Title : Warm Ice

Cast : Wu Yifan / Kris, Kim Joon Myun / Suho, KrisHo Pair,

Rating : T

Genre : Romance, Fluff, Humor (semoga enggak gagal)

Warning! : typo(s) yang bertebaran, EYD berantakan, author abal-abal, de el el…

.

.

Seperti hukum fisika dimana kalor dapat melelehkan sebuah es pada suhu tertentu…

Begitu juga dengan perasaan manusia..

Yang dapat meleleh karena orang lain.

.

.

Warm Ice

[Chapter 1]

.

Di sebuah sudut perpustakaan dengan rak berjajar membentur lorong-lorong dengan tinggi hingga lebih dari 2 meter. Seorang pria mungil dengan rambut hitam itu meloncat-loncat dengan kesal demi meraih deretan buku di rak paling atas untuk mengerjakan tugas fisika miliknya yang belum selesai, sudah hampir 30 menit dia mengutuk siapa saja yang menciptakan rak tinggi dan tidak memikirkan nasib orang yang masuk dalam kategori pendek.

"Demi tuhan! Siapa sih yang membuat rak setinggi ini?" runtuknya kesal dengan terus meloncat-loncat hingga jenuh.

Seperti biasa, penderitaan orang pendek yang harus rela meloncat untuk dapat meraih buku di rak paling atas perpustakaan. Dengan tingginya yang hanya menyentuh 173 cm di usianya yang ke 17 tahun ini membuatnya meruntuk tidak terima. Kurangkah dia minum susu dan bermain skipping setiap pagi?

Hanya tuhan yang bisa menjawabnya…

"Ah!"

Suho mengerjap saat dia merasa ada tangan terjulur, berasal dari seseorang di belakangnya yang jauuuuh lebih tinggi darinya. Dengan tinggi hanya menyentuh telinga pemuda itu, Suho baru kali ini merasa seperti orang kerdil.

"Terima…"

Dia kira namja di balakangnya ini akan membantunya mengambil buku tentang Induksi Elektromagnetik yang dia perlukan, namun ucapan terima kasihnya putus begitu saja saat tangan kekar itu malah mengambil buku tentang Hukum Energi yang akan dia pelajari di materi berikutnya.

Suho menoleh dan melihat wajah orang yang ada di belakangnya itu. Orang tinggi yang bahkan tidak mau membantunya.

"Kris?"

Namja yang lebih kelihatan seperti kulkas atau freezer berjalan itu hanya memandangnya dengan tatapan biasa yang datar seperti papan cucian. Tidak memberikan kesan menyenangkan dan hanya memberikan gumaman singkat sebelum berlalu.

"Oh."

Kali ini Suho benar-benar cengo bukan main. Si Pangeran Es paling menyebalkan seluruh dunia itu dengan teganya membiarkan dirinya kembali meloncat-loncat hanya untuk mengambil sebuah buku. Mati saja kau Kris!

"Ya Tuhan, kenapa juga harus ada makhluk seperti dia? Sehari-hari makan es batu ya?"

Suho tak berhenti menyumpahi namja tinggi yang kini tengah menuju meja pengawas dan meminjam buku yang tadi dia ambil. Tidak macam-macam sumpah serapah namja manis itu, dia hanya berharap tinggi Kris berkurang dan disumbangkan kepadanya yang notabene masuk golongan manusia pendek di kelas – bahkan satu sekolah.

.

.

Namanya Kris, Wu Yi Fan, Wu Fan, Yi Fan, Kevin atau siapa saja terserah karena Suho sendiri tidak peduli dan sangat heran bagaimana 1 orang dengan wajah sama, sifat sama serta bentuk badan sama bisa punya banyak nama yang Suho sendiri tidak yakin bisa menghafal semuanya.

Namun, seluruh murid – bahkan guru juga, memanggilnya Ice Prince atau Kris Si Pangeran Es. Awalnya Suho mengira trademark itu disematkan kepada Kris hanya karena namja dengan tinggi sekitaran 188 cm itu suka minum es di kantin sekolah mereka – yang tentu saja dugaan Suho ini salah besar. Atau juga, Kris suka sekali dengan es dan salju.

Baru saja saat kenaikan kelas musim semi lalu Suho menyadari kalau Kris dipanggil Pangeran Es karena sifatnya yang dingin. Meski begitu, semua orang tertarik padanya, bagaimana rahangnya yang tegas dan suara yang berat saat membacakan sebuah bacaan di depan keras, dia yang jika berjalan di koridor maka orang-orang akan otomatis memberinya jalan, rambutnya pirang gelap sedikit keemasan dan suka berganti gaya, serta wajah datar dan juga telinga yang lebih sering tersumpal oleh earphone itu.

Sebenarnya Suho sudah tahu Kris sejak dia kelas 1 SMA, namun baru saat kelas 3 ini dia sekelas. Namun Suho tak pernah berhubungan langsung dan tidak terlalu peduli dengannya yang merupakan bintang sekolah. Dia hanya tahu Kris pernah menjadi kapten klub basket yang menang pertandingan Nasional tahun lalu. Lagipula Suho tak mengerti jalan pikiran orang-orang yang ada di sekolahnya ini, bagaimana bisa orang yang tidak jelas ekspresinya ini bisa jadi pujaan hati orang banyak? Bodoh sekali.

