STRONGER

CAST: JONGIN, KYUNGSOO

RATE: T

STORY BY ADMIN KAIS

In front of me, your steps are darker than mine

In my eyes, your tears, Cried for me more than for you

When a rough stormy day Came to me for no reason

Krieeet...

Aku memasuki rumah. Mencari-cari seseorang yang kurindukan, meski baru berpisah 8 jam lalu. Klise? Tidak kalau kau mencintai seseorang.

Rumah ini tampak sepi tak seperti biasa. Aku melangkahkan kakiku ke dapur. Tempat yang biasa dihabiskannya. Aku tersenyum ketika mendapatinya sedang menyibukkan diri dengan alat-alat dapur.

"Kau sedang apa?" Aku menghampirinya sambil meletakkan daguku di bahunya. Dia tampak sedikit terkejut tetapi kemudian membalikkan tubuhnya padaku.

Dia tersenyum. Senyum paling manis yang pernah kulihat. Dia mengusap wajahku, namun seketika matanya membulat. "Bibirmu berdarah," ucapnya parau.

Sadar apa maksudnya aku hanya menyentuh bibirku lalu tertawa. "Oh ini? Mungkin karena suhunya terlalu dingin bibirku sampai kering dan terluka," ucapku sambil lalu.

Reaksinya sungguh tak kuduga. Dia menangis. Malaikatku menangis, demi Tuhan.

"Kyungsoo, ada apa eum?"

Aku membawanya dalam pelukanku. Tanpa menjawab dia hanya menggelengkan kepalanya sambil sesekali sesunggukan. Sadar Kyungsoo sedang tak ingin bicara, aku hanya mengeratkan pelukanku. Mengusap rambutnya sayang dan mengecup keningnya. Kyungsoo, kumohon jangan seperti ini.

Everything's just gonna be fine

Yes you will, You were always there for me

You held my hand

Kami sudah berada di tempat tidur kami. Tampaknya setelah menangis tadi, Kyungsoo ingin menghabiskan malam dengan bermanja-manja. Dia menelusupkan kepalanya ke dadaku dan aku menyambutnya dengan pelukan hangat. Tingkahnya mengusir semua rasa lelahku.

Lama kami terdiam, dia akhirnya membuka suara.

"Bagaimana tadi? Apakah interviewnya berjalan lancar?" Suaranya teredam oleh dadaku.

Aku mengelus rambutnya, "Semuanya berjalan baik, tetapi aku baru akan mengetahui hasilnya dua minggu lagi."

"Benarkah?" Dia menarik nafas lalu mengusap-usapkan hidungnya ke dadaku. "Senang mendengarnya, dengan begini semuanya pasti akan baik-baik saja," tambahnya lagi.

"Karena itu jangan menangis lagi, Oke?" Aku merasakan anggukannya di dadaku.

"Tidurlah," kataku sambil mengecup puncak kepalanya. Tanganku tidak berhenti mengusap rambutnya dan membiarkan Kyungsoo terbuai dalam alam mimpi.

Aku bertemu Kyungsoo 2 tahun lalu saat mengunjungi universitasku dulu. Aku melihatnya sedang berteriak dengan penuh semangat dalam rangka menggalang dana untuk korban bencana alam. Dia tidak lelah menyodorkan kotak amal itu dan memberikan senyum pada mereka yang berhenti sesaat dan memberikan sumbangan sukarela atau kepada mereka yang seakan-akan menganggapnya tidak ada.

Siapa yang tidak akan menyukai kyungoo? Matanya yang bulat penuh binar semangat. Meskipun badannya terbilang mungil, tapi gerak-gerik tubuhnya mampu menarik atensiku. Senyumnya yang khas dan berbentuk hati itu mampu menarikku makin jauh. Dia berhasil memporakporandakan hatiku meski hanya pertama kali bertemu.

Aku ingat, tanpa sadar aku sudah mendekat padanya. Berdiri dengan bodoh dan kikuk di depannya. Dia tersenyum penuh harap dan menyodorkan kotak amal ke hadapanku. Melihat itu membuatku tak segan-segan mengaluarkan dompetku dan memasukkan uang dengan nominal yang cukup besar. Aku tak akan bisa melupakan wajahnya yang berseri-seri waktu itu. Dia bahkan membungkukkan badannya, mengucapkan terima kasih berkali-kali.

