Kisah dalam cerita ini hanya Fiktif. Seluruh hak cipta tidak berada di tangan penulis

1

Menjadi laki-laki adalah takdir, menjadi pria tergantung besar umur, namun menjadi gantleman adalah masalah pilihan. Sebut saja keras dan jelas, bahwa seorang gentleman selalu rendah hati, mengakui kesalahan, bicara dengan baik, menjaga amarah, menjaga kepercayaan dan tidak pernah membeda-bedakan. Itu bukan filsafah milik Eggsy yang hidup dibagian kelas pinggiran London; pada sistem kota metropolitan yang menjadikan East End pusat imigran dan daerah miskin dan sebuah anomali bagi London. Tapi bukan berarti tidak bisa dibuat, karena segalanya tergantung pilihan. Merubah sikap menjadi gentlemen awalnya karena ingin diterima dikalangan Kingsman, selanjutnya menjadi wujud rasa hormatnya pada Harry. Namun setelah kematian Harry, semua alasan tidaklah menjadi penting. Ia tidak punya kesempatan berkabung dan waktunya yang ada hanya cukup untuk bertahan hidup.

Tinggal bertiga dengan Roxy dan Merlin bukan perkara mudah untuk mengembalikan Kingsman. Apalagi dengan penghianatan Arthur, mereka tidak diberikan pilihan selain hanya mengandalkan satu sama lain. Merlin menjadi Arthur, Roxy menjadi Lancelot dan Eggsy menjadi Galahard—alat paling berbahaya Kingsman. Lalu perekrutan dimulai kembali melalui waktu yang sangat panjang. Orang-orang pilihan dikumpulkan dan sekali lagi markas Kingsman ramai dengan trainer berlarian dengan anjing mereka. Tapi kini ada sesuatu yang berbeda dalam perekrutan kingsman. Kingsman mencari lebih dari seorang gentleman, mereka mencari orang yang paling punya loyalitas. Jika dulu menembak anjing artinya lolos ujian, maka kini kebalikannya.

Eegsy tidak ikut campur dengan masalah rekrutmen ini, menjadi satu dari dua agen yang masih aktif. Dan saat-saat singkatnya di HQ terlalu berharga hanya untuk mengamati anak-anak bebek. Tapi kadang pada kebetulan yang konyol dimana ia akan duduk di kantin saat makan siang sambil merasakan tatapan mereka. Memandangnya dengan penasaran dan kekaguman, karena siapapun tahu Galahard (mereka belajar dari rekaman misi-misinya) dan legendanya. Setelah rekrutmen pertama selesai untuk posisi Percival, rekrutmen lain dilakukan, dan perjalanan masih panjang hingga akhirnya posisi knight lengkap. Eegsy tidak sabar menunggu sikap takjub itu berubah menjadi hormat setelah mereka mengenal Eegsy secara pribadi.

Setelah ia menelantarkan kedua sahabatnya untuk ujian agen Kingsman, dan waktunya yang tersita untuk memburu Valentine, kini hubungan mereka sungguh berbeda. Ia sudah berusaha memperbaiki itu, tapi Eegsy terlalu jauh berubah untuk mereka kenali. Bahkan walau panggilannya sama, kini ia lebih pada Gary dibandingkan Eegsy. Ia bisa mengubah logatnya, namun tidak dengan paranoidnya, caranya tersenyum atau bergerak, dan mereka tidak mengenali Eegsy yang baru, mereka tidak nyaman dengan Eegsy yang baru. Melupakan hal yang membuat sedih adalah bakat barunya, maka ia menenggelamkan diri dalam misi dan sesekali mengunjungi Daisy. Ibu dan kedua sahabatnya hanya tahu pekerjaannya sebagai penjahit, dan bekerja pada perusahaan internasional menyita waktunya dan membuatnya sering bepergian. Mereka sedih, namun mengerti, bahkan kedua sahabatnya begitu mengerti hingga merelakan persahabatan mereka. Kini kehidupan sosialnya hanyalan segelas martini dan film jadul, sementara pikirannya mengawang pada masa lalu; saat-saat dimana benaknya ia ijinkan memikirkan Harry.

