Request dari Liliana Pelangi yang menyuruh Kyuu buat publish fict ini :'3

Hope you like it~ Liliana-san XD


Detective Conan maupun Magic Kaito bukan milik saya! Saya cuma meminjam karakternya saja!

Warning : OOC, Semi-canon, EYD, typo(s), yaoi, bahasa campur, dan kesalahan lain yang luput dari mata dan hati(?) saia!

Pair : KaiShin

Don't like? Don't read it! :p


Seorang pemuda tampak berlari di sebuah koridor panjang menuju atap sekolah. Surai cokelatnya bergerak lincah mengikuti gerakan pemiliknya. Gakuran hitam yang ia pakai terlihat berantakan akibat dibawa berlari secepat mungkin. Pemuda itu mempercepat langkahnya menaiki tangga lalu berbelok ke kanan.

Saat manik indigo-nya menemukan sebuah pintu, ia langsung membuka dan segera menutupnya rapat. Punggungnya ia sandarkan di belakang pintu. Dadanya naik turun disertai napasnya yang memburu. Kakinya merosot hingga terduduk.

Atap sekolah yang sepi membuat pemuda itu mendesah lega. Semilir angin lembut menerpa wajahnya, ia mengangkat kepalanya seraya menatap langit yang kala itu sangat biru dan tak tertutup oleh awan sedikitpun.

Setelah napasnya stabil, ia kembali menundukan wajah dan—

"—HAHAHAHAHA!" pemuda tadi tertawa terbahak-bahak sambil memukul lantai di bawahnya. Saking nikmatnya ia tertawa, perutnya terasa sakit hingga air mata turut jatuh dari pelupuk matanya. Aksinya makin heboh saat ia mulai berguling-guling di lantai masih dengan gelak tawanya.

Tawaannya berhenti saat kepalanya tidak sengaja menubruk pintu. "Pff—hahahaha, aku tidak percaya—hahaha—" sang brunette kesulitan bicara karena masih menahan tawa. "Hosh, hosh, haha—aku tidak percaya aku melakukannya hahaha—aah~ aku tak bisa berhenti tertawa hahaha—"

Merasa bahwa perutnya sudah terasa sangat sakit, ia pun berhenti memikirkan kejadian yang membuatnya bisa tertawa seperti itu dengan menghela napas dalam-dalam. Beberapa menit kemudian tawanya hilang dan berganti menjadi senyuman kecil—yang mendekati seringai.

"Aah~ mengerjai Hakuba memang menyenangkan~"

Saat ia melihat sebuah mawar ungu di depannya, sang brunette mengerutkan kening. Seingatnya tadi bunga tersebut tidak ada di sana. Sejak kapan?

Penasaran, ia pun mengambil bunga itu dan mengendus wanginya.

Pemuda itu—Kuroba Kaito—sama sekali tidak tahu kalau bunga yang ia endus akan berakibat fatal untuk dua puluh empat jam ke depan.


.

Sweetest Smell

.


Dua puluh menit yang lalu sebelum Kaito pergi ke atap,

Siang hari yang cerah, ditambah iklim yang sudah memasuki musim panas menambah terik matahari berlipat-lipat lebih panas dari biasanya. Seorang remaja berambut cokelat hanya bisa menghela napas panjang—bosan. Sesekali ia melirik jendela dengan langit biru tanpa awan satu pun—pantas saja hari serasa panas sekali. Ia menggerakan sebelah tangannya menuju kerah bajunya lalu mengibas-ngibas kerah tersebut sebagai cara penghilang panas. Namun, hal yang ia lakukan tidak terlalu membuat suhu tubuhnya mendingin. Dengan ekspresi lelah, satu tangannya lagi ia gerakan untuk menghapus keringat yang telah meluncur dari dahinya.

Bola mata biru keunguannya menatap guru yang sedang menerangkan di depan kelas dengan bosan. Di hari sepanas ini, mood-nya untuk belajar entah kenapa langsung menghilang. Di saat seperti ini, ia lebih menyukai untuk berenang di kolam renang dan mendinginkan tubuhnya yang kepanasan.

Saat ia merasakan sebuah tatapan dari arah belakang, Kaito memutar bola matanya malas. Dirinya tahu kalau tuan detektif dari Inggris itu sedang menatapnya lekat. Pasti sang detektif beriris ruby itu akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang Kaito KID—mengingat ia nanti malam akan mengadakan 'pertunjukan' atau aksi mencurinya. Ha—ah, cuaca panas yang menyebalkan semakin buruk akibat hawa kearoganan si detektif british.

Sebuah ide pun muncul dibenaknya, Kaito nyengir lebar. Dia pasti akan membuat Hakuba menderita dan tak memiliki waktu untuk mengitrogasinya saat istirahat siang nanti.

Tak lama kemudian bel pun berbunyi, Kaito mulai mempersiapkan trik khususnya untuk si kuda putih—Hakuba.

Seorang gadis yang menyadari gelagat mencurigakan dari Kaito hanya bisa tersenyum tipis. Wajahnya yang terlihat cantik tambah mempesona ketika ia tersenyum—membuat seluruh murid lelaki terkagum—minus Kaito. Gadis berambut hitam magenta itu bangkit dari kursinya dan menghampiri Kaito.

"Sedang merencanakan sesuatu, Kuroba-kun?"

Kaito menoleh ke arah gadis tersebut dengan menautkan alisnya. "Menurutmu?"

Gadis itu menyeringai kecil dan pergi begitu saja; meninggalkan Kaito yang tampak terheran melihat tingkah anehnya.