.

.

"Bayangkan aku harus di perpustakaan 30 menit untuk meloncat seperti itu! Dan tidak ada yang mebantuku? Dunia ini kejam! Kenapa aku begitu pendek?" Suho menggeram gemas sambil hendak menggigit pensilnya.

"Jangan begitu, nanti kau juga tinggi! Apa salahnya pendek?" hibur Luhan, sahabat sekaligus teman yang duduk sejajar dengannya itu.

"Apa salahnya? Semuanya salah Lu! Huwee… bagaimana nanti kalau aku terus-terusan pendek sampai tua?" rengek Suho makin menjadi dan kini dia benar-benar menggigit pensil 2B miliknya, hingga Luhan yakin kalau sebentar lagi pensil itu akan patah menjadi dua.

"Ya ya! kalau begitu kan kau bisa menikah dengan orang yang lebih tinggi darimu? Lagipula kau manis kok kalau pendek."

Wajah Suho perlahan mendatar "Apasih? Manis? Apa manis persamaan dari bulat Lu? Biasanya kau mengataiku bulat."

Luhan tertawa dan mengacak rambut sahabatnya. Tak menyadari kalau seseorang menatapnya dengan pandangan dingin dari sudut kelas, sebelum mata itu tertutup dan lebih memilih untuk tidur.

.

.

"Kelompok tugas fisika kali ini saya akan menentukannya sendiri."

Suho mendesah kecewa. Itu berarti kesempatannya sekelompok dengan Luhan akan semakin kecil karena dia bisa saja dipasangkan dengan 21 siswa lain di kelasnya oleh Lee Songsaengnim yang rambutnya beruban itu.

"Kalian bisa melihatnya di kertas ini dan kerjakan sesuai dengan perintah. Kalau begitu kalian bisa istirahat. Saya permisi."

Lee songsaengnim meletakkan selembar kertas berisi daftar kelompok dan bahan materi di maja guru dan berjalan keluar ruangan. Membuat seluruh murid berhamburan ke depan kelas demi memastikan mereka mendapat pasangan dengan siapa.

"Ho, kau dengan siapa? Aku dengan Baekhyun," tanya Luhan yang disampingnya kini ada Baekhyun yang tersenyum lebar seperti biasa "Kami dapat materi Bab 9, kamu?"

Suho menggeleng kecil "Belum tahu, sebentar aku akan melihatnya, semoga saja aku sekelompok dengan kyungsoo."

Kyungsoo si ahli fisika dan selalu mendapatkan nilai sempurna di setiap tesnya. Dijamin, kalau sekelompok dengan namja bermata bulat ini, nilaimu akan sempurna.

"Kim joon myun… kim joon myun! Aha!"

Suho menelusuri nama sebelah namanya dan mendapatkan nama Wu Yi Fan terpampang dengan indahnya di sebelah namanya.

Pria bermata angel ini diam, bisu.

Tidak! Ini buruk!

Suho memandang si Pangeran Kulkas itu tengah tidur di bangkunya yang ada di pojok dekat jendela sambir mendengarkan lagu, tak peduli dengan kelasnya yang ribut seperti pasar sayur.

"LUUUU….." Suho merengek manja "Aku sekelompok dengan manusia papan itu! Huwee.."

Luhan terkekeh "Jangan coba-coba ganti pasangan Joon, nanti Lee Songsaengnim akan menghukummu dengan essay 500 soal."

"Tapi kenapa harus tiang jelek itu? Huwee aku tidak mau, nanti nilaiku 0 bagaimana?"

Suho bertanya dengan nada histeris dan terkesan berlebihan. Sebenarnya tidak ada masalah sih, toh Kris juga bukan orang bodoh atau autis. Tapi namja itu sangat susah diajak kerja kelompok.

"Jangan begitu! Sudah, temui dia dan bicara baik-baik! siapa tahu juga nanti kau tertarik dengannya," Luhan menggoda Suho dan membuat perasaan Suho makin kalut dan berkecamuk hebat.

"LU!" teriaknya nyaring saat sahabatnya itu malah menggodanya.

Menyukai Lemari Pendingin berjalan ini merupakan hal yang paling absurd sedunia selain melihat orang minum jus pisang dicampur bawang.

Menggelikan.

.

.

"Aku akan menyuruhnya mengerjakan hal mudah saja. Yang lain aku akan mengerjakannya sendiri. Daripada nilaiku 0 dan harus ikut remedial test saat liburan ini lebih baik," Suho melingkari bagian di lembar materi yang dia dapatkan mengenai Bab 11.

Luhan yang ada di depannya sambil meminum bubble tea hanya bisa melihat sahabatnya seperti terkena oleh alergi. Alergi terhadap Kris.

"Kau itu bersikap kalau Kris memang seseorang yang jahat dan sangat mengerikan. Kamu kan tidak pernah berinteraksi dengannya, jangan menilai orang dari penampilan luar dong!"

Suho mendengus dan membalik lembaran lain, "Kau pernah bilang kalau penampilan mencerminkan kepribadian orang. Bagaimana pendapatmu tentang manusia kulkas yang berjalan seolah tidak ada yang menarik di sekitarnya?"

