Felicity

By. Strawbaekie

.

.

.

.

Genre : Romance

Rating : M

Main cast : Park Chanyeol and Byun Baekhyun

Other EXO member

Pairing : Chanbaek (main pairing)

Hunbaek, Chansoo

(Gender Switch!)

Note :

Ini ff pertama saya, harap maklum bila ada beberapa hal yang tidak sesuai. Tolong kerja samanya. ^^

Don't forget to like and comment.

Enjoy my story guys!

Terkadang terlalu banyak kejutan di dunia ini

Terkadang terlalu banyak rahasia di dunia ini

Juga terkadang, hanya aku yang tidak tau rahasia dari dunia ini..

.

.

.

.

Chapter 1

Suasana bandara siang itu tampak sibuk. Meski waktu sudah menunjukan saatnya mengisi perut, tetapi hal tersebut rasanya tidak mempengaruhi orang-orang yang berjalan kesana kemari membuat tempat itu menjadi semakin padat. Suara petugas informasi bandara beberapa kali terdengar. Beberapa orang tampak terburu-buru, tidak ingin terlambat untuk masuk ke dalam burung besi itu. Sebagian yang lain tampak berseri menunggu seseorang yang terkasih.

"Iya, aku sudah sampai di bandara."

Diantara kerumunan, terlihat seorang gadis mungil yang tampak kebingungan diantara puluhan bahkan ratusan orang yang memadati tempat itu. Tangan kanannya memegang ponsel sedang tangan kirinya menenteng tas Michael Kors yang senada dengan warna sepatunya. Sesekali ia tampak menoleh ke kanan dan ke kiri menandakan bahwa sedang mencari sesuatu. Perlu diketahui sebenarnya gadis itu malas harus pergi ke tempat ini, selain padat juga karena ini adalah awal musim dingin. Ia malas jika harus keluar dari ruangannya yang nyaman dan pergi ke tempat seperti ini. Tapi demi menjemput seseorang yang cukup penting di hidupnya ia rela datang.

Setelah panggilannya selesai, Baekhyun si gadis mungil itu memasukan ponselnya ke dalam tas. Ia kembali mengedarkan pandangannya. Salahkan badannya yang mungil, ia harus lebih menegakan badannya agar dapat melihat diantara banyak orang. Padahal sepatu 8cm nya sudah cukup membantunya untuk terlihat lebih tinggi, namun tetap saja orang-orang jauh lebih tinggi disbanding dirinya.

"Assa. Itu dia."

Bakehyun menjentikan jari, kebiasaannya saat menemukan hal yang ia cari. Tanpa basa-basi ia melangkahkan kakinya cepat menuju tempat itu, sesekali ia melihat jam tangan yang menghiasi tangan kirinya.

"Shit," umpatnya.

Masih dengan langkah tergesa, Baekhyun merogoh tasnya untuk mengambil ponselnya yang kembali berdering. Karena terlalu focus dengan tasnya, ia menabrak seseorang sehingga tubuhnya ambruk tidak elitenya di lantai. Baekhyun meringis merasakan nyeri di bagian bokongnya karena berbenturan langsung dengan lantai bandara yang dingin.

"Lain kali hati-hati nona."

Si tersangka mengulurkan tangannya untuk membantu Baekhyun berdiri. Namun gadis itu tidak mengindahkannya. Ia segera bangun, membersihkan sedikit bagian bawahnya dan berjalan pergi meninggalkan pria yang menabraknya tadi. Ia tidak punya waktu untuk sekedar berbasa-basi atau meminta maaf atas insiden yang telah membuatnya menjadi korban.

"Double shit!" umpatnya lagi.

Sambil mulutnya melontarkan sumpah serapah untuk orang yang menabraknya tadi, ia berjalan menuju tempat tujuannya sebelum menerima kesialan yang lain.

"Apakah jarak kantormu ke sini hampir sama seperti jarak Seoul ke Jeju?"

Bagus sekali. Kesialannya yang lain datang.

Baru saja ia sampai di tempat tujuannya, sebuah suara dengan aksen korea yang sedikit aneh terdengar. Baekhyun segera berbalik dan menemukan seorang pria dengan tinggi diatas rata-rata berada di belakangnya. Seorang pria yang sudah lama tak ia jumpai.