"Eh? BaKaito tidak sedang merencanakan apapun kan?" seorang gadis lain bersurai cokelat panjang menatap Kaito dengan pandangan menyelidik.

Sang gadis anggun tadi—Koizumi Akako—mengalihkan pandangannya pada Nakamori Aoko yang masih menatap Kaito penasaran.

"Tidak, Nakamori-san. Dia hanya akan melakukan sesuatu," Akako menyeringai ke arah Aoko yang memiringkan kepalanya tanda tak mengerti.

Lalu manik biru cerah Aoko mendapati Akako yang tengah memegang setangkai bunga. "Hei, bunga mawar itu dari Kaito? Aoko tidak ingat dia bisa memberikan bunga warna ungu," katanya polos.

"Cemburu?" Akako menyeringai tipis.

blush!

Rona merah lalu menghiasi pipi gadis brunette. "Tentu saja tidak, Aoko hanya penasaran!" sanggahnya.

Akako menyimpan punggung tangan di depan mulut sambil tertawa. "Hohoho, tidak usah seperti itu, aku hanya bercanda. Lagipula mawar ini adalah mawar sihir yang memiliki kekuatan khusus, aku tidak tahu apa kekuatannya tapi aku harus segera memusnahkannya sebelum terjadi hal yang tak diinginkan," ia memutar-mutar tangkai bunga tersebut.

Ekspresi Aoko langsung horor seketika. "Sou ka, le-lebih baik kau segera menghancurkannya! Nanti bisa menular! Haha, Aoko duluan ya~"

Akhirnya, Aoko pergi meninggalkan Akako yang masih diam di tempatnya. Gadis penyihir itu juga sangat penasaran tentang bunga yang ia pegang ini—hingga Lucifer menyuruhnya untuk segera menghancurkannya. Tapi, karena ia tidak ingin terkena masalah. Setidaknya ia akan menuruti perkataan orang kepercayaannya.

Bola mata Akako melebar saat melihat kepulan asap warna pink yang menguar di seluruh kelas—sepertinya Kaito tengah memulai triknya.

Setelah asap itu menghilang dan pandangan menjadi jelas.

Samar-samar Akako melihat siluet di tengah kelas. Dirinya tidak tahu sejak kapan meja-meja dan kursi sudah berjajar rapih di pinggir kelas menyisakan ruangan tengah kelas yang kosong, tapi saat melihat siapa siluet yang berada di tengah kelas itu, ia mendengus kecil menahan tawa.

Di sana—di tengah kelas, Hakuba tengah memakai baju balet berwarna pink selutut dihiasi dengan sayap putih plus sebuah mahkota yang terbingkai cantik di atas kepalanya.

Sontak, seluruh kelas langsung tertawa terbahak-bahak melihatnya.

Aoko yang melihatnya juga ikut tertawa. Namun, dengan cepat ia berteriak kencang dan segera mengejar Kaito yang sosoknya sudah menghilang.

Wajah Hakuba memerah malu, dengan cepat sang detektif pergi meninggalkan kelas untuk ganti baju—Akako tak terlalu mempedulikan masalah itu, karena ia sangat terkejut melihat bunga mawar ungu yang tadi ia pegang kini sudah tidak ada di tangannya.

"Hmm, sepertinya sesuatu yang menarik akan terjadi."

.

.

.

Kembali ke atap sekolah,

Kaito yang selesai mengendus bunga mawar ungu itu memutuskan untuk bolos pelajaran. Jika ia kembali ke kelas, pasti dirinya akan kena amukan Aoko dan Hakuba. Jadi, ia memutuskan untuk pulang saja ke rumah—lagipula ia sudah mengemasi barang-barangnya saat dirinya kabur tadi.

Kaito berjalan santai ke rumahnya. Entah kenapa pandangannya terasa mengabur disertai dengan kondisi tubuhnya yang tidak fit. Napasnya tampak memburu diiringi dengan langkah yang lunglai. Tak kuat menahan kondisi tubuhnya yang tiba-tiba lemas, Kaito pun memilih untuk meloncat-loncat lewat atap rumah—tanpa disadari orang lain—agar ia segera sampai di rumahnya.

Sesampainya di rumah, ia memasang alarm lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Matanya yang setengah terbuka memandang kosong meja di depannya. Pikirannya dilanda rasa bimbang, ia kebingungan akan bagaimana 'pertunjukannya' nanti saat kondisi tubuhnya sedang tak bagus seperti ini.

Hatinya tambah tak menentu saat ia mengingat sosok tantei-kun yang sudah dua bulan ini tak menghadiri pertunjukannya, dirinya hanya mendengar kalau tantei-kun sudah mendapatkan tubuhnya kembali. Tapi kenapa dia tidak pergi ke pertunjukannya? Apakah dia sudah tak tertarik lagi padanya? Padahal Kaito sangat senang sekali jika tantei-kun muncul. Pertunjukannya terasa lebih menarik jika sang detektif berkacamata itu datang.

Belum sempat otaknya merespon untuk menjawab pertanyaan, matanya telah tertutup menyembunyikan manik indigo-nya. Kaito pun tertidur dengan perasaan tak enak yang terus mengganjal hati sejak pulang sekolah.

.

.

.

Langit gelap keabuan menandakan waktu sudah malam. Bintang-bintang tampak berkerlap-kerlip di lukisan langit tanpa awan. Bulan purnama pun turut ikut serta untuk mengisi langit malam yang terlihat cerah. Suara-suara kendaraan yang tadi siang sempat ramai perlahan memudar. Orang-orang yang pagi tadi memiliki semangat menggebu-gebu pun kini terlihat lemas tak bertenaga.

