Alegria
story by C.C
.
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
I don't take any profit from this fict!
.
Future-canon, Fluffy, etc.
Romance General
.
For KuroMomo Week
#1:Ulang Tahun
.
Hope you can enjoy it and give me your feedback? :)
.
Sesosok wanita berambut softpink yang sedang berjalan seorang diri di sebuah jalan kecil, terlihat begitu kontras dengan putihnya salju yang ia pijak di bawahnya. Sepasang sarung tangan berwarna baby blue yang dipakainya tak cukup hangat untuk menghalau dinginnya udara di musim dingin.
"Seharusnya tadi aku mengiyakan saja perkataan Tetsu-kun untuk menjemputku," gumam sosok pink itu. Uap-uap putih keluar dari mulutnya saat ia bergumam pelan, menandakan ia begitu kedinginan. "Ah, tidak, tidak! Kalau Tetsu-kun menjemputku, dia bisa tahu apa yang kulakukan selama tiga hari ini," ucapnya lagi. Ia lalu mengeratkan lilitan syal di lehernya yang sewarna dengan sarung tangan yang dipakainya.
"Satsuki!"
Wanita berambut softpink yang dipanggil Satsuki itu langsung berbalik saat mendengar sebuah suara lembut yang sangat dikenalnya. "Tetsu-kun!" Kedua bola mata fuchsia-nya langsung menangkap bayangan seorang pria berambut baby blue yang sedang berjalan beberapa meter di belakangnya. "Sejak kapan kau ada di belakangku, Tetsu-kun?"
"Sejak kau turun dari bus," jawab pria bernama lengkap Kuroko Tetsuya itu saat ia telah berada di samping wanitanya.
"Mou! Kau memanfaatkan hawa keberadaanmu yang minim itu untuk mengikutiku, ya?" Wanita yang kini telah resmi menyandang nama Kuroko di depan namanya itu, mencubit pelan lengan sang suami. 'Tetsu-kun mendengar gumamanku tadi tidak, ya?' batin Satsuki waswas.
Tetsuya terkekeh pelan mendengar protesan Satsuki atas tindakannya itu. Ia lalu melilitkan syal berwarna pink yang dipakainya pada sang istri. "Kau kedinginan, 'kan?" ujarnya saat melihat reaksi Satsuki yang ingin menolak perlakuannya itu.
"Aku tidak akan kedinginan kalau Tetsu-kun ada bersamaku," ucap Satsuki yang memamerkan cengiran manisnya. Ia lalu memeluk lengan kiri Tetsuya erat untuk berbagi kehangatan. Satsuki tahu bahwa suaminya itu akan selalu ada di saat ia membutuhkannya. Hal pertama yang membuat Satsuki jatuh hati pada seorang pria sederhana seperti Kuroko Tetsuya.
.
.
Satsuki memandang kalender yang berada di atas lemari kecil di samping tempat tidurnya. Ia melingkari tanggal 31 dengan bolpoin merah yang berada di tangannya. "Besok hari terakhir, dan aku harus berhasil!" gumamnya pelan. Ia lalu menatap kedua telapak tangannya yang penuh dengan luka sayatan. "Harus ditutupi, kalau tidak Tetsu-kun pasti curiga," sambungnya lagi. Satsuki menempelkan beberapa plaster luka di telapak tangannya.
"Tanganmu kenapa?"
Suara Tetsuya yang tiba-tiba terdengar di telinganya membuat Satsuki terlonjak kaget. "Mou, Tetsu-kun! Jangan mengagetkanku seperti itu!" protes Satsuki. Ia buru-buru menyembunyikan tangannya di belakang.
"Kau belajar memasak lagi di rumah Ibu?" tanya Tetsuya yang baru saja selesai mandi. Ia menghampiri Satsuki yang sedang duduk di tepi tempat tidur mereka. Wangi lemon segar yang menguar dari tubuhnya langsung membaui penciuman Satsuki.