"Untuk seseorang yang sudah lama tidak bertemu, sapaanmu sungguh luar biasa." Baekhyun berkata tanpa melihat lawan bicaranya. Ayolah apakah dia tidak tau kesialan apa yang sudah ia dapatkan demi menjemputnya disini?

Pria itu melepas kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang runcing. Menatap lekat-lekat gadis mungil yang sedang membuang muka dan mengerucutkan bibirnya lucu. Ia rindu dengan gadis mungil ini. Ingin rasanya ia memeluknya untuk melepas rasa rindunya selama ini. Namun melihat ada kerucut menggemaskan di bibir gadis mungil itu, ia mengurungkan niatnya. Ia tidak mau makin merusak mood gadis itu. Dengan tatapan jahil ia melihat Baekhyun dari ujung kepala hingga ujung kaki. Si mungil yang merasa diamati hanya memutar bola matanya malas.

Apa yang akan dilakukannya sekarang.

"Kau tidak bertambah tinggi." Pria itu menyentuh ujung kepala Baekhyun yang hanya mencapai sebatas dadanya.

"Terima kasih atas pujiannya Sehun. Cepat aku ingin segera meninggalkan tempat sialan ini." Baekhyun segera berbalik sambil tangannya menarik koper Sehun lalu pergi meninggalkannya. Sehun mengikuti Baekhyun yang berjalan sambil menghentak-hentakan kakinya. Kebiasaannya saat sedang marah. Suara ketukan sepatu haknya dan lantai bandara menggema cukup keras karena hentakan-hentakan lucu itu.

"Kau tidak ingin memeluku dulu?" kata Sehun dengan suara cukup keras. Baekhyun tidak menghiraukan suara itu dan mempercepat langkah kakinya.

Sehun terkekeh sambil mempercepat langkahnya mengejar Baekhyun. "Bahkan kebiasaannya pun masih sama."

Dengan tubuh mungilnya Baekhyun menarik ah mungkin lebih tepatnya menyeret koper raksaksa milik Sehun. Apakah pria itu harus membawa barang sebanyak ini? Baekhyun cukup kesulitan membawa koper raksaksa itu, sesekali ia harus berdesakan dengan orang-orang dan berakhir dengan dirinya yang beberapa kali hampir terjatuh. Oke, gara-gara tubuh mungilnya lagi. Baekhyun melihat ke belakang mencari keberadaan si pemilik koper raksaksa. Dan lihat, si pemilik koper sedang berjalan santai sambil sesekali melempar senyum kepada orang yang lewat.

"Dia pikir dia artis." katanya sambi mendecih.

Setelah sampai di depan mobilnya, Baekhyun segera membuka bagasi untuk memasukan koper.

"Kurasa hidup lama di luar negeri dapat mengikis rasa peka terhadap sesama."

Baekhyun menyindir Sehun yang sedari tadi hanya melihat Baekhyun yang kesusahan untuk memasukan koper raksaksanya itu ke dalam bagasi.

"Kurasa hidup di negeri ini diajarkan bagaimana cara meminta tolong." Sehun terkekeh mengamati si mungil yang kembali membuang muka itu.

Sabar Baekhyun, upahmu akan besar di surga kelak.

"Dapatkah kau menolongku untuk memasukan koper sialan ini ke dalam bagasi? Sepertinya pemiliknya sudah tidak peduli." Tanya Baekhyun dengan manis namun sarat akan sindiran.

"Baiklah nona manis." Pria itu mengusak rambut Baekhyun yang membuat gadis itu kembali mengucapkan umpatannya.

"Kau nona yang manis, tapi ucapanmu jauh dari kata manis."

Baekhyun tidak peduli, persetan dengan apa yang dia katakan. Gadis itu langsung masuk ke dalam mobilnya, mengambil tempat di kursi sebelah kemudi, menggunakan sabuk pengaman dan memejamkan matanya. Ia butuh beristirahat. Lebih tepatnya mengistirahatkan pikirannya.

"Kau tidak ingin kita tersesat kan?"

Mendengar seseorang masuk, Baekhyun membuka matanya yang terpejam. Ia mendengus lalu kembali menutup matanya tidak peduli dengan keberadaan pria itu.

"Kau tau kan apa guna GPS?" Baekhyun berkata acuh tetap dengan mata tertutup.

Sehun mendengus lalu menyalakan mesin mobil. Walaupun badannya lelah karena harus duduk di dalam pesawat selama lebih dari sepuluh jam tapi ia tetap menurut. Ia tidak ingin merusak mood gadis yang sedang memejamkan matanya itu. Karena jika mood gadis itu rusak, sisa harinya akan menjadi buruk.

