1. Author : Nakamaru Ando

2. Twitter : at fckyeahljoe Facebook : Nakamaru Ando Wordpress : wewewe dot semeukezone dot wordpress dot com

3. Judul : Ghost The Series

4. Kategori : General , Yaoi, Chapterd 1

5. Cast :
- B1A4 Baro
- B1A4 Sandeul

6. Support Cast :
- Other B1A4 member dan cari sendiri ya :D

Disclaimer : Cast merupakan milik agency masing-masing -re: WMent

Author Note :

Anyeong, badeul datang lagi menyapa warga ffn hehe. Sesuai request kalian, author akan bikin ff badeul yang berchapter. Mungkin lebih tepatnya ini ff B1A4, tapi badeul tetep jadi cast utamanya kok hehe

Author gak janji ya ff ini bakal selese ampe kapan, tapi author usahain update secepatnya hehe

Jadi jangan lupa reviewnya ya biar authornya makin giat update ficnya. Untuk permulaan, author kasih prologenya duluan deh.

Happy reading banadeul

Warning :

Ini ff yaoi, boylove, geje, typo bertebaran, EYD kacau dan ooc. Jadi kalau gak suka jangan di baca. Author gak terima flame apapun bentuknya.

SAY YES TO REVIEW , SAY NO TO FLAME!

.

.

.

Chapterd 1

Nama anak itu adalah Lee Junghwan atau biasa di kenal dengan sebutan Sandeul. Sudah hampir sejam namja bersurai coklat keemasan itu duduk di pinggiran atap sekolah yang sangat tinggi.

Wajah anak itu begitu dingin nyaris tanpa ekspresi. Ia seolah-olah tak peduli dengan tingginya tempat ia duduk sekarang. Padahal, kalau sedikit saja ia lengah, dengan mudah tubuhnya bisa langsung terjatuh ke atas permukaan tanah yang jaraknya hampir lebih dari seratus meter dari tempatnya duduk sekarang.

Dinginnya cuaca kota Seoul pun nampaknya tidak membuat namja itu bergeming sedikitpun. Hari sudah menjelang sore dimana siswa-siswi lain sudah pulang sedari tadi. Tapi tak ada sedikitpun tanda-tanda anak itu akan segera pulang.

Sendiri, sedari tadi anak itu hanya sendirian di atap sekolah ini. Duduk termenung seperti seseorang yang mempunyai banyak beban di pikirannya.

Sandeul mulai merogoh saku seragamnya dan kemudian mengeluarkan secarik kertas. Ia menatap tulisan-tulisan yang bahkan sudah Ia baca berkali-kali, yaitu surat nilai sekolah Sandeul selama satu tahun terakhir ini.

Surat itu menyatakan kalau nilai-nilainya selama setahun ini tidak cukup untuk membuatnya naik kelas. Dari 6 mata pelajaran yang di ujikan, Sandeul hanya lulus di 2 mata pelajaran saja. Sebuah hasil yang sangat tidak memuaskan bagi Sandeul, mengingat selama ini ia sudah giat belajar hingga larut malam, bahkan sampai mengikuti pelajaran tambahan di hari libur.

Tapi di lihat dari hasilnya, sepertinya dewi fortuna masih belum berpihak pada namja bersurai coklat keemasan itu. Perasaan Sandeul saat ini bercampur aduk, antara marah, malu, dan takut.

Kabar Sandeul yang tidak naik kelas begitu cepat tersebar hari ini. Sontak saja itu membuat Sandeul menjadi bahan olok-olokkan seisi sekolah. Kecewa? Tentu saja Sandeul sangat kecewa.

Sandeul sangat malu saat teman-temannya mengejeknya. Ia memang bukan siswa tampan atapun populer di sekolah ini. Prestasinya pun tidak terlalu bagus sehingga membuatnya menjadi murid yang sering di bully oleh teman-temannya.

Melihat pengalamannya selama ini, Sandeul sebenarnya sudah biasa dengan ejekkan-ejekkan yang biasa di lontarkan teman-temannya padanya. Tapi kali ini berbeda, benar-benar berbeda.