Merasa tak bisa lagi menghindar dari pertanyaan Tetsuya yang benar-benar tepat sasaran, Satsuki hanya terkekeh pelan mendengar pertanyaan suaminya itu. "Ketahuan, ya?" Perkataannya itu tak sepenuhnya benar. Ia memang sedang belajar memasak beberapa hari ini, tapi bukan di rumah ibunya, melainkan di rumah salah satu teman SMA-nya yang pintar memasak.
Tetsuya tersenyum lembut dan mengacak pelan surai softpink milik istrinya itu. "Jangan terlalu memaksakan dirimu. Aku tidak keberatan memakan kare buatanmu setiap hari, Satsuki," ujar Tetsuya pengertian.
"Tidak bisa begitu! Aku saja bosan dengan masakanku yang setiap hari rasanya berbeda dan terkadang aneh itu. Masa Tetsu-kun tidak bosan?" ucap Satsuki yang secara tidak langsung merendahkan kemampuan memasaknya sendiri. Ia lalu menghela napas panjang, "mungkin ini akibatnya karena aku terlalu tenggelam dengan tugasku sebagai manajer klub basket saat masih sekolah dulu," sambungnya lagi.
"Lalu, apa kaumenyesal?"
Satsuki langsung menggelengkan kepalanya. "Mana mungkin aku menyesal! Kalau aku tidak jadi manajer klub basket SMP Teikou, aku tidak akan bertemu dengan Tetsu-kun," tukasnya semangat.
Tetsuya terkekeh pelan mendengar perkataan Satsuki. Ia lalu menenggelamkan wajahnya pada pundak kiri Satsuki, dan mencium dalam-dalam wangi sang istri. "Aku juga beruntung bertemu denganmu, Satsuki," ujar Tetsuya pelan.
Meskipun pelan, Satsuki bisa mendengar dengan jelas perkataan suaminya yang sukses membuat pipinya bersemu merah. Suaminya itu selalu tahu bagaimana bersikap manis padanya. "Ne, Sabtu besok kau tidak bekerja, 'kan, Tetsu-kun?" Sebelah tangan Satsuki membelai kepala Tetsuya yang masih berada di pundaknya.
"Mm-hmm. Kenapa?" tanya Tetsuya yang menengadahkan kepalanya, membuat jarak wajahnya dengan wajah Satsuki hanya dibatasi oleh pangkal hidung mereka berdua.
"Aku ingin meminta waktumu akhir pekan ini. Bo-boleh, 'kan?" ucap Satsuki gugup. Ia selalu malu jika Tetsuya memandangnya dengan jarak sedekat itu. Tiga bulan hidup bersama pria itu sejak hari pernikahan mereka, masih belum cukup untuk membuat Satsuki terbiasa dengan pesona seorang Kuroko Tetsuya.
"Tentu saja. Jika kau yang meminta, pasti akan selalu kusanggupi," sahut Tetsuya lembut.
Sontak saja Satsuki langsung memeluk erat pria yang begitu dicintainya itu. "Terima kasih, Tetsu-kun!" serunya senang.
"Hmm, Satsuki..."
"Ya, ada apa, Tetsu-kun?" Satsuki melepaskan pelukannya dan menatap iris biru langit milik suaminya.
"Aku kedinginan," ucap Tetsuya pelan.
"Hee? Tetsu-kun kedinginan? Apa airnya tadi tidak cukup hangat?" tanya Satsuki heran.
Tetsuya menggeleng pelan dan tersenyum simpul. "Tidak, airnya cukup hangat," jawabnya. Ia lalu mendekatkan bibirnya pada telinga kiri Satsuki. "Tapi sekarang aku kedinginan lagi," bisiknya pelan di telinga sang istri. Tetsuya tahu benar bahwa telinga adalah salah satu titik sensitif di tubuh istrinya itu.