Baekhyun merasakan mobilnya berjalan. Ia bergerak-gerak mencari tempat yang nyaman. Ia hanya butuh mengistirahatkan kepalanya yang berdenyut. Pekerjaan di kantor cukup menguras konsentrasi dan tenaganya. Sejak semalam ia tidak tidur karena harus mengerjakan laporan yang sialnya harus diserahkan besok pagi. Mau tidak mau Baekhyun harus mengerjakan laporan itu tadi malam dan merelakan waktu tidurnya berkurang. Walaupun deadline penyerahan laporan masih besok, ia harus menyelesaikannya secepat mungkin. Pekerjaannya tidak hanya laporan itu saja, tapi masih banyak pekerjaan lain yang menunggu untuk diselesaikan. Sebenarnya ia berencana pulang cepat hari ini karena kondisi tubuhnya yang cukup memprihatinkan. Namun demi menjemput lelaki tampan di sebelahnya yang sedang berkonsentrasi mengemudi, membuatnya harus merelakan rencana kecilnya itu. Kepalanya yang berdenyut dan kondisi tubuh yang jauh dari kata baik, ditambah kejadian tadi yang membuat pacuan kuda di dalam kepalanya semakin menggila. Ia butuh tidur sebentar untuk mengurangi denyut di kepalanya.

Sesaat setelah dirinya menyentuh alam mimpi, sebuah gerakan memaksanya kembali menuju sebuah kesadaran. Ia bersumpah akan menghujaninya dengan cacian, makian dan sumpah serapah bagi siapa saja yang mengganggu waktu berharganya.

"Bangun tukang tidur."

Sehun mengetuk-ngetukan telunjuknya di kepala Baekhyun. Membuat gadis itu membuka mata. Cukup lama ia mengetukan jarinya, sampai mata itu bergerak lalu mengerjap. Perlahan tapi pasti mata gadis itu terbuka. Pria itu menghembuskan napasnya lega, ia senang melihat mata Baekhyun terbuka.

"Aku pikir kau mati." Kekehnya melihat Baekhyun yang menatapnya dengan tajam.

Baekhyun mendengus, "Terima kasih telah mencegahku agar aku tidak mati." Ia mengedarkan pandangannya. Dimana ini? Pikirnya. Ini bukan apartementnya, bukan pula kantornya. Lalu dimana ini? Ia menoleh kesana kemari, mencoba mengingat-ingat apakah ia pernah datang ke tempat ini sebelumnya. Namun hasilnya nihil. Ia menatap tajam pria yang ada di balik kursi kemudi.

"Kita hanya berhenti sebentar untuk makan, aku lapar."

Oke, Baekhyun rasa ia juga lapar. Mengingat ia pergi disaat jam makan siang.

Pria itu meninggalkan Baekhyun yang sedang menata kembali penampilannya. Ia sedikit merenggangkan badannya yang terasa pegal. Ia sangat rindu dengan negaranya ini. Sudah hampir lima tahun ia tidak merasakan udara tanah kelahirannya. Sembari merenggangkan tangannya yang kebas karena mengemudi, ia menghirup udara dengan rakus. Ini sangat menenangkan. Ia ingat saat ia harus meninggalkan negaranya demi melanjutkan pendidikan di negeri orang. Awalnya hal tersebut terasa berat, ada kalanya ia ingin kembali ke Korea. Namun, wajah kedua orang tuanya dan gadis menyebalkan itu seakan menjadi penyemangatnya menempuh pendidikan. Akhirnya hal tersebut berbuah manis. Satu bulan lalu dirinya telah resmi menyandang gelar sarjana. Ia pikir perjuangannya tidak akan pernah usai, namun kemarin saat dirinya mengenakan toga semua perjuangan panjangnya telah usai. Ia tak ingin berlama-lama berada di negeri orang. Setelah urusan disana selesai, ia segera mengemasi barangnya untuk pulang ke Negara tercintanya. Negara yang-

"Apakah dengan melamun dapat membuatmu kenyang?" Baekhyun keluar dari mobil lalu mendahuluinya masuk ke sebuah tempat makan sederhana.

