Ini adalah fanfic kedua di fandom Detective Conan Indonesia ini ^^
Kepikiran cerita, gimana ya kalau Conan, Heiji, Kaito dan Hakuba ketemu di suatu tempat secara tidak sengaja. Hahaha... Tapi, justru dengan pertemuan mereka ini, mereka menemukan arti persahabatan yang sebenarnya
Enjoy it
Warning: No romance, no yaoi, a bit bromance? I don't know, OOC, miss typo
Disclaimer: Detective Conan dan Magic Kaito milik Aoyama-sensei seorang
The Meaning of Friendship
Untuk setiap orang, teman itu memiliki arti yang berbeda-beda. Apakah teman adalah seseorang yang kau manfaatkan keberadaannya? Atau teman itu hanya ada di saat kau butuh saja?
Termasuk arti teman bagi keempat orang remaja dengan kehidupan di luar rata-rata orang normal.
'Aku mendapatkan sesuatu yang bagus, kau pasti akan suka :v.'
Detektif SMA yang terkenal, Kudo Shinichi, namun tubuhnya yang mengerut menjadi bocah SD kelas 1, menggunakan alias bernama Edogawa Conan hanya mengerutkan kening melihat SMS dari teman seprofesinya. Siapa lagi kalau bukan Hattori Heiji?
Pertama, Heiji lebih suka telepon daripada SMS. Kedua, Conan tahu sifat jahil dan unik dari temannya itu jadi daripada penasaran lebih baik menunggu sampai Heiji menjelaskannya sendiri padanya. Karena kalaupun Conan mencoba bertanya, pasti Heiji hanya akan menggodanya dengan membalas 'kau penasaran kan? Iya kan?'.
"Conan-kun, ayo berangkat sekolah, nanti kau telat!" panggilan dari sahabat masa kecilnya. Mouri Ran, menyentak Conan dari handphonenya.
"Iya, Ran-neechan," balasnya, memasukkan handphone ke sakunya dan keluar dari kamar.
IoI
"Yo! Semuanya, apa kabar?"
Ketika ada seseorang yang mengetuk pintu ketika keluarga Mouri (dan satu bocah yang ikut numpang) makan malam kemudian Ran membukakan pintu, sebenarnya sudah tidak ada yang terkejut lagi melihat kehadiran detektif SMA dari Osaka, Hattori Heiji. Mengingat, Heiji sepertinya punya jadwal tersendiri untuk datang ke Tokyo secara berkala dan mengejutkan mereka.
"Ah, Hattori-kun... Kazuha-chan mana?" tanya Ran. Heiji segera menggeleng.
"Aku datang ke sini sendiri kok," jawab Heiji kemudian bertemu mata pada Conan, yang sedang memakan makan malamnya.
"Haaa? Kau masih belum siap-siap?!" seru Heiji tidak percaya dengan suara melengking. Mendengarnya Conan hanya mengerutkan dahi.
"Maksudnya?" tanya Conan tidak mengerti. Kalau yang Heiji maksud adalah SMS yang ia kirim tadi pagi, harusnya sebagai sesama detektif Heiji mengerti kalau SMS itu kurang jelas untuk dijadikan teka-teki.
"Ah, bukannya sudah ku SMS padamu?" tanya Heiji segera membuka handphonenya. Namun, tersadar akan sesuatu dan kemudian menyeringai gugup. "Eits, pulsaku habis, SMSnya jadi tidak terkirim."
Conan memutar matanya dengan pandangan sarkartis.
"Jadi, ada apa lagi kau kemari, bocah kulit hitam? Ada kasus lagi?" tanya Kogoro dengan wajah kesal. Bocah Osaka di depannya terlalu sering mendatangi kantor dan rumahnya hanya untuk membawa masalah.
"Aku mendapatkan ini," Heiji menarik sesuatu dari saku bajunya, dua lembar kertas yang tampaknya seperti tiket. Conan tidak bisa melihatnya dengan jelas karena jarak dan tinggi tubuhnya jadi ia mendelik pada detektif Osaka itu. Heiji akhirnya sadar, jadi ia menghampiri Conan, berjongkok dan memperlihatkan tiketnya dengan jelas.
Conan kini bisa membaca huruf yang tertera pada tiketnya lebih jelas. Kemudian matanya membelalak. "I-ini kan tiket pertandingan antara Lion City dari Inggris melawan Tokyo Spirit yang diadakan besok di Hiroshima!" seru bocah berparas pintar itu dengan tak percaya.
"Hehe, hebat kan?" Heiji jelas bangga, karena Conan sekarang memandang tiket tersebut dengan mata berbinar-binar.
"Wah, hebat sekali, yang kudengar semua tiket sudah terjual habis," komentar Ran, kembali duduk di tempatnya.
"Aku mendapatkannya dari salah satu klienku secara gratis karena sudah menyelesaikan kasusnya," celetuk Heiji dengan senyum lebar.
"Jadi, kau berencana membawa bocah ini ke Hiroshima?" tanya Kogoro, tentu yang dimaksud adalah Conan.
