Bittersweet Blood

Genre : Drama/Tragedy

Rating : M (For Mature Plot)

Main : Hunkai (As Main), And You'll see the others

WARNING : BL, OOC, Crack Pair, Mpreg, No Bash, ABSURD, TYPO(s), Gaje, JUST A FICTION OR ANOTHER UNIVERSE, LATAR DAN TEMPAT MURNI KARANGAN JOY *LOL

To Anyone who such a great help

To Anyone who always support me

To Anyone who become my readers

To Anyone who called HUNKAI SHIPPERS!

All Chara are not belong to me, but story and plot is mine *Lol

Summary :

Jongin seorang single parent yang baru saja pindah ke rumah masa kecilnya. Dan Oh Sehun seorang kepala polisi muda yang tengah mengusut berita pembunuhan keji di distrik Gangseo.

.

.

Prolog

Aku tak akan pernah menyangka tentang apa yang akan terjadi setelah memutuskan pindah ke Busan bersama putra kecilku.

Dan Oh Sehun si bungsu dari pemilik rumah tua itu adalah kepala kepolisian termuda di daerah Gangseo. Kami dulu bertetangga, tapi aku dan keluargaku harus pindah ke Seoul saat usiaku 7 tahun. Aku mengira jika kasus pembunuhan itu tidak akan berpengaruh apa-apa padaku.

Tapi disuatu pagi, si pembunuh datang ke rumah kami dan memberikan peringatan jika ia akan kembali datang nanti malam untuk melakukan hal keji, dan mencuci tangannya dengan darah-darah korbannya.

.

.

.

.


He's Coming (BAB I)

"Rumah tua yang di sana?" Jongin menatap sebuah rumah tua bergaya eropa dengan cat dinding berwarna putih gading yang nyaris terkelupas. Telunjuk mungil Kyungsoo (putranya) menunjuk dengan tatapan kengerian.

Dasar bocah, pikir Jongin. Anak itu memang punya imajinasi berlebihan tentang hantu, entah darimana balita 4 tahun itu mengerti cerita-cerita seram karena seingatnya, Jongin tak pernah menceritakan atau membiarkan putra kecilnya terkontraminasi cerita-cerita menyeramkan seperti itu.

Sepertinya saat di day care house, teman-teman Kyungsoo selalu bercerita hantu di hadapannya. Namja yang bukan lagi penyandang Nyonya Shim itu mengecup kecil pipi tembam putra semata wayangnya dengan seorang pengusaha muda kaya raya yang telah resmi bercerai beberapa bulan yang lalu, Shim Changmin namanya.

Kamar mereka memang berhadapan langsung dengan rumah tua itu. Rumah mewah yang sudah ada sejak Jongin kecil. Rumah itu dulu adalah rumah paling megah, dibandingkan rumah masa kecil Jongin yang minimalis berpagar hitam. Ibu dan ayahnya yang seorang pengusaha restoran itu tak terlalu menyukai rumah yang besar bak istana untuk ditempati. Jadi saat Jongin kecil bertanya: "mengapa kita tidak membangun rumah besar seperti itu?" ayahnya yang tampan menjawab, "kita hanya tinggal berempat, sayang. Jadi kita tidak membutuhkan rumah sebesar itu"

Kini ayah dan ibunya lebih memilih menetap di Seoul dan mengembangkan perusahaan mereka. Ibunya yang desainer baju, dan Jongin yang lebih memilih kembali tinggal di Busan, di rumah minimalis mereka bersama putra semata wayangnya dan juga suami istri Han yang bertugas menjaga rumah keluarga Kim selama keluarga itu lebih memilih tinggal di Seoul.

"Tapi Coo takut, mom" rengeknya. Anak itu selalu membayangkan seorang namja jangkung seperti ayahnya dengan kulit pucat dan tatapan yang tajam. Ia mengeratkan pelukannya, dan menenggelamkan kepalanya di dada sang ibu.

"tidak akan ada apa-apa selama mommy di sini dan Soo jadi anak yang baik"

"No! Coo mau pulang"

Jongin tertawa pelan, ia usap punggung sempit Kyungsoo dan bergumam jika mereka akan baik-baik saja. Terdengar dengkur halus dari bibir kecil itu. tidak akan susah bagi seorang ibu menenangkan buah hatinya. Jongin lebih ahli dibandingkan Changmin yang selalu membuat putra mereka berteriak dan menendangi mainan-mainannya.