Namun, sebagian orang yang masih memiliki tugas untuk diselesaikan tentunya belum merasa kelelahan dan malah menunjukan semangat yang membara. Begitulah yang ditunjukan oleh para polisi divisi dua khusus kasus pencurian. Malam ini, Kaito KID akan memulai aksi mencurinya. Dan tugas mereka adalah untuk mencegah hal itu terjadi.

Di darat, berbagai mobil berpatroli mengitari sebuah museum; lampu cahaya di mana-mana; polisi yang mondar-mandir untuk bersiap-siap; dan seorang Nakamori Ginzo yang masih dengan setianya berteriak kesana-sini untuk mengantisipasi keberadaan dan aksi KID.

Pria berkumis itu tak henti-hentinya berteriak—menyentak—beberapa bawahannya untuk menyiapkan berbagai pormasi yang akan dilakukan. Saat bola mata hitamnya menatap langit, ia berteriak—lagi—menggunakan toa ke arah helikopter untuk terus bersiaga bila mana KID muncul lewat udara.

Sang inspektur tersenyum lebar. Ia sangat percaya diri bahwa hari ini dirinya akan berhasil untuk menangkap KID. Rasa percaya dirinya datang dikarenakan ia sudah mem-block semua jalur yang biasa digunakan oleh KID untuk melarikan diri. Dimulai dari para petugasnya yang ia beri 'tanda'; jalan keluar lewat darat yang dia beri jebakan; dan sebuah kipas angin raksasa bila KID melarikan diri lewat udara.

Sang Inspektur hanya tinggal menunggu KID datang satu jam lagi.

Ketika bola matanya menemukan sosok teman baik anaknya sedang menatap serius museum, ia mengerutkan kening. Seingatnya, Kaito tidak pernah menunjukan raut seserius itu. Dirinya tambah heran saat melihat 'Kaito' memandangnya sejenak lalu berjalan ke arahnya.

"Nakamori-keibu. Apakah ventilasi udara sudah dijaga? Setahuku rute itu yang paling mendekati untuk dipakai KID," suaranya terdengar serius. Tatapan tajamnya memandangi Nakamori datar.

Sang inspektur terdiam. "Huh?"

"Tenang saja, tadi aku sudah memberitahu yang lain." Sebuah suara memotong acara 'berkhayal' Nakamori.

'Kaito' menoleh dan memandang seorang remaja berambut cokelat karamel yang sedang memasang pose angkuh khasnya.

"Kalau tidak salah, kamu Kudo Shinichi? Detective of the East?" remaja tadi tersenyum kecil. "Namaku Hakuba Saguru, aku sudah mendengar beritamu tentang BO. Selamat atas kemenanganmu," ia menatap Shinichi dengan pandangan ramah.

"Uh, thanks." Shinichi tersenyum singkat.

Melihat interaksi kedua pemuda di depannya membuat dirinya tersadar. "Ha?! Jadi kau detektif?" Nakamori meninggikan suaranya. "Kalian anak-anak lebih baik pergi saja dari sini, ini adalah urusan polisi!" serunya sambil menatap tidak suka kedua detektif di depannya. Pantas saja pemuda bernama Kudo Shinichi itu selalu menunjukan raut serius ternyata dia bukan Kaito.

Hakuba dan Shinichi hanya tersenyum kecil mendengar rutukan sang inspektur. Keduanya kemudian pergi—menghiraukan protes dari Nakamori yang terus menyuruh mereka untuk meninggalkan tempat ini dan tidak ikut campur.

Malam ini, KID akan mencuri sebuah permata bernama Titanium of Ra yang berasal dari Mesir. Menurut sejarah, permata itu merupakan peninggalan dewa kuno yang mewakili matahari, sejarah juga masih menyatakan bahwa masih ada dua lagi permata seperti itu yang sampai saat ini belum ditemukan. Batu berbentuk kristal berwarna hijau kebiruan dengan kilat merah itu ditemukan oleh Jirokichi saat terjadi pelelangan barang mesir. Berniat untuk memamerkannya pada publik, batu itu malah menjadi target Kaito KID. Atas alasan itulah Shinichi yang notabenenya sedang enggan berpatisipasi dengan KID memutuskan untuk ikut.

Sekitar dua bulan yang lalu, dirinya berhasil mengalahkan BO dibantu dengan FBI, CIA dan polisi rahasia Jepang. Well, siapa sangka kalau seorang Amuro Tooru atau Furuya Rei bersedia untuk membantu bahkan berkorban banyak meskipun dirinya sangat tidak menyukai Akai? Hal itu masih menjadi misteri bagi Shinichi, tapi sudahlah. Sekarang hal itu sama sekali tidak penting.

Jujur, saat ini kondisi tubuh Shinichi masih belum fit. Ia masih merasa lelah dan sakit kepala akibat obat penawar yang Haibara berikan untuk kembali ke wujud asalnya. Bukan hanya fisik yang lelah, namun pikiran serta hatinya juga ikut tersiksa.

Setelah ia membasmi BO dan berbicara pada Ran. Gadis karate itu awalnya sangat marah hingga mengabaikan Shinichi selama sebulan penuh. Shinichi yang mengerti akan perasaan Ran yang selalu menunggunya hingga satu tahun lebih hanya bisa membiarkan gadis itu untuk menyendiri. Ia tidak bisa membuat Ran untuk segera memaafkannya atau berteman baik lagi dengannya. Karena ia tahu, konsekuensi apa yang akan dirinya terima setelah membohongi orang yang ia sayangi sejak lama.