Luhan bungkam. Ingin rasanya dia menggunting poni Suho yang panjang dengan gemas, selain cerewet sahabatnya ini begitu keras kepala dan Luhan sampai heran menghadapinya.

"Jangan keras-keras nanti dia dengar!" Luhan menepuk kepalanya sendiri karena Kris hanya berjarak 4 bangku dari mereka. Kalau naga jangkung itu mengamuk, Luhan tidak mau ikut terseret.

"Biar saja. Pokoknya kalau sampai nilai laporanku jelek aku akan menyalahkan orang itu, menyebalkan."

Namja bermata rusa ini benar-benar tidak mengerti bagian mana dari Kris yang salah terhadap Suho. Luhan tahu, Suho kesal karena namja bermarga Wu itu tidak menolongnya waktu di perpustakaan. Namun sikap Suho sungguh berlebihan mengingat sebelumnya Suho tidak pernah berurusan – dan tidak mau juga, dengan seorang bernama Kris di sekolah ini.

Luhan hampir saja tersedak bubble tea rasa coklat yang dia minum saat matanya tidak lagi mendapati Suho di bangku sebelahnya. Dia menelusuri kelas dan melihat namja pendek yang cerewet itu mendekati Kris dengan langkah sengaja dibuat semenyeramkan mungkin. Duh, kalau sampai Suho buat masalah dengan Kris Luhan akan langsung mengundurkan diri dari statusnya sebagai teman setia Suho.

"YA! WU!"

Suho berteriak dan mencabut headset yang menyumpal lubang telinganya. Membuat Kris membuka mata dan menatap Suho dengan wajah datar seperti biasanya. Saat Suho menghempaskan setumpuk lembaran di depannya, Kris melirik judul besar di atasnya yang ternyata lembar materi dan pertanyaan yang harus diisi.

"Kerjakan yang sudah aku tandai dan serahkan padaku paling lambat lusa depan. Jangan lupa!"

Kris menarik tumpukan itu dan sekali lagi hanya bergumam yang membuat Suho makin kesal dan marah.

"Oh."

Dan seperti biasa itu adalah jawaban dari Kris si hemat bicara.

"Ugh!"

Suho berbalik tanpa mengucapkan permisi lalu menyeret tubuh Luhan keluar dari kelas menuju kantin disertai tatapan bingung namja berambut coklat caramel bermata rusa itu.

.

.

"Kau kenapa sih?" tanya Luhan heran "Kris bahkan tidak melakukan apapun padamu tapi kau kesal dan marah-marah padanya."

"Justru itu yang membuatku marah lu!"

"Itu? Apanya?" Luhan sepertinya bisa jadi bodoh kalau menyangkut masalah Suho yang sama sekali tidak dia mengerti ini.

Suho dengan kasar menyandarkan punggung sempitnya ke bangku dan melipat kedua tangannya "Dia sama sekali tidak punya ekspresi membuatku kesal."

Luhan diam, menyimak segala luapan emosi sahabatnya.

"Kenapa dia bisa enak mengatakan semuanya tanpa ekspresi? Kenapa dia tidak pernah mau melibatkan dirinya pada apapun? Kenapa juga dia bisa mengatasi segala situasi apapun dengan wajah seolah tidak mau tahu! dia kira aku yang ada di depannya ini tembok? Aku juga tidak suka bicara dengan seonggok papan seperti orang gila."

"Suho…"

"Kenapa? Kenapa ekspresinya selalu begitu? Aku tidak suka yang seperti itu karena aku jadi tidak tahu, saat dimana dia berbohong atau tidak…"

Luhan tahu sahabatnya bukan sekedar orang yang cerewet dan ceroboh. Suho sangat lembut, dia memikirkan semuanya dengan sangat baik dan bahkan hal yang tidak disadari oleh yang lainnya. Dan mungkin Suho yang senang mengekspresikan perasaannya dengan jujur itu, tidak suka Kris yang tanpa ekspresi.

"Dia bahkan tidak pernah memperhatikan keadaan sekitarnya! Bodoh! Tiang itu bodoh!"

"Ho, seseorang pasti punya alasan kan, lagipula kenapa kau bisa semarah ini aku juga tidak mengerti, tapi kalau itu yang diinginkan Kris, lebih baik kau tidak perlu menganggunya."

Suho merasakan Luhan membelai rambutnya dan tersenyum "Lagipula Kris terlihat seperti bukan orang jahat."

Namja mungil itu mengangguk kecil. Kris lebih terlihat seperti orang yang tenang daripada seperti orang yang suka mencuri atau anggota geng motor.

"Aku juga berfikir… kalau Kris itu bukan orang yang suka berbohong…" lanjut Luhan.

Luhan berdiri dan menggandeng tangan Suho untuk segera pergi dari meja kantin, Luhan kemudian melingkarkan lengannya di pundak Suho dan tersenyum kecil.

Sementara keduanya tidak menyadari, sesosok pemuda dengan headset ditelinganya itu melihatnya dari jauh. Tangannya dia masukkan ke saku dan melihat dua namja itu pergi. Tatapannya tajam, membuat orang disekelilingnya lebih suka menjaga jarak.

