"heii burung-buruuung, selamat pagiiiii" teriakku semangat pada burung - burung yang sedang terbang diangkasa walau mereka tak mempedulikanku sama sekali. Waw, hari yang cerah seperti biasa, hmph aku suka hari yang seperti ini, karena aku bisa puas bermain seharian.

"Tokitoo...mandi dulu. Terus sarapan" teriak ibuku dari bawah.

"iya ibuu" kataku segera bangun lalu menyambar handuk dan masuk ke toilet.

Akhirnya aku udah mandi, aku udah wangi dan aku udah cantik :3. Ibu membantu menyisirkan rambut panjangku yang terlihat seperti warna sinar matahari lalu dilanjutkan dengan makan sarapan bersama ayah dan ibu.


"daag ibu, Tokito pergi dulu" pamitku sambil mencium pipi lembut ibuku.

"ya. Hati hati sayang" katanya. Dengan semangat aku berjalan menuju akademi tempatku bersekolah. Walau aku bukan murid yang pintar, tapi lumayan deh bisa main ama temen-temen.

"selamat pagi anak - anak, hari ini kita kedatangan murid baru" ujar bu guru Anna masuk ke kelas diikuti seorang anak berambut oranye dibelakangnya. Semua teman-temanku berebutan ingin melihatnya, aku juga sama. "nah, perkenalkan dirimu" ujar ibu anna.

"namaku Kyoichiro Mibu. Panggil aku Kyoichiro saja" katanya tanpa tersenyum sedikit pun. Kedua bola matanya berwarna merah, terlihat agak menyeramkan. Huuh, Tokito gak seneng laki-laki jutek.

"well oke, Kyoichiro. Silakan duduk dibangku yang kosong" kata bu anna mempersilakan. Kyoichiro lalu berjalan dan duduk dibangku paling belakang dipojok. Aku melihat padanya selama beberapa detik lalu kembali melihat ke depan karena bu anna sudah memulai pembelajaran.


"hei Kyoichiro, main yuk" ajak rokuro.

"tidak, makasih" katanya pendek. Rokuro lalu meninggalkan dia sambil marah-marah kesal.

"si Kyoichiro itu sombong banget, ya. Kayak raja aja" kata angelica.

"iya. Gak usah ditemenin aja" sambung indara yang disambut anggukan setuju yang lainnya. Yaah, tapi gak bisa gitu, dong. Kita kan sekelas, kita semua mesti temenan. Tapi aku mau nyamperin juga takut, takut dicuekin kayak rokuro tadi. Yah udah deh, mungkin besok besok dia bakal dapet temen.

Sudah tiga minggu berlalu, tapi Kyoichiro masih tetep aja gak punya temen. Temen-temen sekelas juga udah gak peduli lagi sama dia. Aku juga walau gak peduli tapi lama lama kasian juga, dia cuma sendirian selama disekolah dan membaca buku.


"ibu...ibu...kasih tau Tokito dong caranya bikin roti telur" kataku menarik narik lengan baju yang dipakai hitoki, ibuku.

"loh memang buat apa? Kan ibu udah buatin buat bekel. Tokito masih kecil, nanti kena minyak panas, loh" tanggapnya.

"bukan buat Tokito ibu, buat temen Tokito. Abis dia gak punya temen, jadi Tokito mau kasih dia roti telur kayak bikinan ibu. Mungkin dia mau temenan ama Tokito, roti telur bikinan ibu kan enak" kataku. Ibuku tersenyum lalu tertawa kecil.

"iya deh, ibu kasih tau caranya. Sini" katanya. Dengan semangat aku membawa pijakan dan menaruhnya tepat disamping ibuku.


"hei" sapaku ramah sambil menaruh satu kotak bekal dimejanya. Kyoichiro menghentikan bacanya lalu melihat padaku. Aku berusaha menampilkan senyum terbaikku. "namaku Tokito. Ini ada roti telur buatan ibuku, buat Kyoichiro. Coba deh, ini favoritku, loh" kataku. Kyoichiro melihat kearah kotak bekal yang berisi roti telur lalu menutup bukunya.