Shinichi padahal hanya menjelaskan tentang masalah BO pada Ran, namun gadis itu telah mengabaikannya hampir sebulan. Maka dari itu, ia belum memberitahu perihal Conan pada gadis karate itu. Mungkin ia tidak akan pernah menceritakannya—mungkin. Shinichi tidak bisa membayangkan jika ia memberitahu kalau dirinya adalah Conan, ugh! Mungkin ia bisa dibantai habis—pikirnya merinding.

Untungnya, sebulan lalu Ran datang menghampirinya dan mengobrol dengan kondisi kikuk. Saat Ran berkata kalau dia akan mencoba memaafkan Shinichi dan mengajak untuk kembali berteman biasa. Shinichi dengan senang hati menerimanya dengan rasa canggung.

Dirinya sudah tahu jika saat ia kembali perasaan Ran padanya akan berubah dan tidak akan pernah bisa bersama. Shinichi juga tahu kalau Ran sudah mulai melupakan perasaanya saat dirinya masih berwujud Conan. Sama halnya dengan perasaan Shinichi yang telah berubah. Sang detektif benar-benar sangat bersyukur mereka berdua bisa terlepas dari bayangan masa lalu dan terus berjalan ke depan dengan raut gembira.

Masalah lainnya adalah Sonoko!

Perempuan berambut pendek itu malah menghasut Ran agar dirinya datang ke aksi KID dan harus mendapatkan fotonya dalam jarak yang dekat atau kalau bisa sekalian menangkapnya. Shinichi yang tidak bisa menolak permintaan Ran—dirinya masih merasa bersalah pada gadis itu—akhirnya menyetujui permintaannya.

Dan di sinilah ia sekarang. Dengan tubuh yang terasa berat; pikiran yang tak fokus; rasa bosan yang menyebalkan disertai teriakan Nakamori—yang membuat telinganya berdengung—sukses membuat kondisi tubuhnya bertambah buruk. Oh! Betapa inginnya ia untuk pulang dan menghempaskan tubuhnya ke kasur lalu tidur.

Shinichi pun hanya bisa menghela napas berat.

Ia melirik jam tangannya yang telah menunjukan pukul 11.30, sekitar tiga puluh menit lagi KID akan memulai aksinya. Kaki jenjangnya ia langkahkan ke belakang museum, saat ia tak sengaja melihat Ran dan Sonoko—yang terlihat heboh meski pacarnya ada di sampingnya, sedang berceloteh riang akan kedatangan KID—Shinichi pun dengan cepat masuk ke dalam museum. Kalau Sonoko sampai melihatnya, Shinichi pasti akan mendapat omelan lagi karena telah mengabaikan Ran. Dan dengan kondisi hatinya yang seperti ini, Shinichi memilih untuk menyendiri.

Sang detektif pun melangkahkan kakinya ke sebuah gedung tinggi yang berada tepat di samping museum.

.

.

.

Sebuah siluet putih tengah berdiri di atap gedung yang terletak beberapa meter dari lokasi museum. Jubah yang ia kenakan nampak berkibar tertiup angin malam. Sosoknya yang serba putih seolah tidak terlihat tertutup oleh gelapnya malam ibarat sebuah bayangan.

Sosok itu—Kaito KID, menggunakan teropongnya untuk mengawasi gerak-gerik polisi. Ia menyeringai kecil. Kondisi di museum saat ini sama dengan prediksinya.

Iris dibalik monocle-nya melirik sebuah jam yang tertempel di tembok. Lima belas menit lagi pertunjukannya akan dimulai.

Ia menghela napas berat. Kondisi tubuhnya hari ini entah kenapa terasa sangat buruk.

Meski ia berusaha untuk mengabaikan hal aneh yang ia alami demi pertunjukannya. Tetap saja tubuhnya bereaksi sendiri tanpa bisa ditahan.

Padahal dirinya harus senantiasa fokus, namun hidungnya malah terus mencium bau-bau aneh yang ada di udara.

Semenjak Kaito bangun dari tidurnya, ia merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Sang pesulap mulai mencium berbagai bau dari tiap manusia yang ia lihat. Setelah disimpulkan, Kaito tahu kalau kemampuan barunya itu adalah penciuman sensitif khas seekor anjing.

Awalnya ia panik dan tak tahu harus berbuat apa. Namun, karena ia harus segera mempersiapkan diri untuk pertunjukan. Dirinya pun mengabaikan kemampuan itu, lagipula tak ada hal negatif dari kemampuannya, dibiarkan sebentar juga hilang—mungkin.

Kaito menyeringai lebar saat beberapa detik lagi pertunjukannya akan dimulai.

"Ladies and Gentleman!—"

Pertunjukan pun dimulai.

.

.

.

Samar-samar Shinichi mendengar pekikan para polisi yang sepertinya terkena jebakan KID. Ia mendengus geli membayangkan berbagai ekspresi apa saja yang dikeluarkan anggota polisi divisi dua itu. Pasti mereka sedang terkurung di dalam lift; pingsan oleh gas tidur; atau yang lebih parah pakaian mereka berganti menjadi pakaian binatang atau cosplay anime.

Sang detektif membuka sebuah pintu di depannya. Ia melangkahkan kakinya untuk melihat langit yang nampak indah ditemani sang rembulan.

Shinichi merasakan hawa keberadaan seseorang disekitarnya. Ia menyeringai. Mungkin KID berada di sekitar sini sesuai prediksinya.

Bersamaan dengan langkah Shinichi menuju atap gedung. KID muncul di depannya sambil memegang Titanium of Ra. Seringai menyebalkan miliknya seperti biasa tersungging di bibir—membuat Shinichi merasa jengkel saat melihat seringai yang seolah mengatakan kalau KID yang akan terus menang dan tidak akan pernah tertangkap.