Namja berambut pirang itu kemudian berlalu sebelum mendesis kecil.

"Bodoh!"

.

.

"Suho, mau tidak ke game centre? Kudengar ada game baru disana?" tawar Luhan setelah bel pulang sudah berbunyi dan Hwang Songsaengnim yang mengajar Sejarah sudah keluar ruangan.

Suho menyandang tasnya di bahu lalu menggeleng kecil "Maaf Lu, aku mau mengerjakan laporanku dulu, aku takut tidak selesai nantinya, kita kan hanya punya waktu tidak sampai satu minggu."

Luhan menepuk dahi "Oh ya! aku lupa laporan itu, nanti aku akan hubungi Baekhyun untuk ke rumah dan mengerjakan bersama saja."

Keduanya lalu berjalan keluar kelas menyusuri lorong koridor menuju gerbang sekolah. Di tengah perjalanan kesana, Suho menghela nafas panjang.

"Huft! Apa Kris tidak lupa dengan tugasnya ya?" gumamnya.

Luhan malah menepuk pundak Suho dan tertawa ringan "Tak selesai juga kau pikirkan masalah Kris? apa jangan-jangan kau tertarik dengannya?"

Suho balas mendengus sebal "Bukan begitu! Tapi untuk tertarik, aku lebih tertarik bagaimana cara melebarkan bibirnya agar dia mau tersenyum."

Namja manis itu menoleh saat melihat Luhan menjentikkan jarinya "Jadi kenapa kau tidak buat dia tersenyum saja? Atau setidaknya punya ekspresi selain datar, sedatar tembok."

"Entahlah, boleh juga sih, lagipula dia bukan tipe orang yang suka urusannya dicampuri. Aku terlanjur kesal dengan orang itu jadi aku tidak mau merepotkan diriku sendiri untuknya!'

Luhan dan Suho berpisah di perempatan jalan karena Luhan ingin mengunjungi klinik dokter gigi kakaknya dulu. Suho sendiri juga harus segera pulang karena eommanya akan khawatir kalau Suho tidak pulang-pulang.

Jadi kenapa kau tidak buat dia tersenyum saja?

Suho mengedip dan melamun memikirkan perkataan Luhan saat namja yang hobi sepak bola itu sudah tak ada di sampingnya.

"Huh!" Suho mendengus panjang sebelum menendang batu dan menatap langit yang mulai mendung.

Dalam hatinya, dia menggumam.

"Sebenarnya aku juga penasaran sih, bagaimana wajahnya saat tersenyum …"

.

.

Esoknya, Luhan, Baekhyun dan Suho sedang berbincang di bangku mereka saat bel sudah menandakan pulang sekolah, mereka masih membicarakan tentang film baru yang sudah keluar di bioskop dan berencana nonton bersama.

Baekhyun yang punya ide seperti itu karena dia punya hadiah 3 tiket gratis dari ayahnya. Karena ayah Baekhyun tidak suka film anak muda, beliau memberikannya pada anaknya. Alhasil, Baekhyun memberikan 2 tiket yang lain pada Luhan dan Suho.

"Baekhyun gomawooo kau benar-benar teman baikku!" Luhan mengguncangkan tangan Baekhyun sementara Suho menggoyang-goyangkan pundaknya.

"Iya iya aduh kalian ini, aku pusing!" Baekhyun bercicit di tengah kehisterisan Suho dan Luhan.

Baekhyun merasakan kepalanya berputar karena sudah 5 menit digoncangkan oleh dua temannya sambil berteriak tidak jelas.

Namun, kegembiraan ketiga orang anak ini harus rela terintrupsi oleh kehadiran seseorang berpostur tinggi dengan sebuah headphone yang dikalungkan di lehernya. Tasnya dia sampirkan di bahu kanan dan menggunakan jaket berwarna abu-abu.

"Kris?"

Kris melemparkan kertas yang Suho yakini adalah laporan dan bahan materi tepat di meja depannya. Suho menatapnya setengah heran dan takjub karena Kris benar-benar tidak lupa dengan tugasnya.

Luhan dan Baekhyun diam, menyaksikan kedua orang yang sangat berbeda – baik dari fisik dan kepribadian, itu beradu pandang singkat.

"Sudah. Aku pulang dulu."

Kris berbalik dan Suho tersenyum sambil mengucapkan terima kasih dengan keras, Suho tidak menyangka karena Kris bisa menyelesaikan bagiannya dengan cepat. Dia bernafas lega, setidaknya dia bisa selamat dari ancaman nilai 0 dan essay 500 soal.

"Gomawo!"

Tak ada tanggapan dan Kris berlalu pergi menyisahkan senyuman di bibir lembut Suho. dengan perasaan bahagia karena dia yakin kalau laporannya akan sebagus milik Kyungsoo, Suho membuka lembar pertama kertas yang distapler pada ujungnya itu.

"Kris hebat! Sudah selesai dalam 1 hari, aku malah baru mengerjakan 2 lembar pertama," ucap Luhan disertai anggukan Baekhyun.

"Tak kusangka dia bisa mengerjakannya! Kau untung sekelompok dengannya Ho," tambah Baekhyun seraya menepuk pundak namja manis itu.