Perasaan semakin terpuruk membuat Sandeul merasa benar-benar seperti orang yang tidak berguna. Bagaimana bisa Ia pulang dan memberi tahukan orang tuanya kalau dia tidak naik kelas. Orang tuanya sudah sangat terlalu baik padanya sehingga Sandeul tidak ingin membuat mereka kecewa.

Sandeul tidak sanggup membayangkan wajah ayah ibunya yang akan kecewa nanti. Ia pikir, ke dua orang tuanya pasti akan marah besar sekarang. Dengan membayangkannya saja sudah membuat dada Sandeul merasa sesak dan takut.

Namja itu menimbang-nimbang surat di tangannya itu, hingga kemudian surat itu terlepas dan jatuh begitu saja, melayang di udara hingga akhirnya jatuh ke tanah.

Sandeul mulai bangkit secara perlahan dari tempat duduknya. Tak ada tanda-tanda ia akan turun, anak itu malah berdiri di sana dengan pandangan kosong. Ahh, sekali lihat saja semua orang sudah tahu apa yang di pikirkan anak itu. Sandeul pasti mencoba untuk bunuh diri.

Tindakan Sandeul ini memang sering terjadi pada anak-anak seusianya yang mempunyai masalah. Tapi jika Sandeul mencoba bunuh diri hanya karena tidak naik kelas, apa itu tidak berlebihan? Sayangnya pikiran orang-orang seperti Sandeul saat ini sangat sulit di tebak.

Meskipun begitu, tindakan Sandeul saat ini tidak di benarkan sama sekali apapun alasannya. Orang lain mungkin tidak bisa merasakan apa yang di rasakan Sandeul saat ini, betapa terpuruknya Sandeul dengan hal yang mungkin orang lain anggap sebagai sebuah masalah yang sepele.

Sandeul menghela nafas. Di pejamkanlah matanya, membiarkan semilir angin menerpa wajahnya. Ia menarim nafas panjang, seolah-olah ingin merasakan segarnya udara untuk terakhir kalinya.

Anak itu merentangkan tangannya ke udara. Perlahan, tubuhhnya mulai condong ke depan. Terlambat, Sandeul sudah tidak bisa kembali. Bisa di pastikan ia akan segera terjatuh ke tanah. Dalam ketinggian seperti Ini, Sandeul pasti akan mati. Kalaupun selamat, beberapa bagian tubuhnya akan patah.

Keajaiban, butuh satu keajaiban untuk membuat Sandeul mengurungkan niatnya. Dan sepertinya tuhan memberikan keajaibannya pada anak bersurai coklat keemasan itu.

Saat tubuh Sandeul hampir jatuh, tiba-tiba sebuah angin menerpa tubuhnya dengan keras. Sandeul yang merasa terkejut tiba-tiba membuka matanya. Menurut perkiraannya, seharusnya ia sudah jatuh sekarang, terhempas ke tanah dengan keras hingga mati tanpa merasa sakit saking cepatnya kematian menghampirinya. Atau Sandeul yang menghampiri kematiannya.

Samar-samar Sandeul melihat sesuatu di hadapannya. Bukan angin ataupun udara, Sandeul yakin itu tapi ia tak tahu apa yang ada di hadapannya. Sandeul memicingkan matanya, memperhatikan sesutu di depannya itu.

Malaikat? Entahlah, Sandeul tidak bisa melihatnya dengan jelas. Sosok itu nyaris seperti udara yang bermandikan cahaya matahari senja sehingga membuatnya tampak berkilauan.

Belum sempat Sandeul berpikir, sosok transparan itu menghantam tubuhnya dengan keras sehingga membuatnga terjungkal ke belakang.

"Ahhhh!"

Sandeul memekik saat dirinya terjerembab ke belakang. Jantungnya berdegup dengan kencang saking kagetnya karena kejadian barusan yang sangat tiba-tiba itu.

Tak peduli dengan rasa sakitnya, mata Sandeul menerawang ke semua arah, seperti sedang mencari sesuatu. Pikiran Sandeul tiba-tiba penuh dengan berbagai pertanyaan.

Sosok apakah yang baru di lihatnya barusan? Mengapa ia menolongnya? Lalu kemana sosok itu pergi? Sandeul bertanya-tanya pada dirinya. Ia yakin kalau kejadian barusan bukanlah sebuah mimpi ataupun khayalan, karena bagaimanapun Sandeul merasa kalau sosok itu sangat nyata meskipun ia tak tahu apa itu.

