ehehe.. XD
sebenernya ini fic pertama kuru, hanya saja di publish-nya setelah fic detnot ituh…
jadi tolong klo kurang bagus kasi tau kuru yah!
Enjoy it!!
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Disclaimer Bang Masashi Kishimoto, jangan paksa saia untuk mengakuinya! Saia di suruh bang masashi! XP
Pairing SasuNaru, SaiNaru, SasuKarin! Pokoknya dia chara paling hina di Naruto! maap bagi yang suka ma tuh cewe…
Rated gak ada lemon! T ajah! Lemonnya cuma buat oneshot!
Genre Angst/Romance
Warning! Yaoi! Mpreg! OOC ! Yang ga suka silahkan mundur dari pada nanti ngamuk2 gaje! Klo ga suka trus baca fic saia mending kasih kritik yg membangun yah!
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
CANCER
Chapter 1
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Jendela ruangan itu terbuka lebar, menampakkan pemandangan hitam yang disebut malam. Bukan malam lagi, mungkin sudah bisa disebut pagi. Karna tengah malam sudah lewat beberapa menit yang lalu. Ruang luas itu tampak hening, hanya suara ketikan khas elektronik menggema di ruang itu. Sang Pengetik pun sesekali mengumpat kesal, hanya karena beberapa huruf yang terlewat. Wajah putihnya menegang, menampakkan beberapa otot wajah di kulit porselennya.
Dari arah depan, terdengar suara gagang pintu yang dibuka. Disusul dengan suara deritan pintu. Sosok berambut kuning itu langsung menutup pintu ruangan tersebut. Kemudian menghampiri sang Uchiha yang masih berkutat dengan pekerjaannya, seolah-olah ia tak menyadari kehadiran seseorang di sekitarnya.
"Sasuke..." panggil Naruto lemah.
"…" yang terlibat tidak menjawab. Ia hanya diam memperhatikan layar latop di depannya. Jari-jari lentiknya dengan lincah menekan tombol-tombol tak beraturan itu.
Naruto hanya menghela nafas melihat kelakuan Sasuke akhir-akhir ini. Ia merasa Sasuke jadi semakin jauh, semakin asing. Seolah-olah Uchiha itu tidak mengenal Naruto yang jelas-jelas berstatus sebagai kekasihnya.
Tidak seperti dulu, sewaktu mereka pertama kali bertemu di kampus. Beragam surat cinta berisi rayuan maut khas Uchiha memenuhi loker Naruto. Sang bungsu Namikaze pun kewalahan menanggapi surat cinta tersebut, hingga pada saat itulah suatu perasaan mengikat mereka, dan suatu pepatah lama lah yang semakin menguatkan itu semua. Ya, cinta tidak mengenal gender. Pepatah itulah yang membuat mereka bersatu. Pepatah yang membuat jalinan asmara mereka berlanjut hingga dua tahun setelahnya. Tapi sekarang, seakan-akan pepatah itu juga lah yang membawa malapetaka pada kehidupan mereka. Melanggar hukum alam memang tidak diatur, tapi penyimpangan tetaplah penyimpangan.
"Sasuke..." sekali lagi suara serak itu memanggil. Mengharapkan jawaban dari sang Uchiha.
Sasuke melirik malas ke Naruto,
"Hn." jawab Sasuke tanpa menoleh. Ia masih sibuk dengan notebook dan file yang bertumpuk-tumpuk. Ruang kerja itu tampak sedikit pengap. Ditambah lagi Sasuke yang sepertinya tidak memperhatikan keadaan sekitarnya.
Naruto berusaha untuk tetap berdiri tegak. Jujur, di dalam hatinya kini berbagai perasaan sedang berkecamuk. Ia sedikit menarik nafas.
"Sudah jam 1, kau bisa sakit nanti." Kata Naruto sambil mendudukan diri di sofa ruangan tersebut. Walaupun tadi ia berusaha tetap berdiri tegak, itu semua percuma. Ia sudah tak sanggup menatap wajah Sasuke yang semakin hari semakin dingin. Ia menundukkan kepalanya. Piyama biru mudanya yang kontras dengan sofa merah itupun ia mainkan dengan jarinya. Sekilas Naruto tampak seperti orang yang salah tingkah, padahal itu semua ia lakukan karna sikap Sasuke yang dari tadi mendiamkannya.
"Aku belum ngantuk. Tidur saja duluan." jawab Sasuke dingin. Malah terkesan seperti membentak.