"Eh, Ho?"

Baekhyun dan Luhan bingung karena Suho tak sekalipun menanggapi ucapan mereka berdua. Luhan malah menatap ngeri sahabatnya yang dengan tangan bergetar membuka lembar demi lembar laporan itu. Baekhyun juga melempar tatapan was was.

"Wa..wae?" tanya Luhan namun Suho malah meremas tangannya dengan geram.

"Wu bodoh! Papan sialan!"

Luhan bersumpah dia tidak pernah mendengar Suho mengucapkan kata 'sial' selumnya sebelum saat ini. oke, ini pertanda buruk! Alarm warning-Suho-kim-sedang-marah-besar menyala-nyala dengan riang di kepalanya.

"Kalian pulang duluan saja aku mau memberi pelajaran pada kulkas besar yang satu itu! Mati kau setelah ini Kris Wu!"

Baekhyun hanya menjawab dengan "Ne" yang tergagap persis seperti melihat harimau kelaparan, Suho mengeluarkan aura hitam yang dia yakin, jika terlihat akan menjadikan seluruh ruang kelas ini hitam legam.

"I..iya, annyeong."

Luhan dan Baekhyun tergagap saat Suho menarik kasar tas dan laporan pemberian Kris sambil berjalan dengan buru-buru keluar kelas dengan amarah di puncak ubun-ubunnya.

Koridor yang saat itu ramai dengan siswa dan siswi yang hendak pulang tak dihiraukan Suho. semua memandangnya dan sebagaian bertanya kenapa, namun Suho tak menjawab dan hanya ingin segera bertemu dengan Kris. kalau bertemu, Suho ingin sekali mengorek leher pemuda itu dengan pisau.

Untung saja Kris bukan orang pendek yang mudah bersembunyi, tubuhnya terlihat oleh Suho saat namja itu berjalan dengan malas diikuti tatapan terpesona disekitarnya. Dengan langkah seribu, Suho langsung menerobos kerumunan dan menendang tulang kering Kris hingga mengundang teriakan dari namja itu.

"YA!"

Suho baru kali ini melihat Kris berteriak namun itu bukan masalah penting.

"Mwo?" melihat yang dihadapannya Suho, Kris hanya memasang wajah datarnya dan melihat wajah marah Suho seolah itu bukan masalah.

"Apanya yang apa? Dasar tiang menyebalkan!"

Beberepa orang disekitarnya hanya berdecak melihat Suho yang begitu berani membentak Kris. ada yang memuji dan ada yang tidak terima.

"Oh."

"Apa maksudmu dengan laporan ini? kau mau aku mati ikut tes remedial?"

Kris memutar bola matanya sebelum hendak mengenakan headphone ke kepalanya "Remedial tidak akan membuatmu mati Kim."

Dan ini juga pertama kalinya Suho mendengar Kris mengatakan ucapan lain selain gumaman dan 'Oh' untuk menjawab pertanyaannya.

Dengan gemas Suho menurunkan headphone itu sambil berjinjit dan segera menarik lengan jaket Kris. Menyeret si Pangeran Es itu menjauhi koridor dan bersiap menghakiminya sendirian di gazebo taman belakang.

"Tak bisakah kau tidak menarikku? Aku tidak mau jadi pusat perhatian," ucap Kris saat dia melihat semua orang menatapnya dengan pandangan kaget dan heran.

Tentu saja, melihat Pangeran Es diseret manusia pendek yang putih dengan tinggi 20 cm lebih pendek darinya ini begitu mengundang perhatian lebih sekaligus tanda tanya, lucu juga sebenarnya.

"Setiap hari juga kamu diperhatikan banyak orang? Apa bedanya dengan sekarang?" balas Suho sambil berteriak dan Kris hanya menyumbat telinganya yang seakan mau pecah dengan telunjuknya yang panjang sebelum Suho membawanya ke tempat sepi yang hanya menyisakan mereka berdua.

.

.

"Kau bisa jelaskan ini?"

Suho menghempaskan laporannya pada Kris yang duduk dihadapannya, mirip seperti tersangka yang diintrogasi oleh pihak kepolisian karena ketahuan menyelundupkan narkoba.

"Laporan."

Suho menggeram kesal "Iya aku tidak bodoh, aku tahu ini laporan…"

"Lalu kenapa kau bertanya?"

Kalau saja ada pesawat NASA pergi ke bulan dan tidak keberatan ditumpangi, Suho ingin mengirimkan Kris ke bulan dan tidak usah kembali lagi.

"Aish! kenapa kau mengisinya dengan seperti ini? kau benar-benar membuatku kesal!"

Tak salah Suho kesal karena Kris hanya mengisi laporannya itu dengan kalimat yang sangat sederhana. Beberapa pertanyaan yang dia tahu dia jawab seperti 'jawabannya ada di buku paket halan 142 paragraf ke 2' atau pertanyaan lain dia jawab dengan 'aku tidak tahu' ada juga dengan 'jawabannya ada di materi kelas 2 bab 7, aku tidak ingat'. Tuan Tiang tak berperasaan ini memang benar-benar menjengkelkan sekaligus merepotkan.