Tempat makan ini cukup sederhana. Tidak ramai, juga tidak sepi. Suasana khas Korea sungguh terasa di tempat ini. Tempat ini lebih seperti rumah dibandingkan tempat makan. Tidak terlalu banyak meja. Hanya lima buah meja di setiap sudutnya. Di tengahnya, terdapat air mancur kecil. Sungguh tempat yang menenangkan.

Baekhyun menatap tempat ini kagum. Dari mana pria itu tau ada tempat senyaman ini. Padahal pria itu lama tinggal di luar negeri. Sedangkan dirinya yang setiap hari hidup di Korea tidak tau ada tempat seperti ini. Ia hanya tau restoran cepat saji, restoran bintang lima atau restoran Jepang kesukaannya. Tanpa sadar Baekhyun mendongak, melihat lukisan-lukisan yang berjejer rapih menghiasi tembok.

"Tujuan kita kemari untuk makan, bukan untuk mengamati lukisan." Sehun menarik Baekhyun menuju meja di ujung ruangan yang dibalas dengan dengusan si gadis pengamat lukisan itu. Dengan bibir mengerucut ia tetap menurut lalu mengikuti pria itu.

"Aku tidak tahu ada tempat seperti ini disini. Dari mana kau tau tempat ini?"

Baekhyun benar-benar penasaran. Apakah secara diam-diam Sehun kembali ke Korea tanpa sepengetahuannya?

"Aku tau dari temanku."

"Sejak kapan kau memiliki teman?"

Seketika buku menu yang sedang dipegang Sehun melayang tepat di kepala Baekhyun. Gadis itu meringis, terasa sedikit nyeri jujur. Buku menu itu lumayan tebal ditambah di kepalanya sedang terdapat pacuan kuda.

Sehun terkekeh, ia mengusap lembut kepala Baekhyun, "Kau pikir aku hanya mengetahui restoran cepat saji, restoran bintang lima atau restoran Jepang." Lelaki itu menjeda kalimatnya. Sebelum menarik kembali tangannya, Sehun mendorong pelan kepala Baekhyun menggunakan jari telunjuknya, "Seperti dirimu."

Sial

Oke, Baekhyun memang hanya mengetahui tiga tempat itu saja untuk mengisi perutnya. Baekhyun tidak sempat untuk berburu tempat makan yang memiliki nuansa unik seperti tempat ini. Yang ia tau tempat makan dibuat untuk membuat orang yang lapar menjadi kenyang. Ia tidak peduli dengan interior, suasana ataupun hal lain yang tidak berguna. Dua hal yang penting adalah tempat yang bersih dan makanan yang mengenyangkan. Pekerjaannya tidak dapat ditinggalkan hanya untuk sekedar berkeliling mencari tempat makan yang cukup terkenal di kota atau tempat makan unik seperti sekarang ini. Menurutnya, tiga tempat tersebut cukup memenuhi dua hal penting tadi. Jika ditanya alasan, Baekhyun pasti memilikinya. Pertama, restoran cepat saji. Baekhyun pikir restoran cepat saji itu praktis. Ia cukup menekan beberapa angka dan makanan siap diantar. Bukannya sombong ataupun malas, tapi kenyataannya adalah dirinya merupakan orang sibuk. Untuk makan pun ia harus mencuri waktu di sela tugasnya yang menumpuk. Bukan berarti ia tidak diberi jatah makan siang atau apa, tapi sekali lagi pekerjaannya yang cukup banyak membuatnya tidak sempat hanya untuk singgah ke kafetaria. Kedua, restoran bintang lima. Untuk hal ini diluar kehendaknya. Diluar kehendaknya? Maksudnya bukan mau Baekhyun sendiri untuk makan di tempat itu, namun ada alasan tertentu yang mengharuskannya makan di tempat itu. Acara keluarga contohnya. Ketiga dan favoritnya adalah restoran Jepang. Baekhyun amat menyukai sajian dari negeri matahari terbit tersebut. Jika ada waktu luang, Baekhyun akan mampir untuk makan dan melepas penat.

"Jika kau tidak mau makan, maka aku akan dengan senang hati menghabiskannya."

Oh, suara menyebalkan itu lagi.

Baekhyun hanya mendengus dan mulai makan. Ia mengambil sepotong daging dan meletakannya diatas nasinya. Hal yang sama dilakukan oleh pria yang ada di hadapannya. Mereka makan dengan tenang, atau mungkin berkonsentrasi karena keduanya sama-sama sedang lapar.