"Ya... aku sudah reservasi hotel dan pesan tiket pesawat tapi...," Heiji menggaruk pipinya pelan kemudian beralih pada Ran dan mengatupkan kedua tangannya seperti sedang memohon.
"Nee-chan, bolehkan kuajak Conan ke Hiroshima?" tanya Heiji.
Ran mengerjapkan mata begitu pula Conan. Mereka semua tersadar, Conan masih SD, sepintar-pintarnya dirinya, tidak seharusnya ia berpergian jauh tanpa orang dewasa. Karena itu, biasanya Ran, Kogoro atau Profesor Agasa yang akan menemani. Namun, jelas kali ini Heiji ingin mengajak Conan seorang tanpa Ran maupun Kogoro.
Dan lucunya, tidak ada yang berkomentar soal kenyataan kalau Heiji meminta ijin pada Ran bukan pada Kogoro. Padahal, yang berstatus orang dewasa adalah si detektif tidur itu.
"Masalahnya aku cuma beli dua tiket pesawat dan kebanyakan hotel dekat stadion sudah penuh, jadi aku cuma dapat satu kamar untuk dua orang," jelas Heiji lagi.
"Hiroshima ya...," Ran tampak keberatan. Alasannya sudah jelas karena biasanya bila Conan dan Heiji bersama, akan terjadi sesuatu yang aneh dan cenderung membahayakan.
"Bawa saja dia, bawa saja, toh mulai besok liburan Golden Week," kata Kogoro mengibaskan tangannya, jelas senang ada hari tanpa Conan di sekitarnya. Namun, Ran masih tetap terlihat keberatan.
"Aku janji aku akan menjaganya, kumohon...," pinta Heiji lagi. Conan sedikit tersentuh dengan permohonan temannya. Ia memutuskan, ia harus ikut melakukan sesuatu.
"Ayolah Ran-neechan, aku janji akan jadi anak baik, aku boleh kan pergi dengan Heiji-niichan... boleh ya...," pinta Conan dengan nada manja dan imut.
Ran memandang Conan kemudian Heiji kemudian ke Conan lagi kemudian Heiji sebelum akhirnya mendesah. "Baiklah... apa boleh buat, tapi kamu harus sering-sering telepon aku ya," kata Ran akhirnya menyerah.
"Yeeeiii!" Conan bersorak khas anak kecil.
"Biar kubantu kau bersiap-siap," kata Ran dengan nada keibuan, Conan mengangguk senang.
Kedua detektif SMA bertemu pandang dan tersenyum senang. Kadang kedatangan Heiji membuat Conan jengah, tapi untuk kali ini, ia sangat bersyukur punya teman seperti Heiji.
IoI
"Kalau kita berangkat malam ini, kita akan tiba di kira-kira 5 jam dari sekarang. Lalu kita bisa tidur sebentar sebelum berangkat ke stadion besok pagi. Nah, karena aku yang bayar hotel dan tiket pesawatnya, maka sisanya..."
"Iya aku mengerti, aku yang bayar sisanya," jawab Conan di dalam taksi. Heiji duduk rileks di sampingnya, meletakkan kedua tangannya di balik kepalanya.
"Kau harus benar-benar berterima kasih padaku, waktu aku dapat tiket ini, aku mau memberikannya kepada orang lain. Aku kan tidak suka bola," kata Heiji lagi, menyerahkan satu tiket pada Conan. Sang bocah di sampingnya mendelik padanya dengan tajam karena sudah mengejek olahraga kesukaannya namun kemudian menggeleng dan tersenyum tipis.
"Terima kasih, puas?" katanya dengan nada sarkartis. Mendengarnya, Heiji hanya tertawa.
"Oh ya, tumben 'dia' tidak datang," komentar Conan. Heiji dengan cepat tahu siapa yang dibicarakan Conan.
"Ah, Kazuha? Dia sibuk membantu sepupunya yang mau menikah," jawab Heiji dengan muka asam.
"Oh... pantas... makanya kau menggunakan tiket ini sebagai pelarian agar kau tidak ikut terjebak membantu mengurus pernikahan itu kan?" tanya Conan dengan wajah paham.
"Enak saja! Aku juga kenal akrab dengan sepupunya, tapi kau tahu!? Kazuha secara tidak langsung mengusirku!"
Conan mengerjapkan mata sementara Heiji membuang muka dan melipat lengannya. "Dia bilang 'Heiji, kalau kau datang, berapa banyak jimat yang harus kusiapkan supaya pernikahan Aida-san berlangsung aman tanpa ada yang terbunuh?' begitu!" seru Heiji dengan penuh amarah.
Conan hanya bisa tertawa hambar dengan wajah miris. Bukan berarti ia tidak mengerti perasaan Kazuha...
"Makanya, lebih baik aku tidak datang sekalian. Supaya dia puas!" kata Heiji lagi, Conan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tapi, ini pertama kalinya kita pergi hanya berdua sejauh ini ya," kata detektif bertubuh cilik, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Iya ya, biasanya kalau tidak bersama Nee-chan, detektif payah itu juga pasti ikut," kata Heiji baru sadar.