Bulu kuduk Satsuki meremang, ia tidak pernah tahan dengan sensasi hangat saat Tetsuya berbisik pelan di telinganya. Mengerti dengan maksud tersirat dari ucapan suaminya itu, wajah Satsuki kembali bersemu merah. Bahkan kali ini wajahnya hampir sewarna dengan warna rambut Kagami Taiga, partner Tetsuya saat masih aktif sebagai anggota tim basket SMA Seirin. "Tetsu-kun~ kau ini!" tukasnya dengan wajah malu.
Dan kecupan lembut Tetsuya di bibirnya membuat Satsuki terbuai. Beberapa fakta lagi tentang sang suami yang sudah sangat dikenalnya itu, Tetsuya selalu menepati janjinya, dan selalu bersikap manis jika mereka sedang menikmati kebersamaan mereka berdua.
.
.
Dapur di apartemen kecil milik Sakurai Ryō tampak begitu berantakan hari itu. Di depan meja makan, berdiri seorang wanita berambut softpink yang memakai celemek merah marun. Jika ada seseorang yang menyambangi kediamannya saat itu, pasti orang itu akan mengira bahwa wanita itu adalah pasangan hidupnya. Tapi kenyataannya berbeda dengan apa yang terlihat, wanita itu adalah istri dari salah satu rivalnya saat masih aktif sebagai atlet basket di SMA— Kuroko Satsuki— yang beberapa hari ini menyambangi apartemennya untuk belajar memasak.
"Kau berhasil, Momoi-san!" seru Ryō senang saat melihat hasil karya Satsuki yang baru saja selesai menghias vanilla cheese cake yang dibuat oleh wanita cantik itu.
"Sakurai-kun! Aku bukan Momoi Satsuki lagi!" protes Satsuki pada pemuda berambut cokelat muda itu sambil menggembungkan kedua pipinya.
"Ah, maafkan aku! Maafkan aku!" ucapnya sambil membungkuk pada Satsuki.
Satsuki tertawa kecil melihat tingkah teman SMA-nya yang tidak berubah itu. "Biasakanlah memanggil nama kecilku mulai sekarang," sahut Satsuki sambil tersenyum kecil. "Ah, omong-omong, terima kasih karena sudah bersabar mengajariku membuat cake ulang tahun untuk Tetsu-kun. Meskipun hiasannya tidak terlalu cantik seperti punyamu, tapi sudah lumayan," ucap Satsuki senang. Ia begitu puas melihat hasil jerih payahnya selama beberapa hari belakangan belajar memasak di rumah Ryō.
Ryō pun ikut tersenyum puas melihat hasil masakan 'murid' didikannya itu. Ia lalu memotong vanilla cheese cake yang dimasak secara terpisah dari cake yang akan dihadiahkan Satsuki pada Tetsuya besok. "Enak!" Ryō langsung bergumam pelan ketika potongan vanilla cheese cake itu melebur di dalam mulutnya. "Rasanya pas!" puji Ryō lagi pada Satsuki.
"Benarkah? Benarkah? Yatta~ Akhirnya kue ulang tahun untuk Tetsu-kun sudah jadi!" seru Satsuki senang. "Bagaimana dengan masakan lainnya, Sakurai-kun?" tanya Satsuki yang menatap semangkuk sup miso, beef teriyaki, beberapa potong gyoza dan sushi yang ditata rapi di piring; tentu saja hasil masakan nyonya Kuroko itu.
Ryō pun mencoba satu-satu hasil masakan buatan Satsuki itu. "Saus teriyaki-nya sedikit asin, tapi masih enak. Untuk sup miso dan gyoza-nya enak sekali, Satsuki-san!" tukas Ryō. "Ah, aku ambil air minum dulu. Kau juga harus mencobanya, Satsuki-san," lanjutnya sebelum melangkahkan kaki ke dapur.
Satsuki mengangguk dengan semangat, lalu mencoba potongan vanilla cheese cake buatannya terlebih dahulu. Wangi vanilla yang sangat disukai Tetsuya langsung saja menyeruak ke dalam indera penciumannya. Potongan cake itu sudah masuk ke dalam mulutnya, saat sesuatu yang di luar perkiraan Satsuki terjadi secara tiba-tiba.