Setelah meneguk habis segelas air, Baekhyun memandang lelaki di depannya yang masih memakan makanannya, "Kau sudah menyelesaikan pendidikanmu?"

"Kalau aku belum menyelesaikan pendidikanku untuk apa aku kembali ke sini?" jawab pria itu dengan mulut penuh.

Baekhyun mendengus memalingkan mukanya, "Bisa saja kau rindu denganku." kata Baekhyun santai.

Mendengar perkataan Baekhyun, pria itu tersedak. Baekhyun memutar bola matanya malas. Apa yang salah dengan perkataannya sehingga membuat tersedak. Apakah kedengarannya seperti, berapa wanita yang sudah kau tiduri disana? Atau, apakah kau sudah menghamili wanita disana? Konyol sekali.

"Aku memang rindu denganmu." Pria itu mengambil tangan Baekhyun lalu menciumnya.

Secara reflex Baekhyun langsung menghempas tangan itu. Memasang wajah ingin muntah. Ada apa dengannya? Pria itu hanya terkekeh dan menengguk habis soju di hadapannya.

"Kau tak ingin ini?" tanyanya sambil mengangkat gelas berisi soju.

"Aku masih terlalu waras untuk tidak mabuk pada siang hari. Ditambah ini masih jam kerjaku. Jadi jika tidak keberatan, lebih baik kau cepat menghabiskan minumanmu lalu kuantar kau pulang. Sehingga aku dapat kembali ke kantor tepat waktu." Baekhyun berkata cepat. Pria itu hanya mendengus lalu menuang sojunya yang terakhir lalu meminumnya cepat.

"Ayo nona tepat waktu."

Pria itu segera berdiri lalu pergi membayar.

Baekhyun langsung berjalan menuju mobilnya. Sebelumnya ia meminta kunci mobilnya dari pria itu. Ia berpikir, lebih baik ia yang mengemudi agar dapat cepat mengantarkan pria itu pulang lalu bergegas menuju kantornya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Jika pria itu tetap dibiarkan mengemudi, mungkin ia akan dibawa menuju tempat souvenir khas Korea atau dibawa ke Namsan tower. Ia tau betul sifat pria itu.

Selama perjalanan tidak ada percakapan. Hanya beberapa lagu yang berasal dari radio yang Baekhyun nyalakan. Pria itu terlelap tidur. Sesaat ia memandang pria itu dan tersenyum.

Macet.

Baekhyun benci macet. Itu adalah salah satu hal yang dapat menunda pekerjaannya.

"Kita mau kemana?" Tanya Sehun dengan suara serak khas orang bangun tidur. Perlahan pria itu mengedarkan pandangannya.

"Mengantarkanmu pulang." Jawab Baekhyun singkat.

"Aku tidak mau pulang."

Oke, bagus.

Sehun kembali memejamkan matanya. Sedangkan Baekhyun? Ia memandangi pria itu dengan kesal. Mau apa lagi dia.

Baekhyun memalingkan wajahnya, kembali focus ke jalananan yang mulai sedikit terurai. "Lalu kau mau aku mengantarkanmu kemana Tuan? Ke Namsan tower? Atau Sungai Han?" tanya Baekhyun lembut, seolah-olah seperti seorang supir yang akan mengantar majikannya.

Sehun menegakkan badannya lalu memutar tubuhnya menghadap Baekhyun, "Tolong antarkan aku ke kantor Nona Baekhyun." Katanya lembut disertai senyuman.

Sepertinya rahang Baekhyun sekarang berada di pedal gas. Baekhyun mengaga tak percaya dengan apa yang pria itu katakan.

"Kau pikir kantorku tempat penitipan anak. Tidak, aku akan mengantarmu pulang." Putus Baekhyun.

"Tidak mau."

"Apa kau mau aku turunkan disini?" Baekhyun menatap pria itu kesal.

"Kau tidak akan menurunkanku." Katanya acuh.

Oke, aku mengalah.

Baekhyun sudah terlalu lelah untuk berdebat. Tenaganya sudah habis untuk mengemudi. Ditambah jalanan macet yang membuatnya kehilangan kesabaran. Ia tidak ingin kesabarannya habis dan menendang pria itu keluar dari mobil dan menjadikannya sebuah tontonan gratis. Untuk kali ini Baekhyun mengalah.