Kris yang tidak mau merepotkan dirinya dengan suatu urusan, nyatanya saat ini dia yang membuat kerepotan terlebih lagi terhadap Suho.

"Lalu?"

"Kerjakan dengan benar! Aku akan menungguimu disini sampai kau mengisi semua bagianmu."

Kris mendelik "Kau gila! ini sudah sore dan bagianku ada banyak yang harus ditulis."

"Ya aku gila, salah sendiri membuatku gila dan sekarang kau terima akibatnya, sudah tulis sana! Banyak bicara aku bunuh kau sekarang!" Suho melemparkan buku paket, catatan dan pulpen dari tasnya dan Kris hanya mendengus melihat waktu untuk tidurnya di rumah menjadi berkurang.

Kris terpaksa menulis lagi semua jawabannya sambil diiringi tatapan mengintimidasi dari Suho yang ada di depannya dan membantunya menunjukkan kalimat mana yang harus ditulis. Ditambahi dengan sentakan marah atau kepalanya yang terpaksa dijitak namja mungil itu.

Kris terus menulis dan memperbaiki laporan itu sementara Suho menelepon orang tuanya menandakan dia akan pulang lebih lama. Kris sendiri tidak masalah kalau pulang lama, toh orang tuanya tidak dirumah dan dia bisa seenaknya keluar masuk tanpa beban.

"Kerjakan yang betul! Bagian itu tidak usah ditulis! Kau ini bagaimana sih?" Suho berteriak begitu melihat Kris mengerjakannya dengan malas.

"Kerjakan sendiri kalau kau mau! jangan teriak, aku pening!"

Suho mendengus dan kembali duduk di bangku yang bersebrangan dengan Kris, menunggunya dengan bosan sementara Kris masih mengerjakan bagiannya dan sesekali mencuri pandang pada pria yang meletakkan kepala di meja ini.

Sekitar 1 setengah jam kemudian, Kris sedikit terkejut melihat Suho di depannya dan tertidur pulas. Dia menghela nafas panjang sebelum melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 5 sore dan mereka berdua harus segera pulang sebelum satpam sekolah akan mengusir mereka berdua.

"Suho… Suho bangun!"

Kris menggoyangkan tubuh Suho dan menyuruh namja mungil itu bangun.

"Eung?"

"Ayo kita pulang, sudah sangat sore dan sebentar lagi pasti hujan, bangun!" Kris sedikit lebih lembut mengusap punggung Suho dan membereskan alat tulis beserta buku yang berserakan.

"Laporan…laporannya?" tanya Suho setelah meregangkan tubuh dan wajah kuyu.

"Aku akan menyelesaikannya nanti, masih ada sekitar setengah yang belum aku tulis," Kris mengemasi semuanya dan menarik lengan Suho. lelaki kurus yang menguap ini mengangguk dan membiarkan saja ketika Kris menarik lengannya dan mereka berjalan berdua keluar taman menuju gerbang utama.

Sekolah sangat sepi saat itu dan Kris bisa merasakan udara dingin membelai kulit tubuhnya. Melihat Suho yang masih setengah tertidur, Kris mengantarnya sampai halte bis dan menepuk pipi lembut Suho.

"Bangun dasar tukang tidur! Kau mau pulang tidak?"

Suho terbangun sepenuhnya dan mengerjap "Mian… huamm."

Keduanya berdiri dalam diam menunggu bis yang datang. Saat bis hijau itu datang dan menjemput penumpang di halte bis tempat Suho dan Kris menunggu, namja jangkung itu segera mendorong Suho masuk ke dalam bis diikuti olehnya dan mereka berdua duduk bersebelahan di bangku belakang.

"Huam, eung…" Suho masih memilih tidur sambil menggeliat kecil daripada memandang wajah Kris yang sebenarnya tengah melukiskan senyuman tipis.

Namun, saat Suho hampir saja masuk ke alam mimpi, dia membuka matanya lebar-lebar dan melonjak kaget melihat Kris ada di sampingnya.

"YA!"

"Apa?"

Suho mengedip cepat "Bukanya kau tidak naik bis ini?"

Kris memang tidak naik bis, dia biasanya naik sepeda sendiri untuk pulang ke rumah. Dan sekarang yang Suho lihat Kris dengan santai duduk di sampingnya sambil melepas jaketnya.

"Bodoh!"

Suho diam dan mengatupkan bibirnya begitu mendengar Kris mengucapkan kata bodoh, ingin dia marah namun batal saat Kris melanjutkan ucapannya sambil melemparkan jaket besarnya ke tubuh Suho yang dengan sigap menangkapnya.

"Manabisa, aku membiarkan orang yang setengah tertidur sepertimu naik bis sendirian…"

Suho diam.

Jantungnya berdegup sangat kencang begitu Kris mengucapkannya dengan mata yang memandang jalanan Kota Seoul. Jaket yang kini dia genggam begitu membuatnya hangat, hingga dia tak sadar, guratan merah muncul di pipi pucatnya.

Entah karena pemanas dalam bis atau faktor lain…

Suho merasa, Kris tidak terlihat lagi seperti kulkas dan udara sekitarnya seakan mengeluarkan uap hangat.