Kalau bicara tentang Tuan Shim, namja itu mungkin sedang sibuk-sibuknya mengurus perusahaannya atau malah bersenang-senang di klub malam bersama yeoja-yeoja maupun namja-namja manis lainnya. Jongin sudah tidak mau ambil pusing, mereka sudah resmi bercerai beberapa bulan yang lalu. Kemudian Jongin memilih menetap di Busan bersama putra kecil mereka untuk meninggalkan sosok pria yang pernah berkhianat dan menyakiti perasaannya.

...

Kyungsoo sudah tidur, anak itu memang masih tidur di kamar ibunya sambil menunggu kamarnya rapih dan layak untuk ditempati.

Jongin tersenyum haru, putranya yang manis tertidur sambil mengemut ibu jari sesuatu yang telah menjadi kebiasaan balita 4 tahun itu. berulang kali Jongin melepas ibu jari itu dari bibir mungil Kyungsoo, anak itu tanpa sadar pasti akan mengemut ibu jarinya kembali sambil menangis. Itulah sebabnya mengapa Jongin tidak mau mengganggu tidur nyenyak buah hatinya dan lebih memilih untuk memperhatikan saja.

'Lumah itu menyelamkan, mom' begitulah kalau kata Kyungsoo mengenai rumah tua yang berada tepat berhadapan dengan balkon kamar mereka.

Nyatanya memang begitu, dalam kesunyian ia menatap rumah tua itu dengan secangkir coklat hangat di tangannya. Jarum jam masih menunjukan pukul 9 malam, itu artinya sudah 3 setengah jam Kyungsoo tertidur.

Jongin ingat rumah itu. masih segar dalam ingatannya mengenai si pemilik kaya raya yang memiliki 3 orang anak laki-laki yang lebih tua beberapa tahun darinya. Mereka tampan, dengan tubuh semampai yang kerap kali dikagumi oleh para gadis di perumahan ini.

Tak ayal banyak gadis-gadis kecil yang bermimpi untuk menikahi satu dari tiga putra-putra tampan Tuan Oh dan tinggal di rumah besar itu.

Ada banyak cerita tentang masa kecilnya. Ingin rasanya ia bercerita. Tapi darimana dia musti memulai?

Oh Luhan

Oh Kris

Dan si bungsu Oh Sehun.

Itulah tiga nama yang Jongin ingat saat ia kecil dulu. Mereka memiliki wajah yang tampan dan jauh dari kata suram. Ah, betapa bangganya Tuan Oh pada ketiga orang itu. Pasti tiga orang putranya sudah menjadi namja-namja tampan yang sukses dan memiliki keluarga kecil seperti apa yang diharapkan oleh para gadis kecil di distrik ini.

...

"Pagi kakek..Pagi nenek" suara cempreng Kyungsoo menyapa suami istri Han yang tengah bersiap-siap untuk mengerjakan pekerjaan rumah di rumah minimalis ini.

"Pagi, bibi.. pagi paman" Jongin menurunkan putranya dari gendongannya—membiarkan Kyungsoo berlari memeluk paman Han dan bermanja-manja.

"Ah, Pancake Kimchi" namja berkulit tan itu menatap senang tumpukan pancake Kimchi yang dibuat bibi Han untuk sarapan. "Sudah lama tidak makan ini"

Bibi Han lantas tertawa kecil. Mereka adalah pengasuh Jongin saat namja itu masih sekecil Kyungsoo. Dan masih dipekerjakan di rumah itu untuk menunggui dan merawat rumah masa kecil Jongin. Mereka sangat menyayangi Jongin, mengingat keduanya yang tidak bisa dikaruniai seorang anak sejak masih muda dulu, kasihan.

"mommy, Coo mau"

Orang-orang dewasa itu tertawa gemas dengan tingkah Kyungsoo yang merengek di atas pangkuan paman Han. Jongin sudah mengingatkan Kyungsoo untuk tidak manja, tapi Paman Han tetap memanjakan tuan mudanya itu dengan penuh kasih sayang seperti layaknya cucu sendiri.

