Berlindia (bukan Netonett)
.
This guy's in love with you
.
Park Chan Yeol x Kim Jong In x Wu Yi Fan
.
.
CHAP 1 – PAYUNG MERAH
Aku pikir semua pria pasti mengharapkan kekasihnya merupakan gadis yang cantik. Bukankah terdapat kebanggaan tersendiri jika mendapatkan gadis cantik? Setidaknya menurutku, semua gadis pun memikirkan hal yang sama tentang seorang pria yang tampan.
"Rasanya baru kemarin aku bermain di pantai saat musim panas." Keluh temanku, Kim Jondae.
"Iya." Jawabku dengan pelan sambil merogoh tas gendongku.
Ini hari pertama hujan turun. Berarti mulai saat ini Korea Selatan memasuki musim hujan. Bukannya, aku tidak menyukai musim hujan. Hanya saja rasanya sedikit menyebalkan menjadi lembab dan basah.
"Kau membawa payung?" tanya Jongdae dengan ekspresi terkejut. Karena kebanyakan orang disekeliling kami tidak membawa payung. Padahal tadi pagi siaran lamaran cuaca di televisi mengatakan hari ini akan turun hujan pertama.
"Adikku yang memaksaku untuk membawa ini." Ucapku dengan jujur.
Adik perempuanku merupakan seorang gadis yang mempercayai semua jenis ramalan, ramalan cuaca, ramalan bintang, bahkan ramalan kartu tarot.
"Adik yang perhatian ya.." gumam Jongdae berbarengan dengan tanganku yang membuka payung lipat.
Tapi saat aku mengangkat payungku. Aku menemukan sepasang kekasih yang sepertinya sedang bertengkar diatas guyuran hujan. Meskipun sepasang kekasih itu tidak seperti umumnya. Satu pria dan satu wanita tapi malah dua pria. Entah apa yang terjadi si pria meninggalkan kekasihnya begitu saja. Ah~ suasana hatinya sepertinya cocok dengan cuaca semendung dan sedingin ini.
"Warna merah? Payung yang benar-benar mencolok," komentar Jongdae yang aku dengar dengan jelas namun tidak aku pedulikan sama sekali. "Woi! Woi! Chanyeol!" seru Jongdae dengan keras.
Aku tahu penyebab Jongdae berteriak memanggilku karena aku tiba-tiba berlari dan menerobos hujan. Tapi aku tidak tahu mengapa aku berlari menuju seorang pria yang diam menunduk diatas guyuran hujan deras. Bahkan tangan kiriku yang memegang erat payung pun dengan tidak tahu malu terulur dan memayungi pria tersebut. Dan aku bisa merasakan tetesan hujan membasahi kepalaku.
"Apa yang kau lakukan?" tanya namja itu dengan suara yang bergetar, karena dia mungkin menahan diri untuk tidak menangis dan kedinginan. Ah~ dia Kim Jongin, kekasih ketua klub basketku, Wu Yifan.
Untuk pertama kalinya, aku bingung untuk menjawab pertanyaan seseorang. Aku hanya tidak tahan melihatnya. Punggungnya yang bergetar itu yang membuatku menghampirinya. Dan untuk pertamakalinya aku keheranan, bahwa ada juga pria yang terlihat sangat menawan saat ia menahan diri untuk tidak menangis. Rasa itu yang membuatku ingin melindunginya. Benar-benar pemikiran yang sombong ya?
"Pakaianmu basah." Ucap Jongin saat aku tidak juga menjawab pertanyaannya dan hanya menatapnya.
"Kau juga," ucapku dengan singkat. Tanganku yang lain meraih tanganya yang dingin dan basah untuk menggenggam pegangan payungku. "Aku rasa kau lebih membutuhkannya dibandingkan aku." Ucapku.
Sebelum dia menolak, aku sudah melepas payungku. Dan berlari menjauh. Namun tiba-tiba senyuman senang tersungging di bibirku. Ada rasa senang dan bangga mengitariku. Benar-benar perasaan yang aneh. Ah~ aku melupakan satu hal yang lain. Dia itu seorang pria sama sepertiku kan?
..
