"Tsk, kau tampak mengerikan, Sungmin."
Aku tersenyum getir, menghela napas entah sudah untuk yang keberapa kalinya dalam menit ini. Berdiri di depan kaca besar, mematut bayangan diriku yang dipantulkan dari benda datar itu. Seperti inilah pagi hariku. Selalu mengumpat pada sosok pria di dalam cermin –aku, diriku sendiri. Tidak ada yang kurang dalam penampilanku pagi ini, aku terlihat sempurna andai saja lingkar hitam di bawah mata ini tidak muncul dan mengacaukan semuanya. Kularikan sejenak jari-jari ini di seputaran rambut hitamku, mengacaknya sedikit agar nampak tak terlalu kolot di abad 21 sekarang.
Aku menatap sekilas pada deretan angka dalam kertas kalender yang tergantung di dinding putih samping cermin tempatku berdiam diri.
"Kemana saja bocah itu ?"
Aku terdiam kembali, tidak sepenuhnya diam karena nyatanya bibirku tak hentinya menggumam lirih. Menggumamkan kata-kata yang kupetik dari segala penjuru kepala. Menafsir, mematri dan menuangkannya dalam nada sederhana. Ya, baiklah…kalian bisa menyebut ini sebagai bernyanyi, tapi lirih, sangat lirih. Hanya aku dan telingaku yang sanggup menangkap suara ini.
"Berhenti berdiri seperti orang bodoh di sana, Lee Sungmin."
Nyanyianku seketika tersendat, layaknya sebuah kaset lagu tua yang tiba-tiba mati dalam kedai kopi di siang hari. Taruhan berapa pun juga aku berani menebak siapa yang mengganggu pagi hariku yang damai ini tanpa perlu menoleh untuk memastikannya.
"Dan berhentilah menerobos rumah orang lain setiap hari, Cho Kyuhyun."ucapku sembari memutar bola mata malas saat melihat bayangan pria itu ikut terpantul melalui cermin di hadapanku.
"Kau membiarkan aku mengetahui kode apartemenmu dan kurasa itu tidak terhitung sebagai menerobos."sahutnya cepat. Lantas ia hempaskan tubuhnya di atas sofa.
"Bukan berarti kau bebas keluar masuk dari apartemen ini sesuka hatimu, Tuan Muda Cho."balasku sarkatis.
"Diam atau akan kututup mulutmu dengan bibirku."
"Kau gila !"
"Akan lebih gila jika kau terus berbicara seperti itu dan tak lekas kesini."
Aku menghela napas dalam, mencoba untuk tidak melempari pria itu dengan pot bunga yang ada di atas meja. "Kenapa lagi ? Kuharap kau punya alasan untuk menyita waktuku kali ini."
"Katakan hal seperti itu sekali lagi dan kau akan berakhir di atas ranjang denganku pagi ini, Lee Sungmin."serunya lantang, ada nada nakal yang tersembunyi dari seruannya.
Dan benar saja. Dia menyematkan sebuah senyuman, tidak…seringaian tipis lebih tepatnya. Kau memang gila, Cho Kyuhyun. Tapi kurasa hal inilah yang selalu membuatku tak bisa lepas darimu. Aku baru saja akan membuat berita mengejutkan di media massa dengan melempar pot ke kepalamu lalu dengan mudahnya kau membuat wajahku merona sepagi ini dan melupakan ide gila itu.
"Pervert Kyu."ujarku setelah berjalan ke arahnya dan turut duduk di sampingnya. Aku kembali mengulum sebuah senyum simpul, entah kenapa aku tak pernah bisa benar-benar marah pada pria ini.
"Apakah masalah pekerjaanmu lagi ?"tanyaku pelan. Kusandarkan tubuhku pada dada Kyuhyun, menikmati pelukan hangat lelaki bermata indah ini.
"Hmm.."
Hanya sebuah gumaman yang kudengar dari Kyuhyun kali ini. Aku tahu jika ada banyak masalah yang disembunyikan pria ini. Entah apakah itu tentang pekerjaannya, tawaran penyelesaian kasus di beberapa negara, atau tentang kehidupannya yang aku tak tahu. Yang jelas pikirannya sedang tidak sepenuhnya bersamaku sekarang.
"Kau sibuk akhir-akhir ini ? Kau bahkan meninggalkan ponselmu di sini. Apa kau takut jika aku menghubungimu dan mengganggumu ?"tanyaku merajuk seraya memainkan jemarinya yang melingkar di pinggangku.
"Kenapa ? Kau merindukanku ?"lagi-lagi nada suara nakal itu kembali lolos dari bibirnya, seolah semua ucapanku hanyalah candaan belaka. "Kau bahkan tak pernah menghubungi ponselku selama ini. Aku juga bahkan ragu apakah kau menyimpan nomorku di ponselmu."