"Kecuali saat Detective Koushien itu...," Conan teringat, meski saat itu sebenarnya Kazuha, Ran dan Kogoro pun hendak ikut tapi terperdaya suatu hal jadi tidak bersama mereka.
"Yah, Golden Week ini kita manfaatkan sebagai boys time!" Heiji mengedipkan mata pada Conan dan temannya itu tertawa kecil.
"Baiklah, aku mengerti," kata Conan, tidak mempedulikan supir taksi yang sejak tadi bingung melihat bagaimana ada anak SMA yang begitu akrab dengan anak SD namun pembicaraannya nyambung. Yah, dari luar, mana ada orang yang mengerti pertemanan di antara mereka?
IoI
"Akhirnya..."
Detektif SMA dari Inggris mendesah pelan setelah akhirnya kakinya berpijak di tanah Jepang. Ia sebenarnya agak lelah dengan kehidupannya, dimana ia sering sekali berpindah-pindah antara Inggris dan Jepang, tapi Hakuba Saguru tidak punya pilihan lain.
Ia segera berjalan di sekitar bandara berusaha menemukan pengasuhnya, yang ia panggil dengan Baaya, yang biasanya akan menjemputnya.
"Saguru-bocchama!"
Saguru segera menemukan pengasuhnya dengan cepat dan menyeret kopernya ke arahnya. "Baaya...," ia segera menyadari ekspresi bermasalah pengasuhnya. Dengan cepat ia menyingkirkan rasa lelahnya karena jet lag dan mencoba mencari tahu apa masalah yang dihadapi pengasuhnya.
"Ada masalah?" tanya Hakuba cepat.
"Ah, sebenarnya... saudara jauh anda, Kitamura-san, meninggal pagi ini," jelas Baaya. Butuh beberapa lama bagi Saguru untuk mengenali siapa yang pengasuhnya maksud.
"Kitamura-san yang tinggal di Hiroshima itu?" tanya Saguru. Ia tidak begitu dekat dengan saudara dari sisi ayahnya. Kalau yang ia tidak salah ingat, Kitamura adalah kakak ipar dari ayahnya yang sudah cukup tua. Dan yang terakhir ia dengar, ia dirawat karena penyakit diabetes yang dideritanya.
"Iya, sebenarnya Goshujin-sama seharusnya menghadiri acara pemakamannya besok, tapi...," kata-kata pengasuhnya terputus, Saguru segera paham mengapa wajah pengasuhnya terlihat begitu bersalah.
"Tapi, Tou-san tidak bisa datang, jadi beliau memintaku untuk menghadiri acara pemakaman itu?" tebak Saguru. Pengasuhnya mengangguk dengan berat hati.
Saguru menggelengkan kepalanya pelan. Baru saja ia sampai di Jepang, belum sempat masuk ke rumahnya, tapi ia sudah disuruh pergi lagi.
Tapi, Hiroshima...
"Tidak apa-apa Baaya, aku bisa pergi ke sana. Kau sudah beli tiket kan?" tanya Saguru, kini wajahnya lebih segar setelah tahu ia bisa melakukan hal lain selain menghadiri pemakaman saudara jauhnya di Hiroshima.
"Eh? Anda yakin, Saguru-bocchama? Anda pasti lelah."
Saguru segera menyugingkan senyuman. "Tidak apa-apa, kebetulan ada hal yang mau kuperiksa di Hiroshima," jelas Saguru. Baayanya masih tampak ragu, jadi sang detektif SMA menyugingkan senyumannya lebih lebar.
"Nanti biar kubawakan oleh-oleh," tambah Saguru lagi. Akhirnya Baaya-nya, mau tersenyum padanya.
"Baiklah kalau begitu, ini tiketnya Saguru-bocchama."
"Terima kasih."
Sebenarnya Saguru masih agak lelah karena jet lag, tapi tidak apa-apa. Ini sebuah kesempatannya untuk membuktikan hal yang sudah membuatnya penasaran selama ini. Jadi, tidak ada masalah.
IoI
"Anda yakin mau ke Hiroshima sendirian, Kaito-bocchama?"
Sang pesulap muda yang masih duduk di bangku SMA, Kuroba Kaito, atau yang memiliki identitas lain sebagai Kaitou Kid hanya menyugingkan senyuman penuh percaya diri pada 'asisten'nya.
"Tenanglah Jii-chan, aku cuma akan melihat-lihat saja besok, 'acara'nya akan kulaksanakan minggu depan," jelas Kaito, menyandang tas ranselnya.
"Tapi, padahal saya sendiri bisa memeriksanya sendiri ke sana," jelas Jii merasa khawatir. Kaito hanya mendesah.
"Tidak apalah sekali-kali, lagipula mulai besok libur Golden Week dan semua orang di Hiroshima sepertinya akan terfokus pada pertandingan bola besok. Tidak akan ada apa-apa, aku jamin," tambah Kaito lagi. Ia senang dengan perhatian Jii, tapi entah kapan asisten ayahnya itu akan mengerti kalau Kaito bukan anak-anak lagi.