Satu jam kemudian, akhirnya Baekhyun sampai di kantornya. Gadis itu langsung mengambil sebuah jas putih yang berada di jok belakang. Memperbaiki sedikit riasannya lalu menepuk pipi pria yang sedang tertidur dengan manisnya.

"Kau ingin turun atau tidak?" tanya Baekhyun.

Pria itu mengerjapkan matanya sebentar, mengumpulkan nyawanya lalu menyusul Baekhyun keluar.

Baekhyun berjalan di koridor kantornya dengan anggun. Suara sepatunya menggema di sepanjang koridor yang cukup ramai. Beberapa karyawan yang mengenalnya menyapanya dengan anggukan kepala. Baekhyun memasang senyum andalannya sebagai balasan atas sapaan itu.

"Dokter Kim, ini medical record yang anda minta tadi pagi." kata seorang perawat.

Baekhyun memeriksa dokumen yang diberikan perawat tersebut. Ia heran mengapa wajah perwat itu bersemu merah. Selain itu beberapa kali ia menangkap perawat itu membenarkan rambut dan pakaiannya. Baekhyun tidak peduli, ia melanjutkan membaca beberapa lembar kertas yang diberikan kepadanya.

"Suster, tolong beri tahu Dokter Gong besok ada evaluasi medis pukul dua siang." Baekhyun berkata sambil tetap membaca dokumen tersebut. Dirasa tidak mendapatkan jawaban, ia mengalihkan pandangannya dari dokumen dan mendapatkan perawat tersebut tengah tersipu. Ada apa dengan dirinya?

"Suster Im?"

Baekhyun memanggil perawat itu, seketika perawat itu terlonjak kaget dan segera menunduk untuk mengontrol ekspresinya.

"Ya, Dokter Kim?" jawabnya gugup.

"Kau mendengar apa yang aku katakana kan?" tanya Baekhyun.

"I-iya saya mendengarnya. Akan saya sampaikan."

Perawat tersebut langsung menundukan tubuhnya lalu pergi meninggalkan Baekhyun yang masih diliputi tanda tanya.

Ada apa dengan perawat tadi? Apakah ia yang membuatnya tersipu, atau ada sesuatu yang salah dari dirinya. Baekhyun merasa banyak yang memperhatikannya saat ia berjalan dari pintu masuk. Ia melihat penampilannya, namun tidak ada yang salah. Ia mengendus tubuhnya sendiri, wangi. Lalu mengapa mereka semua memperhatikannya.

Oh iya, dia melupakan sesuatu.

Baekhyun hampir lupa, bahwa sekarang ia memiliki ekor. Ekor yang tampan lebih tepanya. Pantas saja banyak yang memperhatikannya. Pantas saja perawat tadi tersipu. Ini semua karena 'ekor'nya yang tampan.

Baekhyun membuka ruangannya. Ia disambut oleh tumpukan berkas yang menggunung di atas meja. Gunung yang indah. Baekhyun segera duduk di balik meja kerjanya, membiarkan 'ekor'nya masuk ke dalam ruangannya.

Pria itu merebahkan tubuhnya di sofa. Ia menatap sekeliling dan berkata, "Ruanganmu masih sama."

"Kau masih ingat ternyata."

Baekhyun segera membuka dokumen yang berada di puncak 'gunung' lalu membacanya. Menyalakan computer yang ada di sudut mejanya. Meneliti dokumen itu dengan cermat.

"Kau tidak ingin merubahnya?"

Pertanyaan bodoh.

"Bisakah kau diam dan biarkan aku bekerja?" Baekhyun berkata tanpa menatap pria itu.

Baekhyun kembali sibuk dengan pekerjaannya. Mengabaikan Sehun yang sepertinya sudah menuju alam mimpi. Menjadi seorang dokter bukanlah suatu pekerjaan yang ringan karena pekerjaan tersebut berkaitan dengan nyawa seseorang. Namun Baekhyun tidak menganggap itu sebagai pekerjaan yang berat. Jika ditanya apakah ia lelah, jawabannya adalah pasti. Namun ia melakukan ini semua dari hati. Menjadi seorang dokter adalah cita-citanya sedari kecil. Berangkat dari keluarga yang berkecimpung di dunia medis, hal tersebut membuat cita-citanya semakin mudah untuk dicapai. Awalnya Baekhyun tertarik pada dunia seni, ia senang menyanyi. Namun dulu saat kecil, ia beberapa kali mengunjungi kantor ayahnya. Ia selalu melihat ayahnya mengenakan jas panjang berwarna putih. Hal tersebut membuatnya ingin mengenakannya juga. Itu terlihat keren, pikirnya. Baekhyun menamai jas putih ayahnya dengan 'jas penolong'.

