dan mereka berdua pun ber-high five. "Yeah. Renji, kau memang sahabat terbaikku."
"Yep. Kapan pun kau membutuhkanku, aku selalu membantumu, Bro."jawab Renji. Tangannya membentuk lambang peace.
Mendengar itu, entah kenapa ada rasa lega dalam hati keduanya. Dan mereka pun tertawa pelan.
Ichigo menghela nafas, "Ya sudah, selamat tidur, Renji."
"Kukembalikan kata-kata itu padamu, Ichigo." balas Renji.
Tak lama kemudian setelah mengatakan kata-kata itu, kedua orang itu sudah tertidur lelap di dalam bis malam ber-AC yang akan membawa mereka ke tujuan mereka.
Kota Karakura.....
Pada jam 5 keesokan paginya, Ichigo terbangun. Kemudian, dia melongok ke pemandangan di luar jendela. Oh...., baru sampai di pinggiran. Berarti, mungkin saja perjalanan hingga sampai ke Terminal Karakura masih 3 jam lagi. Begitu yang pernah kubaca di Internet. Lebih baik, sekarang aku membangunkan Renji saja, pikir Ichigo saat dia melihat Renji yang tertidur lelap.
"Renji, bangun..." kata Ichigo membangunkan Renji sambil terus-terusan menggoncang-goncang tubuh Renji.
"Nggh..... Sebentar lagi. Aku tidak bisa tidur nyenyak." jawab Renji malas-malasan. Dia merubah posisi kepalanya. Begitu Renji merubah posisi kepalanya, Ichigo dapat melihat bekas-bekas liur yang sudah mengering di pipi Renji.
Hah..... Renji. Dia masih saja ngiler seperti saat kita kecil. Yah, tapi ini salahku juga, sih. Bagi orang-orang kaya seperti kami, tentu saja tidur di kursi seperti ini tidak seenak tidur di tempat tidur sendiri, pikir Ichigo. Setelah itu, Ichigo hanya terus saja berdiam diri menatap ke luar jendela. Memikirkan apa yang akan dia lakukan nantinya setelah turun di terminal. Karena, dia hanya membawa bekal beberapa baju, alas kaki, dompet, kartu kredit, dan kartu ATM. Uang cash yang dibawanya pun hanya sekitar 5 juta. Entah cukup atau tidak untuk hidup selama lebih dari 3 bulan.
30 menit kemudian, Renji baru terbangun. Kelopak matanya masih setengah terbuka. Setelah itu, dia merentangkan tangannya lebar-lebar hingga tidak sengaja menyodok pipi Ichigo.
"Ohayou, Ichigo. Jam berapa sekarang?" tanya Renji malas-malasan.
Ichigo melirik jam tangan Rolex-nya (weis! Pasti mahal bgt!) sekilas, "Jam setengah 6 pagi. Masih 2 setengah jam perjalanan lagi hingga sampai ke Terminal Karakura."
Renji mengeluarkan tawa kecil, "Haha... Jam setengah 6, ya? Biasanya, sih, sekarang kita masih ada di rumah. Siap-siap mau berangkat sekolah. Tapi sekarang? Kita malah berada di Bis malam. Kabur dari rumah. Tapi...., kalau dipikir-pikir enak juga, ya. Kita bisa terbebas dari PR dan segala tugas sekolah yang menumpuk."
"Hmm.... Iya, ya." jawab Ichigo datar.
Renji keheranan melihat tingkah Ichigo yang aneh sejak kemarin, "Ada apa, Ichigo? Tingkahmu aneh dari kemarin. Dan wajahmu juga selalu terlihat murung...." kata Renji cemas, "Apa..... Kau merindukan Orihime? Pacarmu itu?" tanya Renji jail.
Muka Ichigo langsung berubah menjadi sewot. "Apaan, sih?! Dia itu bukan pacarku! Tuh cewek seenaknya aja mengaku-ngaku pacaran denganku! Padahal, sesungguhnya aku malah membencinya! Jadi cewe kecentilan! Jujur saja, selama ini aku belum menemukan type cewek yang pas denganku!" kata Ichigo berapi-api.
"Iya.... Iya... Jangan marah dulu. Kalau begitu, kenapa kamu dari kemarin telihat murung terus?" tanya Renji penasaran.