"Turun!" titah Jongin.

"baiklah"—merenggut lucu.

"Oh, tidak apa-apa, Jonginie" kata paman Han. "Paman masih kuat untuk memangku Sooie" begitulah suami istri Han, mereka orang-orang ramah penuh perhatian yang sayangnya terlalu sabar dalam menghadapi ujian yang telah Tuhan berikan.

Kyungsoo mendekati mommy-nya. Menerima suapan potongan pancake kecil dan mengunyahnya pelan. "Enak" pujinya. Matanya menutup dengan bahu terangkat. "lagi, mom" pintanya, sambil membuka mulut kecilnya—bersiap menerima satu suapan lagi.

"Uri Kyungsoo suka?" tanya Bibi Han.

Kyungsoo mengangguk dan mengecup kecil pipi sang ibu. "Coo lapal" katanya.

Jongin tertawa pelan, ia meminta Kyungsoo untuk duduk di kursi kosong di sebelahnya. Kemudian meletakan potongan pancake ke atas piring plastik bergambar tokoh anak-anak dan membiarkan Kyungsoo memakan pancake-nya sendiri.

...

Selama tinggal di Busan, Jongin selalu memantau perkembangan bisnis rumah makannya yang dibantu oleh Kim Jungkook, adik laki-lakinya yang tahun ini sudah berusia 23 tahun. Mereka hanya terpaut 2 tahun, dan Jungkook tumbuh menjadi seorang playboy namun sayangnya tampan.

Changmin terus-terusan menghubunginya—meminta Jongin untuk kembali padanya. Ah, Changmin pasti sedang mabuk! Jongin tahu betul bagaimana laki-laki itu bertingkah. Changmin seperti bukan dirinya saat sedang mabuk, dan kata-kata 'I love you, dont leave me, honey' Jongin bisa membayangkan tampang teler Changmin saat mengatakan hal itu.

"daddy, coo tadi bla..bla..bla..bla"

Kyungsoo bercerita pada ayahnya tentang kejadian yang mereka alami selama di Busan. Anak itu terlihat senang sekali. Kalau begini caranya, bagaimana Jongin bisa menjauhkan putra kecilnya itu dari mantan suaminya?

'Well, Soo baby..dimana mommy mu?'

Kyungsoo melirik Jongin yang bersembunyi di belakang laptop. Meminta Kyungsoo untuk menutup mulut, tapi sayangnya bocah kecil itu memang tidak akan pernah bisa berkata bohong.

Jongin mendesah pelan. Wajah manisnya menggantikan putranya di layar laptop dan membuat namja 33 tahun itu sumringah.

"Kau terlihat err—cantik"

"Thanks"

Changmin selalu memujinya cantik bilamana namja itu sedang ingin menikmati tubuhnya dan berbagi kehangatan di malam yang dingin. Yah, setidaknya dia bisa memperlakukan Jongin dengan sangat lembut saat bercinta.

"Well, Jongin"

"Ya?"

"Kalian baik-baik saja kan?"

"Tentu saja, Chwang"

Changmin terkekeh pelan. Itu adalah panggilan mesra Jongin untuknya. Ah, dia jadi rindu mantan istrinya.

Mereka mulai hanyut dalam obrolan-obrolan kecil tentang kasus pembunuhan yang baru saja terjadi beberapa hari yang lalu di daerah perumahan dimana Jongin tinggal.

Orang-orang ramai membicarakan, karena sudah dua rumah disatroni pembunuh yang sama. Hal itu lantas membuat Changmin merasa khawatir pada mantan istrinya dan juga putra kecil mereka.

"Jangan khawatir! Kami akan baik-baik saja" begitulah kata Jongin, seolah tidak merasa takut dengan apa yang pastinya bisa terjadi bilamana dia tidak berhati-hati.


.

.

.

He's Coming (BAB II)

Jongin mulai merasa resah dengan tetangga-tetangga yang kerap kali membicarakan pembunuhan itu kian menyeruak di perumahan elit ini. Mereka terus berbicara—entah untuk apa, seolah pembunuh itu lebih cerdik dari polisi-polisi yang memburunya.