"dasar, kau mengganggu saja" katanya ketus. Aku terdiam, rasanya pengen nangis. "tapi, terima kasih, ya" sambungnya. Senyuman merekah dengan sendirinya diwajahku. Dengan semangat kutarik kursi didekatku lalu duduk berhadapan dengannya dan memakan bekal milikku. "hei, kalau berdua gak akan cukup" protesnya.

"gak apa apa, cukup digeser" kataku menggeser kotak bekal dia dengan punyaku. Kyoichiro cuma menghela nafas kecil sambil memakan roti telurnya. "gimana gimana...enak?" tanyaku.

"agak gosong, ya?" kata Kyoichiro mengintip telur yang terselip diantara dua buah roti.

"hehehe, aku kelamaan gorengnya" kataku mengaku. Kyoichiro terdiam beberapa detik dan tiba-tiba dia menyambar roti milikku. "hei!" teriakku kesal.

"kan katamu roti telur buatan ibumu untukku, jadi ini milikku" katanya sambil menyambar roti milikku. Aku cuma bisa menggerutu melihat roti milikku dimakan olehnya.


"huuh, kamu telat" gerutu Kyoichiro.

"hehe, maaf maaf, tadi aku dipanggil bu guru" kataku. Kyoichiro tersenyum tipis. Ia mengeluarkan kotak bekal miliknya sementara aku mengambil kotak bekalku dan kami pun makan bekal bersama berdua. Sudah dua bulan semenjak Kyoichiro masuk kesini dan sejak aku mengajaknya kenalan, teman-teman yang lain pun mulai mencoba mengajaknya kenalan lagi. Jadi sekarang Kyoichiro sudah punya banyak teman dan gak lagi cuma baca buku kalau lagi jam istirahat. Tapi tetep, Kyoichiro gak mau diganggu kalau lagi makan bekel sama aku. Dia akan main kalau udah makan bekelnya bareng aku. Gara gara suka makan bekel bareng temen-temen sekelas suka nyorakin kita. Katanya aku suka sama Kyoichiro dan Kyoichiro juga suka sama aku. Aku gak terlalu dipikirin sih karena aku memang suka dia, Kyoichiro kan temanku.

Hari ini bu anna memberi kami tugas prakarya untuk dikerjakan masing masing dirumah. Tugasnya cuma disuruh bikin bangun ruang kubus, persegi panjang dan limas, sih. Mata pelajaran matematika. Tapi aku gak terlalu pandai soal itu. "bagaimana kalau kita kerjakan bersama?" tawar Kyoichiro.

"he? Kan tugasnya disuruh bikin sendiri sendiri" kataku.

"gak apa - apa. Aku bantu kamu mengukur nanti kau yang menggunting dan mengelemnya, setuju?" tanyanya. Senyuman lebar mengembang diwajahku dan aku mengangguk tanda setuju.

Sepulang sekolah, sesudah menelepon ke rumah untuk ngasih kabar, aku dan Kyoichiro segera pergi menuju rumahnya. Jantungku berdebar karena senangnya. Ini pertama kali aku main ke rumahnya. Setelah beberapa menit berjalan kaki, sampai juga kita didepan sebuah gerbang besar. "mi...bu..." kataku mengeja plang nama yang menempel disamping pintu. "hei ini rumah Kyoichiro? Apa gak kebesaran?" tanyaku.

"gak tau, deh." katanya. Kyoichiro memencet bel dan beberapa detik kemudian muncul seorang pria tua dari balik pintu.

"selamat datang, tuan muda" katanya sambil menunduk hormat. Wow, aku belum pernah melihat seperti ini secara langsung. Cuma melihatnya ditelevisi aja. Apa Kyoichiro itu benar-benar seorang raja.

