Gomiyehet presents:

[Chankai] Meet your in the Club

Disclaimer:

[Park Chanyeol, Kim Jongin, Lu Han, Kim Jongdae, Taeoh, and many more~]

[Warn: OC pake banget.]

Length: 1/2 (Maybe)

Enjoy!

.

.

.

.

Chanyeol menatap laptopnya dengan serius. Sepasang manik yang dilapisi kacamata itu terlihat kering karena sang pemilik tidak mengedipkannya dalam jangka waktu yang cukup lama.

Jemari-jemarinya sibuk bermain pada keyboard dan mouse.

"Yo! Kau terlihat sibuk sekali." Seseorang merangkul pundak Chanyeol dari belakang.

"Aku sedang tidak ingin diganggu. Pergilah Lu."jawab Chanyeol singkat. Matanya tak lepas dari layar di hadapannya.

Orang yang dipanggil Lu menoyor kepala orang berkacamata yang dirangkulnya, "Aku dua tahun lebih tua darimu. Gunakan sebutan ge."

Chanyeol melepas rangkulan Luhan pada pundaknya tanpa mengucapkan apapun.

"Kau terlihat berantakan. Bagaimana kalau kita bersenang-senang dulu?" tawar Luhan.

"Deadline project-ku sebentar lagi, ge. Aku tidak ingin membuang waktu. Bersenang-senang saja sendiri."

"Ayolah, malam masih muda. Apa salahnya besenang-senang dulu melepas penatmu itu. Aku berencana ke music house. Mungkin kau bisa mendapat inspirasi dari sana."rayu Luhan.

"Jelaskan bagian mana dari music house yang bisa membuat para dewi Muse berpihak padaku?"

"Jangan berlagak bodoh karena kau memang idiot. Mungkin saja DJ music house bisa memberimu inspirasi dalam mengerjakan project Audio Mixing sialanmu itu." Sungut Luhan.

"Tidak." jawab Chanyeol singkat.

Luhan melotot, "Kau tidak bisa menolakku."

"Coba saja."

.

Chanyeol turun dari mobil Luhan dengan wajah masam. 'Itikad baik' seorang Luhan memang selalu ada maksud tersembunyi. Yang benar saja, disaat Deadline project-nya semakin dekat, Luhan justru memaksa untuk ditemani bersenang-senang di sebuah kelab yang dia sebut music house.

"Jangan berwajah masam begitu. Aku mengajakmu karena kasihan pada rasa penatmu itu." Kata Luhan memukul pundak Chanyeol.

"Aku tidak butuh dikasihani." Dengus Chanyeol yang dihadiahi tawa dari Luhan.

"Baiklah. Tunggu disini, aku akan ke Cover charge untuk membeli tiket. Tenang saja, aku yang traktir." Kata Luhan sebelum pergi.

Chanyeol tersenyum kecil. Siapa yang tidak senang ditraktir? Apalagi mahasiswa tanggung sepertinya. Lumayan juga, walau hanya sekedar tiket masuk ke dalam sebuah kelab.

Tak berselang lama, Luhan datang lalu segera mengajaknya masuk ke dalam house music tersebut. Chanyeol memandang malas pada dance floor yang dipenuhi liukan tubuh manusia. Sinar laser berwarna-warni yang menyorot kesana-kemari turut meramaikan suasana. Chanyeol sedang tidak dalam mood yang bagus untuk menari, jadi dia lebih memilih duduk di kursi bar dan membiarkan Luhan tenggelam diantara lautan manusia disana.

"Hey, Jongdae."Chanyeol memanggil seorang bartender yang sedang mengusap sebuah gelas dengan kain kecil di tangannya.

"Aku pesan Chivas Regal saja." Kata Chanyeol.

Dengan cekatan bartender tersebut menaruh sebuah sloki di hadapan Chanyeol lalu menuangkan Chivas Regal ke dalamnya.

Jongdae memperhatikan Chanyeol yang memutar sloki sebelum menandaskannya.

"Kau kenapa? Terlihat suntuk begitu." Kata Jongdae berbasa-basi sambil mengusap gelas.

"Hanya karena kelakuan egois seekor rusa sialan." kata Chanyeol dengan wajah masam. Dia masih kesal karena paksaan Luhan.

Jongdae tertawa,hingga membuat lengkungan bibir kucingnya terlihat indah, "Maksudmu Luhan?"

"Memang ada berapa rusa yang kau kenal?" kata Chanyeol sedikit sewot.

"Ada apa dengannya?"

"Dia menahan projectku demi menemaninya kemari, dengan beralasan ingin menghilangkan penatku."

"Jangan begitu, Yeol. Mungkin saja dia benar-benar ingin menghilangkan penatmu."

"Kau tidak tahu bagaimana dia memaksaku." Kata Chanyeol lalu menuangkan Chivas Regal-nya ke dalam sloki. Tidak menghiraukan tawa renyah Jongdae.

"Yeol, aku harus kembali bekerja. Baik-baik disini ya." Kata Jongdae sebelum pergi melayani tamu kelab yang lain.

Chanyeol hanya mendengus kesal saat Jongdae memberi nasihat seolah dia anak kecil. Dia kembali menandaskan cairan di dalam slokinya

Namun rasa kesalnya berkurang saat sang DJ mengganti lagunya dengan musik yang sangat ia kenali.

Adagio for Strings.

Karena penasaran, Chanyeol mulai melangkahkan kakinya menuju dance floor. Mengabaikan orang-orang yang meliuk-liukkan tubuh disekitarnya. Dia penasaran siapa DJ yang memainkan Adagio for Strings sebagus ini. Setahunya di Korea Selatan belum ada DJ yang memainkan musik Trance sang Tiesto ini sebagus yang sedang ia dengar sekarang. Walau tentu saja sudah dibumbui sedikit mixing dari sang DJ itu sendiri.

Chanyeol sedikit kecewa saat mendapati wajah sang DJ tertutupi oleh bayang-bayang topi. Seperti sengaja menyembunyikan wajahnya. Dan Chanyeol dibuat terpukau saat sang DJ tersebut sedikit meliukkan tubuhnya sebelum kembali memainkan Trim. Chanyeol tak tahu apa yang salah dengan dirinya karena terus memperhatikan sang DJ seperti orang bodoh.

Mungkin karena terlalu banyak gerak atau hal lain, hingga membuat topi berwarna hitam sang DJ terjatuh. Chanyeol membolakan matanya saat ia mendapati sang DJ ternyata.. berwajah manis. Apalagi sang DJ tersebut kelabakan mengambil topinya yang terjatuh dan memasangnya dengan tergesa yang menutupi seluruh wajahnya.

Chanyeol memegang dadanya yang berdegup aneh.

Tidak mungkin 'kan jika dia jatuh cinta pada seorang DJ yang baru saja ia lihat hanya gara-gara memainkan Adagio for Strings?

Ya mungkin bukan perasaan cinta. Hanya rasa tertarik.

Ya, benar begitu. Tertarik.

.

"Jongdae." Kata Chanyeol sambil duduk di hadapan Jongdae yang sedang melayani tamu lain.

"Kau belum membayar Chivas Regal-mu, Yeol."ucap Jongdae sambil menaburkan sedikit garam pada gelas yang berisi minuman Margarita.

