Malam semakin mencekik. Jalanan sepi dan hening. Kendaraan sesekali terlihat, hanya sekedar numpang lewat. Dunia seakan habis isinya. Tapi sebenarnya hanya kalian saja yang berpikir seperti itu.
Nyatanya dibalik dinding itu—di dalam bangunan yang lumayan besar tapi tak terlalu tinggi bertuliskan Akatsuki dengan lampu yang menyala, manusia terlihat bagaikan semut. Terdengar dentuman, katanya musik. Mereka berseru, manusia balas bergetar. Menari seakan dunia tak akan ada lagi esok harinya. Penuh dengan polusi suara; ada yang bersiul, ada yang bicara dengan toa di pita suara, ada yang cekikikan—mungkin lupa minum obatnya. Sesekali ikut bersenandung mengikuti nada atau berseru menyahuti seruan yang lain. Jangan lupakan suara-suara yang menggelitik telinga dan sialnya, menggelitik benda di bawah pusar. Sebut saja desahan, begitu biasanya kita menyebutnya. Erangan ada juga, tak ingin kalah saing. Dasar sial, entah manusia mana yang tak tahu malu—menggenjot vagina perempuan binal yang memang disewa untuk menemani minum, di tempat terbuka seperti ini. Mereka tak mengetahui fungsi hotel? Atau mereka mendadak lupa dan buta untuk mengingat serta melihat hotel yang berdiri sombong di sebelah bangunan ini?
Bicara soal bangunannya—lagi, bangunan itu terlihat tak terlalu besar dan tak terlalu kecil juga. Hanya saja cukup mencolok, tetapi bisa tidak juga. Relatif tergantung siapa yang melihat. Tapi jangan coba-coba kau tanya bagaimana keadaan dalamnya. Orang kaya saja bisa tercengang; ada suara yang bisa menggoyangkan badan, ada minuman yang bisa membuat orang mengkhayal, ada batang berasap bisa membuat bahagia, ada segala macam obat yang sungguh ampuh menghilangkan semua rasa sakit, dan tentu saja ada perempuan yang bisa membuat orang melayang. Nikmat Tuhan mana lagi yang akan kau dustakan?
Semua manusia senang bukan kepalang. Hari sudah bukan malam lagi. Pagi yang terlalu pagi datang, mengganti hari sebelumnya yang sudah kelelahan. Mencoba untuk menyapa seakan-akan ingin memberikan kekuatan. Semua menjadi gila—termasuk dia, yang nyatanya sungguh manis rupa wajahnya. Apakah manis juga tutur katanya? Bagaimana dengan sifat dan kepribadiannya? Manis, kah? Tapi tenang saja, meskipun jawaban masih mengambang, bisa dipastikan jika ia bukanlah ular berwujud manusia. Ada beberapa definisi berbeda dari kata manis jika membicarakan dirinya.
Konan, begitulah mereka memanggilnya. Kenapa harus membicarakan dirinya? Dia bukanlah orang yang terkenal—seperti selebritis atau apa, kan? Buang waktu saja! Tapi melalui dialah kita akan melihat sisi lain dunia. Dunia yang bukanlah surga akan tetapi, bukan juga neraka. Hanya tempat yang berada di antara keduanya. Tempat yang dipenuhi segala macam komedi oleh Tuhan. Mungkin lucu bagi-Nya, tapi sebenarnya mengesalkan bagi manusia. Oh, atau sebenarnya tidak juga? Buktinya masih ada beberapa manusia yang ikut tertawa. Tentu, menertawakan diri sendiri. Konyol sekali!
Konan hanyalah kunci dari sisi lain dunia. Mereka yang mempunyai ruang-ruang dipenuhi oleh segala macam hal dari sisi lain dunia tersebut. Pria-pria yang menyewa dirinya—menyewa Konan, menyewa tubuhnya, menyewa si jalang. Legenda di klub malam tersebut. Sebuah mahakarya dari Tuhan, tapi salah peletakan. Awalnya ingin diletakkan di toko emas. Memang pantasnya mutiara di sana, kan? Eh, malah jatuhnya ke lumpur. Ceroboh sekali!
Mereka akan mendongeng kenyataan. Lewat tulisan-tulisan yang mereka torehkan dalam buku berwujud Konan. Bukan tentang segala hal yang mereka punya, tetapi tentang segala hal yang telah mereka lalui.
Omong-omong sebelum ini menjadi lari kemana-mana, mari kita curi saja garis mulainya. Jadi bersediakah kalian untuk mendengar dongeng kenyataan ini, dongeng yang nyatanya hanyalah komedi-komedi Tuhan?
To be continued...
naruto by masashi kishimoto
(no profit gained from this ff)
warning: possibly ooc, typo(s), etc.
THANKS AND SHOULD I WRITE FOR THE NEXT CHAPTER?
OR SHOULD I DELETE THIS?
YAY OR NAY?