"Oh, sudah lama sekali tidak bertemu, Meitantei~ sungguh ke—"

Sang detektif menautkan alisnya heran saat melihat KID yang nampak mematung, seringaiannya pun menghilang digantikan dengan ekspresi datar yang tak terbaca. Shinichi langsung waspada jika KID akan melakukan sesuatu, atau ada yang sedang mengincar mereka. Well, Shinichi tahu kalau KID juga memiliki musuh selain polisi.

Shinichi yang tak merasakan hal yang mencurigakan di sekitarnya, mendelik malas ke arah KID. "Oi! Daripada kau terdiam seperti itu. Lebih baik kau kembalikan Titanium of Ra, KID!"

KID masih bergeming di tempatnya. Hal itu membuat Shinichi tidak nyaman, dia bisa merasakan kalau saat ini KID tengah menatapnya lekat.

'Apa yang terjadi dengannya?'

Sebelum Shinichi membuka suara untuk kembali bertanya, KID dengan cepat bergerak ke arah Shinichi dan mencengkram lengan sang detektif ke arah pintu seraya menghimpitnya dengan tubuhnya agar tak bisa kabur.

"Whoah! Apa yang kau lakukan KID! Hanase!" pekik sang detektif.

Shinichi berontak untuk lepas. Namun, tenaga KID sepertinya lebih kuat darinya. Tanpa ia sadari, KID tengah mengangkat kedua tangannya ke atas kepala dan mencengkramnya dengan satu tangan. Lalu, tangannya yang satu lagi KID gunakan untuk menutup mulut Shinichi agar tak berteriak.

"HMPH!"

Berbagai rontaan terus dilakukan Shinichi. Sayangnya, berapa kali pun sang detektif berusaha untuk melepaskan diri, ia hanya semakin membuat KID menghimpit tubuhnya dan membuat ia tak bisa bergerak. Apalagi saat Shinichi tak sengaja merasakan kaki KID yang masuk diantara kedua kakinya. Tubuh Shinichi pun entah kenapa mulai memanas disertai rona merah di pipinya.

'Che, ini namanya sekuhara! Apa yang KID pikirkan!'

KID yang sampai saat ini tak terlihat sedang memasang ekspresi apa—terhalang oleh gelapnya malam—mulai mendekatkan wajahnya ke perpotongan leher sang detektif. Pesulap itu pun kini mengendus leher Shinichi dengan gerakan lambat hingga membuat seluruh badan Shinichi merinding.

Wajah Shinichi makin memerah saat menerima gestur itu. Ia tidak mengerti apa yang akan KID lakukan. Tapi napas hangat KID yang terus menyapu lehernya membuat seluruh badannya bergetar—seakan meminta sentuhan lebih. Oh! Apa yang ia pikirkan!

Shinichi yang tidak sengaja menggerakan kakinya, membuat badan mereka semakin tertempel hingga Shinichi bisa mendengar detak jantung KID, apalagi saat Shinichi salah bergerak hingga menimbulkan gesekan antara selakangan miliknya dan KID.

"Ahmph!"

Akibat dari gerakannya itu selain membuat jantungnya berdetak kencang. KID juga malah mulai mencium lehernya hingga membuat sang detektif melenguh tertahan.

'Sial! Bad move! Bad mouth! Kuso!'

"KID?!" teriakan Nakamori bergema di belakang pintu.

Shinichi langsung panik, ia tidak mau polisi melihat posisi ambigunya saat ini. Bisa salah paham atau lebih parahnya reputasinya hancur dan dirinya akan dikerumuni oleh wartawan yang sibuk mengintrogasi hidupnya. Oh, ia tidak mau hal itu terjadi.

KID yang sepertinya mendengar teriakan itu akhirnya melepas cengkramannya. Shinichi yang lega karena ia sudah tak terkurung lagi bermaksud untuk memarahi dan menjauh dari KID. Namun, sebelum hal itu terjadi kedua tangan KID telah merangkul pinggannya dan membawanya berlari ke pembatas pagar di atap.

'Oh, tidak! Jangan bilang!'

Dan seperti prediksi Shinichi, KID pun pergi sambil membawa sang detektif di tangannya.

.

.

.

Shinichi yang pasrah akan keadaannya hanya bisa diam. Ia melihat jalan asing yang tak pernah dirinya lihat sebelumnya. Sebenarnya KID akan membawanya kemana?

Tep

Mereka sampai di sebuah rumah di kota yang Shinichi tak tahu di mana. Pemandangan yang ia lihat sangat asing dan terlihat tenang. Dirinya tahu kalau ia tidak terbang terlalu lama dan kemungkinan kota ini tidak terlalu jauh dari Beika. Tapi tetap saja ia tidak tahu ini di mana.

Saat pegangan KID mengendur, Shinichi dengan cepat meronta dan berhasil lepas dari cengkraman si pencuri. Ia buru-buru berlari menjauihi sang pesulap. Sayangnya, karena ia sedang berada di atap rumah, dirinya tak bisa menjauh lagi. Tidak mungkin Shinichi harus lompat ke bawah kan?

'Bagaimana aku lari?'

Baru saja sang detektif akan melompat nekat, KID telah kembali memeluknya dari belakang sambil mengendus lehernya.

blush!

Shinichi makin tak mengerti, dari tadi KID terus saja mengendus atau mencium lehernya. Memangnya ada yang salah dengan baunya?

Sebelum pikirannya memproses keadaan, KID telah membawa Shinichi gaya bridal seraya memasuki rumah tersebut.