Kepala Naruto yang dari tadi tertunduk perlahan terangkat. Sejenak ia diam, mencoba mencerna perkataan Sasuke barusan. Beberapa detik kemudian ia baru 'ngeh', barusan Sasuke membentaknya. Ya, membentak. Suatu hal yang tidak pernah Sasuke lakukan sebelumnya. Naruto terbengong-bengong, hatinya belum bisa mempercayai kejadian barusan. Ia menundukkan kepalanya lagi. Mencoba menenangkan hatinya. Sejenak ruangan kerja luas itu hening. Hanya suara-suara gorden yang bergesekan dengan angin menemani dua insan yang saling mengalihkan pandangan.
Naruto yang merasa tidak enak karena sudah mengganggu Sasuke memilih berdiri setelah mengambil satu tarikan nafas panjang, ia pun menghampiri Sasuke yang masih berkutat dengan notebooknya dan mencium pelipis Sasuke dari belakang.
"Ya sudah--tapi jangan paksakan dirimu. Oyasumi, Sasuke..."
Sasuke tidak menjawab. Naruto tersenyum dan meninggalkan ruangan tersebut menuju ke lantai dua. Kamar tidurnya dan Sasuke.
Yah, bisa dibilang sekarang hanya milik Naruto, karena akhir-akhir ini Sasuke jarang tidur di kamar.
Ia pun membuka pintu dan memasuki ruangan bercat soft orange tersebut. Dengan perasaan yang campur aduk Naruto merebahkan dirinya ke kasur.
Ia kembali teringat perubahan sifat Sasuke akhir-akhir ini. Sasuke yang dulunya lembut dan perhatian berubah menjadi Sasuke yang kasar dan dingin. Sasuke yang acuh dan tidak peduli. Seakan-akan Naruto hanya sebuah boneka rubah kecil yang tidak butuh kasih sayang.
Masih dengan perasaan galau ia memiringkan badannya menghadap ke sisi tempat tidur satunya. Tempat dimana Sasuke biasa berbaring dan memeluk tubuh rapuhnya. Tempat dimana Sasuke menemani malam harinya dengan mengobrol hal-hal yang menyenangkan.
Semua kenangan itu seakan menyulut api kekecewaan di hatinya. Kecewa akan janji Sasuke yang ternyata hanya omong kosong. Janji akan selalu berada di sisinya, janji akan selalu menemani tidurnya, dan berpuluh-puluh janji lain yang di lontarkan sang Uchiha itu padanya. Tapi kenyataannya, tidak selalu kan?
Walupun begitu, sosok bermata onyx itulah yang membuatnya terpesona. Nama 'Uchiha Sasuke' sudah terpatri secara permanen dalam hatinya. Tapi mau bagaimanapun, jauh di lubuk hatinya ia merasa takut. Takut Sasuke akan meninggalkannya suatu saat nanti. Takut Sasuke akan meninggalkannya dalam sepinya sisa hidup yang ia miliki--yang bahkan Naruto sendiri pun belum tahu--. Tapi… ya. Sosok berambut donker itu harus menatapnya lagi, harus menganggap keberadaannya lagi. Tekad kuat di hatinya sudah tak dapat diganggu gugat. Keyakinannya akan Sasuke memuncak begitu drastis.
Tiba-tiba rasa nyeri itu muncul, rasa sakit yang menyerang ulu hatinya. Wajah pucatnya meringis menahan sakit. Seakan-akan rasa sakit itu merupakan pisau tajam yang menusuk dalam dirinya. Tangan kirinya memeluk perut, sedangkan yang satunya meremas bed cover biru langit itu kuat. Rasa sakit itu semakin memburuk ditandai dengan mengalirnya butiran bening dari matanya.
'Sa-suke…'
Air mata menetes dari bola mata biru itu. Dan sebagai pengiringnya isak tangis yang begitu miris menemani tubuh lemah itu dalam keheningan malam.
***++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++***
Keesokan paginya..
Suara kicau burung membuat sang pemilik rambut pirang itu membuka mata. Wajah yang biasa cerah bak malaikat kini tampak kusut dan pucat. Mata indah bak permata itu kini meredup, membiaskan warna kemerahan di sudut-sudut matanya. Ia menolehkan wajahnya ke samping, mencoba meneliti angka-angka pada jam digital diatas meja. Ia sedikit mengucek-ngucek matanya, baru kemudian terpampanglah dengan jelas angka '05.56' di depan matanya. Ia agak tersentak, jam segini seharusnya ia membangunkan Sasuke.
Ia langsung keluar kamar dan dengan sedikit tergesa ia menuju ruang kerja Sasuke di lantai bawah. Namun ia terhenti di tangga karena menemukan sosok Uchiha itu sudah rapi dengan setelan jas warna hitam dan kemeja biru tua. Ia sedang memasukkan notebook dan beberapa file ke dalam tas kerjanya.
