Drew looks at me
I fake a smile so he won't see
that I want and I'm needing everything that we should be

"Baek, ada yang mau kukatakan."

There he goes again, Baekhyun berpikir. Pria yang merasa tidak pernah sependek selama berjalan bersama Chanyeol seumur hidupnya itu hanya menjilat es krimnya diam-diam. Sejak bertemu Chanyeol di ruang loker dan si tiang listrik itu mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, dengan gerakan canggung, melarikan jemarinya di antara rambut (yang Baekhyun selalu penasaran bagaimana rasanya melarikan jarinya sendiri menelusuri setiap helai rambut itu) dan senyum gugup, sayangnya bel tanda pelajaran segera berbunyi dan memiliki kelas yang berbeda dengan Chanyeol membuat Baekhyun harus sabar-sabar menanti agar pelajaran usai, lalu seperti biasanya, mereka akan berjalan pulang bersama. Baekhyun bukan orang bodoh, dia segera tahu Chanyeol seperti... Chanyeol seperti orang yang sedang jatuh cinta.

"Apa kau... pernah jatuh cinta?"

Deg. Baekhyun memindahkan tatapannya dari es krim stroberi yang meleleh cepat di bawah panas siang itu pada sahabatnya yang tengah berjalan di sampingnya dengan langkah pendek-pendek agar kaki Baekhyun yang pendek dapat berjalan santai tanpa ketinggalan. Chanyeol menatapnya balik, dan Baekhyun bersumpah ia bisa melihat rona merah di sana. Chanyeol adalah sebuah buku yang terbuka, yang dengan gampangnya dapat Baekhyun baca.

"Hmm... pernah."

Ia memutuskan untuk berkata jujur, berharap Chanyeol tidak menanyainya lebih jauh karena jika pria itu melakukannya, bertanya pada siapa ia jatuh cinta, bagaimana ia akan menjawabnya?

Jatuh sedang merasakannya, cinta, sejauh itu Baekhyun dapat mengetahuinya. Pada siapa, ia tidak bisa menebak. Akalnya mengatakan tidak ada kemungkinan bahwa namanya akan disebut. Chanyeol tidak akan pernah mungkin menyukainya, lagipula pria itu tidak memiliki riwayat gay atau apapun... tapi hatinya, hatinya yang bodoh entah bagaimana berharap sebaliknya.

Dan Baekhyun takut. Takut untuk mendengar apa yang akan menghancurkan hati bodoh yang rapuh itu.

"Oh... aku... aku juga, Baek," Chanyeol tersenyum, tidak pada Baekhyun, lebih pada tiang lampu jalan di simpangan jalan di depan mereka.

"Aku telah menemukannya. Seperti yang pernah kita tonton di film waktu itu, seolah ada angin di sekitarnya saat aku pertama melihat gadis itu. Dia gadis tercantik yang pernah kulihat."

I bet she's beautiful, the girl he talks about
and she's got everything that I have to live without

Drew talks to me I laugh 'cause it's so damn funny
and I can't even see anyone when he's with me
He said he's so in love he's finally got it right
I wonder if he knows he's all I think about at night

'

"Baek! Baekhyun! Di sini!"

Baekhyun otomatis segera menoleh pada sumber suara berat yang membahana seantero kantin, memancing mata-mata dan kumpulan telinga tak diundang untuk ikut memberi perhatian. Baekhyun secara mental menepuk jidatnya dan berharap ia dapat melarikan diri sekarang dan melakukan operasi plastik. Chanyeol benar-benar memalukan. Namun seperti magnet, ia justru tertarik berjalan ke arahnya.

"Baekhyun! Aku sudah memesan bibimbap kesukaanmu," ujarnya semangat ketika Baekhyun berdiri di hadapannya. Mata kirinya berkedut dan senyumnya terlalu lebar seolah memamerkan betapa layak gigi-giginya dikontrak untuk iklan pasta gigi. Namun... Baekhyun menyukai senyum itu. Sangat.

Baekhyun duduk tepat di depan semangkuk besar bibimbap. Biasanya, perutnya yang kecil tidak akan sanggup menampung semua sehingga Chanyeol akan (lebih dari sekedar) sukarela makan bersamanya. Namun kali ini, pria itu justru berdiri dari tempatnya duduk, membuat Baekhyun mengerjap kebingungan.

"Kau mau kemana?"

"Ah itu...," Chanyeol mendadak merona. Dan tahu-tahu Baekhyun merasakan tusukan tak kasat mata di dadanya. Ia tahu akan kemana arah pembicaraan ini.

"Aku sudah... berjanji makan siang dengan Sooyoung. Dia bilang dia membuatkan bekal untukku..."

"Oh." Hanya itu tanggapan yang dapat diberikan Baekhyun.