Sang detektif yang tidak suka perlakuan KID, tentu saja berusaha meronta agar lepas dari rengkuhan sang pencuri. Sayangnya, seberapa besar rontaan yang ia lakukan, dirinya tidak berhasil untuk melepaskan diri dari jeratan sosok putih yang membawanya. Maka dari itu, Shinichi hanya bisa merutuk kondisi tubuhnya yang lemah dan mengutuk KID karena telah berani berbuat hal aneh seperti ini. Awas saja, ia akan minta perhitungannya nanti.

Saat memasuki rumah sederhana di bawahnya, Shinichi dibawa ke sebuah kamar yang di dalamnya terdapat berbagai macam peralatan sulap dan beberapa alat penyadap yang tergeletak tak beraturan di atas meja. Menautkan alisnya pelan, Shinichi mencoba memproses ruangan yang ia datangi. Dirinya bisa menyimpulkan kalau kamar ini adalah milik KID. Ugh, untuk apa pesulap menyebalkan itu membawanya kemari? Dia tidak akan berbuat yang aneh-aneh kan? Shinichi mulai tak enak hati.

KID mejatuhkan sang detektif ke atas kasur. Shinchi meneguk ludah paksa dengan perasaan was-was. Berbagai spekulasi negatif mulai bermunculan dipikirannya—yang berusaha ia tentang karena menganggu konsentrasinya.

Oh! Perasaannya makin berteriak bahaya saat KID mulai merangkak naik ke kasur untuk menindihnya.

'Sial, kalau seperti ini terus aku bisa dimakan, apa yang terjadi pada KID? Kenapa ia terlihat berbeda?'

"Oi KID! Hentikan permainnan anehmu! Ini tidak lucu tahu!"

Mengabaikan protes sang detektif. KID malah kembali memposisikan kepalanya di perpotongan bahu Shinichi. Pesulap itu mulai mencium lembut hingga membuat sang detektif mendesah pelan.

"Oi KID! Ah—nh—Teme! Yamerou!" Shinichi kembali meronta, mencoba melepaskan diri.

Shinichi agak terheran saat KID menghentikan gerakannya dan bangkit dari posisi menindihnya. Alis sang detektif tertaut bingung.

Sang pesulap menjentikkan jarinya hingga asap berwarna merah muda menyebar di seluruh kamar.

Bola mata sang detektif terbelalak kaget saat melihat sosok KID yang kehilangan topi dan monocle favoritnya. Kini sosoknya memakai kaus warna hijau cerah berlengan pendek. Namun, bukan itu yang membuat Shinichi kaget.

Sosok di depannya sangat mirip sekali dengan dirinya, bahkan mereka bisa dikatakan kembar minus gaya rambut mereka.

Oh Shinichi ingat, pantas saja KID bisa menyamar menjadi dirinya tanpa menggunakan topeng. Wajah mereka kan sama. Ugh.

"Uhh, KID? Apa tujuanmu hingga membuka identitasmu?" Shinichi bertanya canggung.

KID tak menjawab dan hanya menatap lekat Shinichi. Sang detektif merinding melihat tatapan itu, jantungnya terasa berhenti disertai rona merah di pipinya. Siapapun yang melihat tatapan KID sekarang pasti akan merasakan perasaan yang dirasakan oleh Shinichi—sebuah tatapan di mana kita seperti ditelanjangi.

Oh, sebaiknya Shinichi harus segera lari jika tak ingin 'dimakan'.

Shinichi panik, ia langsung menggerakan kakinya untuk menendang KID tapi gagal. Dirinya malah kembali terhimpit di bawah tubuh KID yang terasa memanas.

'Sial!'

Sang detektif kembali shock saat merasakan sebuah benda kenyal setengah basah membungkam bibirnya lembut. Otaknya terasa kosong, jantungnya berdesir tak karuan saat menerima gestur intim ini.

'Bibirnya menempel di bibirku...'

'KID menciumku!'

'Apa yang dia pikirkan!'

Dengan raut wajah merona Shinichi berusaha untuk melepas pagutan tersebut. Ia tambah panik saat KID mulai menggerakan bibirnya untuk menggoda Shinichi hingga membuatnya melenguh tertahan.

"Nnnh—nggh—"

Shinichi yang lelah karena terus berontak dan tak berhasil kabur akhirnya hanya bisa menutup matanya—mencoba menikmati pagutan KID yang semakin terasa dalam.

Ugh, ia merutuk kondisi tubuhnya yang sedang tidak fit!

KID mengangkat wajahnya dan menatap Shinichi yang terlihat menghirup oksigen dengan rona merah di pipi. Sang pesulap kemudian kembali mencium Shinichi. Kini ia menggunakan lidahnya untuk menyapu bibir Shinichi seakan meminta akses agar sang detektif membuka mulutnya. Pikiran Shinichi yang tidak fokus, membuat sang detektif membuka mulutnya dan menyambut lidah Kaito. Pagutan panas itu pun seketika berubah menjadi duel lidah untuk mempertaruhkan siapa yang paling mendominasi.

Mereka yang kekurangan pasokan udara akhirnya menghentikan ciuman basah itu. Bola mata keduanya saling menatap dalam keheningan. Yang terdengar di ruangan itu hanyalah hembusan napas mereka yang terputus-putus akibat kegiatan tadi. Malam yang seharusnya berhawa dingin pun terasa memanas akibat ciuman itu.

Sang pesulap kemudian menundukan wajahnya untuk kembali memposisikan wajahnya di perpotongan bahu Shinichi. Sepertinya KID saat ini lebih menyukai bagian leher daripada yang lain.