Entah bagaimana bisa Tuhan menciptakan pria seperti Cho Kyuhyun. Mungkin Tuhan bercanda saat menciptakannya sehingga semua kata-kata yang ia dengar hanyalah dianggap selayaknya lelucon saja. Ingin sekali rasanya kuhantamkan kepalanya yang brilian itu ke dinding apartemen sekarang juga.
"Bisakah kau berhenti bercanda. Apakah semua detektif selalu bertingkah sepertimu ?"
"Dan apakah semua editor selalu menggunakan emosi untuk berbicara dengan kekasihnya ?"
Ck. Aku tak akan pernah bisa mengungguli pria ini dalam hal berdebat. Dia terlalu licik untuk bisa dikalahkan dalam hal sepele seperti ini.
"Cho Kyuhyun !"seruku keras.
"Kenapa kau sangat suka berteriak dan membentakku, huh ? Jika kau memang tidak bisa berdebat denganku maka akui saja jika kau kalah. Bukan berteriak seperti ini. Cukup katakan, Chagi-ya, kenapa kau sangat pintar berdebat ? Wah,kau memang hebat. Neomu saranghae, Kyuhyun-ah. Mudah bukan?"Kini bibir tipisnya telah beralih menyentuh pipiku dengan lembut. Kalau saja pria ini memiliki pendengaran super, kujamin ia pasti akan tertawa karena mendengar detak jantungku yang jauh lebih cepat dari deru kaki kuda di arena pacuan tiap kali dia melakukan hal yang, ehm..romantis mungkin.
"Baiklah. Kau sudah berhasil membuatku pagiku bertambah buruk kali ini. Jadi sekarang apa lagi ?"ucapku seraya menegakkan tubuh menjauh dari pelukannya. Sebenarnya enggan aku melakukan ini, mungkin jika bukan karena ingin menatap ke dalam mata hitam itu, aku akan lebih memilih bergelung dalam pelukannya seharian.
"Kau akan berangkat kerja ?"Aissh. Kenapa dia selalu saja menanyakan hal seperti ini.
"Iya, 5 menit yang lalu sebelum kau datang dan membuatku tertahan di sini."jawabku mencoba untuk jujur. Kau tahu jika aku tak mungkin meninggalkan bocah seperti Kyuhyun di apartemenku sendirian, dan ayolah, dia bahkan dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk sendirian.
"Aku tidak menahanmu. Kau yang bersedia ditahan di sini."sahutnya santai sembari merengkuh tubuhku kembali. "Apa pekerjaanmu menyenangkan ?"
"Yang jelas lebih menyenangkan daripada harus mengurus semua berkas kejahatan orang-orang yang bahkan tidak kukenal."aku berujar tenang, mencoba menyindirnya meskipun aku tahu pria ini tidak akan pernah mau mendengarnya.
"Ya, kurasa kau benar. Sangat melelahkan."gumamnya sambil mencium puncak kepalaku.
Tapi, hey..apa katanya tadi ? Dia membenarkan ucapanku ? Tentang pekerjaannya. Ah, apa lagi ini ? Kenapa lagi denganmu Cho Kyuhyun ? Kau memang benar-benar sudah gila. Apa setiap kasus yang kau tangani membuatmu harus kehilangan seratus sel saraf hingga kau berpikir irasional seperti ini.
"Okay. Kurasa memang ada hal yang salah di sini. Tidak…tidak….semua tentangmu memang sudah salah, tapi kali ini jauh lebih salah. Kupikir kau.."
"Menyukai pekerjaanku ?"tanyanya, lekas memotong kalimatku yang belum terselesaikan.
Aku tak menjawab. Hanya menggangguk mantap sembari menarik lengan Kyuhyun agar lebih erat memeluk tubuhku. Ah, aku benar-benar tak pernah tahu cara berpikir pria ini.
"Kau benar. Aku memang menyukai pekerjaanku, sangat menyukainya. Hanya saja aku lebih menyukai seorang Lee Sungmin daripada pekerjaan itu."tanpa mendongak, aku dapat mendengar senyuman dalam suara Kyuhyun. Mungkin ia berusaha membuatku jatuh cinta padanya dengan kalimat itu. Tsk, kau salah, Kyu. Bahkan kalimatmu itu tak akan pernah membuatku jatuh cinta padamu karena nyatanya aku sudah terlampau jauh mencintaimu. Konyol, bukan ?
"Kau selalu meninggalkanku saat tumpukan kasus baru ada di atas mejamu, jangan pernah melupakan kenyataan itu."balasku ketus. Walaupun begitu aku tak pernah bisa menyembunyikan senyuman kecil saat ia justru melesakkan kepalanya di ceruk leherku.