Saat aku pulang dalam keadaan basah kuyup adik perempuanku yang kebetulan cerewet memakiku habis-habisan. Kemudian Jongdae pun menelfonku dan menambah daftar makian yang aku dapatkan. Dia marah karena aku meninggalkannya dan membuatnya berteriak memanggilku seperti orang bodoh karena tiba-tiba aku berlari meninggalkannya.
"Kak! Makan malamnya sudah siap!" seru Miwa, adik perempuanku yang cerewet. "Apa masakanku sebegitu tidak enaknya hingga kakak lebih suka melihat telapak tangan kakak?"
"Hah?"
"Jangan cuman bilang hah," ucap adikku dengan nada jengkel. "Aku heran kenapa kakak bisa dapat nilai bagus dengan mudah." Ujar adikku yang hanya membuatku tersenyum kecil. Entah dari mana adikku ini belajar cara menyindir orang dengan baik.
Karena aku terlalu pendiam maka adikku menjadi seorang gadis yang lebih cerewet. Mungkin karena efek kakaknya yang suka kebingungan sendiri menjelaskan sesuatu dengan kata-kata.
"Ada apa dengan tangan kakak?" tanyanya dengan khawatir karena lagi-lagi aku tanpa sengaja menatap telapak tangan kananku.
Aku menggerakan tangan kananku dengan gerakan meremas.
"Tadi aku menyentuh benda yang lembut, dingin dan basah." Ucapku pelan sambil menatap telapak tanganku sendiri. Kalau dipikir-pikir kejadian tadi sore benar-benar seperti komik romance remaja saja.
Tapi aku langsung terkejut dengan ucapanku sendiri dan mendongakkan kepalaku untuk melihat reaksi adikku sendiri. Wajahnya terlihat terkejut lalu kemudian tampak marah. Namun dibanding untuk memarahiku lagi, Miwa malah mengambil gelas yang berisikan teh hangat dan meminumnya dengan cara yang anggun.
"Ma..maaf.." ucapku dengan nada tidak enak.
"Kakak jorok!" serunya dengan nada kesal namun sambil tersenyum malu.
"Hah?"
..
Kota Seoul benar-benar kota tersibuk, apa lagi di akhir pekan seperti ini. Gedung dengan cahaya gemerlap dan lalu lintas yang selalu padat. Pergerakan manusia begitu sangat cepat disini. Menggunakan motor merupakan cara yang sangat efektif untuk membelah kepadatan lalu lintas. Dan untuk pertama kalinya aku merasa ada gunanya juga mendapatkan ijin mengemudiku meski harus beberapakali di ulang berkat adikku yang cerewet.
"Mau menonton film apa?" tanya Jongin sambil menyerahkan helmnya padaku.
Mengejutkan bukan? Hanya karena aku memberikan payungku padanya. Hubungan kami berkembang dengan sebegitu mengejutkannya. Semakin sering intensitas kami bertemu semakin besar juga kedekatan kami. Dan dengan cara mengejutkan juga kami menjadi sepasang kekasih.
"Kau saja yang pilih." Ujarku sambil mengusap kepalanya dengan pelan. Maksudku merapihkan rambutnya akibat helm yang dia pakai.
Jongin selalu tampak menawan saat tersenyum. Dan hal itu juga yang menjadi kelemahanku untuk menolak semua permintaannya.
..
Flash Back : On
Saat masih sekolah, aku tidak tertarik masuk ke dalam klub apa pun. Tapi karena postur tubuhku yang tinggi. Klub basket di sekolahku dulu selalu datang menghampiriku untuk mengajakku bergabung. Aku tidak terlalu payah tapi juga tidak terlalu mahir. Di universitas pun karena postur tubuhku ini dan aku juga pernah masuk ke dalam klub basket. Pada akhir aku memilih masuk ke dalam klub basket yang sudah familiar untukku.
"Chanyeol masuk klub basket juga?" tanya seorang namja yang membuatku hanya mengangguk. Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi tidak ingat dimana. "Sepertinya kau lupa siapa aku, aku Jongin kita sama-sama mengikuti kelas manajemen."
"Aaaah~ maaf, aku ada sedikit masalah untuk mengingat nama orang." Ucapku yang hanya membuatnya tersenyum. Tentu aku ingat wajahnya, aku hanya lupa namanya saja.
"Aku baru masuk klub ini dan kebetulan kekasihku itu ketua klub ini."