"tolong belikan kertas karton warna putih dan merah jambu untuk tugasku. Dan juga, siapkan makanan untukku dan temanku" ujar Kyoichiro. Pria itu membungkuk kembali lalu membukakan pintu. Halaman luas yang dipenuhi rumput-rumput hijau membuatku kagum. Wow, aku juga cuma pernah ngeliat yang seperti ini di tv. "kok ngelamun aja, ayo" ujar Kyoichiro menuntun tanganku masuk ke rumah paling besar disitu. "aku pulang" salamnya. Beberapa detik kemudian muncul seorang wanita cantik, yang memakai kimono terbagus yang pernah kulihat, dari dalam .

"selamat datang, sayaang. Wah...wah, siapa ini?" tanyanya ramah.

"teman sekolahku, bu. Tokito kenalin, ini ibuku" kata Kyoichiro. Aku mencium tangan ibunya yang sangat lembut dan wangi itu.

"Tokito" kataku gugup.

"hmph, temanmu manis, ya. Ayo, kau mau main?" tanyanya ramah.

"tidak bu, kami mau ngerjain tugas prakarya dulu" kata Kyoichiro.

"hm, oke...oke. Diruang tulip aja ya, biar leluasa" katanya. Kyoichiro mengangguh. Eh ruang tulip? Nama apa itu? Aku baru sekarang mendengarnya.

"ayo" kata Kyoichiro lagi menuntun tanganku naik keatas tangga dan masuk kesalah satu ruangan dilantai dua.

"wuaaaah, bunga apa ini? Bagus banget" kataku melihat bunga merah yang tertanam dipot sekeliling ruangan itu.

"itu namanya bunga tulip. Makanya ruangan ini juga disebut ruangan tulip" jelas Kyoichiro. Aku mengangguk-angguk. Jadi ini yang disebut bunga tulip itu?. Aku melihat kearah luar jendela kaca disitu dan tersadar.

"hei, itu kan rumahku." tunjukku. Kyoichiro cepat cepat melihat kearahku menunjuk.

"wah, yang bener?" katanya.

"iya bener. Tuh ada ibuku lagi masak didapur. Ibuuu!" panggilku.

"gak akan kedengeran, Tokito. Jendelanya kan gak bisa dibuka. Aku tersenyum nyengir. Waah, gak nyangka kalau rumah kita saling bersebelahan. Apalagi kamarku juga bisa melihat kearah ruangan disini. Tapi karena gak ada jalan tembus, jadi aku mesti mutar kalau mau pulang.

Karton pesanan Kyoichiro lalu datang dan kami segera mengerjakan tugas prakarya kami. Karena saling bantu, tugas kami sudah selesai waktu jam menunjukan pukul tiga sore. Aku memasukan tugas milikku kedalam kantung keresek dan menjinjingnya. "Kyoichiro, aku pulang dulu, ya" kataku. Wajah Kyoichiro terlihat sedih.

"kenapa gak main dulu? Kan masih jam tiga?" katanya.

"ibuku nanti khawatir. Nanti kapan kapan aku main deh kesini. Kan tinggal manjat pagar ini" kataku enteng. Kyoichiro tertawa kecil.

"hahaha, dibelakang tembok itu sungai, Tokito. Nanti kecebur, loh" katanya.

"hmp, iya ya." kataku yang akhirnya ikut ketawa juga.


"selamat tidur, ibu" kataku.

"selamat tidur juga, sayang" balas ibuku sambil menyalakan lampu tidur dan mematikan lampu utama lalu keluar. Aku meringkuk dalam selimut sambil menatap tembok. Tiba-tiba aku pun teringat pada Kyoichiro. Apa dia sudah tidur, ya?. Karena penasaran aku memutuskan untuk membuka tirai jendela dan menatap kearah jendela ruang tulip dirumahnya. Walau aku tahu, disitu bukan kamarnya. Tapi yah mungkin aja dia lagi ada disitu.