Aku sudah jatuh padanya. Pada senyumnya. Pada kebaikan dan ketulusan hatinya. Pada malaikat berwujud manusia di depanku.

Aku sungguh jatuh padanya, meski aku tahu dia pun seorang pria

Every time I fail, every time I fall

Give me strength and I will be stronger

Every time I doubt, every time I lose

You let me grow this much

Feeling stronger, feeling stronger

The long darkness is lifted

Like the sunlight we are stronger, me and you

Tak kusangka, aku semakin sering bertemu dengannya entah dimana. Kebanyakan karena memang aku harus mengunjungi kampusku, mengurusi masalah ini itu terkait kelulusanku. Aku tak menyangka dia masih mengenalku saat kami bertemu untuk kedua kali.

"Anda yang waktu itu menyumbang untuk acara amal itu kan?" Matanya yang bulat semakin bulat saat mengucapkannya. Suaranya cukup kencang, membuat beberapa orang cukup terganggu dan melihat ke arah kami. Saat itu, aku memang memutuskan menunggu di perpustakaan. Aku hanya terkekeh lalu mengangguk, dan perkenalan resmi kami dimulai saat itu.

Setiap kami bertemu ada saja topik yang dapat kami bicarakan. Entah itu topik politik, budaya, pelajarannya, bahkan hal-hal yang sedang trend. Dari pembicaraan kami, aku tahu bahwa Kyungsoo adalah orang yang cerdas. Dia memahami topik-topik yang kerap membuat orang lain pusing. Dia bahkan mendapatkan program beasiswa dari kampusku. Pantas saja tampilannya sangat sederhana, mengingat orang-orang di kampusku kebanyakan berasal dari kalangan elit.

Pertemuan kami semakin intens. Aku bahkan sering mejemputnya dari tempat tinggalnya dan mengantarnya ke kampus atau ke tempat part timenya. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, aku menyatakan cinta padanya setelah 4 bulan pertemuan kami.

Hubungan kami berjalan dengan baik. Sayangnya tidak begitu dengan orang lain. Hubungan kami ternyata masih dianggap aneh oleh orang-orang sekitar kami. Hubungan kami tabu, kami tidak normal katanya. Berbagai cacian dilontarkan pada kami.

Apa definisi normal sebenarnya? Bukankah normal itu hanya suatu kondisi yang diikuti, yang dianggap aturan karena kebanyakan orang melakukannya? Bagi mereka, hubungan yang sehat adalah hubungan antara wanita dan pria, antara penis dan vagina, atau bertemunya sel telur dan sperma. Bagi mereka kami menyimpang, kami gila!

Kami harus menanggung resiko atas orientasi seksual kami yang katanya menyimpang itu. Aku diusir dari rumah dan tidak diperbolehkan meneruskan pekerjaanku di perusahaan ayahku. Padahal, akulah yang seharusnya meneruskan perusahaan itu.

Biarlah. Aku tak masalah dengan itu, toh ibuku masih mendukungku atas semua keputusan yang aku buat. Aku pun yakin aku dapat bertahan dengan otak dan ijazah yang kumiliki. Yang tidak keperhitungkan adalah keadaan Kyungsoo.

Kyungsoo harus merelakan beasiswanya. Entah bagaimana kampus memberikan alasan terbaiknya kepada kyungsoo, yang jelas aku tahu ayahku berperan penting dalam pencabutan beasiswa itu. Dia terpaksa berhenti kuliah di tahun ketiganya.

Tak berhenti sampai di situ, Kyungsoo pun diusir dari rumahnya. Aku tahu dia diusir pergi setelah mendapatkan beberapa pukulan dari ayahnya. Tak ada yang mampu menolongnya. Kata Kyungsoo, Ibunya menatap dirinya dengan tatapan benci. Tak kusangka ibunya sama seperti orang di luar sana, dia memandang kami sebagai sampah masyarakat.

Malam itu, Kyungsoo datang dengan wajah lebam dan ubuh penuh luka. Sambil menangis dia datang kepadaku. Saat itulah aku yakin mengambil keputusan yang tepat. Aku memutuskan untuk hidup bersama Kyungsoo. Aku akan menjaganya sepenuh hati. Terserah mereka ingin berkata apa. Aku tak peduli.

Malam semakin larut. Usapanku pada Kyungsoo masih bertahan. Kukecup wajah lelahnya sekali lagi untuk malam ini.