Chanyeol segera menaruh lembaran won di hadapan Jongdae, "Ini untuk alkohol yang kuminum. Sekarang katakan padaku, apa kau kenal dengan Disk Jockey itu?" tunjuk Chanyeol pada seorang Disk Jockey yang masih asik mencampurkan nada pada musiknya.

Jongdae menaikkan alisnya, "Maksudmu Brownbear?"

"Jadi julukannya Brownbear?"

Jongdae tertawa, "Memang kenapa? Kau tidak ingin tahu nama aslinya?"

Chanyeol memutar matanya. "Aku tidak sebodoh itu, Jongdae. Orang pelit dan perhitungan sepertimu mana mau memberi informasi secara cuma-cuma."

"Karena aku sedang baik hati, jadi kuanggap kalimat pedasmu barusan adalah pujian." Jongdae mengangkat bahu.

Chanyeol mendengus pelan lalu menunggu Jongdae mengantarkan Margarita yang baru saja ia buat kepada tamu yang memesannya.

Jongdae menaruh Margarita itu di hadapan seorang wanita berlipstik merah menyala sebelum kembali pada Chanyeol. "Jadi, apa yang kau inginkan, Yeol?"

"Aku tertarik padanya."

"Kau—apa?" Jongdae menghentikan aktifitasnya yang sedang akan membuka botol Jagermeister, lalu menatap Chanyeol dengan pandangan aneh.

"Aku tertarik padanya." Ulang Chanyeol. "Maksudku, bukan tertarik dalam hal seperti yang kau bayangkan. Yah.. sebut saja aku terpukau karena dia memainkan Adagio for Strings dengan sempurna— setidaknya itu menurutku."

Jongdae mengambil sloki lalu membawa serta sebotol Jager untuk diletakkan di hadapan tamu yang lain sebelum kembali pada Chanyeol.

"Jadi, dengan kata lain. Kau ingin tahu tentangnya?" selidik Jongdae.

"Aku tak akan membantah jika kau berfikir seperti itu." Jawab Chanyeol santai.

"Kau tidak sedang mabuk kan?"tanya Jongdae memastikan.

" Dua gelas kecil Chivas Regal tidak akan membuatku mabuk, Jongdae."

"Hyung, aku minta segelas Long Island." Kata seseorang tiba-tiba duduk di sebelah Chanyeol. Memtong obrolan mereka.

"Baiklah, tunggu sebentar eh—Jongin?"Jongdae sedikit terkejut karena objek yang ia bicarakan dengan Chanyeol kini berada diantara mereka. Mereka berdua menjadi sedikit membeku tanpa mereka sendiri sadar jika orang yang sedang mereka bicarakan kini telah selesai melakukan pekerjaannya sebagai DJ dan sekarang duduk di sebelah Chanyeol.

Chanyeol sedikit mengernyit, jadi namanya Jongin?

Chanyeol sedikit menyeringai tanpa ia sadari sendiri.

Jongdae segera tersadar dari keterkejutannya, segera pergi membuatkan pesanan sang DJ. Sedangkan Chanyeol merasa sedikit canggung setelah ditinggalkan Jongdae begitu saja.

"Permainanmu bagus." Chanyeol berbasa-basi, tanpa memandang Jongin. Masih sedikit canggung.

"Thanks."jawab Jongin dengan singkat tanpa berniat untuk menoleh pada Chanyeol.

"Lagu terakhir tadi.. Adagio for strings by Tiesto kan?"

Jongin tampaknya sedikit terkejut, terlihat dari gerakannya melalui ekor mata Chanyeol, "Ya. Tak kusangka ada yang tahu."

Chanyeol tertawa, "Perkataanmu itu seakan merendahkan sang DJ dunia."

Chanyeol melirik Jongin sekilas, walaupun wajahnya tertupi bayang topi, tapi dari samping Chanyeol tampak melihat sudut bibirnya yang sedikit tertarik keatas. Sepertinya dia tersenyum kecil. "Apa kau penggemar pria Belanda itu?"

"Jika pria Belanda maksudmu adalah Tiesto, tidak. Aku memang menikmati karyanya tapi aku bukan termasuk penggemarnya. Aku lebih menyukai Hardwell."kata Chanyeol. Mereka berbincang tanpa memandang satu sama lain.

"Hardwell? Robbert van de Corput, pria yang juga asal Belanda itu?"

"Tak kusangka, kau tahu nama aslinya." Chanyeol terkekeh, "Apa kau termasuk penggemar Hardwell?"

"Aku menyukai keduanya."jawab Jongin.

"Bagaimana dengan deadmau5?"tanya Chanyeol lagi.

"Aku menyukai gayanya yang unik. Walaupun aku tidak tahu banyak soal karyanya." Jawab Jongin.

"Ngomong-ngomong aku Chanyeol, dan kau?" Chanyeol menghadap samping dan menjulurkan tangannya.

Sang DJ tampak ragu-ragu sesaat sebelum membalas uluran tangan Chanyeol, "Jongin."

"Ini pesananmu, Jongin."kata Jongdae datang tiba-tiba dengan membawa segelas Long Island lalu menaruhnya di hadapan Jongin. Yang segera disambut hangat oleh bibir milik si pemesan.

"Sehabis ini apa kau langsung pulang?"tanya Jongdae.

"Yap."

"Siapa penggantimu setelah ini?"tanya Jongdae.

"Mungkin Taemin hyung. Jika aku benar."

Jongin segera menghabiskan minumannya, lalu segera beranjak, "Aku pergi, hyung." Pamitnya sebelum menghilang diantara kerumunan orang.

Setelah Jongin menghilang diantara lautan manusia, Jongdae menatap Chanyeol.

"Apa?" sewot Chanyeol yang merasa risih ditatap seperti itu.

"Aku tidak percaya jika kau benar-benar tertarik padanya."

"Aku tidak butuh kau untuk percaya."

"Tidak bermaksud menakutimu. Tapi percayalah dia susah untuk didekati."

"Bukan masalah besar, Jongdae."jawab Chanyeol santai yang dibuahi dengusan kesal dari Jongdae.

Chanyeol menaikkan salah satu sudut bibirnya. Sepertinya paksaan Luhan untuk kemari bukanlah hal yang buruk.

.

.

Ini pertama kalinya dalam hidup Chanyeol, ia begitu ingin memakan daging rusa panggang. Luhan ditambah alkohol sama dengan bencana.

Tadi malam saat perjalanan pulang dari kelab, mobil mereka nyaris menabrak sebuah minimarket pinggir jalan. Salahkan si rusa bodoh itu yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya sehabis mabuk lalu muntah secara tiba-tiba diatas paha Chanyeol. Kabar bagusnya, itu celana kesayangan Chanyeol.

Setelah itu dia memeluk Chanyeol dari samping dan mencium pipinya. Oh, itu sangat menjijikkan. Chanyeol oleng seketika, dan untung saja dia segera menarik rem tangan sebelum mobil mereka bertindak lebih jauh lagi.

Dan pagi ini, acara istirahat Chanyeol harus diganggu oleh Luhan yang mengalami hangover. Hingga membuat si giant itu harus meninggalkan tempat tidurnya hanya untuk membuatkan teh hijau untuk Luhan.