Hangat, hanya itu yang bisa Suho rasakan sekarang.

.

.

"Lu, apa aku yang sekarang jadi semakin bodoh atau lingkungan disekitarku saja yang berbuat bodoh jadi aku merasa bodoh seperti ini?" tanya Baekhyun.

Luhan mengernyit heran "Baek! Bicara yang benar!"

"Apa kiamat sudah mau datang lu?"

"Baek?"

Tangan Baekhyun menunjuk dua orang di bangku pojok kelas tengah berdebat sambil mengerjakan sesuatu di buku mereka.

Suho dan si Pangeran Es.

"Aku takut ucapanmu benar Baek, tapi sepertinya iya," jawab Luhan sambil memasang wajah horror.

"Sejak kapan, mereka jadi seperti itu? Sejak kapan Suho mau ikut campur dengan Kris? Dan sejak kapan juga mereka mau melibatkan diri satu sama lain?" tanya Baekhyun tidak mengerti sementara Luhan tersenyum kecil.

"Sejak mendapat tugas laporan fisika. Kami jarang bersama karena Suho sibuk mengurus Kris yang susah diatur saat mengerjakan laporan. Lagipula, kita juga sering mengerjakan tugas kita sendiri jadi kita terlambat menyadarinya."

Baekhyun bergidik ngeri melihat Kris yang tanpa ekspresi itu diceramahi Suho yang mengicau seperti beo tersedak biji rambutan. Sedikit terlihat tolol karena ucapan Suho sama sekali tidak mempan di tubuh Kris. ekpresinya masih sama, flat seperti aspal jalan tol dan dingin menyelimuti sekitarnya.

"Tapi ini mengerikan, aku tidak mau jadi korban kalau Kris sampai marah. Suho juga kalau bicara dan meledek seram sekali," ucap Baekhyun.

Luhan yang tampaknya lebih tenang dan lebih pintar dari Baekhyun ini hanya tersenyum "Baek, tidak usah takut begitu, mereka tidak akan bertengkar dengan serius."

"Eh?"

"Apa kau tidak merasakan aura yang berbeda dari mereka berdua?"

Baekhyun mengernyit bingung "Hitam dan gelap, seperti badai," tebak Baekhyun yakin sambil memandang Suho dan Kris dari jauh sementara Luhan hanya terkikik kecil.

"Kau memang tidak mengerti Baek, bukan aura seperti itu."

Luhan menyandang tasnya bersiap untuk pulang namun Baekhyun memandang temannya ini dengan tatapan bodoh tidak mengerti.

"Lalu? Seperti apa maksudmu?"

"Coba lihat berdua. Lihat Kris baik-baik!"

Baekhyun memandang Suho dan Kris sebelum memfokoskan lensa matanya pada pemuda jangkung yang tengah menyalin sebaris kalimat itu sambil terus diceramahi Suho.

"Apa kau tidak berfikir, pandangan Kris lebih lembut dari biasanya?"

Baekhyun ternganga. Luhan memang benar, terasa, lebih hangat, memang mata elangnya tetap menimbulkan pandangan mengerikan namun kali ini kesannya berbeda.

"Dan pandangan seperti itu hanya keluar saat dia ada bersama Suho."

Baekhyun menjatuhkan rahang bawahnya melihat Luhan yang masih mengintip Kris dan Suho dari jendela luar kelas.

"Ya! Kris? Suho?" Baekhyun kini susah berkata-kata melihat sikap Luhan yang seolah menujukkan sesuatu yang rasanya terkesan aneh dan tidak mungkin di benaknya.

"Tidakkah, kau berfikir, pengeran es itu sudah mulai mencair?"

"…"

"Mencair hanya oleh seorang pria yang setiap hari mengatainya Tiang Menyebalkan dan tanpa bosan memukulinya."

"Luhan jangan katakan…"

Luhan tertawa kecil dan menarik tangan Baekhyun agar segera meninggalkan Suho dan Kris yang ada di dalam kelas. Dalam lirikan terakhirnya sebelum dia pergi pulang, Luhan bisa melihat dengan jelas tangan lebar Kris yang mengacak rambut sahabatnya yang berkulit putih itu.

Lagi-lagi Luhan tertawa kecil saat Baekhyun menatapnya dengan pandangan aneh.

"Tidak berlebihan kan, kalau aku katakan si Pangeran Es itu sudah jatuh cinta?"

Untuk kali ini Baekhyun ingin pingsan mendengarnya.

.

.

Suho mendengus panjang pendek melihat hujan turun dengan deras bahkan 1 jam sebelum bel pulang sekolah. Suara Guntur diikuti dengan sambaran kilat membuat kelas Sung Songsaengnim yang mengajar Geografi beberapa menit lalu terasa lebih mencekam. Dan sekarang, Suho ingin sekali mengutuk Luhan dan Baekhyun yang pergi meninggalkannya disaat Suho tidak membawa payung dan akibatnya dia harus ditahan dulu di sekolah.

Yah, dia memang tidak bisa menyalahkan hujan kan, Suho hanya bisa menyalahkan Luhan yang seenaknya pergi meninggalkannya dengan alasan buru-buru membeli komik yang sedang diskon, dan Baekhyun yang malah sudah meninggalkan kelas duluan beberapa detik setalah bel berbunyi bersama Chen untuk pergi ke game centre.