When my heart was worn

You supported me by filling me back up

At the end of a long journey

You are there, I fought hard to have you

Dua minggu berlalu dan tampaknya tidak akan ada tanda-tanda panggilan dari perusahaan-perusahaan yang sudah mewawancaraiku. Sialan, aku yakin ini salah satu balasan ayah. Dia sepertinya tidak akan berhenti sampai aku menyerah dan kembali pulang, berlutut memohon bahkan merangkak untuk meminta ampun darinya. Maaf ayah, tapi itu hanya ada di dalam mimpimu.

Tapi karena itu juga aku harus memutar otak mencari pekerjaan lain. Bagaimana pun aku harus memenuhi kebutuhanku dan Kyungsoo. Mengingatnya membuat aku semakin semangat melangkahkan kaki mencari pekerjaan.

Malam itu aku dan Kyungsoo kembali menghabiskan malam dengan bermanja-manja. Koreksi, dia yang meringkukkan badannya kepadaku. Jadi aku hanya mengelus punggungnya. Sesekali mengecup kepalanya, bahkan kalau bisa mencuri ciuman dari bibir manisnya. Dia hanya memuku dadaku pelan kalau aku melakukan hal itu dan aku hanya bisa terkekeh. Tolong aku, Kyungsoo menggemaskan sekali.

Entah mengapa Kyungsoo memang banyak terdiam akhir-akhir ini. Setiap kutanya kenapa, dia hanya menjawab, "tidak apa-apa" atau "kenapa bagaimana? Aku baik-baik saja" dan berbagai alasan lainnya. Tidak ingin merusak momenku dengannya, jadi aku hanya berpikiran positif saja. Memeluk pinggangnya seperti biasa dan mencurahkan rasa cintaku sepenuhnya.

"Sayang," kataku, memulai pembicaraan kami malam itu.

"Eum?"

"Maaf tapi sepertinya aku belum diterima bekerja di perusahaan yang waktu itu mewawancaraiku," dapat kurasakan badannya berhenti bergerak.

"Benarkah?" Dia terdiam sejenak. "Sayang sekali perusahaan itu menolak orang sepintar dirimu," jawabnya lagi sambil kembali menelusupkan kepalanya lebih dalam.

Aku tertawa. "Apa tidak apa-apa?" Tanyaku pelan.

Dia menarik diri lalu mengusap wajahku dengan tangan halusnya sampai aku menatap kedua matanya. "Kenapa?" Tanyaku polos.

"Kau tampak tidak percaya diri." Aku menggeleng. Tentu saja aku percaya diri. Hanya saja, aku takut Kyungsoo kembali menangis.

"Kau sudah berjanji akan kuat, Jongin. Percaya saja kita bisa. Kita pasti akan baik-baik saja, eum?" Aku menekan jemarinya yang masih betah diletakkan di wajahku.

"Tentu. Aku akan kuat untukmu. Asal ada dirimu, aku akan kuat Kyungoo. Aku hanya butuh kau"

Kyungsoo hanya diam. Memejamkan mata, menggangguk pelan, lalu menelusupkan dirinya lagi dalam pelukanku.

Everything's just gonna be fine

You embraced it all

Hari-hari berikutnya aku kembali pulang tanpa membawa kabar gembira. Aku belum berhasil diterima di perusahaan mana pun. Uang tabungan kami mulai menipis. Kalau begini jadinya, bisa-bisa aku harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan serampangan.

Kadang aku tidak tega melihat Kyungsoo. Dia harus menghemat semua pengeluaran kami dan aku belum membawa hasil apa-apa. Beruntungnya aku memiliki malaikat sepertinya. Di saat seperti ini pun, dia masih tersenyum padaku dan memeluk tubuhku hangat.

Topik pembicaraan kami tidak jauh dari kata pekerjaan. Dia merengek padaku untuk diizinkan bekerja. Tentu saja aku menolak. Kehidupan pekerjaan tidak akan mudah. Ditambah dia hanya lulusan sekolah menengah atas.

"Tapi aku sudah sering bekerja part time saat kuliah dulu, Jongin," rengekannya tidak berhenti. Hal itu menggemaskan tetapi aku tidak mungkin mengabulkan permintaannya.

Aku menggeleng kuat.

"Ayolah Jongin. Aku tidak mungkin berdiam diri melihat kekasihku menanggung semuanya sendirian," rengeknya lagi.

