This Is Not Love!
By: vAither
First Impression is The Most Lasting: Kesan Pertama adalah yang Paling Berkesan
Disclaimer:
Yuusuke Murata
Riichiro Inagaki
Inspired by Sekaiichi Hatsukoi...
WARNING:
OOC, OOC, OOC, (Triple OOC), GaJe, Typo and Misstype, pairingnya belom saya tentuin! Masih galau pilih STRAIGHT ATO YAOI!
First Impression is The Most Lasting
"Hi-Hiruma-san..."
Hiruma Youichi, orang yang kupanggil baru saja kupanggil mengarahkan pandangannya padaku. Aku dapat melihat mata hijaunya yang sewarna zamrud memandang tepat ke mataku. Detik berikutnya, gelas berisi bir yang baru dua teguk ia minum ia taruh di meja tepat di hadapannya. Matanya nampak sangat intens menatapku, membuatku sangat gugup.
Saat ini, Hiruma-san dan aku berada di sebuah bar besar yang berada di tengah kota Tokyo. Aku tidak sengaja bertemu dengan dirinya, tengah duduk menyendiri di sebuah sofa dalam klub itu. Suatu kebetulan yang sangat kusyukuri.
Hiruma Youichi adalah seniorku kala aku duduk di bangku SMA. Dia adalah orang pertama yang menyadari bakatku. Dan berkat dirinya aku yang sebelumnya seorang pengecut menjadi diriku saat ini. Hiruma Youichi adalah seseorang yang kukagumi dan kucintai.
"Ada apa, Kuso Chibi?" tanyanya.
Seketika itu juga ketika aku mendengar suaranya, seluruh perasaanku tertuang begitu saja dalam benakku. Dan dengan susah payah aku mencoba menahannya, namun semuanya sia-sia.
Aku menyukaimu... Aku menyukaimu... Aku—
"Aku menyukaimu, Hiruma-san," kata itu mengalir keluar begitu saja dari mulutku tanpa persetujuanku. Aku langsung membuang mukaku, segan melihat wajahnya yang mungkin saja tengah tersenyum licik.
"Uh! Etto maksudku—" dengan gelagapan aku berusaha untuk menyangkal perkataanku yang tadi baru kuucapkan.
Namun tanpa ku duga tangan besar miliknya ia letakkan di atas kepalaku dan mengacak-acak rambutku pelan.
Mungkin yang kalian pikir masa itu adalah masa-masa manis dalam hidupku...
Walaupun tidak pada kenyataannya.
First Impression is The Most Lasting
Dan saat ini, 3 tahun sejak kejadian itu...
Aku, Kobayakawa Sena terbangun dengan keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Lagi-lagi aku bermimpi mengenai dirinya. Dan itulah yang kuanggap sebagai mimpi buruk saat ini. Aku mematikan jam weker yang berada di atas lemari kecil tepat di samping ranjang tempat ku tidur yang berdering tanpa kenal lelah sejak tadi.
Perasaan malas masih menyelimutiku. Enggan rasanya bagiku untuk bangkit dari tempat tidur ini. Bagaikan di paku di atas ranjang ini. Benar-benar malas.
Namun waktuku untuk bermalas-malasan tidak berlangsung lama saat aku mendapatkan e-mail dari sahabatku Panther yang mengajak bertemu di stadion milik klubnya, San Antonio Armadillos. Sekitar satu bulan terakhir ini dia dengan antusias bercerita tentang seorang atlet Jepang yang akan direkrut oleh timnya. Namun, ia sama sekali tidak memberitahukan identitasnya. Hal itu membuatku sangat amat penasaran, lagi-lagi tim San Antonio Armadillos merekrut atlet Jepang lainnya setelah Shin dan Yamato. Dan melalui e-mail yang baru ia kirim, ia berjanji untuk mengenalkan orang itu padaku.
Akupun langsung bergegas melangkahkan kakiku menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sekaligus mendinginkan kepala karena lagi-lagi bermimpi tentang 'orang itu'. Orang menyebalkan yang membuat hidupku berubah.
Aku jadi menyesal pernah menyukainya saat itu... Tapi aku berhutang banyak pada dirinya... Cukup tak perlu berhutang budi dengan orang brengsek itu!