Aku terkejut ketika melihat Kyoichiro juga lagi melihat kearahku dijendela itu. Dengan semangat kulambaikan tanganku dan dia membalasnya. Hm, jendela itu kan gak bisa dibuka. Segera kusambar buku gambar A3 dimeja belajar lalu menulis disitu dan menunjukkan padanya. 'belum tidur?'. Setelah membaca itu, Kyoichiro menghilang kedalam selama beberapa detik lalu kembali dengan membawa kertas berukuran sama dengan milikku.

'belum. Kau?' tulis Kyoichiro dikertas itu.

'lagi mau. Tapi kepikiran Kyoichiro jadi aja ngeliat kearah jendela' tulisku. Kyoichiro kelihatan tertawa kecil saat membacanya.

'kalau gitu tidur, dong. Kita ketemu besok disekolah. Selamat tidur' katanya. Aku mengangguk lalu menutup tirai jendela kamarku.


Gak kerasa sudah tiga aku berteman baik sama Kyoichiro. Kami tak terpisahkan, kemana mana pasti selalu berdua. Aku senang bisa deket terus sama Kyoichiro dan Kyoichiro pun gak pernah ninggalin aku. Ayah dan ibuku juga udah kenal Kyoichiro, ayah ibu Kyoichiro pun sama.

Karena kami sangat dekat, banyak yang cemburu sama aku. Katanya sih mereka jadi gak ada kesempatan buat ngedetin Kyoichiro. Yah, Kyoichiro emang punya wajah yang lumayan tampan, lah. Tapi gak sedikit juga yang manfaatin aku, buat jadi juru antar. "nih Kyoichiro, ada titipan coklat buat kamu" kataku. Hari ini memang hari valentine, Kyoichiro sudah pasti menerima banyak coklat. Kyoichiro menatap padaku dan setumpuk coklat ditanganku, lalu tersenyum.

"untukmu saja." katanya.

"iiih, gak boleh gitu. Mereka kan udah susah susah bikin buat Kyoichiro" protesku.

"hahaha, iya deh. Tapi aku gak bisa ngabisin semua juga. Bantuin, ya?" pintanya. Aku mengangguk semangat. Walau tadi sempat protes tapi aku gak bisa bohong kalau coklat makanan favoritku.

"ah iya, ini untukmu. Aku gak tau mesti ngasih ke siapa lagi, sih. Ya udah buat Kyoichiro aja" kataku sambil menyerahkan sekotak coklat dalam bungkusan kotak warna putih dengan bintik pink pucat.

"hei, kok kesannya kamu kayak yang kepaksa?" tanyanya.

"iya sih. Abis dua tahun lalu waktu aku gak ngasih coklat ama Kyoichiro, Kyoichiro kan marah sama aku" kataku beralasan. Kyoichiro tertawa lepas lalu mencubit pipiku dengan gemas. Aku pun ikut tersenyum karena apa yang aku bilang tentu hanya candaan. Aku mana mungkin tak memberinya coklat dihari kasih sayang ini. Apalagi sejak aku merasa ada perasaan aneh yang serasa menggelitik dadaku kalau aku bersamanya sejak dua tahun silam.

"makasih ya Tokito. Kalau ini akan kumakan, deh. Sisanya kau ambil saja" katanya sambil memasukan coklat pemberianku dalam tasnya.

"hahaha...benar nih? Asyiiik" kataku kegirangan.


'apa coklatku enak?' tanyaku padanya. Sudah selama tiga tahun ini kami suka mengobrol lewat kaca jendela sebelum kami tidur.

'agak kurang manis sedikit' balasnya.

'maaf ya. Tahun depan aku tambah deh porsi takaran gulanya :3' tulisku.

'tidak usah. Besok saja' jawabnya.

'waah enak dikamu aja dong. Capek tau bikin coklat itu. Aku aja sampe gak tidur semalam' balasku.