"Tidak Kyungsoo. Kalau kubilang tidak ya tidak. Kau mungkin pernah bekerja part time, tapi pasti kali ini berbeda," dia hanya mengembungkan pipinya dan mengerucutkan bibirnnya. Ekspresinya itu tentu saja membuatku ingin memakannya. Tapi, melihat kondisi kami kali ini tampaknya dia tidak akan mengizinkanku bahkan hanya untuk memeluk dirinya.

"Sudahlah, Oke? Aku berjanji akan lebih giat mencari pekerjaan," dia masih cemberut.

"Kalau sampai besok masih belum ada yang menawariku bekerja di perusahaan manapun, aku akan mengambil pekerjaan apa saja yang tersedia," wajahnya masih menekuk tidak mau memandangku.

"Ayolah Kyungsoo, aku hanya tidak mau kau terbebani. Aku menyayangimu, Oke?" Kuusap wajahnya sayang sampai akhirnya dia mengangguk dan kembali memeluk perutku.

"Kau tahu aku mencintaimu kan?" Kyungsoo hanya mengangguk mengiyakan.

Aku terkekeh melihat sikapnya. Tampaknya tubuhku masih akan tetap merasakan panas tubuhnya malam ini.

Even when I was uncertain

Every time I fail, every time I fall

Give me strength and I will be stronger

Every time I doubt, every time I lose

Aku kembali menghempaskan diri di sofa reyot rumah kami. Hari ini pekerjaanku sungguh melelahkan. Menjadi kuli bangunan membuat energiku terkuras habis.

Pada akhirnya aku memang tidak berhasil mendapatkan pekerjaan. Sudah sebulan ini aku melakoni berbagai pekerjaan, dan dua minggu terakhir aku bekerja sebagai kuli bangunan.

Kyungsoo hanya mengomel bila melihatku pulang dengan kondisi mengenaskan. Kuingat saat hari pertama bekerja, dia begitu shock melihat tubuhku penuh keringat, tanganku ditempeli plester, bahkan kuku-kukuku berubah hitam. Namun aku senang, karena pada akhirnya dialah yang akan membantuku mengobati semua lukaku. Biasanya beberapa kecupan dan usapan sayang yang akan aku dapatkan darinya. Padahal biasanya akulah yang memulai duluan.

Kurenggangkan tubuhku, sepertinya Kyungsoo harus bekerja keras memijit seluruh tubuhku malam ini. Ah, tanganku juga butuh diolesi salep pengering luka. Aku hanya tersenyum membayangkan tangan halus Kyungsoo menyentuh tubuhku nanti.

Ngomong-ngomong tentang Kyungsoo, dimana dia? Rumah tampak sepi dan gelap. Aku baru menyadari hanya lampu ruang tamu yang menyala. Kurasa itu hanya salah satu strategi Kyungsoo untuk menghemat pengeluaran listrik kami.

Mungkinkah Kyungsoo di kamar?

Aku memasuki kamar dengan langkah pelan. Benar kan, sayangku ada di sana. Membelakangiku sambil merapikan baju-bajuku.

"Sayang, apa yang sedang kau lakukan?" Dapat kurasakan Kyungsoo terkejut dengan tingkahku. Bagaimana tidak, aku memeluk tubuhnya dari belakang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Dia terdiam jadi aku hanya memandangi apa yang sedang dikerjakannya. "Sayang, kenapa dengan baju-bajuku?" Tanyaku lagi sambil mengeratkan pelukanku dan menyamankan kepalaku di perpotongan lehernya.

Dia hanya diam. Cukup lama sampai akhirnya dia membuka suara.

"Sebaiknya kau kembali ke rumah," katanya sambil memasukkan baju-bajuku ke dalam koper.

Aku menatapnya bingung, lalu membalikkan tubuhnya dan menahan gerakan tangannya, "apa maksudmu?"

"Kau harus pulang."

"Apa?!" Apa maksudnya ini? Aku tak mengerti. Aku tak mau mengerti.

Dia menghembuskan nafasnya lelah, memasang wajah datar terbaiknya,"Kau mendengarku, Jongin."

Aku tak tahu apa yang sedang kudengar. Otakku memproses setiap katanya dengan lambat. Aku hanya bisa diam.

" Kau harus pulang. Kita tidak boleh melanjutkan hubungan ini. Hubungan kita terlarang, Jongin," suaranya terdengar lemah, wajahnya masih datar. Apa Kyungsoo ingin menendangku jauh dari kehidupannya? Kyungsooku tidak menginginkanku lagi.