Oh iya, semenjak 'tragedi' 4 tahun yang lalu aku sama sekali tidak mendengar kabarnya sama sekali. Tunggu! Untuk apa aku memikirkan orang macam dia lagi.
Aku terus membiarkan air shower yang dingin mengalir membasahi kepalaku. Berharap dengan begini dapat membersihkan kepalaku yang kembali dipenuhi oleh orang itu. SIALAN.
First Impression is The Most Lasting
Setelah selesai berpakaian, Sena langsung melangkahkan kakinya keluar dari apartemen miliknya. Tak lupa ia mengunci pintu apartemennya.
"Iterasshai!" suara gadis dari pintu tetangganya sontak membuat sena menoleh ke arah pintu tersebut. Dan terlihatlah, seorang pria berambut hitam bertubuh tinggi nampak melangkah keluar dari pintu. 'Orang Jepang!' pikir Sena.
"Something wrong?" ujar orang itu dengan Bahasa Inggris yang sangat fasih dan tak terdengar sama sekali seperti orang Jepang.
"Nandemo n—" Sena sontak menutup mulutnya yang tanpa ia sadari mengucapkan kata dengan menggunakkan bahasa asalnya. Bahasa Jepang. Senapun segera melangkahkan kakinya menuju lift, berusaha menghindari pria Jepang itu.
Si Pria itu mendengus. "Jadi kau mendengarnya?" ujar Pria itu dengan Bahasa Jepang sembari menyusul Sena ke arah lift.
Sena menekan tombol menuju ke grandfloor sementara pria itu menekan tombol menuju basement.
Dengan takut-takut Sena menatap Pria yang menjadi tetangganya yang saat ini sedang menempelkan telepon pintarnya ke kupingnya. Rambut hitam, telinga runcing, mata yang berkantung hitam dan berpupil hijau nan tajam...
Sena membelalakan matanya.
'Hiruma Youichi!' pikir Sena saat itu juga kala mata hijau milik pria itu tertangkap oleh mata hazel miliknya.
Sena mungkin tidak menyadari alasan mengapa warna hijau itu bisa tertangkap matanya. Hal itu disebabkan karena pemilik mata hijau itu juga tengah menatap ke arah Sena. Dan kala Sena menyadari bahwa ternyata si pria itu balik melihatnya ia langsung melompat ke belakang penuh keterkejutan.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya pada Sena yang saat ini masih belum bisa lepas dari keterkejutan.
Sena sedikit heran. Karena yang ia tahu Hiruma Youichi tidak sesopan pria yang berada di sampingnya ini, Hiruma yang ia kenal pasti akan melontarkan panggilan 'Kuso-Chibi'padanya. 'Apa mungkin Hiruma Youichi memiliki kembaran? Mungkin saja itu salah satu dopelganger Hiruma? Atau dia memang seorang Hiruma Youichi? Namun, mengapa Hiruma di hadapannya ini bertingkah selayaknya tidak mengenaliku?' itulah pertanyaan-pertanyaan yang tengah terngiang di benak Sena saat ini.
"K-Kau tidak mengenalku?" tanyaku untuk memastikan pikiranku. "Tentu saja aku mengenalmu!" ujarnya yang membuat jantungku berdegup tak karuan, Senapun segera memalingkan wajah karena mata pria itu yang kembali menatapnya.
"Kau Eyeshield 21 yang terkenal itu 'kan? Tak ada orang di Amerika yang tidak mengenalmu," tambahnya dan hal itu entah mengapa membuat Sena merasa dirinya tengah disengat listrik bertegangan tinggi dan membuat Sena kembali menengokkan wajahnya pada tetangganya itu.
'Dia tidak mengenalku sebagai Sena Kobayakawa? Jadi... Dia tidak mungkin Hiruma-san 'kan?' Sena mengasumsikannya seperti itu. 'Dia pasti hanya mirip seperti Hiruma-san.'
"Ada apa?" tanya pria itu kembali kala dirinya merasa diperhatikan oleh Sena.
"Ah... iee... nandemo nai..." balas Sena sembari memalingkan wajahnya.
TING
Pintu liftpun terbuka saat lift telah sampai ke grandfloor tempat tujuan Sena. Senapun menunduk sebentar ke arah pria itu sebelum keluar dari dalam lift meninggalkan pria itu yang masih harus turun satu lantai lagi ke lantai paling bawah.