"Senior Yifan ya?" tanyaku yang dijawab dengan anggukan bersemangat. Ternyata ada juga orang yang dengan santainya mengatakan dirinya itu gay. Meski Jongin mengatakannya dengan tidak langsung.
"Ah! Aaaaah!" seru Jongin sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya sendiri dan menatapku dengan tatapan membulat. Dia baru sadar sepertinya.
"Keceplosan ya?" tanyaku sambil terkikik geli. "Tidak apa-apa, aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun." Ucapku yang membuatnya bisa tersenyum lega.
Melihat caranya tersenyum. Senyuman itu senyuman seseorang yang benar-benar sedang jatuh cinta. Selain itu, senyuman macam ini selalu memiliki efek menular untuk ikut tersenyum. Jadi aku pun tanpa ragu membalas senyumannya.
"jia you! (mandarin:semangat)" seru Jongin padaku saat pelatih meminta kami untuk berkumpul. Mendapatkan kata semangat darinya sontak membuatku tersenyum.
Dan semenjak saat itu tanpa sadar aku menyukai seorang namja yang parahnya sudah memiliki seorang kekasih.
Flash back : Off
..
Selama film diputar, Jongin tampak duduk dengan tenang. Tidak seperti orang lain yang lebih menonton sambil memakan cemilan. Jongin malah terus menatap layar dengan terpaku, seolah terpesona. Entah terpesona karena apa.
"Kenapa?" tanya Jongin dengan nada terkejut karena aku malah menatapnya.
"Tidak kenapa-napa." Jawabku pelan. Aku tidak mau mengganggu konsentrasinya dalam menonton film yang dia suka. Ini hanya anime movie, kenapa wajahnya sebegitu berbinar-binarnya.
Dia hanya tersenyum kecil padaku, senyuman yang membuat para gadis biasanya akan bertekuk lutut dengan seketika. Kini ia meraih lenganku untuk melingkari tangannya. Tidak hanya itu Jongin bahkan menyenderkan kepalanya di pundakku. Aku tidak percaya ini, jantungku berdetak dengan sebegitu kencangnya. Kalau Jongin mendengarnya dia pasti tertawa terbahak-bahak.
"Filmnya bagus ya?" tanya Jongin dengan senyum puas saat kami keluar dari bioskop.
"Iya bagus." Jawabku sambil tersenyum. Tersenyum bingung, karena tidak mengerti sebelah mana bagusnya film itu dan tidak mau mengecewakan senyuman lebar Jongin.
"Seseorang yang hanya menyukai game, mungkin tidak akan mengerti." Jawab Jongin sambil memakai helm yang baru aku berikan.
"Hah?"
"Kalau tidak suka, aku kan bisa memilih film yang mungkin kau sukai juga." Ucap Jongin dengan nada marah.
Bahkan saat marah pun Jongin begitu sangat menggemaskan. Oh! Damn! Jongin itu pria, kalau aku bilang dia menggemaskan, bisa mati aku. Dan tanpa sadar aku tertawa kecil melihatnya yang tadi terlihat senang dan sekarang terlihat marah. Kenapa dia jadi seperti wanita saja.
"Apa yang lucu?" tanya Jongin dengan marah sambil menonjok pelan lenganku. Tuh kan, mau bagaimana pun Jongin itu pria Chanyeol. Jadi tolong jangan melihat Jongin seperti layaknya wanita. Aku mulai gila karena berdebat dengan diri sendiri, sepertinya.
"Aku hanya terkejut ternyata anime macam itu ada sisi romatisnya," ucapku yang membuatnya menaikan sebelah alisnya. "Misalnya saja Naruto dan Hinata yang kini sudah menjadi suami istri dan memiliki dua anak, benar-benar mengejutkan!" Ucapku dengan sungguh-sungguh yang membuatnya menepuk lenganku dengan kesal.
"Ayo cepat, aku tidak mau pulang terlambat!" ucapnya dengan nada pura-pura kesal.
Tapi aku masih berdiri dan tidak berniat untuk menaiki motorku. Jadi Jongin pun menatapku dengan heran. Banyak orang yang bilang komunikasi melalui tatapan mata merupakan cara yang paling ampuh untuk memberikan sebuah informasi, pada lawan bicara. Jongin pun kini malah tampak menatapku dengan terkejut. Saat jari-jariku terulur untuk menyentuh pipinya, kini roma merah memenuhi pangkal telinganya.