"Apa yang kau minum semalam?"omel Chanyeol sambil memanaskan air.

"Entahlah, aku juga lupa apa yang kupesan semalam."kata Luhan yang duduk lemas diatas kursi. Dia baru saja mengeluarkan semua isi perutnya di westafel tadi, dan sekarang kepalanya benar-benar terasa berat dan pusing. Hingga harus membuat kepalanya disangga oleh permukaan meja kaca yang bening.

"Sepertinya kau juga lupa jika hampir membuat kita bunuh diri semalam." Sindir Chanyeol sambil memasukkan bubuk teh hijau ke dalam cangkir.

Luhan mengangkat sedikit kepalanya, "Benarkah?"

Chanyeol hanya mendengus lalu mengangkat air yang sudah panas dan menuangkannya ke dalam cangkir yang sudah berisi bubuk teh hijau. Setelah itu dia mengaduknya dengan kuas khusus pengaduk teh hijau.

"Habiskan ini."Chanyeol meletakkan cangkir itu di hadapan Luhan.

Luhan memandang cangkir itu dengan memelas, "Aku tidak suka teh hijau. Rasanya pahit. Apalagi jika kau yang membuatnya. Pasti rasanya jauh lebih pahit."

"Habiskan. Salahkan kelakuan gilamu semalam."ucap Chanyeol dengan tatapan aku-tidak-mau-tahu, lalu setelah itu meninggalkan Luhan dan melanjutkan project-nya yang tertunda semalam.

Sedangkan Luhan harus berjuang keras menghabiskan teh hijau itu tanpa harus menyemburkannya keluar.

.

.

Chanyeol sedang berjalan di dekat emperan toko pinggir jalan. Tadi, sepupu rusa merepotkan itu menyuruhnya untuk dibelikan sup krim jamur, karena merasa dirugikan setelah meminum teh hijau yang sangat pahit. Tak ada yang tahu kenapa, jika Chanyeol yang membuat teh hijau pasti rasanya jauh lebih pahit dari seharusnya.

Padahal jika ditinjau ulang, seharusnya Chanyeol-lah yang jauh lebih dirugikan disini. Tapi mendebat rusa sialan yang lebih tua darinya itu pasti akan berbuntut panjang, hingga dia lebih memilih mengalah dan mencarikan pesanan sang sepupu dengan setengah hati.

Setelah mengantri cantik—eh, tampan—selama setengah jam dengan menahan kesal, Chanyeol akhirnya mendapatkan semangkuk sup krim jamur yang sudah dikemas dengan rapi dan masih hangat. Kabar bagusnya, itu porsi yang terakhir, yang berarti Chanyeol tidak mendapat bagian.

Chanyeol tidak mau hanya melihat Luhan menikmati sup krim jamurnya, sedangkan ia hanya meneteskan air liur. Enak saja. Jadi dia kembali berjalan di emperan toko pinggir jalan, mencari sesuatu yang sekiranya bisa menjadi breaklunch-nya untuk mengisi perut.

Saat sedang menyusuri jalan, matanya menangkap seorang florist cantik sedang menata bunga di depan etalase tokonya. Dan kebetulan tatapan mereka bertemu. Dengan jahil, Chanyeol mengedipkan sebelah matanya dan menampilkan cengirannya. Membuat florist cantik itu merunduk malu dengan wajah yang sedikit merona. Chanyeol hanya tertawa setelahnya. Sedikit flirting cukup menyenangkan.

Saat Chanyeol mengalihkan pandangannya, matanya menangkap sebuah poster yang menampilkan tampak belakang seorang DJ yang mengangkat kedua tangannya ke udara dan sedang berdiri di belakang DJ booth. Itu adalah poster DJ Tiesto. Melihat poster itu, pikirannya melayang ke malam sebelumnya dimana dia bertemu dengan DJ manis dengan julukan Brownbear bernama Jongin. Tanpa sadar Chanyeol tersenyum.

Poster itu ditempelkan pada etalase kaca sebuah toko musik, bersama dengan poster-poster album dari beberapa musisi. Entah apa yang membuat Chanyeol melangkahkan kakinya menuju ke toko musik itu.

Bunyi nyaring sebuah bel menyambut Chanyeol saat tangannya mendorong pintu kaca toko musik tersebut. Seolah-olah mengucapkan selamat datang padanya. Toko tersebut sepi, setidaknya itulah yang Chanyeol dapatkan saat menyusuri deretan rak yang berisi berbagai macam album dari berbagai musisi.

Matanya memindai deretan album,entah kenapa tiba-tiba saja ia jadi ingin membeli album DJ Tiesto. Dan Chanyeol harus mengahadapi kenyataan pahit saat ia menemukan ada berbagai macam album DJ Tiesto yang dibagi menjadi banyak versi. Dia lupa jika album DJ dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Seperti, Studio album, Compilation album, Remix album, dan Videos album. Dan setiap versi terbagi menjadi beberapa varian album. Chanyeol mulai memilah, yang pasti dia tidak akan membeli jenisVideos.

Chanyeol yang sedang konsentrasi mengamati album Magical Journey tidak menyadari jika ada seseorang yang berdiri di sebelahnya. Tangan ramping yang dilapisi sweater berwarna merah marun itu terjulur, menggapai sebuah album ber-cover seorang pemuda berjas biru dan berkacamata hitam, dengan latar belakang dominan merah.

"Jika boleh kuberi saran, sebaiknya kau mengambil album yang ini. Ini album terbaru Tiesto dalam setahun belakangan." Katanya sambil menjulurkan album yang dia ambil ke sebelah Chanyeol.

Chanyeol mengambil album yang dijulurkan padanya. Seraya mengamati, tangannya membolak-balik album itu. "A Town Called Paradise?"

"Yap."

Chanyeol menoleh ke sampingnya, "Ini—" kalimat Chanyeol tertahan di ujung lidah saat dia mendapati jika seseorang yang memakai sweater merah marun dan lebih pendek darinya ini ternyata DJ yang semalam memainkan Adagio for Strings dengan piawai hingga membuat Chanyeol terpukau.

"Ya?"seorang ber-sweater merah itu sedikit memiringkan kepalanya karena orang yang diajaknya berbicara ini tiba-tiba membeku.

"Kau—" ucapan Chanyeol terputus.

"Aku pemilik toko musik kecil ini. Maaf jika membuatmu terkejut."katanya dengan senyum kecil, lalu tangannya menata deretan album di rak.

Benarkah ini Jongin? Orang yang membuatnya tertarik tadi malam? Dia terlihat tambah manis dengan sweater merah marun yang dikenakannya. Mendukung wajah manisnya.

"Apa kau menyukai Tiesto?"tanyanya, menatap Chanyeol sekilas lalu kembali merapikan album di rak.

"Tidak juga."jawab Chanyeol.

Chanyeol mengernyit. Jongin seperti tidak Jongin pura-pura tidak ingat atau benar-benar lupa?

Ah! Tiba-tiba Chanyeol teringat, semalam mereka berbincang tanpa saling menatap. Wajar saja jika Jongin tidak mengenalinya. Ditambah wajah Jongin yang tertupi bayangan topi dan dentuman musik yang memenuhi udara.