Sena mengelus dadanya. Mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang amat kencang. Dan setelah itu ia berjalan ke depan untuk mencegat taksi menuju stadion San Antonio Armadillos.
Di dalam taksi Sena tak berhenti menggeleng-gelengkan kepalanya. Banyak hal buruk terjadi pada dirinya saat ini, mulai dari bermimpi mengenai pria itu dan tetangga barunya itu memiliki kontur wajah yang persis seperti yang dimiliki orang itu...
Mungkin akan sulit bagi Sena untuk melupakan orang itu sekarang...
First Impression is The Most Lasting
Pagi ini aku terbangun oleh suara gaduh yang berasal dari dapur apartemenku. Dan mungkin aku bisa mendengar hal itu karena aku tertidur di sofa ruang tamu. Akupun mengubah posisiku yang tadinya berbaring menjadi duduk di sofa. Aku mengucek mataku perlahan, sebelum menguap lebar.
Aku baru sampai ke tempat ini sekitar pukul 1 pagi ini. Akupun meraih telepon genggamku untuk melihat waktu yang ditunjukkan. Masih pukul setengah 7 pagi. Aku menghela napasku, perjalanan dari Jepang ke Amerika sangatlah panjang. Bahkan aku masih merasakan jetlag. Namun, aku hanya tertidur selama 5 jam!
Ah sudahlah! Aku sudah bangun sekarang, lagipula jam setengah 9 nanti aku harus bertemu dengan seseorang.
Aku meraih tanganku untuk mengambil remote TV. Menonton TV mungkin ide yang bagus untuk menghilangkan kantukku.
Sekejap setelah aku menyalakan TV suara gaduh yang tadi kudengar berasal dari dapur menjadi senyap dalam seketika. Dan sang pelakupun mengintip dari tembok yang membatasi ruang tamu dan dapur.
"Ah... Maaf, kau bangun karena aku, ya?" tanyanya. Aku berdeham mengiyakannya. "Oh, ya. mumpung kau sudah bangun. Aku bisa minta tolong untuk membukakan ini?" tanyanya kembali sembari menghampiriku dengan menyodorkanku sebuah toples kaca berisi pasta bumbu.
Dia ini... Setiap ia menanyakanku pasti ada maksud terselubung di balik itu. Dia itu benar-benar mengkhawatirkan aku tidak sih sebenarnya?
Akupun membukanya dengan cepat dan menyodorkan kembali padanya.
"Whoaaa kuatnya!" pujinya yang terdengar dipaksa bagiku.
"Whoaaa lemahnya..." balasku yang dibalas dengan dengusan olehnya.
"Wajar! Aku 'kan perempuan."
"Jadi semua perempuan itu lemah?"
"Tidak lemah! Tapi, tidak sekuat kalian, para lelaki." ujarnya sebelum menghilang di balik tembok.
Aku mendengus. Kalau kulanjutkan acara debatku dengannya ini akan berlangsung sampai malam. Dan sarapan yang akan ia buat akan berubah menjadi makan malam. Biarlah saja kali ini kubiarkan dia yang memenangkan perdebatan ini.
Ah, mungkin ada diantara kalian yang berpikir bahwa wanita ini adalah istriku.
Kuberitahu satu hal...
Wanita ini bukanlah istriku.
Tentunya bukan saudaraku maupun ibuku.
Dan dapat kupastikan juga ia bukan kekasihku. Sama sekali tidak.
Apa ya... yang kira-kira bisa menggambarkan hubungan kami?
.
.
.
.
Mungkin seorang teman untuk diajak berdebat? Ya! mungkin inilah hubungan yang kami miliki.
Namun, dirinya lebih suka menganggap dirinya sebagai manager pribadiku. Walaupun aku sama sekali tidak mengakuinya.
Ah, dia juga menganggapku sebagai adik kecilnya. Saat ia mengetahui usiaku lebih muda 2 bulan lebih dari usianya. Lagi-lagi aku menolak mengakuinya. 2 bulan? Benar-benar jarak yang sangat kecil bukan? Tapi tetap saja ia memaksa.