"Ah, tidak. Aku hanya memikirkan apa yang terjadi seandainya uang kita sudah habis.." jawab Ichigo. Terlihat ada kecemasan dalam nada suaranya.
Mendengar itu, Renji hanya menepuk punggung Ichigo. "Sudah...., tenang saja. Itu adalah masalah yang tidak akan datang dalam waktu dekat. Pokoknya, nikmati saja acara kabur dari rumah ini." jawab Renji.
Setelah itu, keduanya tersenyum dan mulai menggati topik pembicaraan menjadi berbagai macam hal. Dan, tak terasa, mereka berdua sudah tiba di tujuan mereka.
Terminal Karakura.
"Apa kau sudah siap Ichigo?" tanya Renji.
"Tidak pernah lebih siap dari ini." jawab Ichigo seyakin-yakinnya.
Kemudian, keduanya melangkah keluar dari bis dengan langkah yakin. Perasaan gembira meluap-luap dalam hati mereka.
Di dalam hatinya, Ichigo berpikir, Ha! Selamat tinggal orang tuaku yang brengsek! Entah kapan kalian berhasil menemukanku....
Sore harinya, seorang cewek yang sedang jogging bersama ayahnya melihat keributan dari kejauhan.
"Pa! Papa! Lihat itu! Sepertinya ada keributan di sana!" teriak cewek itu.
"He? Mana?" tanya Byakuya pada putri semata wayangnya, Rukia.
"Itu! Itu, lho! Mata Papa ada di mana, sih? Dengkul?" tanya Rukia sambil meledek Byakuya.
"Hush! Dasar anak kurang ajar, kamu!" seru Byakuya. Rukia hanya tersenyum, "ah, iya. Papa liat. Sepertinya ada 2 orang cowok sedang dikeroyok warga sekompleks. Ayo, Rukia. Lebih baik kita ke sana." ajak Byakuya.
"Iya, Pa. Kasian mereka. Lagian, kalau dilihat dari wajahnya, sepertinya mereka bukan orang sini." jawab Rukia mengiyakan.
Begitu mereka berdua sampai di sana, nasib kedua orang itu mengenaskan. Tubuh mereka sudah babak belur dan penuh lecet. Sedangkan, muka mereka sudah bengkak dan memar hingga berwarna ungu gelap.
"Heh! Dasar kalian anak kurang ajar! Berani-beraninya nendang batu suci di situ!" seru seorang warga penuh emosi sambil menunjuk ke arah sebuah nisan batu yang sudah miring ke kanan.
"Iya! Anak GOBLOK kamu! Gimana kalau nanti kompleks Perumahan ini kemalingan?! Penunggu batu itu penjaga keamanan di Kompleks ini sejak puluhan tahun yang lalu! Dasar kalian berdua BOCAH KURANG AJAR!" seru salah seorang warga lainnya dengan penuh emosi.
"Tapi, kita berdua nggak tau kalau batu itu ternyata suci...." jawab Ichigo lirih. Kemudian terbatuk-batuk. Sesaat kemudian, darah mengalir dari mulutnya.
"Astaga!-" Rukia menjerit tertahan. Dia sudah tidak tahan lagi melihat kedua orang it uterus saja disiksa oleh warga sekitar. Kemudian, melihat ekspresi Rukia, Byakuya memutuskan untuk menghentikan kerusuhan ini.
"Ehm... Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua, bisa tolong hentikan?" tanya Byakuya mencoba menenangkan suasana.
Para warga kompleks terkaget-kaget melihat kedatangan Byakuya. Maklum, Byakuya adalah orang yang dihormati oleh warga di sekitar situ. Selain kaya, dia juga baik hati dan tingkah lakunya baik dan sopan pada siapa pun. Tak heran, banyak warga yang hormat dan segan padanya.
"P... Pak Byakuya?"tanya salah seorang warga terkaget.
Byakuya hanya tersenyum kecil melihat orang-orang terkaget-kaget melihatnya. "Iya, Pak. Ini saya..." jawab Byakuya dengan nada menentramkan.
"Ngapain Bapak ada di sini?" tanya warga yang lain.
"Bukan apa-apa. Tadi kebetulan saja saya dan putri saya, Rukia sedang jogging. Maklum, sekeluarga sibuk semua. Jadi tidak bisa jogging pagi-pagi. Kebetulan juga, tadi saya melihat ada keributan di sini..." ujar Byakuya. Dan setelah itu, terus saja berunding dengan para warga. Pada saat berunding, Byakuya memberi kode pada Rukia untuk membawa kedua cowok itu untuk pergi menjauh dari situ dan mengobati mereka.