Chanyeol sih beruntung sempat melihat wajah Jongin saat topi hitam yang dikenakannya terjatuh. Walaupun di dalam suasana yang remang dan pencahayaan yang tidak teratur.

"Sepertinya menarik."komentar Chanyeol seraya memperhatikan gambar cover.

Pemuda manis itu tersenyum kecil, "Tentu saja. Apalagi Trek Red Lights, hampir semua orang yang mendengarnya jatuh cinta saat itu juga."

"Benarkah?"

"Yap. Walaupun awalnya Red Lights adalah single. Dan, Trek Wasted juga bagus, menurutku."

"Bagaimana dengan Trek yang lain?"

"Tidak buruk. Yah.. walaupun tidak semuanya aku sukai."

Chanyeol tersenyum, "Sepertinya kau tahu banyak ya?"Chanyeol mencoba memancing.

"Tentu saja karena aku Bro—"tiba-tiba ucapan pemuda ber-sweater merah itu terputus. Gerakan tangannya juga terhenti.

Chanyeol berusaha untuk tidak menyeringai saat umpannya termakan. "Karena kau apa?"

"Tentu saja karena aku pemilik Toko musik. Jadi wajar jika aku tahu banyak."katanya sebelum pergi meninggalkan Chanyeol.

"Baiklah, karena kau me-review jika album ini bagus, aku akan mencoba mendengarnya." Kata Chanyeol sambil mengikuti langkah pemuda itu menuju meja kasir.

Chanyeol meletakkan album tersebut di sebelah mesin kasir lalu mengambil dompetnya, selagi pemuda manis itu memindai harga album tersebut.

Chanyeol menyerahkan beberapa lembar won setelah Jongin menyebut nominal harga yang harus ditebus.

"Ngomong-ngomong, aku Chanyeol." ucap Chanyeol memperkenalkan diri, selagi pemuda itu mengumpulkan uang kembalian dan membungkus barang Chanyeol.

Chanyeol memperhatikan ekspresinya, tidak ada tanda-tanda jika pemuda di depannya ini, setidaknya pernah mendengar namanya. Chanyeol sedikit kecewa, ternyata dirinya yang semalam tidak meninggalkan kesan yang berarti.

"Terima kasih sudah berbelanja. Datang lagi lain waktu. "Kata pemuda ber-sweater merah marun itu seraya menyerahkan bungkusan dan uang kembalian ke arah Chanyeol.

Chanyeol meletakkan uang kembaliannya kembali ke dompet lalu meraih bungkusan yang baru saja ia beli, "Kau belum meyebutkan namamu."

Pemuda ber-sweater merah marun itu mengernyitkan alisnya, "Apakah harus?"

"Ya." Jawab Chanyeol mantap, "Memang kenapa? Hanya nama 'kan?"

Pemuda manis itu sedikit menggigit bibirnya sebelum berkata dengan ragu, "Aku.. Jongin."

Chanyeol tertegun sesaat sebelum berkata, "Well, yeah.. salam kenal, Jongin."

.

.

"Kenapa lama sekali, ha!?"

Chanyeol segera disambut kalimat dengan nada tiga oktaf saat baru saja ia membuka pintu rumahnya.

"Yang benar saja. Aku baru pulang membawakan pesananmu dan begitukah caramu menyambutku?" sungut Chanyeol seraya meletakkan sepatunya di rak lalu berjalan melewati Luhan.

"Aku hampir mati konyol menunggumu daritadi."omel Luhan.

"Begitukah?" Chanyeol menatap Luhan dengan pandangan –sok –polos , "Tahu begitu, aku pulang lebih lama lagi. Biar kau benar-benar mati konyol, ge."

Luhan membolakan matanya jengkel, "Apa kau bilang!?"

Sebuah bantal sofa melayang ke arah Chanyeol, namun dengan gesit Chanyeol menghindar hingga bantal sofa tersebut mengenai guci. Membuat guci itu memeluk lantai lalu terpisah menjadi potongan-potongan kecil yang tajam.

"O-ow.. someone in trouble now~" ledek Chanyeol sebelum menghilang di ujung tangga dengan tawa kemenangannya. Balas dendam rupanya.

.

.

.

Malamnya, Chanyeol kembali ke kelab yang sama seperti yang ia datangi di malam sebelumnya bersama Luhan. Tapi kali ini Luhan tidak ikut karena sedang menjalani masa hukuman dari Bibi Lu, akibat memecahkan guci kesayangan miliknya.

Setelah mendapatkan tiket dari Cover Charge, Chanyeol segera memasuki kelab yang tidak begitu mewah tersebut.

Chanyeol duduk di salah satu bangku yang terdekat dari singgasana sang DJ.

"Jongdae, sebotol Old bushmill."serunya pada Jongdae yang sedang sibuk membuat Bloody Marry.

Selagi menunggu pesanannya datang, Chanyeol memperhatikan DJ booth yang masih kosong belum dikendalikan sang Tuan. Musik yang keluar memenuhi suasana masih berasal dari CDJ.

Tiba-tiba bunyi nyaring benturan antara permukaan botol dengan meja bar menyentak pendengaran Chanyeol. Dengan gerakan cepat Chanyeol membalikkan tubuhnya menghadap meja bar dan segera dihadapkan dengan senyuman Jongdae.

Chanyeol setuju jika bartender di hadapannya ini memang selalu tersenyum.

"Ini pertama kalinya kau memesan Irish Whiskey."ucapnya sambil meletakkan sebuah sloki di sebelah botol Old Bushmill.

"Memang kenapa?"

"Tidak. Hanya tak terbiasa."

"Setidaknya aku masih memesan Whiskey." Ucap Chanyeol sembari menuangkan Old Bushmill ke dalam sloki, lalu meminumnya sampai tak bersisa. "Aku hanya sedang ingin mencoba hal lain."lanjutnya.

Chanyeol mengangguk setuju, "Yah, jika ingatanku benar, kau belum mencoba Irish Whiskey. Setidaknya di tempatku."

Chanyeol hanya tersenyum sekilas lalu meminummu gelas keduanya. "Kapan Brownbear datang?"

"Jadwalnya hari ini sekitar jam setengah sembilan."jelas Jongdae.

Chanyeol melihat jam tangan hitamnya, masih pukul delapan lebih. Mungkin sebentar lagi datang.

"Sudah kuduga kau kemari mencarinya."komentar Jongdae.

"Menyaksikan lebih tepatnya."koreksi Chanyeol.

'Karena aku telah menemukannya tadi pagi.' Tambah Chanyeol dalam hati.

"Benarkah?"tanya Jongdae dengan senyumnya yang terlihat meledek. "Well, Aku harus mengerjakan hal lain. Akan kutemani kau nanti." Jongdae memukul pundak Chanyeol sebelum pergi meninggalkannya untuk membuat minuman pesanan tamu lain.

"Tidak perlu jika aku kena biaya tambahan karena menemaniku."ucap Chanyeol.

"Kau pikir aku seperhitungan itu?!"omel Jongdae dari jauh. Chanyeol hanya terkekeh.

Dalam menit-menit menanti aksi sang Brownbear,kelab malam itu mulai dipenuhi oleh orang-orang. Mulai hanya dari sekedar bersenang-senang, sampai yang ingin melepas beban hidup untuk sejenak. Untuk Chanyeol sendiri, dia hanya ingin melihat aksi sang DJ.