"Kau cemburu dengan tumpukan kertas itu ? Hahaha, ayolah Sungmin. Aku bahkan tidak bisa meniduri kertas-kertas itu."balasnya dengan gelak tawa. "Harusnnya kau tahu jika tumpukan kertas itu bisa menghasilkan tumpukan kertas bernominal untuk membuat kita tetap hidup. Hanya untuk alasan itu, aku memilih mengencani kertas-kertas itu dibandingkan dirimu di saat-saat tertentu. Arra ?"
"Lalu apa ?"tanyaku bingung.
Argh ! Entah aku yang terlalu bodoh atau Kyuhyun yang terlalu pintar sehingga sangat sulit untuk mengikuti arah berpikir pria ini.
"Apa ?"tanyanya kembali. Ayolah, siapa saja tolong bantu aku menghajar pria ini sekarang.
"Kenapa kau bilang jika kau lelah dengan pekerjaanmu ?"
"Kapan ?"
Baiklah, aku benar-benar butuh sebuah pedang sekarang. Ingatkan aku untuk menebas lehernya lalu membedah otaknya dan menguraikannya di atas lantai kali ini. Aku benar-benar muak dengan semua sikap Kyuhyun yang seperti ini. Aku 'kekasihnya'. Tapi bahkan dia menyembunyikan masalah dari kekasihnya sendiri, seolah aku hanya ada di saat ia ingin berbagi tawa dan seakan tak ada saat ia memendam duka. Dia terlalu cerdik untuk menyembunyikan masalahnya sendiri.
"Jangan bertingkah seolah kau bodoh ! Katakan apa yang sebenarnya terjadi kali ini atau aku akan benar-benar marah padamu." Bodoh, Sungmin ! Baiklah, aku memang bodoh, tapi anggap saja alasan ini akan mempan pada Kyuhyun walaupun peluang itu sangat kecil. Setidaknya aku telah berusaha mengancamnya –dengan konyol- kali ini.
"Kau mengancamku ?"Kini pelukannya terasa melonggar, berganti memutar wajahku dan menatapku dalam-dalam. Andai saja Kyuhyun tahu jika sikapnya ini membuatku ingin mendorongnya dari ujung tebing tertinggi lalu bergegas berlari ke dasar dan menangkapnya kembali.
"Lee Sungmin, kau mencoba mengancamku ?"Kyuhyun mengulang pertanyaannya kembali setelah ada jeda sejenak di antara kami. "Baiklah, aku akan menceritakannya padamu."
Apa ? Okay, aku akan menarik kembali kata-kataku bahwa Kyuhyun sedang gila. Dia tidak gila, hanya saja DIA BENAR-BENAR TIDAK WARAS. Hhhh, sejak kapan Kyuhyun mau mengalah ? Tidak. Akan lebih tepat jika, sejak kapan ancaman konyol 'aku akan benar-benar marah' bisa membuat bocah ini berubah pikiran ? Aku senang jika memang ia mau menceritakan masalahnya padaku. Tapi masalahnya apakah ia akan benar-benar menceritakan masalah yang sesungguhnya. Nan molla.
"Hentikan semua hal gila ini. Katakan semua yang terjadi padamu. Kau harus menceritakan semuanya. Aku 'kekasihmu', arrachi ?"kemarahan yang kuyakin sama sekali tak akan membuat pria ini gentar. Tapi bukankah ia sedang tidak waras, jadi apa salahnya mencoba untuk memalsukan sebuah amarah. "Katakan!"
Kyuhyun tertawa tipis sembari mengacak rambutku cepat. "Kekasih ? Sejak kapan kau mau mengakui jika aku kekasihmu ?"
Demi nama semua turunan raja setan di neraka, raut wajah Kyuhyun saat ini benar-benar membuatku ingin memenggal kepalanya lantas membuangnya di kolam piranha. Aku benar-benar ragu jika pria sepertinya bisa menjadi detektif selama lima tahun. Dia akan jauh lebih pantas jika berdiri di atas panggung lawak di kedai teh pasar Namdaemun.
"Baiklah, kau sangat menggemaskan dengan wajah seperti itu, Lee Sungmin."jemarinya menyentuh pipiku lembut. Melarikan tangannya ke anak rambut belakang leherku lantas perlahan mendekatkan wajahnya. Bisa kurasakan hembus napas Kyuhyun menyapu wajahku, bibir kami bertemu. Kulihat sebelah tangannya terangkat, menutup kedua mataku dan membiarkan pautan bibir kami bertambah semakin dalam.