'hahaha, kau membuatnya sendiri? Kukira beli disupermarket' tulisnya sambil tertawa kecil.

'huu, enak saja. Kalau beli di supermarket kan kurang istimewa.' jawabku. Kyoichiro tersenyum simpul.

'jadi aku istimewa bagimu? Waah, terima kasih, aku senang, loh' katanya diiringi senyuman lebar. Denyut aneh itu terasa lagi. Padahal sekarang aku sedang tidak berada didekatnya. Kami terpisah kaca jendela dan sungai serta tembok rumah.

'tentu, kau sangat istimewa bagiku' tunjukku sambil agak menaikkan kertas untuk menutupi wajahku yang terasa menghangat.

'terima kasih. Kau pun sangat istimewa buatku.' balasnya tersenyum. Mendadak tanganku tak dapat menemukan topik yang pas maka aku memutuskan untuk mengakhirinya untuk malam itu.

'terima kasih juga. Sampai besok Kyoichiro, selamat tidur' dan setelah menunjukan itu aku pun segera melompat keatas tempat tidur dengan perasaan senang


Hari ini seperti biasa diwaktu istirahat, selesai membereskan buku bekas pelajaran tadi, aku membawa kotak bekalku dan hendak menuju mejanya. Tapi belum juga sampai, Kyoichiro sudah pergi duluan keluar. Hm, mungkin dipanggil bu guru. Aku pun kembali duduk dibangku sambil menunggu sosoknya. Tapi sampai sepuluh menit mau masuk Kyoichiro gak juga muncul dan perutku mulai bersuara minta diisi. Maka dengan terpaksa aku pun membuka bekalku dan memakannya.

Waktu bel masuk berbunyi, Kyoichiro masuk kekelas dan duduk lagi dibangkunya. Kyoichiro sama sekali gak senyum atau melihat padaku, dan wajahnya seperti menyiratkan ada masalah. Mungkin besok udah baik lagi, pikirku.


Satu minggu sudah berlalu dan Kyoichiro masih tetap seperti itu. Kyoichiro bahkan kelihatan seperti menghindar dan gak mau ngobrol denganku. Apa aku pernah ada salah sama dia, ya?. "lagi marahan sama Kyoichiro?" tanya angelica mengacaukan lamunanku. Aku cuma bisa menggeleng pelan, karena aku juga gak tau kenapa Kyoichiro jadi tiba-tiba marah padaku.


"Tokito..." panggil ayahku lembut. Aku tersadar dari lamunan dan melihat padanya. "kamu melamun terus. Ada apa?" tanyanya cemas. Aku menghela nafas.

"ayah, kalau temen kita tiba-tiba marah, kita mesti gimana?" tanyaku lesu. Ayah tersenyum tipis.

"ya kita minta maaf aja. Mungkin gak sadar pernah bikin salah sama dia." jawabnya. Tapi aku merasa kalau jawaban ayah tidak memberikan penyelesaian. "apa ini tentang...Kyoichiro?" tanyanya hati-hati takut membuatku menangis. Aku mengangguk pelan. Ayah berdehem pelan.

"padahal minggu lalu masih biasa. Tokito juga gak ngerti kenapa Kyoichiro jadi gini. Kyoichiro berubah tiba-tiba" kataku.

"mungkin Kyoichiro lagi ada masalah. Udah biarin aja. Nanti kalau udah tenang, Tokito minta maaf aja duluan" katanya. Aku menghela nafas panjang dan mengangguk pelan. Dengan lesu, aku bangun dan naik ke kamarku dilantai dua. Kubuka tirai kamar dan melihat kearah jendela diseberang sana yang ditutup oleh tirai. Sudah satu minggu Kyoichiro tidak mengobrol denganku, baik disekolah, ataupun dirumah lewat jendela ini.