"Satsuki-san, bagaimana rasanya— Satsuki-san!" Ryō terkejut saat melihat Satsuki yang berlari ke kamar mandi. "A-apa yang terjadi Satsuki-san?" Ia terkejut saat melihat wajah pucat Satsuki yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Sakurai-kun ... seharusnya kau tidak perlu berbohong padaku jika masakanku tidak enak," ucap Satsuki lemas. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya, dan tiba-tiba kegelapan menyerangnya begitu saja.
"Satsuki-san! Apa yang terjadi?" ucap Ryō panik. Ia menopang tubuh Satsuki yang terkulai lemas di pundaknya. "Ya, Tuhan! Bagaimana ini? A-apa mungkin Satsuki-san keracunan? Tapi aku yakin masakannya tadi bisa dimakan. Atau reaksinya pada tubuhku sedikit terlambat? Argh! Pokoknya bawa Satsuki-san ke rumah sakit dulu!" serunya, masih dengan nada panik.
"Maafkan aku, Satsuki-san! Maafkan aku!" Kalimat itulah yang selalu diulang Ryō sepanjang perjalanannya membawa Satsuki ke rumah sakit.
.
.
Ryō langsung berdiri dari duduknya saat iris cokelat tuanya menangkap bayangan Tetsuya yang sedang berjalan menghampirinya. "Kuroko-san!"
"Apa yang terjadi pada Satsuki, Sakurai-kun?" tanya Tetsuya dengan nada yang dibuat setenang mungkin. Namun Ryō dapat melihat sekelebat rasa khawatir di dalam kedua iris biru langit milik Tetsuya.
"Maafkan aku, Kuroko-san! Maafkan aku!" ucap Ryō sambil membungkukkan badannya berkali-kali pada Tetsuya.
"Tenangkan dirimu, Sakurai-kun. Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi pada Satsuki dan bagaimana kau bisa bersamanya?" tanya Tetsuya pelan.
"A-anou ... Sebenarnya sejak tiga hari yang lalu, Satsuki-san selalu mengunjungi apartemenku untuk belajar memasak. Benar-benar hanya belajar memasak, Kuroko-san! Kami tidak melakukan hal yang macam-macam!" tukas Ryō jujur. Ia lalu melanjutkan perkataannya saat melihat anggukan dari Tetsuya.
"Satsuki-san bersikeras memintaku untuk mengajarinya memasak agar ia bisa membuat kue kesukaan Kuroko-san, dan bisa memasak banyak makanan enak di hari ulang tahunmu besok. Aku sudah mencoba mencicipinya tadi, dan menurutku hasil masakannya hari ini jauh lebih baik dari beberapa hari belakangan. Tapi ... tapi, Satsuki-san langsung muntah dan pingsan begitu aku menyuruhnya untuk mencoba hasil masakannya hari ini. Kupikir dia keracunan—" Perkataan Ryō terpotong oleh bunyi pintu ruang UGD yang dibuka dari dalam.
"Apa di sini ada keluarganya Kuroko Satsuki?" tanya sang dokter yang keluar dari ruang UGD.
Tetsuya langsung saja menghampiri dokter itu. "Saya suaminya, Dok," ucap Tetsuya.
"Anda suaminya?" tanya sang dokter pada Ryō yang tadi menyusul Tetsuya.
Ryō langsung menggeleng keras. "Bu-bukan, Dok! Suaminya Satsuki-san itu Kuroko-san," ujarnya sambil menunjuk ke arah Tetsuya yang berdiri di sisi lain dokter itu.
Sang dokter langsung terkejut saat ia baru menyadari bahwa Tetsuya sudah berdiri di sampingnya dengan wajah khawatir. "A-ah, maaf, saya tidak menyadari keberadaan Anda, Kuroko-san," tukas sang dokter.