Ocean Amethyst, sebuah big jewel legendaris dari Eropa Timur sudah mulai dipamerkan di sebuah museum di Hiroshima mulai dari hari ini. Dan tentu saja, sebagai Kaitou Kid, Kaito tidak bisa melewatkan kesempatan itu.
Lagipula, Kaito hanya akan melihat-lihat besok, belum akan melakukan pencurian jadi tidak ada alasan bagi Jii untuk merasa khawatir. Tambah lagi, sepengetahuannya Saguru masih ada di Inggris. Kecuali Kaito sudah kehilangan semua keberuntungannya, rasanya ia tidak akan bertemu detektif cilik yang menyusahkan di Hiroshima.
Semoga saja.
"Aku berangkat dulu ya, nanti kubawakan oleh-oleh!"
"Hati-hati Kaito-bocchama!"
IoI
Hal lain yang bisa membuat Shinichi, atau sekarang dengan alias Conan, merasa senang selain kasus dan novel Sherlock Holmes tentu saja, sepak bola. Ia masih tidak percaya ia bisa punya kesempatan menonton pertandingan besar antara Tokyo Spirit dan Lion City.
Sejak diiklankan di televisi, Conan sudah ingin sekali menonton. Tapi, melihat harga tiket yang ditawarkan, ia hanya bisa cemberut. Uang bukan masalah untuk seorang Kudo Shinichi, tapi sebagai Conan ia tidak bisa leluwasa menggunakannya tanpa membuat Ran merasa curiga. Jadi, ia hanya bisa menahan iri kepada semua orang yang bisa menonton laga kelas dunia ini.
Tapi, ternyata, setelah mulai menerima kenyataan kalau dirinya mungkin diikuti oleh dewa kematian setiap hari, ternyata masih ada keberuntungan yang tersisa untuk dirinya.
"Hattori! Bangun!"
Karena itu, dengan penuh semangat, yang terkesan membuatnya sesuai dengan usia tubuhnya, Conan membangunkan Heiji yang tampak terkapar di tempat tidur semenjak mereka sampai di hotel.
"Ayo bangun! Sebentar lagi waktu sarapan hotel selesai nih!" seru Conan lagi. Jam sudah menunjukkan hampir pukul sembilan, jadi mau tidak mau ia harus membangunkan detektif tukang tidur ini agar bisa mendapat sarapan.
"Uuuh... sepuluh menit lagi..."
Conan hanya mendengus. Ia kira sebagai detektif, Heiji tipe orang yang mudah terbangun. Tapi, ternyata hal itu tampaknya hanya berlaku pada saat ada kasus.
"Ayo cepat!" Conan melompat ke atas tubuh Heiji, karena ia tahu tubuhnya kecil jadi hal seperti itu tidak akan langsung membunuh temannya.
Dan temannya itu langsung berteriak kesakitan.
"KUDOOO! Brengsek! Sakit tahu!"
"Nah, akhirnya kau bangun juga, ayo cepat."
Heiji mendengus, sepertinya berusaha menahan diri untuk tidak mencekik temannya. Karena, meski seumur, tapi tampaknya Heiji tak ingin menyakiti anak kecil. Jadi, sambil menggerutu akhirnya ia bangkit dan pergi ke kamar mandi.
Tak butuh waktu lama sampai Heiji keluar, lebih rapi dan segar lalu akhirnya keluar kamar hotel bersama Conan.
"Kau ini, lain kali cari cara membangunkanku yang lebih manusiawi. Aku tahu badanmu kecil, tapi tetap saja sakit tahu kalau ditimpa sesuatu seberat 20 kg," gerutu Heiji.
"Iya, iya maaf. Habis kau tidak bangun-bangun sih," Conan menyugingkan senyuman tanpa dosa andalannya dan Heiji hanya memutar matanya.
Mereka berdua berjalan menuju cafetaria sambil bercakap-cakap, kebanyakan tentang kasus yang mereka alami baru-baru ini.
"Tenang Baaya, aku sampai dengan selamat pada jam 3, menit 37, detik 21, mili detik 15 di hotel pagi ini. Tak perlu khawatir."
Conan dan Heiji dengan serta merta terdiam. Mereka berdua saling pandang dan tahu kalau mereka memikirkan hal yang sama.
"Tunggu sebentar... kata-kata ini...," Heiji mengerutkan dahinya dengan wajah tak suka. Sementara Conan hanya tertawa miris.
Benar saja dugaan mereka, saat berbalik di sebuah tikungan menuju cafetaria, mereka melihat seorang pemuda dengan rambut pirang tengah menelepon sambil berjalan.
"Lho? Hakuba-niichan?" panggil Conan, agak terkejut melihat detektif SMA lainnya berada di hotel yang sama. Heiji menepuk wajahnya dengan wajah muram, Conan berusaha tak melihat ke arahnya. Ia tahu betul bagaimana tanggapan Heiji soal Saguru meski hanya pernah bertemu dengannya sekali, karena yang sekali lagi itu adalah penyamaran Kaitou Kid jadi tidak dihitung.