Tapi dia inilah satu-satunya orang yang membuatku bangkit di saat-saat aku terpuruk. Setelah mengalami kejadian buruk yang hampir saja merenggut nyawaku 3 tahun yang lalu. Asal kalian tahu, aku benar-benar berhutang banyak padanya. Dan juga keluarganya yang memperlakukanku layaknya keluarga mereka sendiri.
Dan saat aku memutuskan untuk tinggal di Amerika. Ia bersikeras untuk ikut. Membuatku harus tidur mendekam di sofa sementara ia tidur di kamarku. Sebenarnya ada satu kamar kosong lagi, tapi sayangnya aku tidak punya banyak waktu untuk membeli tempat tidur. Mungkin lain kali aku akan membelinya. Terus-menerus tidur di sofa membuat punggungku terasa remuk.
20 menit kemudian ia memanggilku untuk sarapan bersama.
"TADANG!" ujarnya. Terdengar bangga dapat menyajikan sajian yang sehat untuk diriku dan dirinya tentunya.
Berbagai sajian tersuguhkan di depan mataku. Mungkin bagi orang lain pemandangan ini sangat menggugah selera. Tapi bagiku yang masih agak jetlag ini...
Entah mengapa aku merasa mual melihat banyaknya makanan yang terlihat oleh mataku. Sup bening, daging... Ugh...
Akupun menduduk bangku di seberang bangku miliknya. Hanya diam memandangi makanan-makanan yang tersuguhkan di depanku. Tanpa ada niat untuk menyentuhnya karena jetlag yang aku rasakan.
"Minum dulu," ujarnya sembari menyodorkan secangkir minuman panas padaku. "Aku tau kau masih merasa jetlag."
"K-Kau tidak menambahkan racun 'kan?" tanyaku bercanda. Tapi aku membuat ekspresi wajah yang melihatkan kengerian akan minuman itu.
Ia memanyunkan bibirnya. "Kau tidak menghargai jerih payahku membuat ini, ya?"
"Aku hanya bercanda, jangan diambil serius..." ujarku sebelum meneguk cairan itu. Rasa hangatpun menjalar masuk dari kerongkonganku hingga ke perutku, membuatnya sedikit lebih nyaman. Rasa pahit masih sedikit tertinggal di pangkal lidahku. Tapi, aku sudah terbiasa dengan kepahitan itu.
"Pahit?" Ia mengernyitkan kedua alisnya layaknya ia yang meminum ramuan itu.
"Sedikit," tuturku jujur.
Ia menganga mendengar jawabanku. "Itu harusnya terasa sangat amat pahit lho! Kau benar-benar bukan manusia, ya?" kagumnya. "Aku yang baru mencicipinya sesendokpun kepahitan. Tapi, jetlagmu sudah lebih baik 'kan?"
"Ya..." jawabku singkat.
"Oh, iya aku sengaja membuat masakan pedas supaya kau tidak merasa mual."
"Kau mau membuatku sakit perut? Sarapan dengan makanan serba pedas?"
"Bukan begitu! Pedas yang kumaksud itu berbumbu! Bukan pedas cabai."
"Apa bedanya? Sama-sama pedas." bantahku.
"Pokoknya coba saja!" ujarnya sembari menyuapkan sesendok sup ke mulutku tiba-tiba. "Enak 'kan?"
"Ah... Lada dan jahe?" ujarku sembari mengecap ngecap perlahan rasa yang masih tersisa di lidahku.
"Iya! Maka dari itu jangan langsung tebak saja! Sudah habiskan, hari ini kau harus pergi 'kan?"
Aku mengangguk dan mulai menghabiskan makanan yang sudah disediakannya bagiku. Dan tentu saja tetap diiringi oleh ocehannya seperti biasa...
Dia lebih seperti nenekku daripada kakakku maupun ibuku... Sangat cerewet... Tapi juga sangat perhatian...
First Impression is The Most Lasting
Akupun segera mandi dan berpakaian kala jam sudah menunjukan pukul 7. Apa salahnya datang lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan, benar bukan? Akupun bisa memanfaatkan waktu menunggu dengan hal-hal yang lebih bermanfaat.
"Ittekimasu..." ujarku pelan pada nenek cerewet itu sebelum keluar dari pintu apartemen.
"Itterasshai!" balasnya dengan suara nyaringnya. Dan kala aku menutup pintu apartemen aku melihat seseorang pria mungil yang mengarahkan pandangannya ke arahku.