Seandainya Chanyeol peka, ia akan tahu perubahan wajah Baekhyun, atau perubahan nada bicaranya, atau bahunya yang tiba-tiba melorot, membuatnya terlihat lebih kecil dari sebelumnya. Tapi tidak, Chanyeol itu idiot. Ia hanya tersenyum sumringah dan melambai pada Baekhyun sebelum cepat-cepat membawa kaki panjangnya keluar dari kantin.

Sebuah tangan, hangat, bertengger di pundak Baekhyun dan menepuknya pelan. Baekhyun menoleh dan menemukan salah satu dari lingkaran pertemanannya dengan Chanyeol, Kyungsoo, teman sebangku Chanyeol, tersenyum simpati padanya.

"Kupikir Chanyeol perlu memeriksakan otak dan matanya."

"Hm?" Baekhyun mengerjap. Sekali. Dua. Kyungsoo hanya tersenyum dengan bibirnya yang berbentuk hati.

Lalu, ia terkekeh pelan. "Semua orang dapat melihatnya Byun. Kau jatuh cinta padanya. Itu terlalu jelas. Kau menatapnya seolah dia adalah duniamu. Sayangnya, Chanyeol tidak hanya idiot, tapi juga buta."

He's the reason for the teardrops on my guitar
the only thing that keeps me on a wishing star
he's the song in the car I keep singing don't know why I do

Malam itu adalah jadwal pelajaran gitar bagi Baekhyun, ditutori oleh Chanyeol dengan bayaran es krim setiap sepulang sekolah. Biasanya Chanyeol akan datang sejak sore agak mereka bisa bermain PS lebih dulu, atau lebih seringnya ia hanya akan membawa satu setelan baju ke sekolah sehingga sepulangnya ia bisa langsung mampir dan menginap.

Namun malam itu Chanyeol tidak datang. Dan Baekhyun tahu kenapa.

Ia memeriksa ponselnya untuk kali ke sekian, dan sesak itu kian menjadi. Tidak ada pesan apapun dari Chanyeol yang bisa merecokinya dengan spam tidak jelas. Tidak ada missed call, iseng ataupun tidak.

Ia merindukan Chanyeol. Sangat. Sayangnya, pria itu bahkan tidak mengingatnya. Saat ini, mungkin ia tengah sibuk menatap gadis itu dan merancang masa depan bersamanya, masa depan dimana Baekhyun sama sekali tidak terlibat.

Mengambil gitar akustik yang ia beli patungan bersama Chanyeol bulan lalu, Baekhyun duduk di tepi tempat tidur, menghadap jendela. Ia memetik nada-nada acak, eksperimental. Satu. Dua. Satu. Dua. Hingga membentuk irama yang selama ini selalu gagal ia mainkan dengan mulus. Satu persatu juga, kenangan berputar di benaknya seperti roll foto.

Drew walks by me
can't he tell that I can't breathe
and there he goes so perfectly
the kind of flawless I wish I could be

She better hold him tight
give him all her love
lookin' those beautiful eyes
and know she's lucky 'cause

Ia rindu senyum lebar itu, berharap mata pria itu bersinar ketika melihatnya, bukannya gadis itu. Ia rindu tangan besar yang selalu ia ledek itu, tangan hangat yang ia harap menggenggam tangannya, bukannya gadis itu. Ia rindu tawanya... suaranya... lelucon anehnya...

Kebiasaannya memukul apa saja di sekitar saat ia tertawa.

I bahkan rindu kecerobohannya.

Kebodohannya.

Semuanya.

Semua yang bukan miliknya, dan tidak pernah menjadi miliknya.

Tanpa ia menyadarinya, sebulir airmata telah meluncur di pipinya, menetes di atas gitar. Satu. Dua. Kemudian tanpa jeda.

Hanya malam ini saja, hanya malam ini ia akan menangis sepuasnya. Lalu besok, ia akan melupakan Chanyeol.

He's the reason for the teardrops on my guitar
the only thing that keeps me wishing on a wishing star
he's the song in the car I keep singing don't know why I do

"Good morning, Baekkie Baekkie!"

Chanyeol menyapanya esok paginya, dengan santai mengalungkan lengan di pundak Baekhyun yang nyaris menjatuhkan sekotak susu cokelatnya karena kaget. Ia menoleh, menemukan senyuman lebar yang sudah menjadi merk dagang pria itu bertengger di wajah Chanyeol.

Mendadak, Baekhyun lupa alasan ia menangisi pria yang sama. Ia menemukan dirinya membalas senyuman itu. Perasaannya adalah miliknya sendiri untuk ia simpan, dan akan terus begitu. Chanyeol tidak perlu tahu.

"Hey, maaf semalam aku tidak bisa datang," lanjut pria yang tidak pernah gagal membuat Baekhyun merasa cebol itu. Ada rona di wajahnya, dan perlu usaha keras bagi Baekhyun agar tidak berhenti tersenyum.

"Tidak apa. Bagaimana kencannya semalam?"

Drew looks at me
I... fake a smile so he won't see...

END