Rasa kantuk yang tiba-tiba saja menyerang Shinichi membuatnya kehilangan tenaga untuk berontak. Ia sama sekali tidak bisa membuka matanya untuk melihat KID yang masih menciumi lehernya lembut—yang selalu membuatnya mendesah pelan. Dirinya hanya berharap kalau sosok pencuri itu tidak meninggalkan bekas apapun, bisa gawat nantinya.

Setelah itu, Shinichi merasakan sebuah benda manis mendarat di bibirnya dan sepasang lengan yang memeluknya erat.

.

.

.

Matahari telah terbit dari singgasananya mengantikan tugas sang rembulan. Langit yang tadinya berwarna biru gelap perlahan mulai dihiasi warna oren cerah diikuti dengan warna biru muda yang jernih.

Shinichi yang merasakan hangatnya sinar mentari yang menelusup melewati jendela kamar mulai mendesah lelah. Perlahan kelopak matanya terbuka dan menunjukan manik sapphire-nya yang cantik. Mengerjapkan matanya berkali-kali, Shinichi pun menguap pelan. Pandangannya menyapu langit-langit ruangan yang terasa asing di depannya.

Saat ia merasakan keberadaan seseorang di sampingnya, Shinichi terbelalak kaget. Ia melirik ke samping dan melihat sosok KID sedang tertidur sambil memeluknya dari pinggir.

'Jadi yang kemarin bukan mimpi?'

Dengan pelan, Shinichi berusaha untuk melepaskan diri dari rengkuhan KID kemudian berjalan ke luar pintu untuk mencari informasi. Dirinya memanfaatkan situasi KID yang masih tertidur untuk kabur dari sini secepat mungkin. Shinichi tidak ingin terkena candaan KID yang sama sekali tak lucu hingga membuka wajah aslinya di depan seorang detektif seperti dirinya. Heh. Apa-apaan itu!

Langkah Shinichi terhenti saat ia sampai di pintu masuk. Ini memang perasaannya, tapi sifat KID sangat berbeda dari biasanya. Entah kenapa ada sesuatu yang ganjil dari pesulap itu. Si pencuri yang biasanya sering berkata dengan nada menggoda atau mencemooh, sejak kemarin tidak berbicara satu kata pun. Tingkahnya mulai aneh saat KID melihat sosok dirinya di atap. Uh, apakah ini kesalahannya hingga membuat KID seperti kerasukan dan hilang kendali seperti itu?

Menggeleng pelan, Shinichi pun menghela napas panjang. Hal itu dipikir nanti saja, saat ini dia harus segera pulang untuk istirahat. Badannya sudah terlalu lelah untuk berpikir. Shinichi melirik ke arah kanan dan kiri dari rumah yang ia tempati, anehnya dirinya tidak menemukan satu orang pun yang tinggal di sini selain KID. Apakah KID memang tinggal sendiri?

—cklek!

"BaKaito! Aku membawakan sarapan untukmu~" suara seorang perempuan bergema di ruangan yang sepi bersamaan dengan gebrakan pintu yang terbuka dari luar.

Untung saja Shinichi tidak berdiri tepat di hadapan pintu. Kalau tidak, ia pasti terkena hantaman pintu kayu tersebut.

"Hei! Kenapa kau malah diam mematung seperti itu, Kaito! Kau sakit?" tanya suara itu lagi, dari suara tersebut terdengar nada khawatir.

Shinichi mematung melihat sosok gadis di depannya. Wajah gadis itu terlihat sangat mirip dengan Ran! Kecuali warna matanya yang biru bersih sedangkan Ran memiliki manik ungu. Selain itu, rambut gadis di depannya itu tampak lebih acak-acakan dibanding rambut lurus Ran.

"KAITO! Apa kau mendengarku!" serunya sebal. Gadis itu kemudian masuk ke dalam ruangan dan segera menyimpan sebuah mangkuk di atas meja makan. "Hei? Kau tidak apa-apa kan? Kenapa kau terus diam?" tanyanya lagi.

"Uh," Shinichi terdiam. Ia bingung harus menjawab apa.

Pertama, dia bukan Kaito.

Kedua, dia tidak kenal siapa gadis di depannya.

Ketiga, dia tidak bisa bilang kalau dirinya sempat diculik oleh KID .

Keempat, dia akhirnya mengetahui kalau fakta nama asli KID adalah Kaito—oke lupakan spekulasi terakhir yang tidak berhubungan dengan kondisi panik Shinichi.

Gadis itu berjalan ke arah Shinichi dengan pandangan menyelidik. Dia mengerutkan keningnya seraya menatap Shinichi lekat. "Kau Kaito kan?" tanyanya memastikan.

Akhirnya gadis di depannya menyadari kalau ia bukan Kaito. Uh, Shinichi harus menjawab apa?

"Iya, aku teman Kaito yang kebetulan menginap di rumah ini," bohong Shinichi mencoba mencari alasan yang logis.

Gadis tadi memiringkan kepalanya heran. "Eh? Tapi aku pertama kali melihatmu, kapan kalian bertemu? Kenapa Kaito tidak memberitahuku?" ia mencoba mengambil pose menganalisis.

Shinichi tersenyum canggung. "Err, kami sebenarnya baru bertemu kemarin malam saat pertunjukan KID, jadi kami baru saling kenal hehe." Bohongnya lagi.

"Sou ka, pantas saja." Gadis itu mengangguk-angguk mengerti. "Eh, aku lupa memperkenalkan diri, namaku Nakamori Aoko, yoroshiku ne~" kenalnya riang disertai senyuman manis.

Sang detektif masih tersenyum kikuk. "Kudo Shinichi," jawabnya singkat.