"Something wrong?" pertanyaan retoris yang tak perlu kutanyakan. Karena aku tahu penyebabnya adalah suara si nenek itu.
Ia terlihat membelalakan matanya. "Nandemo n—" Dan langsung menutup mulutnya ketika mulutnya mengucapkan bahasa jepang sebelum melangkahkan kakinya dengan cepat menuju lift. Ia terlihat begitu kikuk di mataku saat ini.
Ah, pria ini rupanya menguping ucapan si nenek itu...
"Jadi kau mendengarnya?" ujarku sembari menyusulnya masuk ke dalam lift. Setelah masuk ke dalam lift, tidak lupa aku menekan tombol yang akan membawaku turun ke arah basement. Tempatku memarkirkan mobilku.
Selang beberapa detik, aku merasa ponselku bergetar. Kulihat layar monitorku untuk mengetahui siapa gerangan yang meneleponku. Dan aku segera mengangkatnya dan menempelkannya ke telingaku ketika aku membaca nama partnerku terpampang dalam monitor. Dia adalah orang yang mengajakku untuk bertemu pagi ini.
Obrolanku dengan temanku ini segera aku matikan kala aku melihat pantulan bayangan si pria mungil yang terus menatapiku dari pintu lift yang terlapis logam. Akupun menolehkan kepalaku ke pria mungil itu.
Namun si pria mungil masih tetap saja memandangiku. Terutama wajahku. Ia menatapnya erat-erat. Dari sorotan matanya yang terbelalak penuh keterkejutan membuatku berpikir bahwa ia nampak mengenaliku.
Dan saat ia menyadari bahwa aku juga melihatnya, ia melompat kaget.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyaku padanya yang masih terlihat kaget.
Aku memandang wajahnya erat. Ah, pria ini... Aku mengenalinya. Sangat. Bagaimana tidak? Dia itu seorang pria berdarah Jepang yang saat ini tengah dielu-elukan oleh para pencinta olahraga ekstrim American Football di seluruh dunia. Ternyata ia bertubuh cukup mungil untuk seorang atlet American football. Puncak kepalanya hanya setinggi pundakku. Tinggiku 180 cm jadi bisa kutaksir tingginya ini berkisar 170 cm.
Lalu aku melihat alisnya saling bertautan, ia nampak bingung mendengar jawaban yang kulontarkan barusan. "K-Kau tidak mengenalku?"
Tch, sombong sekali...
"Tentu saja aku mengenalmu," jawabku.
Ia memalingkan wajahnya. Yang mungkin saat ini sedang menyeringai sombong.
"Kau Eyeshield 21 yang terkenal itu 'kan? Tak ada orang di Amerika yang tidak mengenalmu," tambahku.
Pria itu kembali menoleh padaku. Cukup lama ia kembali menatapku.
Jujur aku cukup risih dipandangi oleh pria se-intens itu. Apa ada yang aneh dengan wajahku?
"Ada apa?" tanyaku padanya.
"Ah... iee... nandemo nai..." jawabnya.
TING
Lift berhenti di grandfloor tujuan si pria ini. Ia menundukkan kepalanya sedikit padaku sebelum berjalan keluar dari lift.
Tak kusangka bahwa Eyeshield itu orang yang sangat aneh...
First Impression is The Most Lasting
Setelah sampai ke tempat tujuanku, aku segera membayarkan argo pada si supir. Lalu berjalan masuk menuju stadion. Phanter berjanji padaku untuk menemuinya di kafetaria. Namun, aku sama sekali tidak melihat Phanter ada di sana. Jadi aku memutuskan untuk pergi ke dalam ruang ganti pemain. Ada kemungkinan ia berada di tempat itu.
Dan saat aku melihat ruang ganti pemain terbuka lebar. Langsung saja aku memasukinya tanpa berpikir panjang.
Namun di sana aku hanya melihat seorang pria berambut hitam yang tengah membuka kancing kemejanya yang bewarna hitam. Pria itu menghadap ke belakang. Aku jadi tidak bisa melihat wajahnya...
"Ah... Excuse me..."
Ia menolehkan kepalanya kala mendengar suaraku.