"Ah, Edogawa Conan-kun...," lucunya, Saguru menyebutkan nama Conan meski wajahnya bertemu pandang pertama dengan Heiji.
"Dan Hattori Heiji-kun," lanjut Saguru dengan wajah mencemooh. Cukup melihat ekspresinya, Heiji menahan diri untuk tidak langsung menghajar detektif sok itu.
"Kebetulan sekali kita bisa bertemu di sini," lanjut Conan dengan suara agak kekanakan. Hakuba mengangkat bahunya.
"Kau benar, kebetulan sekali, kalian ada perlu apa di Hiroshima?" tanyanya.
"Kau harusnya tahu, lihat saja bocah ini pakai baju jersey Tokyo Spirits, masih pakai bertanya," tukas Heiji dengan ketus. Memang benar, hari ini demi mendukung tim kesayangannya, Conan memakai baju seragam Tokyo Spirits meski agak tersembunyi di balik jaket sementara Heiji memakai kaus warna hijau karena tidak mendukung siapapun.
"Oh maaf, aku kurang memperhatikan. Jadi, kalian akan menonton pertandingan bola hari ini? Gara-gara itu kebanyakan hotel di sekitar stadion penuh, sulit sekali mencari kamar kosong," komentar Saguru, sama sekali tidak terpengaruh dengan sindiran Heiji. Mereka bertiga berjalan beriringan mengingat semuanya kelihatannya hendak sarapan di cafetaria.
"Hakuba-niichan sendiri kenapa ada di sini?" tanya Conan. Sedikit penasaran, jangan-jangan ada semacam kasus yang sedang diselidiki detektif SMA Inggris itu.
"Ah tidak... aku ke sini karena urusan keluarga," jawab Saguru.
"Ada yang meninggal?" tanya Heiji, kali ini sadar kalau Saguru mengenakan setelan jas serba hitam dari atas sampai bawah meski di tangannya ia membawa jaket berwarna coklat tua.
"Ya, dari keluarga ayahku, karena beliau tidak bisa datang, maka aku yang mewakilkan," jawab Saguru. Mereka bertiga pun memesan makanan mereka dan mencari tempat duduk.
Heiji mendelik tidak suka, melihat kenyataan bahwa sepertinya mereka terjebak untuk sarapan bersama di meja yang sama. Ia melotot pada Conan, yang tampaknya tak mau membalas tatapannya. Mungkin karena detektif cilik itu juga tak tahu cara agar mereka berdua bisa sarapan di meja yang berbeda dengan Saguru. Lagipula, tidak seperti Heiji yang tidak begitu suka pada Saguru, Conan tidak ada masalah dengan detektif berambut pirang tersebut.
"Tapi, kenapa Hakuba-niichan menginap di hotel seorang diri?" tanya Conan lagi.
Saguru mengerjapkan mata kemudian tersenyum padanya. Biasanya, pada saat acara pemakaman, maka bila tidak menginap di rumah keluarga, maka rombongan keluarga yang datang dari jauh akan mereservasi hotel untuk menginap bersama.
Kenyataan kalau dari seluruh orang yang ada di cafetaria hanya Saguru yang mengenakan pakaian serba hitam, menjawab kalau detektif blasteran itu menginap seorang diri.
"Aku masih kagum dengan kemampuan deduktifmu, Conan-kun. Jawabannya, selain menghadiri acara pemakaman keluargaku, aku ada sedikit urusan di Hiroshima, jadi aku menginap di hotel supaya lebih dekat," jelas Saguru lagi dengan senyum yang tampak senang.
"Oh ya?" Conan memajukan badannya, jarang melihat Saguru tampak senang.
Senyum Saguru makin menyimpul, tampak senang melihat Conan tertarik pada hal yang menariknya juga. Sementara, Heiji hanya cemberut sambil menanti sarapan mereka. Tampaknya tak begitu tertarik.
"Sejak kemarin, permata Ocean Amethyst dipamerkan di museum Hiroshima. Permata besar dari Eropa Timur yang memiliki sejarah yang cukup panjang," jelas Saguru. Conan mendengarkannya dengan seksama.
"Jangan-jangan, Kid...?" tebak Conan. Saguru tersenyum karena detektif cilik itu dengan cepat menangkap yang ia maksud.
"Sebenarnya belum. Belum ada pemberitahuan dari Kid sampai sekarang. Hanya saja, aku ingin mencoba cara lain. Selama ini aku meneliti sebuah permata setelah Kid mengirimkan pemberitahuan, tapi kali ini aku ingin melihat permata itu sebelumnya," jelas Saguru.
"Heh, belum tentu Kid akan mencuri permata itu. Tahu darimana kau?" sindir Heiji, akhirnya ikut bicara.
Saguru hanya tersenyum dengan penuh keyakinan. "Tentu aku tidak bisa menjamin. Tapi selama ini, kebanyakan Kid mengincar big jewel yang memiliki nilai sejarah. Tidak ada salahnya menyamakan selera dengan mangsa yang sedang kau buru, dengan begitu mungkin aku bisa lebih mengerti jalan pikirnya."