Setelah menanti dalam menit yang tersa sangat lama bagi Chanyeol, akhirnya yang ditunggu-tunggu mulai menaiki singgasananya.

Chanyeol menatap lengkap sang Brownbear. Outfit -nya hampir sama seperti kemarin, hanya saja jika kemarin dia memakai jaket varsity dan topi hitam, maka malam ini dia hanya mengenakan kaos putih ditambah hem kotak-kotak dan beanie hitam serta masker putih.

Setelah mengucapkan selamat datang dan sejumput yell-yell singkat kepada para audience melalui microphone, dia mulai menjalankan aksinya. Mengendalikan Turntable, Midi Controller, Effects Unit, dan beberapa peralatan lainnya dengan handal hingga menjadikan musik benar-benar menggairahkan untuk dinikmati.

Dan Chanyeol sedikit terperangah saat musik yang dimainkan pertama kali adalah Spaceman sang Hardwell. Salah satu favoritnya dimainkan dengan indah.

Chanyeol tak mengindahkan orang-orang yang meliukkan tubuh mereka dengan semangat. Hanyut dalam musik yang diciptakan sang Brownbear, dan sinar-sinar laser yang menyinari keremangan dengan liar. Retina coklatnya terfokus pada Jongin, sang DJ dengan julukan Brownbear mengendalikan suasana dengan skill-nya. Ditambah sesekali ikut meliukkan tubuhnya juga.

Chanyeol sudah benar-benar terpesona oleh kilau Jongin.

"Lihat siapa yang tak berkedip."ujar seseorang mengejutkan Chanyeol dengan menepuk pundaknya.

Chanyeol berjengit kaget lalu mendelik pada Jongdae sebelum memperhatikan sang Brownbear lagi.

"Dia memang handal dan yang paling berbakat diantara DJ disini."komentar Jongdae.

"Aku tak heran."ucap Chanyeol sambil tetap memperhatikan objek yang menyedot perhatiannya sejak tadi.

Setelah mengahabiskan berjam-jam menyuguhkan keterampilannya, akhirnya Brownbear mengucapkan salam perpisahan, melepas headphone, dan menuruni singgasananya.

Dan sesuai prakiraan Chanyeol, Jongin datang menuju meja bar. Sebutlah ini hari keberuntungan Chanyeol karena Jongin duduk di sebelahnya seperti kemarin.

"Jongdae hyung, beri aku segelas air putih saja." Panggilnya setelah menyamankan diri di kursi bar.

Chanyeol sempat mengernyitkan heran. Baru saja ia sudah akan bertanya, Jongdae sudah mendahuluinya, "Eh, kenapa air putih, Jong?"

"Kenapa memang?"Jongin bertanya balik.

"Hanya saja—"

"Aku sedang tidak ingin minum alkohol. Sudah cepat berikan, aku haus."potong Jongin.

Chanyeol baru tahu kalo Brownbear bisa bersifat bossy.

"Ini."Jongdae menyodorkan segelas besar air putih.

"Kenapa banyak sekali, hyung?" Jongin sedikit membolakan matanya.

"Tadi katamu haus." Jongdae mengangkat bahu.

"Ck. Bukan berarti kau harus memberiku sebanyak ini."omel Jongin, tapi setelah itu dia meminumnya juga. Sampai habis.

Chanyeol menahan tawanya. DJ berbakat sepertinya juga mempunyai sifat Tsundere.

"Hyung, aku pergi."kata Jongin singkat sebelum pergi. Sepertinya terburu-buru.

Chanyeol mendesah kecewa karena tidak mendapat kesempatan untuk berbincang dengan Jongin.

"Kecewa eoh?" ledek Jongdae dengan senyum menyebalkannya.

"Damn you, Jongdae."Chanyeol meletakkan sejumlah uang sebelum pergi meninggalkan meja bar tersebut menuju pintu keluar. Meninggalkan Jongdae dengan tawa menyebalkannya.

.

Chanyeol sedang dalam perjalanan pulang dengan mobilnya saat ekor matanya menangkap seseorang tengah berjalan di trotoar. Melihat hem kotak-kotaknya dari tampak belakang membuat Chanyeol menepikan mobilnya disamping orang yang sedang berjalan tersebut. Ekspresi terkejut yang terpancar dari kedua matanya ditangkap oleh Chanyeol saat ia membuka kaca mobilnya.

"Butuh tumpangan, Brownbear?"tawarnya ramah.

"Tidak. Terima kasih."tolaknya lalu berjalan.

Chanyeol menekan pedal gas dengan pelan, hingga membuat mobilnya berjalan mengiringi orang yang ditawarinya.

"Aku tidak akan berbuat kejahatan padamu. Ini sudah dini hari, kurasa tidak ada kendaraan umum pada jam-jam seperti ini."Chanyeol masih belum menyerah.

"Aku bisa berjalan kaki."

"Kau yakin? Jam segini rawan kejahatan. Dan suasananya sedang sepi."

"Aku bisa menjaga diri."

"Aku sebenernya bermaksud baik, jadi jika kau tidak mau, aku tidak akan memaksa. Semoga sisa harimu menyenangkan."ucap Chanyeol sebelum menaikkan kaca mobilnya dan menekan pedal gas lebih dalam.

"Tu-tunggu."Jongin memekik kecil seraya mengangkat tangannya.

Chanyeol hanya tersenyum geli saat melihat melalui kaca spion dan menekan pedal rem. Jongin berlari kecil menuju mobilnya.

Chanyeol membuka kaca mobil dan mendapati Jongin sedang berdiri di samping mobilnya.

"Ku-kurasa menerima tawaranmu tidak buruk."ucap Jongin dari balik masker putihnya.

Chanyeol hanya tersenyum ramah lalu membuka kunci mobilnya, "Masuklah."

Jongin membuka pintu mobilnya dengan perlahan. Walaupun ragu sesaat, akhirnya dia mendudukan dirinya di samping kursi pengemudi dan memasang seatbelt.

"Jangan macam-macam padaku. Aku membawa pepper spray."ancamnya.

Chanyeol mengernyitkan dahinya sekilas lalu tertawa, "Aku mengerti. Lagipula sudah kukatakan 'kan jika aku tidak bermaksud jahat?"

Setelah itu Chanyeol menekan pedal gas dan menjalankan mobilnya.

"Ehm, maaf tapi apa kau tidak membawa mobil?"tanya Chanyeol basa-basi dan setengah ingin tahu.

"Aku tidak bisa menyetir."jawabnya pelan.

"Uh, oke. Ngomong-ngomong, kita ke arah mana?"

"Ke kawasan ***, kau cukup mengantarku sampai sana."ucapnya sopan.

Chanyeol hanya menganggukkan kepalanya tanda paham. Sejujurnya, dia ingin tahu mengapa Jongin selalu menutupi wajahnya saat menjalankan aksinya. Tapi niat itu diurungkannya, karena itu mungkin menganggu privasi.

Akhirnya, untuk membunuh keheningan, Chanyeol memilih topik seputar DJ untuk diperbincangkan. Cara lain untuk mencoba mendekati orang yang menarik hatinya.

"Baiklah, kau cukup mengantarku sampai sini saja."ucap Jongin saat mobil Chanyeol berbelok di perempatan.