"Tidak apa-apa, Dok. Saya sudah terbiasa," sahut Tetsuya polos. "Bagaimana keadaan istri saya?" tanyanya kemudian.
"A-apa Satsuki-san keracunan, Dok? Dia bisa sembuh, 'kan, Dok?" potong Ryō cepat. Wajahnya tak kalah khawatir dengan Tetsuya karena ia merasa sangat bertanggung jawab atas insiden itu.
Sang dokter tersenyum kecil melihat kepanikan Ryō. "Satsuki-san memang mual dan muntah karena makanan yang dimakannya, tapi bukan karena keracunan. Melainkan karena ia mengalami gejala yang biasanya akan dialami oleh calon ibu muda," jelas sang dokter.
Tetsuya dan Ryō tampak memutar otaknya sejenak untuk menelaah penjelasan sang dokter. Sampai akhirnya, pikiran mereka tertuju pada satu kesimpulan.
"Selamat Kuroko-san, istri Anda sedang mengandung saat ini. Usia kandungannya sudah mencapai tiga minggu," ucap sang dokter sambil tersenyum simpul.
Pria yang identik dengan warna biru muda itu masih tidak percaya dengan ucapan sang dokter, sampai akhirnya tepukan berulang Ryō di pundaknya membuatnya tersadar.
"Selamat, Kuroko-san. Kau dan Satsuki-san akan menjadi seorang ayah dan ibu sebentar lagi," ujar Ryō yang menyalami Tetsuya dengan semangat. "Syukurlah ... Satsuki-san tidak keracunan," gumam Ryō yang akhirnya bisa bernapas lega.
"Ah, terima kasih, Sakurai-kun," ucap Tetsuya yang masih memasang wajah tidak percaya. "Apa saya bisa menemui istri saya sekarang, Dokter?" tanya Tetsuya pada dokter yang menangani Satsuki.
"Tentu saja! Mungkin sebentar lagi istri Anda akan segera bangun," ujar sang dokter.
Tetsuya lalu memasuki ruang UGD rumah sakit itu. Ryō tidak ikut masuk bersamanya karena pemuda itu ingin memberi ruang privasi pada pasangan yang akan menjadi calon ayah dan ibu muda itu.
Sosok Satsuki yang tengah berbaring di atas tempat tidur adalah pemandangan pertama yang ditangkap oleh kedua pupil milik Tetsuya. Ia berjalan dengan langkah pelan agar sang istri tidak terbangun. Wajah damai Satsuki yang tertidur membuat Tetsuya tidak bisa menahan tangannya untuk tidak membelai wajah bening milik istrinya itu.
"Ngh..." Satsuki melenguh pelan saat merasakan belaian lembut di pipinya. Kedua kelopak matanya terbuka perlahan, memperlihatkan dua iris fuchsia-nya yang sangat cantik.
"Maaf, aku membangunkanmu," ujar Tetsuya lembut pada Satsuki. Ia sudah duduk di kursi yang ada di samping ranjang perawatan tempat Satsuki berbaring.
"Ah, Tetsu-kun! Apa yang terjadi padaku?" Satsuki langsung menegakkan tubuhnya begitu ia tersadar dengan keadaannya yang sedang berbaring di atas tempat tidur.
"Jangan memaksakan dirimu dulu. Kau perlu istirahat, Satsuki," ucap Tetsuya lagi.
Seolah teringat dengan kejadian sebelum ia pingsan, Satsuki langsung menatap suaminya dengan pandangan penuh tanya. "A-apa aku keracunan, Tetsu-kun? Ah~ Mungkin ini akibatnya kalau aku berbohong padamu. Tetsu-kun ... sebenarnya beberapa hari ini—" Ucapan Satsuki terhenti secara paksa saat Tetsuya mengecup pelan bibirnya. Hanya kecupan ringan dan cepat.
"Aku sudah tahu. Sakurai-kun sudah menceritakan semuanya tadi," tukas Tetsuya. Ia tersenyum geli, "bukankah sudah kukatakan berulang kali kalau kau tidak perlu memaksakan diri untuk bisa memasak?"