Para knight silih berganti, namun ia tetap menjadi seorang Galahard dan agen terbaik. Hingga ia dinominasikan menjadi Arthur. Ia sempat menertawakan hal itu, karena Eegsy bukanlah seorang pemimpin. Namun ia sudah lama tidak menjadi Eegsy. Tapi itu bukan ambisinya, karena sudah lama ia tidak punya ambisi, setelah kematian Harry, setelah berdiri memandang Daisy memakai toganya, setelah menjadi best man dalam pernikahan Roxy, setelah memakamkan Merlin pada kematiannya yang damai dan membosankan. Maka, saat ia menerima jabatan itu, dan punya hak untuk mengetahui setiap rahasia gelap Kingsman, ia terkejut karena masih merasakan desir itu saat membaca kalimat Time Travel pada sebuah berkas confodental. Membuatnya sadar bahwa Harry tetap menjadi hasratnyanya yang paling dalam. Tanpa terasa air mata yang tertahan sekian tahun bergulir. "Hanya sekali," ia punya harapan.

Ia tidak mengirim siapapun selain dirinya untuk project ini, walau para ilmuan Kingsman mengerutkan dahi, Amelia mengerti. Mungkin setelah melihatnya berdiri diam berjam-jam di depan nama-nama Knight yang gugur, atau setelah melihatnya memetik setangkai mawar dan meletakkannya pada makam Harry setiap peringatan kematiannya. Amelia ingin memberikan kesempatan untuknya benar-benar bahagia sepanjang hidupnya. "Aku tahu kau akan mengambil pilihan terbaik. Kau tahu portal ini sekali jalan."

Aku tahu, Amelia, dan aku tidak mengurungkan niatku. "Aku tidak akan mengecewakanmu, Amelia." Kemana dan kapanpun aku berakhir...

"Aku tahu, bahagialah, Eegsy." Bahagialah untuk sekali saja dalam hidupmu, tak terucap.

Dan ia melompati portal. Ah, ia lupa bilang terima kasih.

Tidak ada yang tahu kapan ia akan berakhir, selain jika itu di masa lalu. Ia bisa saja berakhir saat masih memakai popok. Ia bisa saja tidak mengingat apapun dan sekali lagi terpaksa mengulang waktu hidupnya. Tapi disinilah ia berakhir, memeluk ibunya yang menangis histeris dan menampis mendali Lee Unwin dari tangan Harry Hart. Memandangnya dari matanya yang sembab, Harry yang lebih muda beberapa tahun, tanpa tanda-tanda usia. Warna dari kacamata itu gelap, tembaga hangat dengan semburat keemasan menatap di baliknya. Ia menyerahkan mendali itu pada Eegsy yang masih tak bisa mengalihkan pandangan darinya. Pria itu berbicara padanya, sama seperti saat pertama kali itu terjadi, tapi tidak ada suara yang ditangkap Eegsy. Saat lengannya disangga erat, dan dadanya terasa berat, ia tahu jika ia mengalami serangan panik. "Eegsy!" seru ibunya. Tapi tangan-tangan yang menyangganya tetap stabil. "Eggsy. Tatap aku. Hitung sampai sepuluh bersamaku," pria itu menangkup pipinya.

"Harry," bisiknya saat ia mengambil napas. "Oxford not Brogues," katanya menyebut sandinya. Harry tampak terkejut, dan ibunya bingung. Merlin yang berdiri di belakang masih terdiam terpaku. Pada ibunya ia berkata, "Kau membutuhkan bantuan, mom. Kita membutuhkan bantuan."

"Tidak—"

"Kau tidak dalam kondisi membuat keputusan, mom. Dan menyiakan kesempatan yang diberikan oleh ayah, bukan sesuatu yang ayah inginkan."

"Tidak karena kematiannya—"

"Mom!" Eegsy mencengeram lengan ibunya yang gemetar hebat. Ia tidak boleh gagal, ia tidak boleh membiarkan ibunya terjebak pada kesalahan yang sama. "Aku tahu kau sedih. Aku tahu kehilangan ayah, bagimu lebih dari kehilangan sebelah kaki atau tangan, aku tahu bawa hatimu hancur," ia tahu, karena itu yang ia rasakan saat kehilangan Harry. "Tapi kau masih punya aku. Kita bisa menghadapinya bersama. Ayah pasti ingin kita memanfaatkan setiap kesempatan." Ibunya masih terisak, tapi napasnya kembali tenang dan matanya lebih jernih, "Oh, Eegsy," bisiknya sambil memeluknya erat.

Di dalam pelukan itu, ia menatap Harry, "Aku tahu kau bilang sandi itu untuk sesuatu yang sangat penting. Ibuku penting. Bantu dia."

Napas Harry tersentak, dan dari sudut matanya ia melihat Merlin melebarkan mata. "Tentu, Eegsy. Apapun yang kau butuhkan," lalu ia meraih sesuatu dibalik saku jasnya dan memberikan kartu nama itu pada Eegsy. "Kapanpun kau membutuhkanku." Selamanya, batin Eegsy. Tapi bocah itu hanya mengangguk.