"Dunia benar-benar kejam," batin Suho.

Tapi untuk masalah membawa payung, Suho hanya bisa mengutuki kebodohannya. Laporan fisikannya tentang Energi Kalor itu belum rampung dikarenakan Kris terus-terusan salah mengisi laporannya. Jadinya Suho harus menungguinya lagi, memastikan tak ada kesalahan yang Kris buat.

Lee songsengnim juga menyebalkan, kenapa laporannya harus ditulis tangan sementara ada teknologi Komputer saat ini. orang tua itu memang tahu caranya menyengsarakan murid.

"Kapan ini berakhir ya ampun."

Jika mengomel bisa mendatangkan uang dollar, maka bisa dipastikan Suho sudah jadi jutawan sekarang.

Namun Suho merasakan ada seorang berdiri di sampingnya dan menyodorkan sesuatu.

"Eh?"

Namja itu Kris, tengah makan permen batangan dan lagi-lagi wajah licin datar seperti kain disetrika itu muncul di hadapan Suho. Terlihat sangat menjengkelkan. Suho bertaruh, dengan melihat bayangan orang yang sering menyita waktunya ini akan membuat moodnya berada di level terburuk.

"Pakai ini!"

Setelah Suho berharap ada petir yang menyambar Pangeran Es karena sudah muncul tiba-tiba, kini menarik ucapannya saat dia menyadari Kris menyodorkan payung beningnya pada Suho.

"Lalu kau?"

Kris memandang Suho dengan tatapan menyebalkan dan mengejek "Aku punya cadangan, perlu kau tahu, aku bukan orang ceroboh sepertimu."

Suho mendelik dan menendang kaki kanan Kris lalu menyambar payung bening itu "Aku pinjam kalau begitu, eh, bukannya kamu tidak pakai sepeda hari ini?"

"Itu alasannya aku bawa payung."

Dengan anggukan kecil Suho menjawab Kris dan membuka payungnya. Terselip rasa lega karena akhirnya hari ini dia bisa pulang dengan cepat.

"Terima kasih ya, aku akan kembalikan besok."

Suho tersenyum lalu malambaikan tangannya dan segera berlari menuju halte bis tempat biasanya dia menunggu.

Kris melihat tubuh kurus itu dari jauh sebelum akhirnya masuk lagi ke dalam gedung sekolah. Duduk di bangku dekat dengan ruang guru dan berharap hujan akan reda sebentar lagi.

.

.

"Suho! eomma minta tolong ya, ke supermarket di perempatan jalan sana ya!" nyonya kim memberikan beberapa uang dan catatan belanja pada Suho yang tengah ada di kamar dan berkutat dengan lembar kertas laporan yang kurang seperempat itu.

"Eomma! Suho sibuk! Appa saja!" Suho cemberut parah. Ibunya benar-benar tidak mengerti situasi.

Tuan Kim memang sedang tidak bekerja hari ini, beliau mengeluh lelah di pinggangnya dan meminta Nyonya Kim memijatnya.

"Mana bisa appa pergi ke supermarket, dia sedang sakit! Sudah sana pergi, kau boleh beli coklat kalau kau mau menolong eomma."

Mendengar kata coklat disebut, Suho segera menyanggupi permintaan ibunya tersebut. Disambarnya jaket tebal dan segera mengambil payung pinjaman Kris tadi.

Supermarket itu memang terletak di ujung perempatan jalan besar. Letaknya cukup jauh dengan rumah Suho, itu sebabnya dia selalu malas belanja disana. Lagipula, tugasnya sekarang menumpuk dan menunggu untuk diselesaikan.

Suho jalan kaki kesana sekitar kurang dari 10 menit. Sesampainya disana dia segera membeli segala yang dipesan eommanya dan bubuk coklat hangat kesukaannya. Suho beruntung, antrian saat itu tidak terlalu panjang, sehingga itu bisa mempersingkat waktunya.

"Terima kasih, silahkan datang kembali."

Suho tersenyum dan membawa kantung belanja serta menyisipkan uang kembalian kedalam saku jaketnya. Saat dia keluar dan hendak mengambil payung di tempat yang di sediakan untuk pelanggan, Suho sedikit terkejut saat dia melihat sosok basah kuyup yang menyedihkan menggigil di dekat tampat payung tersebut.

Suho mengambil payung bening itu dan mendongak melihat sesosok pria tinggi yang basah sampai kaki itu. Namun iris matanya benar-benar melebar saat menyadari sosok mirip hantu itu terlihat sangat dia kenali.

"OMO! KRIS?"

.

.

TBC

.

Bwahahaha … Rae janji ini cuma twoshoot kok ;D aslinya oneshoot tapi wordnya kebanyakan jadi rae jadiin dua. Bagi yang mau kelanjutannya, ayo review yang banyak ya! Yuhuu *winkwink

Terima kasih bagi yang sudah baca dan review Remember, chapter depan rae akan berusaha lagi. Ini juga mungkin enggak lama-lama updatenya!

Kamsahamnida semuanya!

Annyeong

/deep bow/

.

.

SungRaeYoo ^^