"Sudah mau berangkat? Kusiapkan sarapan dulu ya?" kata Naruto sambil buru-buru menuruni tangga dan beranjak ke dapur. Tetapi di tengah-tengah perjalanan dihentikan oleh Sasuke.
"Tak usah--aku berangkat." Kata Sasuke sambil beranjak dari situ. Meninggalkan Naruto yang terbengong-bengong. Entah kenapa, ia merasa ada yang kurang pagi ini. Setelah beberapa saat berpikir Naruto pun teringat akan hal yang terlupakan itu.
'Biasanya setiap berangkat kerja Sasuke selalu menciumku...'
Tetapi ia berusaha sebisa mungkin untuk melenyapkan pikiran itu. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Dan usahanya berhasil, perlahan-lahan senyuman tulus terbentuk di sudut bibir Naruto.
"Hati-hati di jalan, Sasuke…"
Senyuman tulus itu sangat manis, bagai senyum malaikat tanpa dosa. Tetapi perlahan lengkungan di sudut bibir itu menghilang, berganti menjadi senyuman miris. Senyuman yang dipaksakan. Air mata menetes lagi.,. dengan segera Naruto menghapus air mata itu. Ia menutup matanya, mencoba menguatkan hati. Mengingat semua kenangan-kenangan indah yang Sasuke berikan padanya. Melenyapkan semua prasangka yang meruntuhkan ketegaran hatinya. Akhirnya, mata itu pun terbuka. Dan kini senyum ceria khas Naruto menghiasi wajah manis itu. Perubahan ekspresi yang patut diacungi jempol. Dan mungkin itu akan terjadi hingga seterusnya…
'Mungkin ia cuma kelelahan, mungkin…'
Masih dengan senyum ceria tadi ia melangkah menuju ke kamar mandi dan memulai aktifitasnya seperti biasa. Mulai dari mandi, sarapan, dan berangkat ke kantor ayahnya. Sebut saja Namikaze.
***++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++***
Sesampainya di Namikaze…
"Selamat pagi, semuanya!" sapa Naruto ceria. Senyum lebarnya yang khas sukses membuat semua orang yang berlalu lalang di lobby kantor itu terpana. Bahkan sampai ada yang tidak sengaja menghentikan langkahnya demi membalas sapaan bos mereka ini.
"Selamat pagi, Naruto-sama!" jawab semua karyawan serentak. Naruto mengembangkan senyumnya untuk membalas sapaan itu.
Bagaimana tidak, bos mereka yang satu ini memang dikenal sebagai orang yang ramah dan baik hati. Karyawan-karyawan yang bekerja pun betah lembur berlama-lama hanya untuk menunggu bos mereka ini pulang.
Tiba-tiba seorang gadis manis berambut indigo datang menghampiri Naruto.
"Selamat pagi, Naruto-sama. Wah,wah--tampaknya hari ini anda ceria sekali, apa yang terjadi pada Tuan kita ini ya?" Tanya Hinata dengan gaya detektif, tangan kanannya mengelus dagu. Naruto memperhatikan Hinata sambil cemberut, ia menggembungkan pipinya.
"Hufft... kenapa sih--kau ini sekarang jahil sekali?! Ketularan Kiba ya? Hee..." kata Naruto iseng, siapa sangka keisengan Naruto membuat wajah gadis manis itu memerah karena malu.
Memang, semenjak Hinata dekat dengan Kiba ia jadi lebih ceria dan sifatnya yang pemalu itu menghilang sedikit demi sedikit. Dan Naruto selaku sahabat Hinata selalu mencomblangkan 2 couple itu supaya bisa merasakan yang namanya 'pacaran'. Tapi sepertinya tidak terlalu berhasil karena Kiba bukan orang yang suka hubungan terlalu serius. Dan karna sifat Kiba itulah Hinata sudah melabuhkan hatinya ke pemuda pecinta anjing tersebut.
"E-eh? M-maksudmu ap--"
"Sudahlah--Hinata-chan, jangan malu-malu! Lagipula—kita sudah saling mengetahui keadaan masing-masing, iya khan? Ehehe..." kata Naruto ramah. Tawanya yang khas menutupi perasaan Naruto yang sebenarnya. Tawa yang dipaksakan, tawa yang sanggup membohongi semua orang. Tapi tidak untuk Hinata, ia merasa ada yang salah dengan Naruto. Dan untuk mengetahui kesalahan tersebut Hinata bermaksud membahasnya nanti.
"Uhm... Naruto—bolehkah aku ke ruanganmu waktu istirahat makan siang nanti? " Tanya Hinata pelan. Naruto tersenyum lebar menanggapinya.