Hening, Sandeul terlihat kecewa saat menyadari tidak ada seseorang atau apapun itu di sekitarnya. Suasana atap sekolah masih terlihat sama seperti sebelumnya, sepi dan tak ada orang lain selain dirinya.

Namja bersurai coklat ke emasan itu menekuk lututnya sehingga menyentuh ujung dagunya. Sandeul tiba-tiba tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Dengan wajah yang terbenam di antara ke dua lututnya, ia menangis tersedu-sedu.

Tangisan itu terdengar sangat memilukan. Sandeul sudah tidak bisa menahan luapan emosi yang sedari tadi ia tahan. Seharian ini ia mencoba untuk tidak menangis, mencoba untuk bersikap tegar dalam menghadapi masalah yang tengah menimpanya. Namun sekarang, luapan emosi itu sudah tak mampu di bendungnya lagi, tangisnya pecah begitu saja tanpa ia kehendaki.

Tanpa Sandeul sadari, sosok yang menyerupai udara itu datang dan mendekatinya. Semakin mendekat sosok itu semakin terlihat jelas bentuknya. Sosok udara itu tampak berkilauan saat cahaya matahari senja menyinarinya.

Sosok transparan itu semakin jelas terlihat sosoknya. Tidak ada lagi sosok udara yang tadi terlihat, sosok itu mulai berganti menjadi sesosok manusia, seorang namja lebih tepatnya.

Dengan kulit yang seputih susu, namja itu bisa di bilang cukup tampan. Rambutnya yang berwarna hitam pekat pun tampak kontras dengan wajahnya yang tampan itu.

"Uljima, jangan menangis lagi." Sebuah suara berat terdengar dari bibirnya.

Mendengar suara yang begitu asing di telinganya, Sandeul mulai mendongakan wajahnya. Dengan keadaan terisak-isak, Sandeul menatap sosok yang tengah berdiri di hadapannya itu.

"Jangan menangis lagi." Ucap namja itu lagi.

Sandeul terperangah melihat namja itu. Kesan bad boy sangat jelas terlihat saat ia pertama kali melihatnha. Apakah namja itu akan menganggunya seperti anak-anak lain? Pikir Sandeul.

"Kau siapa?" Sandeul menyeka matanya yang berair.

"Kau bisa panggil aku Baro." Jawab anak itu yang baru saja meperkenalkan dirinya dengan nama Baro.

"Apa maumu? Aku sedang tidak punya uang. Jadi percuma saja kalau kau menggangguku!" Seru Sandeul.

Sandeul memang sering sekali di ganggu murid-murid nakal di sekolahnya, bahkan tak jarang ia selalu di peras oleh mereka. Biasanya Sandeul hanya bisa pasrah ketika dirinya di palak oleh orang lain, tapi saat ini waktunya sedang sangat tidak tepat.

Sosok itu hanya tersenyum mendengar celotehan Sandeul. "Aku tidak butuh uangmu dan aku tidak akan mengganggumu." Kata sosok itu dengan ramah.

Sandeul mengkerutkan dahinya heran. "Lalu apa yang kau mau dariku?" Tanya Sandeul dengan nada yang sedikit tidak ramah.

"Aku ingin kau berhenti menangis."

"Shiro, aku tidak mau. Siapa kau berani sekali mengaturku?!" Ketus Sandeul.

Namja itu kembali tersenyum, masih sabar dengan perlakuan ketus yang di terimanya dari Sandeul. Namja bersurai hitam itu berjongkok sehingga membuatnya berhadapan secara langsung dengan Sandeul.

Sorot mata namja itu begitu tajam menatap Sandeul. Namja bersurai coklat keemasan itu menjadi risih. "Wae? Kenapa kau menatapku selerti itu?" Ujar Sandeul salah tingkah.

"Jangan sia-siakan hidupmu dengan melakukan hal bodoh seperti tadi lagi, ara?!" Seru namja itu dengan tegas.

Sandeul membulatkan matanya. Apa namja di hadapannya itu melihat dirinya ketika mau bunuh diri tadi? Ahh sungguh memalukan, pikir Sandeul.