Namun, kala ia menolehkan kepalanya aku merasa seperti ada satu batu besar yang tersangkut di tenggorokkanku. Membuatku terasa tercekik hingga kesulitan bicara dan bernapas.
Karena pria yang ada di hadapanku saat ini adalah pria yang sama yang tadi pagi kutemui. Tetanggaku yang berparas mirip dengan Hiruma!
"Ah, kau lagi," ujarnya.
Aku menelan ludah pahit. Sementara ia meneruskan kegiatannya membuka kemeja miliknya. Aku masih kesulitan bicara di hadapannya. Entah apa yang terjadi pada tubuhku hingga aku menjadi seperti orang bisu.
Bulir-bulir keringat dingin memenuhi dahiku. Akupun merasakan firasat buruk saat ini. Firasat yang sangat amat buruk.
"Ada perlu apa?" tanyanya sembari memakai celana seragamnya dan memasang pelindung di tubuh bagian atasnya. Ia masih tetap memunggungiku.
Aku menarik napas dalam-dalam. Mencoba mengumpulkan keberanianku mencoba sekuatku untuk berbicara dengannya. "Etto... Phante—" Aku kembali tercekat kala dirinya memakai jersey milik tim San Antonio Armadillos dengan nomor punggung yang sama dengan milik Hiruma.
1
Bernomor punggung 1.
Tidak mungkin 'kan?
Firasatku ini tidak mungkin benar 'kan?
"YO! SENA!"
Tak lama setelah aku mendengar seorang yang meneriakan namaku, aku merasakan tepukan kencang yang sangat kuketahui siapa pelakunya. Itu Phanter! Sedang berdiri di belakangku sembari menunjukkan barisan gigi-giginya yang besar nan putih yang terlihat kontras dengan warna kulitnya.
"Lho! Kalian sudah bertemu, toh?" ujar Phanter yang terdengar kecewa.
Eh?
Phanter berjalan melewatiku menuju ke arah pria berambut hitam itu dan mengalungkan tangan panjangnya ke pundak pria itu. Dan kembali tersenyum.
"Sena... Dialah orang yang ingin kupertemukan denganmu..." ujar Phanter.
Aku sangat berharap bukan namanyalah yang akan disebutkan oleh Phanter...
"Dia..."
Kuharap orang itu bukanlah...
"HIRUMA YOUICHI!"
... Hiruma Youichi ...
Aku terbelalak. Mataku melongo tak mempercayai apa yang Phanter katakan barusan.
"Apa..." tanyaku kembali.
"Hiruma Youichi... HI-RU-MA YO-U-I-CHI," tutur Phanter bahkan mengejanya untuk memperjelas.
Bukan...
Ini cuma mimpi 'kan?
Saat ini aku masih tertidur di apartemenku benar 'kan? Masih bergelung dalam selimutku yang nyaman.
Ini...
Cuma tipuan...
Dia bukan benar-benar Hiruma Youichi.
Aku mencubit pipiku keras. Amat keras. Dan tak lupa berucap agar terasa sakit, namun tidak pada kenyataannya. Aku merasakan sakit yang luar biasa pada pipiku...
Bukan.
Ini bohong!
Kenapa saat aku benar-benar tidak ingin bertemu dengan pria berengsek ini, aku malah dipertemukan dengannya saat ini!
Ia tersenyum padaku. Hiruma Youichi tersenyum padaku menunjukkan seringai khasnya dengan gigi-gigi taring miliknya yang makin meyakinkan bahwa dirinya memanglah Hiruma Youichi.
"Hi-Hiruma-san...,"
"Yoroshiku ne, Eyeshield 21."
First Impression is The Most Lasting
END
THIS IS NOT LOVE
TBC
V's Note: Oke muncul lagi fic gajhe milikku... Hahaha aku kebanyakan nonton sekaiichi Hatsukoi nih sama Junjou Romantica (*DIRACUNIN TEMEN*) bikin semua ide fic straightku hilang... hiksu... hiksu...
Oh ya. Saya mo ngasih tebak-tebakkan nih! Apa sih yang nyebabin sikap Hiruma berubah? Hayoo apa sih!
Terus cewek yang tinggal sama Hiruma itu siapa seh?
End di atas maksudnya Chapter 1 yang end
LAST BUT NOT LEAST
REVIEW?
KEEP or DELETE?