"Kau yakin?"

"Sangat."

Setelah itu Chanyeol menepikan mobilnya.

"Terima kasih atas tumpangannya…"Mata Jongin melirik dashbor mobil. Terdapat stiker mini bertuliskan hangeul Lu Han disana. "Luhan-ssi."

Chanyeol sempat bingung pada awalnya. Namun setelah itu dia paham. Mobil yang ia gunakan sekarang adalah milik sepupu merepotkannya itu, Luhan. Dan stiker mini kekanakan itu ditempelkan oleh kekasih Luhan, Minseok. Mengingat mobilnya dinodai oleh muntahan Luhan, hingga harus membuatnya untuk mengantrikan mobilnya tersebut di tempat pencucian mobil.

"Ya. 'ur welcome."

Jongin lalu membuka pintu dan beranjak keluar.

"Eh, tunggu sebentar."tahan Chanyeol sebelum Jongin sempat menutup pintu mobilnya.

Jongin menoleh, "Ya?"

"Jika kau tidak keberatan, siapa namamu?"tanya Chanyeol.

"Jongin."jawabnya singkat lalu menutup pintul mobil.

.

.

Keesokan harinya, setelah ia menyerahkan project-nya, ia segera menuju toko musik yang kemarin ia kunjungi.

Suara bel menyambutnya datang. Dengan santai ia melangkahkan kakinya menuju tempat dimana orang yang dia cari, sedang duduk di belakang mesin kasir sambil membaca buku.

"Apa kau punya piringan hitam musik Klasik?"tanya Chanyeol.

Orang yang merasa diajak bicara itu mendongakkan kepalanya dan sedikit terkejut. "Bukankah kau yang kemarin datang kesini dan semalam yang.."

Chanyeol menahan seringainya. Dia tahu apa yang akan Jongin katakan. "Yang apa?"

"Ah, bukan apa-apa. Piringan hitam musik klasik? Ada di rak ujung."kata Jongin seraya berdiri dari duduknya dan membimbing Chanyeol menuju tempat yang ia maksud.

Chanyeol mengikutinya seraya memperhatikan Jongin tampak belakang yang sedang berjalan.

"Ini, disini." Jongin menunjukkan sederet piringan hitam kepada Chanyeol. "Berhubung piringan hitam sudah tidak lagi banyak yang memakai, jadi koleksi disini tidak lengkap."

"Tak apa. Aku hanya membelikannya untuk Kakekku. Dia senang mendengarkan musik Klasik."

Pemuda manis itu hanya menganggukkan kepalanya pelan.

"Aku sudah mendengarnya."ucap Chanyeol tak memandang Jongin, sibuk mencari-cari diantara cover deretan piringan hitam.

"Apa?"pemuda manis itu sedikit memiringkan kepalanya tanda tak mengerti maksud Chanyeol.

"Album Tiesto yang kau rekomendasikan kemarin. Aku sudah mendengarnya."jelas Chanyeol.

"Apa kau menyukainya?"tanya pemuda manis itu menatap Chanyeol ingin tahu,

"Ya kau benar. Saat mendengar Red Lights, aku menyukainya saat itu juga. Dan Wasted juga tidak buruk."

Pemuda manis itu tersenyum, "Apa kau akan merencanakan sebuah pesta?"

"Maksudnya?"

"Biasanya orang yang membeli album DJ akan memutarnya saat dia mengadakan pesta. Semacam kelab rumahan untuk sesaat? Ya, seperti itulah."

"Tidak. Aku mendengarnya untuk diriku sendiri."Chanyeol meraih beberapa piringan hitam. Tidak berdebu. Pasti pemuda manis ini sering membersihkan tokonya.

"Bisa aku mencobanya?"tanya Chanyeol.

"Tentu saja." Pemuda manis itu berjalan menuju vynil. Tempat untuk memutar piringan hitam. Sedangkan Chanyeol mengikutinya dari belakang.

Jongin mengambil salah satu piringan hitam dari tangan Chanyeol dan memutarnya di vynil. Lalu mencoba yang lainnya.

"Aku buruk soal musik Klasik."kata Chanyeol. "Jadi aku tidak tahu mana yang harus ku pilih."

"Saranku, sebaiknya kau memilih yang ini,"tunjuk Jongin pada salah satu cover berwarna hijau. "Ini yang paling enak di dengar dari semuanya."

"Aku akan mengikuti saranmu."kata Chanyeol.

Saat Jongin memindai harga, mata Chanyeol tak sengaja menangkap poster DJ Tiesto.

"DJ Tisto mengadakan konser tahun ini."kata Chanyeol .

"Ya, dan itu bulan Februari lalu, tanggal dua puluh delapan." Kata Jongin sebelum menyebutkan nominal harga.

"Benarkah?"tanya Chanyeol seraya menyerahkan beberapa lembar uang.

"Ya, dan konsernya di Mexico."Jongin memberikan kembaliannya pada Chanyeol.

"Apa kau melihat konsernya? Bukankah kau penggemar Tiesto, Brownbear?"tanya Chanyeol, ingin menggoda.

Jongin membeku.

Chanyeol menyeringai.

"Sebenarnya aku tidak ingin menganggu privasimu. Jadi, yah aku tidak akan menyebarkannya."kata Chanyeol akhirnya.

Dengan canggung, Jongin menyerahkan piringan hitam yang sudah dibungkus itu kepada Chanyeol. "Kuharap begitu."

Chanyeol mengambil barangnya, "Jika kau tak keberatan, kau bisa mengajariku memainkan alat-alat DJ. Aku hanya bisa sedikit memainkan Midi Controller, dan itupun yang dapat disambungkan ke komputer atau laptop."

Jongin hanya diam.

"Baiklah, aku pulang. Mungkin aku akan kembali lain waktu. Semoga sisa harimu menyenangkan, Brownbear."kata Chanyeol lalu mulai menuju pintu keluar.

"Namamu yang sebenarnya siapa? Chanyeol atau Luhan?"tanya Jongin saat Chanyeol hampir mencapai pintu kaca toko.

"Chanyeol. Soal nama Luhan, itu nama sepupuku. Semalam kau melihatnya dari stiker kekanakan di mobil 'kan?"

Entah kenapa Jongin merasa malu. Dia mengusap tengkuknya. Walaupun wajahnya tidak memerah.

"Baiklah, Chanyeol-ssi. Kapan aku bisa mengajarimu?"

Chanyeol tersenyum lebar, "Besok bagaimana? Aku kosong."

Kali ini Jongin yang tersenyum, "Tapi, sebelum itu, kuharap kau menyiapkan uang. Karena itu tidak gratis."

.

.

"Ge, kau akan ke Daegu 'kan?"tanya Chanyeol pada Luhan yang sedang mengepak barang.

"Kau tahu benar jawabannya."

Chanyeol terkekeh, "Kalau begitu, aku titip ini pada Kakek. Katakan padanya aku menyayanginya."kata Chanyeol lalu meletakkan piringan hitam yang tadi siang ia beli di atas koper milik Luhan yang terbuka.

"Aku belum selesai membereskan barangku, bodoh."kata Luhan mengambil piringan hitam itu. "Dan apa ini? 'Dari cucu Kakek yang paling tampan'?" Luhan membaca tulisan hangeul diatas cover piringan hitam tersebut.