"Kau melihatnya?" Tanya Sandeul dengan hati-hati.

Namja itu membali tersenyum dengan di ikuti sebuah anggukan kecil.

"Tentu saja, karena aku yang sudah menolongmu."

Sandeul terperangah. Ia memang sedang banyak pikiran, namun bukan berarti ia lupa dengan kejadian beberapa saat yang lalu. Ia ingat betul sesuatu yang menolongnya itu tidak berwujud dan kasat mata. Seingatnya tak ada sosok namja tampan seperti orang di hadapanya itu pada saat kejadian.

"Aapa maksudmu? Siapa kau sebenarnya?" Tanya Sandeul dengan tatapan menyelidiki.

Namja bersurai itu kembali terkekeh-kekeh. "Bukankah aku sudahbilang kalau aku yang menolongmu tadi." Ucap namja itu di sela-sela tawanya.

"Tapi itu tidak mungkin. Yang menolongku itu..." Sandeul menggantung kalimatnya. Ia sibuk mencari nama untuk sosok yang telah menolongnya tadi. Deul tak ingin alasannya nanti terdengar tidak masuk akal di telinga namja itu.

"Ituu..."

"Udara? Angin?" Tebak namja bersurai hitam itu.

Sandeul kembali terperanjat. Benarkah namja yang berada di hadapannya itu adalah sosok yang tadi menolongnya? Tapi itu terdengar sangat tidak mungkin.

"Bagaimana kau tahu?" Pekik Sandeul.

Namja itu mendesah pelan. "Aish, kau ini terlalu banyak bertanya. Bukankah aku sudah bilang kalau sosok yang kau anggap udara itu adalah aku!" Jawab namja bernama Baro itu.

"Itu tidak mungkin. Bagaimana bisa kau..."

"Karena aku adalah hantu." Potong Baro dengan cepat.

Sandeul semakin membulatkan matanya sehingga membuat ke dua bola matanya seakan-akan ingin keluar dari rongganya. Sulit baginya untuk mencerna ucapan Baro barusan. Ia bahkan mencubit lengannya, memastikan kalau yang baru saja di dengarnya bukanlah sebuah mimpi.

"Aishh, sepertinya tidak naik kelas membuatku benar-benar gila!" Gumam Sandeul seraya memukul-mukul kepalanya pelan.

Baro terkekeh melihat reaksi Sandeul. Sepertinya namja bersurai coklat keemasan itu masih belum percaya kalau dirinya adalah hantu.

"Kau bisa sebut aku udara, angin, hantu atau apapun yang kau mau. Yang pasti aku bukanlah manusia sepertimu." Kata Baro.

Sandeul melirik ke arah Baro dengan sinis. "Jadi kau benar-benar seorang hantu?" Tanyanya.

"Benar sekali!" Jawab Baro diikuti dengan senyum khas bad boynya.

Tiba-tiba Sandeul termenung. Matanya terlihat sayu dan tak bergairah sama sekali. "Kalau aku bisa melihat hantu, berarti aku sudah mati dan sekarang aku juga sudah menjadi hantu ya?" Lirihnya.

Baro menggeleng pelan. "Kau belum mati dan kau bukanlah hantu. Kau masih hidup Lee Junghwan." Sergah Baro menjelaskan.

"Mwo? Jadi aku benar-benar masih hidup?!" Ujar Sandeul tak percaya.

Baro tidak menjawab pertanyaan Sandeul, melainkan menanggukkan kepalanya, mengiyakan pertanyaan Sandeul barusan.

"Dan sekarang aku sedang berbicara dengan hantu?!" Pekik Sandeul yang dengan nada tinggi. Dan lagi-lagi di balas dengan sebuah anggukan oleh Baro.

Sepertinya aku sudah benar-benar gila sekarang, Batin Sandeul.

~TBC~

.

.

.

Pendek banget ya prolognya? Haha. Jangan lupa RnR ya, next chapnya di tunggu aja. Biar update, follow dan fav fic ini ya

Ohya, follow twiter author ya /fckyeahLJOE soalnya masih dikit temen fujodanshinya. Di follow ya, kita ngegosipin cowo cowo cakep hahaha *malah promo*