Bola mata biru cerah milik gadis itu berkedip-kedip. "Eeeh?! Detektif terkenal itu?" pekiknya tak percaya. "Aoko sama sekali tidak tahu kalau Kaito mau berteman dengan detektif," ujarnya setengah percaya. Dirinya sama sekali tidak tahu kalau Kaito mau berteman dengan seorang detektif. Pasalnya teman dari kecilnya itu selalu tidak menyukai Hakuba dan hal-hal berbau detektif.

'Aku bukan temannya sih,' batin Shinichi dalam hati.

Sang detektif mengangkat bahunya pelan. "Yeah, aku juga tidak tahu, ini terjadi begitu saja." Lalu ia menatap Aoko dengan pandangan menyelidik. "Jadi kau adalah puterinya Nakamori-keibu?" tanyanya.

Aoko mengangguk antusias. "Yeah itu aku, dan aku berharap ayah atau kau bisa menangkap KID suatu saat nanti. Ugh! Aku benar-benar tak suka pada pencuri menyebalkan itu!" ucapnya bersemangat dengan background api membara.

Shinichi sweatdrop mendengarnya. 'KID yang asli itu temanmu nak,' batinnya ngawur.

Lalu sang detektif teringat sesuatu. "Nde? Apakah kau melihat keanehan pada KI—Kaito kemarin?" tanyanya mencoba mengubah topik pembicaraan yang ada. Mungkin saja gadis ini mengetahui sesuatu yang membuat KID bertingkah aneh.

Gadis itu menaruh telunjuknya di dagu. "Hm? Rasanya tidak," ia mencoba mengingat-ingat kejadian kemarin. "Dia kemarin memang pulang lebih dulu karena telah membuat Hakuba-kun memakai baju balet dengan trik menyebalkan yang ia pakai. Setelah itu aku belum bertemu lagi dengannya," jelasnya dengan nada sebal di akhir kalimat.

"Ouh," jawab Shinichi singkat. Informasi yang ia dapat sepertinya tidak bisa memecahkan misteri yang ada.

Aoko lalu melihat jam dinding, ekspresinya langsung panik seketika. "Kalau begitu Aoko permisi dulu masih ada hal yang harus dikerjakan," pamitnya sambil sedikit berlari ke arah pintu keluar.

"Oke."

Shinichi menghela napas. Dirinya sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Untung saja ia berhasil meyakinkan gadis bernama Aoko itu hingga percaya bahwa dirinya adalah teman KID, coba kalau gadis itu keras kepala dan terus mengintrogasinya. Mungkin dirinya akan langsung dilempar sapu dan dituduh pencuri.

Che—dirinya kan orang yang diculik oleh KID, kenapa harus dituduh menjadi orang jahat? Melirik mangkuk yang ada di meja, Shinichi pun memutuskan untuk pergi dari rumah ini secepat mungkin sebelum KID bangun. Ia berniat meminta penjelasan KID nanti setelah pencuri itu telah sadar dan kembali ke sifat asalnya. Saat ini, Shinichi tidak mau berpikir atau pun mengingat mengapa KID 'menyentuh' dirinya tanpa izin.

Baru saja sang detektif melangkahkan kakinya, ponsel yang ia bawa bergetar. Diraihnya ponsel tersebut dan menyimpannya di balik telinga.

"Moshi moshi?" tanyanya datar, ia tidak tahu siapa yang meneleponnya karena hanya terdapat angka saja. Tapi, ia merasa kalau dirinya harus mengangkat telepon itu.

/"Selamat pagi, Kudo-san."/ Jawab pemilik suara di sebrang telepon.

Shinichi mengerutkan keningnya. Ia penasaran mengapa suara asing—yang dipastikan adalah perempuan—meneleponnya.

/"Aku tahu kau saat ini sedang kebingungan."/

Sang detektif tambah heran.

"Siapa kau?" Shinichi bertanya hati-hati.

/"Namaku Koizumi Akako. Aku menelepon karena ingin memberitahumu tentang kondisi KID."/ suara gadis itu terkesan angkuh.

Shinichi menautkan alis. "Apa maksudmu? Aku saat ini sedang tidak bersama KID." Ia sengaja berkata seperti itu. Memangnya darimana perempuan di seberang telepon tahu kalau saat ini dirinya ada di rumah KID.

Sebuah kekehan kemudian terdengar di seberang telepon. /"Jangan berbohong, karena aku tahu semuanya. Yeah, bisa dibilang KID mengalami kondisi aneh karena bunga yang aku bawa kemarin siang."/

"Huh?" Shinichi mulai merasakan hal buruk akan datang padanya.

/"Aku tidak sengaja kehilangan bunga mawar yang bisa membuat seseorang berperilaku aneh. Aku tidak tahu kalau KID akan menghirup wanginya. Tapi tenang saja, khasiat dari bunga itu akan menghilang dalam waktu 24 jam. Jadi sebelum waktunya tiba, kau tak akan bisa menjauh dari KID. Selamat berjuang, Kudo-san."/

"Ah! Oi, tunggu!"

Sambungan telepon pun terputus.

Oh, great! Dirinya sama sekali tidak bisa kabur dari KID sampai waktu 24 jam itu selesai.

Shinichi berharap kalau dirinya bisa bertahan agar keperjakaannya tidak diambil oleh sang pesulap.


.

To be continued,

.


Seharusnya ini oneshot, tapi karena terlalu panjang jadi Kyuu bagi dua :'D (1 chap aja udah nyampe 5k gimana kalo digabung? O.O); #abaikan)

Thanks for reading~

Mind to review?

.

.

.

きゅうしろう