"Terserahku. 'Kan aku yang memberi Kakek hadiah."

'Walaupun sebenarnya aku ada tujuan lain ke toko musik itu.'lanjut Chanyeol dalam hati.

"Aku kasihan pada Kakek yang punya cucu narsis sepertimu."ucap Luhan lalu meletakkan piringan hitam itu di sebelah kopernya.

"Itu lebih baik, daripada cucu nakal yang memecahkan guci Bibi Lu dan mendapat hukuman pergi ke rumah Kakek, karena kabur ke rumah kekasihnya saat Bibi Lumemberi hukuman tidak boleh keluar rumah."sindir Chanyeol pada Luhan.

Kemarin saat sang Eomma menghukum Luhan tidak boleh keluar rumah, rusa nakal itu justru kabur ke rumah kekasihnya, Minseok. Ditambah saat pulang ke rumah, ia tertangkap basah telah menenggak alkohol. Bibi Lu jelas saja marah berkali-kali lipat dan memberi Luhan hukuman untuk pergi ke rumah kakeknya di Daegu.

"Dan ge, kau harus membayar ganti rugi pencucian mobil karena telah menodai Hybrid CRZ ku dengan muntahanmu itu. Dan itu belum termasuk celana kesayanganku."tambah Chanyeol.

"Aku tidak mau."geram Luhan.

"Kalu begitu, aku minta ganti rugi saja pada Bibi Lu~"

"Mati saja kau, dobi sialan!"seru Luhan sambil melemparkan remote AC ke arah Chanyeol.

Namun, Chanyeol selalu bisa berkelit.

.

.

Chanyeol kembali datang ke toko musik Jongin keesokan harinya. Dengan senyum lebarnya ia menemui Jongin yang sedang melayani beberapa pembeli.

Setelah menitipkan toko musiknya kepada sang adik, Taeoh. Jongin mengajak Chanyeol ke studio musik yang berjarak cukup jauh dari tokonya.

"Sebenarnya ini milik Pamanku. Studio ini merangkap sekolah DJ. Aku tidak pernah punya DJ Gears dengan lengkap."Jelas Jongin sebelum masuk ke studio tersebut.

"Jadi kau belajar disini?"tanya Chanyeol.

"Begitulah."

Setelah menjawab sapaan dari beberapa rekan Pamannya, Jongin membawa masuk Chanyeol ke ruangan latihan.

"Pertama kau harus mengerti segala peralatannya. Mulai dari Input, Processing, Output dan Additonal Devices. Dalam Input Devices, kau harus mempunyai media penyimpanan data seperti Piringan hitam atau Media Player. "jelas jongin seraya meunjuk satu per satu alat yang ada di DJ booth.

"Setelah itu, dalam hal Processing Devices, inilah saat dimana kau bereksperimen dengan musik yang kau mainkan. Peralatannya ada DJ Mixer, Midi Controller, dan…"Jongin tampak antusias menjelaskan segala peralatan tersebut kepada Chanyeol.

Walaupun pada awalnya Chanyeol kurang paham, setelah itu dia menikmati waktu yang dia habiskan bersama Jongin. Apalagi melihat ekspresi wajahnya yang begitu antusias saat menerangkan. Chanyeol merasa detik-detik saat ia bersama Jongin adalah saat paling berharga.

.

"Hyung, kurasa ini saatnya untuk berakhir."kata Jongin setelah sekian jam mereka habiskan untuk berkutat dengan peralatan tersebut.

"Ya, kau benar."Chanyeol melepaskan headphone lalu meregangkan tubuhnya.

"Apa nanti malam kau akan ke house music?"tanya Chanyeol seraya membereskan barang-barangnya.

"Yap."

Setelah itu mereka berjalan berdua keluar dari ruangan tersebut sebelum Jongin menguncinya. Setelah itu, dia menyerahkan kunci tersebut kepada salah satu rekan Pamannya sebelum keluar dari studio.

"Apa kau sering melakukan bedroom DJ?" tanya Chanyeol dalam perjalanan pulang.

"Hanya jika aku sedang longgar dan benar-benar bosan."kata Jongin.

"Apa kau ingin mampir dulu sebelum pulang?"tawar Chanyeol.

"Tidak usah hyung, Terima kasih."

Setelah mengantar Jongin kembali ke toko musik, Chanyeol berjalan pulang. Perasaannya benar-benar senang saat ini.

.

.

.

.

Tak terasa, sudah sekian bulan Chanyeol 'belajar' pada Jongin. Hal ini menjadikan mereka jauh lebih dekat dari awal pertemuan mereka. Hingga membuat Jongdae, bartender music house tempat Jongin unjuk gigi, menjadi keheranan. Karena setahunya Jongin tidak mudah untuk di dekati.

Dan Chanyeol membuktikan jika omongan Jongdae itu salah. Jongin orang yang menyenangkan sebenarnya. Walaupun dalam obrolan biasanya dia lebih banyak menjadi pihak yang mendengarkan. Lagipula, Chanyeol mendekati Jongin karena murni perasaan tertarik dan kagum. Tidak ada maksud aneh lain. Mungkin, Jongin bisa merasakan mana orang yang tulus dan mana yang tidak.

Seperti saat ini, mereka mengobrol dengan sedikit candaan di pojokan meja bar. Walaupun sekarang Chanyeol lebih rajin ke music house dibandingkan Luhan, tapi dia tidak mabuk-mabukan. Tujuannya ke music house hanyalah karena ada Jongin.

"Brownbear, mungkin kau bisa memainkan Wasted atau Traffic-nya Tiesto."usul Chanyeol.

"Itu berarti kau menyuruhku untuk belajar, hyung. Sedangkan aku tidak punya waktu."sungut Jongin sambil menyeruput air putihnya. "Aku lebih suka memodifikasi musikku sendiri, sebenarnya."

"Itu jauh lebih baik."

"Aku tidak bisa berlama-lama. Jongdae hyung, aku pergi."ucap Jongin setelah menandaskan minumannya. Yang disusul Chanyeol.

Dan pulang bersama dari kelab pada dini hari sudah menjadi rutinitas mereka berdua. Biasanya, Chanyeol mengantar Jongin terlebih dahulu sebelum memutar kemudinya pulang ke rumah.

.

.

Chanyeol dan Jongin sedang di taman dekat toko musik setelah mereka pulang dari studio. Hanya sekedar melepas rasa lelah dengan duduk di atas bangku yang dinaungi pohon besar yang rindang.

Jongin yang duduk membaca buku sedangkan Chanyeol yang tiduran diatas bangku dengan kepala beralaskan paha Jongin.

"Jongin."panggil Chanyeol dengan mata terpejam.

"Eum?"

"Aku sering bertanya-tanya, kenapa kau segera pulang setelah menjadi DJ?" tanya Chanyeol. "Maksudku, kenapa tidak bersenang-senang, walau hanya sebentar? Apa kau menyembunyikan sesuatu?"

Sehelai daun dari pohon yang menaungi mereka melayang turun, mendarat diatas kelopak mata Chanyeol yang menutupi maniknya.