Conan mengangguk. Itu bukan jalan yang buruk, mengingat gerakan Kid terlalu sulit untuk ditebak.
"Cih, buang-buang waktu saja," Heiji akhirnya bisa tersenyum sedikit saat sarapannya datang.
"Sepertinya, selera kita memang berbeda, Hattori-kun, tidak mengherankan," sindir balik Saguru. Conan hanya bisa tersenyum tipis melihat interaksi para detektif di sekitarnya. Ia tidak bisa menyalahkan mereka, karena memang pada dasarnya sifat Heiji dan Saguru terlalu bertolak belakang sehingga wajar mereka sulit akur.
Mereka makan dengan suasana canggung. Saguru memasang wajah netral, Heiji memasang wajah masam sedangkan Conan yang terjebak di antara mereka berdua hanya bisa mengasihani dirinya sendiri.
"Aku ke toilet dulu," ujar Heiji, segera bangkit dan meninggalkan meja. Conan hanya bisa memandang piring yang sudah tandas dengan tampang takjub.
"Benar-benar orang yang tidak punya adat," gumam Saguru pelan namun masih terdengar, yang makan dengan table manner yang sempurna, membuat Conan tidak tahu harus berkomentar apa.
IoI
Heiji tidak bisa akrab dengan Saguru. Ia mengakui kemampuan deduksi Saguru, yang sayangnya untuk Heiji, masih berada di bawahnya maupun Shinichi, tapi Heiji tak bisa suka dengan orang itu. Sikapnya yang sok dan merendahkan orang lain membuat Heiji merasa kesal.
Kenapa sih mereka harus satu hotel dengan detektif menyebalkan itu? Apalagi, Conan tampaknya biasa saja, atau malah, cukup akrab dengan Saguru.
Menyebalkan...
Heiji berhenti berpikir saat ia bertubrukan dengan seseorang setelah keluar dari toilet. "Oh maaf, maaf," serunya cepat namun ia segera terdiam saat bertemu wajah dengan orang yang ditubruknya.
Wajah itu, mata itu, tinggi badan serta bentuk tubuh itu...
"KUDOOOO!?"
IoI
Kaito selama ini merasa ia adalah orang yang beruntung. Bukan berarti ia mengandalkan keberuntungan semata, tapi bila tanpa keberuntungannya, mungkin Kaito sudah tewas ditembak atau meledak bersama gerbong kereta.
Tapi, seperti biasa, ada kalanya keberuntungannya meninggalkannya. Seperti hari ini.
Dari semua tempat di Jepang, kenapa ia harus bertemu dengan detektif dari Osaka, Hattori Heiji, di hotel tempat ia menginap?
Memangnya di sini ada kasus, lagi?
Dan lagi, Heiji malah mengira Kaito itu Shinichi. Bagaimana ia menjelaskannya? Karena, sebagai Kuroba Kaito, jelas ia tidak kenal dengan Heiji...
Sebelum Kaito bisa meluruskan masalahnya, ia mendengar dua langkah kaki yang sialnya, sudah sangat familiar di telinganya.
"Ada apa, Hattori!?" seru suara yang sangat familiar bagi Kaito. Ia ingin menangis dalam hati kemudian langsung melompat dari jendela saat ini juga. Meski membelakangi orang itu, ia tahu siapa yang ada di balik punggungnya.
Sedangkan Heiji masih menatapnya, seperti sedang menatap hantu. Jari telunjuknya menunjuk ke arahnya dengan gemetar.
"Ku-ku...ku-ku..."
Akhirnya, seorang detektif cilik dan detektif berambut pirang sampai di hadapan mereka. Heiji sibuk menoleh pada Kaito kemudian pada Conan kemudian pada Kaito lagi kemudian pada Conan.
"Hattori?"
Kemudian Conan menoleh padanya dan ikut terpaku.
"Kuroba-kun?"
Dan tentu saja Saguru langsung mengenalinya meski Kaito sudah memakai topi untuk menyembunyikan wajahnya.
"Kuroba?" tanya Heiji bingung.
Kaito mendesah. Jujur di balik wajah poker facenya, ia benar-benar ingin menangis sekarang. Dalam hati ia menyesal kenapa kemarin malam ia tidak menerima tawaran Jii saja.
"Yo, Hakuba, sial sekali bisa bertemu denganmu di sini," ejek Kaito, menuai delikan dari Saguru kemudian menoleh pada Heiji. "Dan tambahan, kau salah orang, aku bukan Kudo."
"Kudo Shinichi maksudmu?" Saguru terlihat bingung, sepertinya hanya satu-satunya orang di sana yang tidak tahu soal kemiripan antara Kaito dan Shinichi. Sementara Shinichi yang asli, sudah berganti ekspresi dari terkejut menjadi penuh curiga.
Oh... gawat...