.

.

Flashback

Waktu menunjukan saatnya makan siang, namun Baekhyun kecil masih setia di dalam sebuah ruangan yang beraroma cukup khas. Ia memainkan kakinya sambil menunggu seseorang datang. Tak lama, pintu coklat yang sedari tadi tertutup rapat itu perlahan terbuka. Menampakan sosok pria mengenakan jas putih dengan stetoskop yang mengalung di lehernya.

"Aigoo, apakah putri appa sudah menunggu lama?"

Pria itu merentangkan tangannya menyambut gadis kecil berkepang dua yang berlari kearahnya. Memeluknya erat dan membawa dalam gendongannya.

"Kenapa appa lama sekali?"Baekhyun kecil mengerucutkan bibirnya lucu, membuat sang ayah gemas dan mencium pipi gembilnya. Membuat si gadis berkepang dua terkekeh. "Appa hentikan, geli."

Masih dalam gendongan, Baekhyun menarik-narik kerah jas putih milik ayahnya. "Appa, aku ingin mencoba memakainya." Ayahnya tekekeh, ia merapikan helaian poni Baekhyun yang panjang.

"Belajarlah yang rajin, maka suatu saat nanti kau akan memiliki 'jas penolong' seperti milik appa."

"Jas penolong?" Baekhyun memiringkan kepalanya. Ia bingung dengan arti 'jas penolong' itu. Setahunya jas itu berwarn putih yang artinya jas putih bukan jas penolong. Ayahnya yang mengerti akan kebingungan Baekhyun pun menjelaskannya, "Jas penolong adalah jas yang tidak digunakan oleh sembarang orang. Jas ini hanya digunakan oleh orang yang istimewa."Ayah Bakhyun menurunkannya untuk duduk di sofa yang ada di dalam ruangan. "Berarti ayah adalah orang yang istimewa?" Tanya Bekhyun. Ayahnya terkekeh lalu melanjutkan, "Benar sekali. Orang yang istimewa itu adalah orang yang dengan rela dan tulus hati membantu dan mengobati orang yang sedang terluka."Baekhyun mengangguk-anggukan kepalanya. "Jadi, jika Baekhyun ingin menjadi salah satu orang yang istimewa belajarlah dengan rajin dan Baekhyun akan menjadi orang istimewa itu dan mendapat 'jas penolon' seperti milik appa." Baekhyun tersenyum puas mendengarkan apa yang ayahnya katakan. Ada suatu dorongan dalam hatinya untuk memiliki jas tersebut suatu hari nanti.

"Aku akan belajar dan menjadi salah satu orang yang istimewa itu." Baekhyun berdiri dan memeluk ayahnya yang berlutut di depannya. "Bolehkah aku mengenakan 'jas penolong' itu?" tanyanya sambil melepas pelukan ayahnya.

"Tentu saja." Baekhyun bertepuk tangan saat ayahnya melepas 'jas penolong' itu dan memakaikannya pada tubuh mungil Baekhyun. Jas kebesaran itu menenggelamkan badannya. Ia lalu berjalan kearah cermin yang terdapat di ruangan. Baekhyun memutar-mutar tubuhnya senang saat melihat dirinya mengenakan 'jas penolong' itu. Ayahnya yang melihatnya dari belakang tersenyum melihat putri kecilnya yang tersenyum bahagia oleh karena 'jas penolong'nya.

Akhirnya pekerjaannya hari ini selesai juga. Sambil menunggu komputernya mati, Baekhyun merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Ia mengecek ponselnya. "Haah, bahkan ia tetap tidak menyerah." Baekhyun meletakan kembali ponselnya dan menatap kea rah sofa dimana ada seseorang yang sedang terlelap disana.