Kulihat setumpuk buku gambar yang belum kupakai dimeja belajar. Aku menyisihkan uang jajan harianku biar bisa beli buku gambar itu. Tentu cuma biar bisa ngobrol sama Kyoichiro. Mataku terasa perih lalu air mata pun jatuh. Aku gak mau gini terus. Besok pokoknya kami mesti maafan.


Bel masuk sudah berbunyi, namun bangkunya masih tetap kosong. Kemana Kyoichiro? Gak biasanya dia telat. Atau mungkin dia sakit?. "Selamat pagi anak-anak, kita mulai pejaran pertama" Sapa Bu Anna.

"Ibu, Kyoichiro mana?" Tanyaku sambil mengacungkan tangan.

"Oh, dia pindah sekolah, ikut orang tuanya. Baru saja kemarin malam dia ngasih kabarnya" Ujar Bu Anna. Apa? Pindah? Aku terdiam di tempatku berdiri. Kenapa? Kenapa Kyoichiro gak ngasih tau kalau dia bakalan pindah?. Tiba-tiba saja dadaku serasa sakit, walau aku berusaha untuk menahan agar aku tidak menangis karenanya.

Begitu bel pulang sekolah berbunyi, segera aku berlari menyambar tas dan berlari keluar. Saat ini yang ada dipikiranku aku hanya ingin bertemu Kyoichiro dan meminta maaf padanya. Aku sudah tidak peduli lagi apa aku memang ada salah padanya atau tidak. Aku gak mau kalau kita pisah dalam keadaan bermusuhan seperti ini. "Kyoichirooooo..." panggilku dari balik pintu gerbang rumahnya. Kulihat plang nama 'Mibu' sudah tak lagi ada disitu. Jadi dia benar-benar sudah..."Kyoooo...Kyoichiroooo" Panggilku lagi kali ini dengan berurai air mata. Sudah beberapa detik berlalu tapi masih gak ada jawaban. Kyoichiro sudah pergi...dia benar-benar sudah pergi... "Uuuuh, Kyoichiro..." Isakku lemah.

"Tokito?" Tiba-tiba terdengar suara dari belakangku, dan betapa senangnya aku waktu melihat Kyoichiro tengah berdiri disitu.

"K...Kyoichiro, katanya pindah?" Tanyaku.

"Uh, aku ada barang yang tertinggal" Ujarnya. perasaanku sudah tak dapat dibendung lagi, segera alu pun menghambur memeluknya.

"Maaf...maafin Tokito. Tokito gak mau kita pisah dalam keadaan musuhan. Kita baikan ya, Kyoichiro ?" Pintaku. Tanpa disangka aku merasakan Kyoichiro balas memelukku.

"Justru aku yang mesti minta maaf sama Tokito. Aku gak mau kita pisah dan aku gak mau jauh dari Tokito, makanya aku pikir kalau aku bikin Tokito benci sama aku, Tokito gak akan sedih kalau aku pindah" Katanya.

"Kyoichiro bodoh. Tokito gak akan bisa benci sama Kyoichiro. Tokito suka sama Kyoichiro" Kataku parau. Kyoichiro melepaskan pelukannya lalu memandang padaku.

"Tokito, aku mohon tolong tunggu aku. Aku pasti akan datang lagi buat tokito, ya?" Pintanya sambil melihat lurus kemataku. Aku tersenyum lalu mengangguk. Kyoichiro lalu menempelkan bibirnya dibibirku. Aku membeku ditempat karena aku mendapat, apa yang teman-temanku sebut, ciuman dari Kyoichiro yang selalu aku suka.

Kyoichiro melepaskan ciumannya dan menatap padaku sambil tersenyum. "Kalau sudah besar nanti, aku akan melakukannya lagi padamu" Katanya. Mendadak kurasakan wajahku menghangat, namun kemudian segera tersenyum dan mengangguk. Kyoichiro lalu memelukku lagi erat-erat. "Sampai jumpa lagi, Tokito" Katanya lirih.