"Iya, detektif SMA yang terkenal itu kau tahu? Dari dulu aku selaluuu saja dikira dirinya, menyebalkan sekali," tambah Kaito. Sebagai tambahan, yang ia bicarakan itu kenyataan. Mereka memang mirip, sampai ke taraf yang mengerikan. Banyak masalah yang sempat Kaito alami gara-gara ia mirip dengan Shinichi. Tapi, setelah jadi Kaitou Kid, Kaito agak bersyukur ia mirip dengan detektif itu karena memudahkannya bila mau menyamar jadi Shinichi.
Tapi, kemiripan wajahnya yang membuatnya sial hari ini.
"Yah, memang mirip sekali sih...," celetuk Heiji, masih tampak tidak percaya. Kaito mendesah dan membuka topinya, untuk memperlihatkan rambutnya yang berantakan, berbeda dengan Shinichi yang selalu tersisir rapi.
"Namaku Kuroba Kaito, dan aku bukan Kudo Shinichi, ataupun kembarannya. Salam kenal," Kaito memutuskan untuk menunjukkan sedikit sulapnya, memunculkan sebuah burung merpati dari kepulan asap.
Heiji agak terkejut. Dan Conan kelihatan makin curiga. Oh ya sudahlah, toh Saguru juga sudah tahu kalau Kaito adalah pesulap, berusaha menyembunyikan kenyataan itu akan menyudutkannya nanti. Jadi, sebaiknya pasang wajah poker face dan bersikap seakan tidak tahu apa-apa.
"Aku tidak tahu semirip apa dia dengan Kudo-kun, tapi aku bisa menjamin dia Kuroba-kun, kau salah orang Hattori-kun," tambah Saguru karena Heiji masih agak syok.
"Oh... ya... uhm... aku mengerti," Heiji gelagapan. Ia mencuri pandang ke Conan kemudian ke Kaito dan memutuskan untuk menarik napas panjang kemudian tersenyum padanya.
"Maaf mengagetkanmu, tapi kau benar-benar mirip sekali dengan Kudo," jelas Heiji. Kaito segera menggeleng sambil menyugingkan seringai ala kucing.
"Tidak masalah," jawabnya.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di sini, Kuroba-kun?" tanya Saguru dengan wajah penuh selidik. Ada senyuman puas terpulas di bibirnya yang membuat Kaito merasa tersudut. Kaito bertanya dalam hati apakah Saguru tahu soal Ocean Amethyst... ah pasti dia tahu, makanya iamerasa seperti menangkap basah Kaito di sini.
"Aku? Ini kan Goden Week, jadi aku berencana untuk mengunjungi pesulap kenalan ayahku," jelas Kaito.
"Oh ya? Namanya?" tanya Saguru lagi. Kaito mendengus, sudah tahu ia sedang diinterogasi sekarang.
"Miyazaki Sakurazaki, dia tinggal tak jauh dari sini, kau bisa menyelidikinya kalau kau mau," jelas Kaito lagi. Dalam hati bersyukur ia memang ada rencana mengunjungi pesulap senior itu. Jadi, ia memang tidak bohong.
"Tak kusangka, kupikir kau akan menghabiskan liburan bersama Aoko-kun seperti biasa," tambah Saguru lagi, tampaknya masih curiga.
Kaito mendesah panjang. Saguru curiga padanya di depan Conan dan Heiji hanya akan membuat keadaan makin buruk. "Dengar ya, Hakuba-kun, aku tidak tahu bagaimana pikiranmu selama ini. Tapi, aku butuh seseorang untuk mengajariku main sulap karena, kau pasti tahu, ayahku meninggal saat aku kecil, dan aku tidak bisa belajar semua trik sulap seorang diri. Miyazaki-san itu semacam guru bagiku. Puas?"
Ya, itulah kenyataannya. Miyazaki berperan besar dalam perkembangan sulap Kaito, meski tidak sepenuhnya. Ayahnya sempat mengajarinya banyak trik sulap, tapi untuk beberapa trik sulap yang lebih berbahaya sebagian kecil diajarkan oleh Miyazaki dan sebagian besar dipelajari oleh Kaito sendiri dengan susah payah. Sedikit berlebihan menyebut Miyazaki seorang guru, tapi hanya pesulap senior itu yang mengajari Kaito sulap selain ayahnya.
Mendengar semua itu, Saguru tampak terlihat agak bersalah. "Maaf sudah curiga padamu, Kuroba-kun."
Kaito mendengus, tahu kalau Saguru masih cukup curiga padanya.
"Aku sama sekali tidak tahu kau punya kenalan seorang pesulap...," komentar Heiji. Kaito dan Saguru menoleh padanya.
"Dia teman sekelasku," jawab Saguru dengan senyuman kecil.
"Aku Edogawa Conan, salam kenal!" seru Conan dengan wajah riang dan senyuman tanpa dosa. Kaito berusaha untuk menekan senyuman sarkartis muncul di wajahnya.
"Salam kenal, Conan-kun," balasnya.
"Dan aku Hattori Heiji, detektif dari Osaka, salam kenal," kata Heiji, kali ini syoknya sudah sepenuhnya hilang dan tampak lebih rileks menghadapi Kaito.