"Tidak bisa begitu! Aku ingin menghidangkan masakan buatanku saat hari ulang tahunmu besok. Bukan makanan yang kita beli di restoran seperti tahun-tahun sebelumnya," seru Satsuki. "Ah, tapi memang tidak berhasil, sih. Mungkin aku perlu waktu yang lama untuk belajar memasak. Gomen ne, Tetsu-kun," sambungnya dengan nada tidak semangat.
Tetsuya menggeleng pelan. "Tidak. Hasil usahamu belajar memasak beberapa hari ini sepertinya berhasil. Itu yang dikatakan Sakurai-kun tadi," jelas Tetsuya.
Satsuki menaikkan sebelah alisnya, "lalu kenapa aku merasa mual saat mencicipi kue buatanku? Rasanya wangi vanilla yang sangat kausukai itu jadi begitu tajam dan membuatku mual."
"Itu karena anggota keluarga kecil kita akan bertambah seorang lagi," sahut Tetsuya lembut.
Agak lama Satsuki mencerna perkataan Tetsuya. Ia lalu menatap Tetsuya dengan pandangan tak percaya saat otaknya berhasil menangkap maksud perkataan suaminya itu; persis seperti apa yang dilakukan Tetsuya tadi. "A-aku hamil, Tetsu-kun?"
Tetsuya tersenyum lembut dan mengangguk pelan. "Ya, kau hamil, Satsuki. Kau sedang mengandung calon bayi kita di sini," ujarnya sambil mengelus perut Satsuki yang masih datar.
Satsuki langsung memeluk Tetsuya erat setelah mendengar perkataan suaminya itu. "Kita akan menjadi seorang ayah dan ibu, Tetsu-kun! Akhirnya!" serunya senang.
"Mm-hmm. Terima kasih untuk kadonya, Satsuki," ucap Tetsuya.
"Eh? Tapi ulang tahunmu, 'kan, besok, Tetsu-kun. Dan aku belum memberimu apa-apa," tukas Satsuki heran.
Tetsuya menggeleng lagi. "Tidak apa-apa. Meskipun ulang tahunku besok, aku sudah mendapatkan hadiah yang sangat berharga darimu hari ini." Setelah berkata seperti itu, Tetsuya lalu mencium kening Satsuki dengan lembut. "Terima kasih, Satsuki."
Satsuki tersenyum manis setelah mendengar perkataan suaminya itu. Ia lalu menatap Tetsuya dengan masih menyunggingkan senyum bahagia di wajahnya. "Bagaimana kalau besok kita habiskan waktu dengan memasak bersama?" tanyanya antusias.
"Ide bagus," ucap Tetsuya yang tersenyum lembut pada Satsuki.
Dan hari itu, Satsuki akhirnya tersadar akan satu hal. Ia mencintai Tetsuya bukan karena suaminya itu selalu berada di sampingnya saat ia membutuhkannya, bukan karena Tetsuya adalah seorang pria yang selalu menepati janjinya, dan bukan juga karena Tetsuya yang selalu bersikap manis padanya. Mungkin semua itu adalah bonus untuknya yang berhasil memikat hati seorang Kuroko Tetsuya. Kini Satsuki yakin, ia mencintai pria itu karena Tetsuya adalah Tetsuya, yang selalu memberinya kasih sayang tulus tanpa pamrih, dan menerima dirinya apa adanya.
-FIN-
Author's Note:
Akhirnya bisa ikut meramaikan KuroMomo week~~ /o/
Gak mau banyak omong, cuma berharap fict singkat ini bisa menyenangkan para KuroMomo shipper :))
Dan berharap juga semoga bisa ngikutin KuroMomo Week penuh selama tujuh hari ini~
Happy KuroMomo Week! /o/
Mind to give concrit?
Thanks for reading!
Sign,
C.C
31052014