"Hee--boleh-boleh! Sudah lama nggak ngobrol sama Hinata-chan! Aku ke ruanganku dulu ya! Kutunggu loh!" kata Naruto nyengir sambil meninggalkan Hinata. Hinata hanya tersenyum.
Hinata memandangi sahabatnya itu dengan perasaan tidak enak, seakan-akan ia tahu apa yang terjadi. Pikirannya menerawang jauh, mencoba mengingat kembali kejadian yang mungkin menjadi penyebab 'senyum paksaan Naruto'.
########################################################################
Flashback…
Hinata dan Kiba sedang berjalan di lorong-lorong penuh baju bermerek itu. Sekarang ia dan Kiba sedang kencan. Memang aneh menghabiskan waktu kencan dengan berbelanja baju, tapi tidak untuk Hinata dan Kiba. Mereka dengan cueknya tertawa-tawa mencoba pakaian satu persatu, mulai dari sepatu, tas, syal, topi, dan sebagainya. Dan tawa Hinata berhenti ketika melihat pemandangan yang mengejutkan.
Sasuke sedang merangkul seorang wanita di depan kasir. Wanita itu hanya tertawa menanggapi Sasuke. Mereka tampak bahagia.
'Loh--Sasuke?! Dengan siapa dia?'
Hinata menajamkan matanya, mencoba menebak siapa wanita yang sedang dirangkul Sasuke. Sepertinya Hinata tak asing dengan perempuan berambut merah tersebut. Ia mencoba mengingat-ingat siapa wanita itu. Dan kinerja otaknya dengan cepat menanggapi
'Astaga! Itu kan direktur Hebi?! Kenapa mereka bisa bersama?'
Hinata melotot tak percaya. Ia mencoba menerka kemungkinan yang akan terjadi. Mulai dari Naruto yang menangis meraung-raung sampai Naruto yang bunuh diri. Hinata menggeleng kuat-kuat, mencoba menghilangkan pikiran itu. Kiba yang sedari tadi memperhatikan tingkah Hinata yang aneh buka suara.
"Hei—Hinata, kau kenapa? Kok geleng-geleng gak jelas gitu?" Tanya Kiba dengan muka bingung.
Hinata tersentak kaget,
"E-eh? Ng-nggak—gak ada apa-apa kok. Lanjut lagi yuk!" kata Hinata ceria. Kiba hanya nyengir.
'Salah liat! Aku cuma salah liat…' seru Hinata dalam hati.
########################################################################
"Hinata? Kamu ngapain berdiri di tengah-tengah lobby gini? Sambil bengong lagi." Tanya Sakura bertubi-tubi. Ia yang kebetulan lewat kaget melihat wajah Hinata yang tampak berkeringat.
"E-heh? Gak apa-apa kok! Aku ke ruanganku dulu ya! Jaa!" kata Hinata buru-buru. Ia terlalu malas menanggapi omongan Sakura dalam keadaan genting begini.
Sakura hanya geleng-geleng dan menuju ke meja receptionist, tempat ia biasa bekerja.
***++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++***
Di kantor Sasuke…
'yokaze ga hakobu awai kibou nosete,
doko made yukeru ka..
sore wo kobamu you ni se—'
Dering handphone Sasuke memecah keheningan di ruang kerja luas itu. Malas berlama-lama mendengar lagu favorit Naruto, dengan segera ia mengangkat handphonenya.
"Halo."
"Halo, Sasuke~… sedang apa kamu?" Tanya suara manja di seberang sana. Muka Sasuke yang cool langsung berubah sumringah.
"Oh—hai, Karin. Ada apa? Tumben kamu nelpon?"
"Ya nggak apa-apa kan sekali-sekali. Ketemuan di mal yuk! Aku kangen!"
"Hah? Tapi aku masih banyak pekerjaan, Karin. Besok saja ya?"
"Nggak—nggak mau! Pokoknya sekarang!"
Sasuke menghela nafas, ia diam sebentar. Tampaknya sedang menunggu hasil dari peperangan batin. Setelah beberapa saat ia memutuskan untuk menuruti Karin.
"Iya-iya. Terserah apa katamu lah."
"Yay! Ya sudah, kutunggu di restoran biasa jam 1 ya! Jaa~!"
Dan telepon pun terputus.
Sasuke melihat jam tangannya, sudah jam 12.15. Ia segera mengambil kunci mobil dan berangkat menuju mal yang dimaksud.
***++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++***
Tok-tok-tok…
"Ya—masuk!" jawab suara ceria dari dalam.