Baekhyun memandangi pria itu dari balik meja kerjanya. Ia tersenyum simpul melihat pria itu tidur dengan damai. Sudah lama ia tidak melihat pria itu, kurang lebih selama enam tahun. Jika boleh jujur, ia sangat rindu dengannya. Dulu, sebelum pria itu bertolak ke luar negeri ia selalu menemaninya disaat dirinya sedang bosan, marah ataupun sedih. Ia selalu mencurahkan segala emosinya kepada pria itu. Dan yang pria itu lakukan selalu sama, mengajaknya ke kedai es krim, memakan es krim sebanyak-banyaknya sampai malam. Namun saat pria itu harus pergi ia tidak dapat mencegahnya. Ia tidak ingin menjadi kendala untuk mencapai cita-cita yang diimpikan pria itu. Setelah penantiannya selama enam tahun, akhirnya ia dapat bertemu lagi dengan pria itu. Si pria yang menyebalkan namun sangat ia rindukan. Ia berjalan kea rah pria itu. Dengan sedikit membungkuk mengamati lekat-lekat wajah yang tak berubah sejak enam tahun lalu. Baekhyun mengangkat tangannya dan mendaratkan tangannya pada surai kecoklatan milik pria itu. Ia mengusap pelan penuh kasih sayang.

"Pasti disana kau menjadi incaran gadis-gadis. Kau tampan." Baekhyun tersenyum di sela usapannya pada surai pria itu. Ia terkekeh saat pria itu mulai bergerak tak nyaman. Ia menarik tangannya dan berdiri. Perlahan mata pria itu terbuka.

"Sudah selesai?" Sehun duduk sambil sesekali mengucek matanya lucu. Baekhyun terkekeh melihat tingkah menggemaskan itu.

"Cepat bereskan barangmu dan kita pulang." Baekhyun berkata sambil berjalan menuju mejanya untuk mengambil tas dan ponsel milikya. Sehun bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan kearah Baekhyun. Lalu berdiri tepat di hadapan Baekhyun, "Berikan aku kunci mobilnya." Baekhyun yang tidak siap akan kehadiran Sehun hanya mematung. Ia tidak berani menatap Sehun yang jaraknya hanya sejengkal tangan diatasnya. Sehun mengambil kunci mobil yang berada di meja Baekhyun tepat di belakang punggung gadis itu. Saat akan mengambil kunci mobil itu, Sehun mencuri satu kecupan di kening Baekhyun. Baekhyun yang mendapatkan perlakuan tiba-tiba tersebut hanya dapat diam. Dan saat Sehun menjauhkan dirinya Baekhyun memberikan pria itu tatapan tajam.

"Tidak sopan sekali." Baekhyun meninggalkan Sehun yang terkekeh di belakangnya.

.

.

.

"Akhirnya sampai." Sehun merenggangkan tubuhnya saat dirinya dan Baekhyun sudah sampai di tempat tujuannya.

Baekhyun segera turun dan mengambil beberapa barang-barangnya di kursi belakang. "Cepat turun dan pastikan bawa koper sialanmu itu." Baekhyun meninggalkan Sehun yang tertawa melihat eksprsi kesal Baekhyun. Hey, dia hanya mencium keningnya bukan bibirnya. Mengapa ia terlihat semarah ini? Apakah dia sedang datang bulan. Biarlah, Sehun tidak mempedulikannya. Ia segera turun dan megambil koper besarnya yang ada di dalam bagasi. Ia menarik koper itu untuk masuk ke dalam tempat yang sangat ia rindukan.

"Aku pulang."

Sehun memasuki rumah itu, rumah yang sangat ia rindukan. Tidak ada yang berubah dari rumah ini. Masih sama. Mungkin hanya beberapa barang yang sudah berpindah. Suasana serta aromanya pun masih sama, tidak berubah.

"Sehuna.."

Sehun mendengar suara yang sudah lama ia rindukan. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan disambut oleh seorang wanita yang sudah cukup berumur namun masih terlihat cantik berjalan menuju ke arahnya dengan tangan terbuka.

"Eomma.."

TBC

Tsaaaaa.

Ini adalah ff pertamaku. Maaf ya jika ada beberapa hal yang kurang sesuai. Aku dengan senang hati menerima saran atau bahkan kritik dari kalian. Karena dari situ aku akan belajar agar dapat membuat cerita ini semakin bagus. Soalnya aku juga baru bener-bener terjun ke dunai per ff an. Cerita ini bener-bener murni dari otak imajinasiku. Kalo ditanya inspirasi, pasti jawabannya dari momen-momen mereka. Tsaaaah. Kenapa aku kasih Sehun disana bukan langsung Chanyeol jawabannya adalah… tunggu di chapter selanjutnya! Don't forget to rcl yhaaaa!

See yaaa!