"Aku hanya sedang lelah. Percayalah."bisiknya pelan sedetik setelah bibir kami kembali terlepas.
"Apa kau sudah gila, hah ?"
Suara pintu yang terbanting kuat tak membuat Lee Donghae terkesiap dari duduk santainya di ruang baca. Sosok Choi Siwon dalam jas hitam di ambang pintu tak lantas membuat Donghae mengalihkan arah pandangnya dari buku yang ada ditangannya.
Donghae mendongak ketika mendengar suara langkah kaki Siwon menggema di ruangannya. Rambutnya yang hitam tertimpa cahaya senja, membuat sebuah kekontrasan dengan mata titaniumnya yang dingin. Ia menatap Siwon yang kini duduk di hadapannya, membanting sebuah map biru di atas meja kayu berukir Victorian di bagian pinggir. Ia tidak berkata apa-apa, hanya kembali melanjutkan membaca deretan kata di lini pertama buku bersampul coklat itu.
"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan ? Cepat cabut semua berkasmu dari sana dan kembali ke Spanyol bersamaku. Aissh, kau membuatku gila."
Ada jeda di antara kedua pria itu untuk beberapa saat. Donghae duduk bersandar, menutup bukunya perlahan lantas meletakkannya di atas meja. Suaranya yang datar berucap kemudian,"Aku akan pergi ke Spanyol."
"Apa ?"
"Aku akan kembali ke Spanyol."
"Ya. Kau memilih dengan benar. Kau memang harus segera kembali ke Spanyol."Siwon menyandarkan tubuhnya di atas kursi. Terdengar jelas sebuah tawa lega lepas dari bibirnya.
"Setelah aku mendapatkan ia kembali."lanjut Donghae sembari tersenyum kepada dirinya sendiri. Ia melihat ke luar jendela ruang bacanya, mendapati sang matahari akan tergelincir pergi.
"Ya, kau memang harus…APA ? Hiyaa, kau gila. Neo miccheoso, huh ?"tak peduli dengan semua teriakan bodoh Choi Siwon, Donghae memilih berdiri dan melangkah ke arah jendela.
"Kau pasti bercanda bukan Lee Donghae ? Baiklah, ulang tahunku sudah lewat dua hari lalu jadi berhenti memberikan kejutan padaku."tanya Siwon. Entah kenapa pria tinggi berlesung pipit itu sangat yakin jika seorang Lee Donghae tak akan pernah membiarkan semua tawaran pekerjaan yang telah diaturnya di Spanyol terbuang percuma. Apalagi demi seseorang yang telah lama tak ia temui. Siwon berani bertaruh dengan semua ketampanan yang dimilikinya bahwa Lee Donghae….haahhh, tak akan pernah kembali ke Spanyol sebelum ia mendapatkan apa yang diinginkannya di sini.
Donghae tidak bergeming sedikitpun. Ia hanya berdiri memandang lurus ke arah kanopi pohon Cyprus di halaman rumahnya dan kembali berkutat dengan semua pikirannya.
"Hiyaa, Lee Donghae kau benar-benar akan….Argh, baiklah. Terserah apa maumu."pasrah Siwon karena yakin tak akan pernah bisa membuat sosok itu merespon kata-katanya.
Siwon sadar jika ia harus segera meninggalkan ruangan itu sebelum ia benar-benar kehilangan akal dan menyumpal mulut Lee Donghae dengan berkas map yang ia bawa. Ia ingin segera berjalan ke ruangannya, duduk dengan tenang dan meminta maaf atas nama Lee Donghae kepada semua perusahaan di Spanyol yang telah memberikan tawaran kerja pada pria itu. Ia ingin segera mendengar semua umpatan dari pemilik perusahaan itu lantas bergegas membeli sebuah samurai untuk menebas leher Lee Donghae. Ingatkan ia tentang semua itu !
"Aku akan segera mendapatkannya dan membawanya ke Spanyol, Hyung,"Donghae berkata, "Karena dia milikku sampai kapanpun."
"Aissh. Terserah !" Siwon mengumpat keras, berusaha untuk menghiraukan semua hal gila yang dilakukan sahabatnya itu. Siwon melanjutkan kembali langkahnya dan meninggalkan sebuah suara debum yang keras saat pintu bercat putih itu dibanting sekuat tenaga, namun bukankah Lee Donghae telah menulikan telinganya untuk semua suara sebelum ia mendapatkan apa yang ia inginkan ? Jadi, suara ledakan mobil di sampingnya kurasa tak akan membuatnya gentar.
Donghae menghentikan kegiatannya memandang keluar jendela. Ia berbalik dan tersenyum lebar, sangat lebar.
"Kau tetap milikku, Lee Sungmin."