"Hai—Naruto!" Hinata langsung menghampiri Naruto yang duduk di balik meja kerjanya. Tanpa pikir panjang ia langsung duduk di kursi berhadapan dengan Naruto. Yah—secara mereka sudah seperti saudara, tidak perlu bersopan santun.
"Hee~ Hinata-chan! Akhirnya datang juga. Eh? Kamu bawa apa tuh?" kata Naruto sambil memperhatikan tas plastic yang dibawa oleh Hinata. Hinata hanya tersenyum dan mengeluarkan isi dari tas plastic tersebut.
"Aku bawa ramen untukmu, Naruto. Kita ngobrol sekalian makan siang yah?" jawab Hinata ramah. Naruto nyengir senang.
"Yay! Hinata-chan baik deh! Hee---ada jeruk juga!" kata Naruto girang melihat beberapa buah jeruk mandarin dikeluarkan dari tas plastic tersebut. Hinata cuma geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya yang berisik itu. Tapi dalam hatinya ia kagum pada Naruto. Di tengah-tengah situasi seperti ini ia bisa menutupi perasaannya.
"Kau ini—sudah, ayo makan!" kata Hinata sambil mengambil mangkok ramen plastic miliknya. Dia juga menyodorkan yang satunya ke hadapan Naruto.
"Itadakimasu!" kata Hinata sambil mengatupkan tangan.
"Itadakimasu!" Naruto juga dengan semangat menggebu-gebu menyantap makanan favoritnya itu.
Beberapa saat kemudian 2 mangkok berisi ramen porsi besar dan sedang itu sudah bersih tak bersisa. Naruto meminum air putih di meja, sedangkan Hinata meneguk teh kotak yang ia bawa.
"Haah—kenyang! Terima kasih makanannya!" kata Naruto masih semangat. Padahal ia sudah menghabiskan ramen dengan porsi yang tak pantas dimakan oleh manusia biasa. Hinata masih menunggu waktu yang tepat untuk membicarakan masalah ini.
"Uhm—Naruto. Boleh aku bicara sesuatu padamu?" Tanya Hinata hati-hati. Ia tak ingin membuat Naruto kaget akan bahan pembicaraan mereka nanti. Naruto menatap Hinata bingung.
"Ya boleh lah! Kau ini kenapa sih? Bicara saja!" jawab Naruto langsung.
Beberapa saat Hinata terdiam. Ia mencoba memantapkan hatinya. Ia tak mau membuat Naruto terkejut. Walupun tersirat keraguan mendalam yang ada di benaknya, bagaimanapun Naruto harus tahu. Tahu akan apa saja yang Sasuke lakukan selama ini.
"Hinata?"
"Ini--tentang Sasuke…" kata Hinata pelan dan cepat. Ia agak menundukkan kepalanya. Ia tak sanggup melihat perubahan ekspresi Naruto yang perlahan terluka. Sedangkan mata Naruto membulat.
"Sa--suke?"
'Kenapa di saat seperti ini...'
.......................................
To be continued..
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Hyaa~!
Selese juga chap 1!
Fhuu~*mengusap keringat*
Fic ini terinspirasi dari lagu MCR, pasti pada tau khan? Nyahahaa~(padahal kaga tau judul ama isi nyambung apa engga..)
Fic ini sudah beratus-ratus kali mengalami perombakan-halah-
Uhm... alurnya kecepetan yak? Kuru ga bakat bikin angst! Kuru tidak bisa membuat cerita mendayu-dayu! DX
Si naru belum ketauan hamilnya..
Tar di chap 2-3an! Tunggu ajah..
Hwakakak~..*ketawa setan* XD
Special thanks for:
Shi, megu, ucha,yonchan,de el el saia lupa namanya…*digampar*
Para readers en riviewers sekalian..
Kuru bukan apa2 klo tanpa kalian~hiksu...*terharu*
Di fic kuru sebelumnya mungkin kuru kurang memuaskan-halah-
Tapi mudah2an di fic ini bisa meningkatkan kualitas menulis kuru..X3
Yasutralah! Review! no plem!*flame hanya membuat saia drop!*
Hoo-iyah! Bisa beritahu apa aja istilah dari fanfic ituh? Yang kaya OOC,OC,AU,PWP, de el el, kuru ta begitu mengerti dan tidak banyak tau istilah2 yang begitu! XD
Jawab lewat ripiu ato yang mo lewat jalan pintas juga boleh…
SMS misalnya? *digetok*
Arigatou udah baca fic ancur ini..maklum, masih kelas 1 esempe..(ngelesnya aneh)
Mao dilanjut? Balas lewat ripiu!
Kuru need RIPIU!!
………………………………………………………………………………………………