"Te... Terima kasih. Kita tertolong banget." kata Ichigo terputus-putus. Mulutnya kadang-kadang masih saja mengeluarkan darah. Hanya saja, tidak sebanyak sebelumnya.
"I.. Iya... Tadi kukira kita bakal mati konyol di sana. Thanks." kata Renji. Kedua pembuluh di hidungnya pecah. Mengakibatkan darah terus saja mengalir keluar dari hidungnya.
"Sudah. Kalian berdua jangan banyak bicara dulu. Buset... Luka kalian berdua parah banget." kata Rukia.
"Hhh.... Nggak apa-apa. Cuma luka kecil, kok," kata Ichigo sok kuat, "O ya, omong-omong namamu siapa? Aku Ichigo. Dan dia Renji." ujar Ichigo sambil dengan susah payah menunjuk Renji yang terbaring lemah di sebelahnya.
"Hoi! Udah! Jangan bayak gerak! Kalau begitu caranya, kalian berdua bisa beneran mati! Eh? Namaku? Panggil saja Rukia." kata Rukia cepat sambil mengobati Ichigo dan Renji sebisanya dengan peralatan di tas kecil yang dia bawa.
Beberapa menit kemudian, Byakuya sudah selesai berunding dengan para warga. Dan langsung saja mendatangi Rukia.
"Bagaimana keadaannya Rukia?" tanya Byakuya cemas.
Rukia hanya menggeleng lemah. Terlihat menyesal, "Parah, Pa. Pendarahannya nggak bisa berhenti. Harus cepat-cepat dibawa ke RS..." ucap Rukia lirih.
Mendengar itu, Byakuya langsung bergegas melihat keadaan Renji dan Ichigo. Dia terkejut begitu melihat kaus mereka berdua yang berlumuran darah. Begitu juga dengan koper mereka. Penuh dengan bercak darah.
"Jangan ke Rumah Sakit, Rukia. Jaraknya terlalu jauh. Lebih baik kamu sekarang cepat-cepat telpon supir kita. Suruh jemput kita secepatnya. Jangan lupa Dr. Unohana juga. Jangan lupa bilang ke dia kalau kedua orang itu luka parah dan mengalami pendarahan yang cukup parah juga." perintah Byakuya tegas pada Rukia. Rukia langsung mengambil HP dari dalam sakunya dan langsung menelepon beberapa orang.
3 menit kemudian, minivan milik keluarga Kuchiki sudah datang. Segera saja Byakuya dan Rukia mengangkut Renji dan Ichigo beserta koper-koper mereka ke dua tempat tidur yang ada di bagian belakang mobil.
"Pak, apa Dokter Unohana sudah datang?" tanya Byakuya pada supir mereka.
"Sudah, Pak. Tadi Dokter Unohana sudah sampai di rumah begitu saya membuka gerbang." jawab si supir mantap.
Setelah menanyakan itu, suasana di dalam mobil menjadi hening. Keringat dingin mengalir dari dahi Rukia. Dan Byakuya hanya bisa menggenggam tangan kanan Rukia untuk menenangkannya. Karena, tangan kiri Rukia menggenggam erat lututnya yang gemetaran.
"Bertahanlah, Renji.... Ichigo..." kata Rukia lirih. Sedetik kemudian, air mata langsung mengalir deras dari matanya. dan Rukia pun langsung membenamkan diri di bahu Byakuya untuk menahan tangisnya yang tidak bisa berhenti.
TBC.....
Hwaha! Fic romance nan suram kedua gue buat fandom Bleach! (yang pertama itu 'Shooter'. Lom gue publish. Soalnya masih bingung soal pairing)
Hiks..... Ichigo.... Renji.... Jangan mati, ya.... *digebukin* (Orang yg bikin fic gue sendiri! Gimana, seh??)
Yep! Emang fic buatan gue gaje semua! Humm..... sesuai janji gue ke beberapa author kenalan gue, akhirnya GUE POSTING FIC ICHIRUKI!!! Puas ga? Puas ga?
Kalo puas,
AYO TEKEN IJO-IJO DI BAWAH DENGAN SEMANGAT MAX!!!!! FIGHTING! XD