"Sebagai seorang pendukung setia Kid, kau harusnya kenal siapa Conan-kun kan?" interogasi Saguru lagi. Kaito ingin sekali menonjok detektif teman sekelasnya itu, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Ya, aku tahu. Kau bocah yang sering menggagalkan pencurian Kaitou Kid kan? Aku sering baca di koran," jawab Kaito dengan berat hati. Conan memang cukup sering muncul di koran terutama setelah aksi pencurian Kaitou Kid, jadi cukup wajar rasanya sebagai Kuroba Kaito, ia mengenalinya.
"He... jadi Kuroba-niichan pendukungnya Kid ya?" tanya Conan lagi dengan wajah polos. Tapi, Kaito tahu betul itu semua cuma akting.
"Iya, dia kan pesulap hebat. Aku kagum padanya," jawab Kaito, berusaha mengontrol agar poker facenya tidak lepas.
"Ah, Ku-Conan, kita harus berangkat sekarang kalau tidak kita bisa terlambat!" seru Heiji sambil melihat jam tangannya, membuat Kaito senang karena akhirnya bisa keluar dari pandangan detektif cilik itu.
"Oh sial! Kalau begitu, sampai nanti, Hakuba-niichan, Kuroba-niichan! Kau harus tunjukan sulap padaku lagi lain kali ya!" seru Conan dengan wajah polos sebelum berbalik dan berlari bersama Heiji.
Kaito hanya bisa menangis miris dalam hati. Mimpi apa ia kemarin malam sampai bisa terjebak di hotel yang sama dengan tiga detektif paling pintar yang ia tahu?
"Sayangnya aku juga punya urusan, sampai jumpa lagi, Kuroba-kun," kata Saguru penuh senyum.
Senyuman itu artinya 'kalau kau tiba-tiba check off dari hotel ini, aku akan semakin curiga padamu'.
Kaito benar-benar ingin melompat dari jendela sekarang dan langsung terbang kembali ke rumahnya.
Mendiang ayahnya pasti sedang menertawakannya di dalam alam kubur sekarang.
IoI
"Dia mirip sekali denganmu Kudo... kau yakin dia bukan saudara kembarmu?"
Conan menahan diri untuk tidak memutar matanya. Ia bisa melihat kemiripan dirinya dengan Kaito, rasanya seperti melihat cermin andaikan tubuhnya tidak mengecil. Tapi, mungkin justru karena dibandingkan dengan dirinya, Conan tahu ada perbedaan antara Kaito dengan dirinya. Seperti rambutnya yang berantakan, warna mata Kaito lebih gelap dan bentuk matanya lebih bundar.
"Dia bukan kembaranku, aku anak tunggal," tandas Conan.
"Tapi kau kejam sekali... seharusnya kau bilang dong kalau punya kenalan orang seperti dia, aku kan kaget," gerutu Heiji membuat salah satu alis Conan naik.
"Apa maksudmu? Dia bukan kenalanku...," balas Conan. Sekarang, Heiji yang kelihatan bingung.
"Lho? Lalu, kenapa kau bersikap seperti itu padanya?" tanya Heiji.
Conan segera paham, biasanya Conan cenderung menjauhkan diri dari orang asing, kecuali ada maksud tertentu. Tapi, baru saja kenal Kaito, ia sudah meminta Kaito untuk menunjukkan sulap lagi padanya.
"Bukannya aku sudah pernah cerita padamu, Hattori? Kid punya wajah yang mirip denganku, cukup mirip sampai ia hanya butuh sedikit make up untuk menyamar jadi diriku," jelas Conan.
Mata Heiji langsung membelalak mendengarnya. "Tunggu dulu, jadi maksudmu, dia..."
"Apalagi kurasa Hakuba juga curiga padanya, dari caranya bertanya pada Kuroba tadi, kurasa ia juga curiga kalau Kuroba itu Kid."
Mulut Heiji menganga terbuka tak percaya.
"Jadi, itu artinya kita sehotel dengan si detektif menyebalkan itu dan tersangka utama Kaito Kid?"
Conan hampir mendengus mendengar perkataan Heiji yang terkesan konyol. Memang bisa dibilang, kondisi mereka sekarang aneh. Cukup aneh sampai Conan sendiri merasa sulit untuk mempercayainya.
"Setidaknya, jangan sampai ada mayat di stadion...," gumam Conan dengan getir.
"Haha, jangan terlalu berharap...," timpal Heiji dengan tawa miris.
TBC
Ide ini muncul dengan cara yang aneh. Pengen bikin situasi dimana Kaito, Conan, Heiji dan Hakuba ketemu nggak sengaja, tapi nggak mau kalau ceritanya jadi terlalu berat. Fanfic ini akan mengeksplore persahabatan antara Kaito dan Hakuba serta Heiji dan Conan, tapi ada mereka semua akan berinteraksi bersama.
Nah, tolong reviewnya ^^
Semakin banyak review, semakin aku termotivasi untuk nulis...