"AKU TIDAK MENGERTI MAKSUDMU, DAN AKU TIDAK MAU DAN TIDAK AKAN PERGI!" aku menarik koper yang sedang dipegang Kyungsoo dan melemparnya kesembarangan arah. Tubuh dan pikiranku sudah dipenuhi dengan emosi namun Kyungsoo lagi-lagi hanya menunjukkan wajah datarnya.

Dia menarik nafas sekali lagi, "Aku lelah."

Apa katanya?

"Aku lelah, Jongin," dia memejamkan mata sesaat kemudian menatapku dengan tatapan memohonnya. "Kita akhiri saja, Oke?"

"TIDAK!" Aku masih tetap dengan pendirianku. Aku tidak bisa hidup tanpa Kyungsoo. Biarkan rasa egoisku untuk memilikinya menang kali ini saja.

Hening. Tidak ada yang bergerak untuk beberapa menit, sampai akhirnya dia mendekat kepadaku dan mengulurkan tangannya mencapai tanganku. Dia meletakkan kunci rumah kami.

"Kalau begitu biarkan aku yang pergi. Ini rumahmu," katanya pelan lalu perlahan membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan.

Tidak. Aku tidak akan membiarkannya pergi. Aku menariknya dan memeluk tubuhnya dari belakang. Aku tidak akan membiarkannya menjadi gelandangan, terseok-seok hanya untuk mencari makan. Aku meraih tangannya dan mengembalikan kunci rumah kami.

"Hiduplah dengan baik Kyungsoo," aku melepasnya dan melangkahkan kakiku meninggalkan rumah itu.

Aku kalah. Aku kehilangan Kyungsoo. Kyungsoo lelah. Dia membuangku. Dia tak membutuhkan aku lagi.

Dadaku sesak. Aku tahu aku akan diterima keluargaku dengan tangan terbuka begitu aku menginjakkan kaki di rumah, tetapi Kyungsoo tidak punya apapun lagi. Apa yang harus kulakukan bila dia pergi dari rumah ini?

Aku terdiam lama setelah melewati pintu rumah kami. Aku ingin meyimpan semua kenangan yang aku miliki dengan Kyungsoo di rumah itu. Aku ingin berlama-lama menatap rumah itu terakhir kali walau aku hanya mampu memandang pintu coklatnya saja.

Semuanya akan baik-baik saja, huh?

Kyungsoo, kau bilang semua akan baik-baik saja. Kau bilang kita berdua harus kuat. Kalau ini yang kau maksud dengan baik-baik saja, kenapa rasanya hatiku terdengar hancur berkeping-keping?

Bagaimana caranya aku memperbaiki hatiku? Haruskah aku memungut serpihan hatiku, menyusunnya menjadi satu walau kutahu retakannya membuat hatiku tidak sempurna? atau baiknya kubiarkan begitu saja menyerahkannya pada waktu untuk perlahan menyembuhkannya?

Kyungsoo, aku tidak sekuat itu. Tolong aku.

The long darkness is lifted

Like the sunlight we are stronger, me and you

Lama Jongin terdiam memandang rumah yang dulunya milik mereka sampai akhirnya ia melangkahkan kakinya menjauh dan membiarkan hatinya berserakan. Yang tidak Jongin tahu, dibalik pintu itu, Kyungsoo terduduk meremas dadanya dan menggigit bibirnya keras supaya isakannya tak terdengar.

Habis sudah. Kyungsoo jauh lebih tersiksa. Dia tidak memiliki apapun lagi. Dia merasa kosong. Jongin telah membawa hatinya pergi.

END

YIHA~ JANGAN BUNUH GUE~

MAAPIN YAA GUE JUGA GANGERTI MAU NULIS APAAN WKWK

Jadi sebenernya, gue merencanakan ff ini gs dan happy ending. Tapi yaaa gatau kenapa mood gue berubah dan tiba-tiba pengen aja buat yaoi dan sad ending. HAHA. gue sebenernya kepikiran juga gimana endiingnya kalo happy ending tapi kalo gue terusin, gaakan beres-beres ni ff hahahahah.

Selamat menikmati yaa, semoga kalian suka dan meninggalkan jejak di fanfiction ini heheheheh.

Salam, Admin Kais