Jongin yang melihat itu, meletakkan bukunya lalu mengambil daun maple tersebut. Tapi, baru saja memegang tangkainya, tangan Chanyeol sudah menggenggam pergelangan tangan Jongin.

Chanyeol menunjukkkan maniknya lalu duduk di sebelah Jongin tanpa melepas pegangannya pada pergelangan tangan Jongin. Helai daun itu kembali melayang jatuh. Membuka jalan agar manik Chanyeol dapat terhubung dengan manik Jongin.

"Apa kau benar-benar butuh jawaban, hyung?"tanya Jongin.

"Menurutmu?"Chanyeol bertanya balik.

Jongin melepas hubungan matanya dengan Chanyeol, memilih untuk memandangi sinar matahari yang menyelinap diantara celah-celah merahnya daun maple. Sehingga dedaunan itu terlihat seperti terbakar.

"Tidak semua pertanyaan mempunyai jawaban hyung.."Jongin mencoba berkelit.

"Tapi kau pasti punya alasan 'kan?"Chanyeol masih belum menyerah. "Kau bisa menceritakannya padaku."

Jongin melepaskan pergelangan tangannya dari Chanyeol untuk merapikan rambut coklat tanahnya.

"Ceritanya panjang."

"Aku punya banyak waktu untuk mendengarnya."

"Aku khawatir kau akan mengubah persepsimu tentangku."

"Memangnya kau tahu persepsiku tentangmu?" tanya Chanyeol.

Jongin tersenyum. "Baiklah, kau menang, hyung."

"Kita tidak sedang berduel, Jongin." Ucap Chanyeol. "Tapi jika kau memang tidak ingin memberitahu alasanmu, yah.. aku tidak akan memaksa."

Jongin menoleh kepada Chanyeol, terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu, sebelum akhirnya membuka mulut, "Mungkin… memberitahumu sedikit tidak ada salahnya."

Chanyeol tersenyum lebar. Dia mengubah posisi duduknya menghadap Jongin, dengan kaki dilipat yang ia letakkan diatas bangku, dan tangan yang menyangga dagunya. "Aku siap mendengarkan cerita panjangmu."

Jongin tersenyum geli melihat tingkah aneh Chanyeol. "Sebenarnya, saat aku menjadi DJ—"

Deringan telepon dari smartphone milik Chanyeol memutus kalimat Jongin. Dengan kesal, Chanyeol meraba-raba tubuhnya mencari benda sialan itu.

Ekspresi kesalnya tidak dapat ditahan saat melihat Id penelfon. Luge.

"Apa maumu ge?" Chanyeol mengucapkan salam pembukanya dengan nada kesal.

"…."

"Tidak. Aku tidak mau. Lakukan saja sendiri."Chanyeol mendengus kesal.

Sedangkan Jongin memperhatikan ekspresi Chanyeol saat berdebat di telpon, dengan senyum-senyum sendiri. Jongin tidak tahu apa yang mereka bicarakan di telfon. Tapi, melihat ekspresi Chanyeol yang menahan kesal seperti itu cukup menghiburnya.

Chanyeol mendesah keras, "Baiklah. Baiklah. Akan kulakukan."

"…."

"Kau tahu ge, jika ada ajang lomba 'pemaksaan'. Kau –lah juaranya."Chanyeol mengucapkan salam perpisahan.

Pip.

Hubungan diputusakan. Chanyeol tidak peduli jika Luhan mencak-mencak disana. Luhan memang tipe orang yang pintar memaksakan sesuatu, terutama kepadanya.

"Jongin, maaf ya. Ada seekor mutan rusa yang berbuat ulah. Jadi aku harus mengurusnya sebelum ia menimbulkan hal lainnnya."ucap Chanyeol pada Jongin dengan rasa bersalah.

Jongin hanya menganggukkan kepalanya yang terlihat sangat menggemaskan di mata Chanyeol, "Tak apa, hyung."

Walaupun sebenarnya Jongin cukup lega karena tidak jadi bercerita pada Chanyeol.

Sedangkan Chanyeol menuju Hybrid CRZ kesayangannya dengan perasaan dongkol. Chanyeol tidak habis pikir, kenapa dari jarak yang jauh saja, Luhan bisa begitu merepotkan dan menjengkelkan.

.

.

Beberapa minggu kemudian, saat Chanyeol mengunjungi house music, dia tidak mendapati Jongin disana. Begitu juga dengan malam-malam berikutnya hingga membuat Chanyeol bertanya-tanya.

Sedangkan untuk mengunjungi Jongin pada siang hari, dia tidak punya cukup waktu. Karena project tambahan yang dilimpahkan Luhan padanya.

"Jongdae, kenapa aku tidak mendapati Brownbear bermain disini akhir-akhir ini?"tanya Chanyeol sambil meminum sodanya.

"Dia sudah berhenti."ucap Jongdae.

Chanyeol nyaris menyemburkan sodanya. "Apa?"

"Dia sudah berhenti. Sekitar seminggu yang lalu."ulang Jongdae sambil mengernyitkan alis, "Kukira kau tahu."

Chanyeol menggeleng. "Aku tidak bertemu dengan sekitar dua minggu terakhir ini."

"Mengejutkan sekali."ucap Jongdae datar dan bersikap –sok –tidak peduli.

Chanyeol mengabaikan respon Jongdae yang menyebalkan tersebut, "Apa sekarang kau tahu apa yang ia lakukan setelahnya?"

"Aku tidak tahu."Jongdae mengangkat bahu. "Tapi harus kuakui aku cukup kehilangannya."

.

.

Chanyeol mengemudikan mobilnya dengan cepat. Dia sedikit khawatir terhadap Jongin. Walaupun dia sendiri merasa dia tidak perlu khawatir.

Ban mobilnya berdecit keras membelah langit malam saat Chanyeol mengerem. Dengan tergesa-gesa, Chanyeol membuka seatbelt lalu turun dari mobilnya.

Matanya menatap tak percaya pada apa yang ia lihat.

Toko musik Jongin sudah berubah menjadi sebuah kedai soju.

Chanyeol mengerjap-ngerjapkan matanya dan menggelangkan kepalanya. Berharap apa yang ia lihat adalah ilusi.

Namun kenyataan tetaplah kenyataan dengan segala kepahitannya.

Yang di depannya sekarang memang sebuah kedai soju. Bukan toko musik Jongin yang sering ia kunjungi.

Chanyeol merasa lemas.

Dia meraih smartphone-nya lalu mencoba menghubungi Jongin.

Namun suara operator wanita selalu menyambut panggilannya hingga ia muak sendiri.

Chanyeol mengacak rambutnya. Perasaannya tidak enak.

Kemana perginya Jongin?

.

.

.

.

.

.

.

TBC

[A/N] Umm, hallo.. apakah mash ada yang infant saya estelar serian tahúr?

Mohon maaf menghilang tiba-tiba selama... satu setengah tahun (?) oke, saya juga yakin ga ada yang ingatt saya lol

Cerita ini sebelumnya pernah saya post sebelum akhornya dihapus oleh pihak ffn karena judul yang sama dengan judul lagu ternama dan sekarang saya repost kembali dengan judo yang berbeda

Sejujurnya saya rindu kesini haha dan saya ingin menuntaskan apa yang bellum saya selesaikan haha

Mohon dukungannya xD