"Kau harus pakai helm yang benar." Ucapku sambil memasang tali helm yang mengitari dagu dan rahangnya. "Kenapa?" tanyaku saat Jongin menatapku dengan kesal.
"Tidak." Ucapnya dengan singkat.
..
Suara hujan turun yang terjatuh di genting dan suara bising di kantin tidak membuat konsentrasiku pecah untuk membaca komik. Cukup dengan memasang headset dan semua kebisingan itu terselesaikan. Tapi tidak untuk kebisingan yang Jongdae lakukan dihadapanku. Jongdae itu selain teman sekelas tapi juga teman satu klub di klub basket. Semenjak aku berpacaran dengan Jongin, aku dan Jongin mulai malas mendekati klub basket.
"Sampai sekarang aku masih bingung, kenapa kau dan Jongin bisa menjadi sepasang kekasih," ucap Jongdae dengan nada heran. "Padahal tampang kalian itu tidak ada tampang-tampang gaynya."
"Kau mau apa sih?" tanyaku dengan kesal.
"Bantu aku untuk mendapatkan kekasih, tapi seorang gadis," ucap Jongdae dengan wajah memelas. "Apa hanya aku yang tidak memiliki kekasih?" tanya Jongdae dengan nada mendramatisir.
Kalau di komik yang sering dibaca Jongin, karakter macam Jongdae itu adalah karakter orang yang akan sangat sering ditindas. Sebelum aku mengusir Jongdae, suara penyiar radio kampusku terdengar diseluruh kantin. Siaran mengenai titip pesan dengan permintaan pemutaran lagu sedang dimulai. Seorang pria tidak dikenal tampak mengirimkan sebuah pesan untuk kekasihnya. Mungkin ini terdengar menggelikan tapi acara ini cukup banyak diminati oleh anak kampusku.
"Aku juga ingin melakukannya jika aku sudah punya kekasih." Ucap Jongdae dengan nada kesal sambil menunjuk-nunjuk pengeras suara. Atau mungkin acara ini sebenarnya cukup efektif juga untuk ajang pamer kekasih.
You see this guy, this guy's in love with you
Yes I'm in love who looks at you the way I do
When you smile I can tell it know each other very well
Lagu yang dinyanyikan oleh Herb Alpert berputar memenuhi seisi kantin. Salah satu lagu tahun 60'an yang disukai ayahku dulu. Meski aku lebih suka mendengar lagu ini dalam versi Dave Koz. Namun setiap mendengar liriknya membuat senyumku mengembang. Jongdae tampak melirikku dengan heran. Tapi aku tidak menanggapinya karena seorang namja dengan payung merahnya memasuki kantin dengan langkah pelan. Cukup mendengar suara langkah kakinya yang mendekatiku dan senyuman yang terus merekah, hal itu cukup atau sangat cukup membuat suasana hatiku menjadi lebih tenang. Tentu saja itu Jongin.
Namun semakin mendekat senyuman itu malah menghilang digantikan oleh tatapan sedih. Hingga tanpa sadar membuatku meringis. Dibalik punggu Jongin, aku bisa melihat senior klub basket sekaligus mantan Jongin. Yifan yang berjalan dengan namja lain, Yifan bahkan tampak merangkul bahu namja tersebut. Aku tahu alasan Jongin yang menatapku dengan mata berkaca-kaca. Sebenarnya semenjak pertama kali Jongin memintaku menjadi kekasihnya dihadapan semua anggota klub basket. Aku tahu, Jongin tidak benar-benar ingin menjadi kekasihku.**
..
TBC
..
Kangen ama tulisan mba ber?
Saya punya fanfic ChanKai lama dia yang belum pernah di post
(hasil ngobrak-ngabrik notebooknya mba ber)
Dan saya diam-diam berniat ngepost fanfic ini cuman langsung ketauan, hahay!
Gak ada note apa pun dari mba ber dia cuman bilang "semoga kalian suka"
..
..
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA DAN
DENGAN TULUS MENCINTAIKU
(ahay!)
1 Semangat