Ini kelewatan, pikirnya. Ia mengendarai mobil seorang diri untuk melihat tempat yang akan ia dirikan rumah makan jilid dua miliknya di kota ini. Kyungsoo terus mengoceh, anak itu terlihat menggemaskan dengan kaos pororo dan celana pendek selutut serta sepatu baby converse berwarna coklat.

Kendaraan-kendaraan mulai bergerak, dan beberapa menit kemudian mantan istri Tuan Shim itu tiba di tempat parkir sebuah kantor kecil, pikirannya kembali dipenuhi bisnis rumah makan yang hendak ia bangun di daerah ini.

"Nyonya Shim"

Jongin baru saja turun dari mobil sambil menggandeng tangan mungil Kyungsoo. "Ya?" mendapati seorang namja yang tampak familiar dimatanya.

"Byun Baek" katanya.

"Ahh..Jongin" namja itu juga terlihat memastikan.

Kedua orang itu berpelukan. Sudah lama sekali Jongin tidak bertemu dengan kawan masa kecilnya, Byun Baekhyun.

"Aigoo, ini putramu" Baekhyun mencubit pelan pipi tembam Kyungsoo. "lucunya"

"ah, iya.. bagaimana kabarmu?"

"Baik-baik saja" jawabnya. "Kau tahu, Jong? Si Yoda itu melamarku sebulan yang lalu" Baekhyun memamerkan sebuah cincin yang melingkari jari manisnya.

Jongin tertawa pelan. Sudah jadi rahasia umum (saat mereka kanak-kanak) jika dua orang yang terkenal cerewet itu saling menyukai. "Wah, selamat ya, Baek" ucap Jongin.

"lalu dimana Tuan Choi? Aku tidak melihatnya" Jongin celingak-celinguk, mencari keberadaan orang yang hendak membantunya membangun rumah makan tak jauh dari kantor milik seorang arsitek muda bernama Choi Minho.

"dia sedang On the way, sebentar lagi tiba kok" kata Baekhyun.

Mereka duduk di sebuah sofa berwarna merah maroon panjang di ruang tunggu. Baekhyun bekerja menjadi seorang sekertaris yang mengatur jadwal namja tampan itu. "Oh, bagaimana kabarmu, Nyonya Shim?"

Jongin tersenyum simpul. Kyungsoo memeluk boneka penguinnya erat-erat. "Baik..Oh, jangan panggil aku Nyonya Shim—kami sudah tidak lagi bersama, Baek" jawabnya.

...

Jongin menyipitkan kedua matanya. Dan akhirnya, setelah sekian lama rumah itu sepi tak berpenghuni. sebuah mobil sport mewah berwarna putih terparkir di depan rumah.

Mungkin salah satu putra dari Tuan Oh baru saja pulang setelah sekian lama mereka meninggalkan rumah mewah itu.

Siapa? Mungkinkah si sulung? Si tengah? Ataukah si Bungsu? Bibi Han bilang, si sulung sudah menikah satu tahun yang lalu dan sempat menginap di rumah itu selama beberapa hari.

"Oh itu si bungsu" kata bibi Han, seraya mengaduk pelan sup jagungnya.

"dengar-dengar si Bungsu jadi anggota kepala kepolisian di distrik ini" katanya lagi. Dia berucap bangga, dan menceritakan betapa tampan dan gagahnya bungsu keluarga Oh itu.

Jongin tidak merasa terkejut. Well, dia sudah menduga-duga jika tiga orang itu pasti akan menjadi sosok tampan yang digandrungi para wanita—mungkin juga namja.

Melihat bibi Han yang memuji ketiganya tanpa basa-basi. Jongin jadi tahu, dan bisa menebak seperti apa tampang mereka sekarang. Apalagi melihat mobil sport yang terparkir di dalam halaman rumah besar itu. Tapi dia tak mau menebak-nebak berapa gaji seorang polisi di jaman sekarang.

Apalagi di kota kecil di tengah-tengah kota Metropolitan besar seperti Busan. Kalau mengingat distrik yang ia tinggali bukan termasuk salah satu distrik seperti Gangnam, Jongin jadi bisa menebak ke arah mana putra bungsu Oh mendapatkan mobil mewah itu.

"mereka orang-orang yang baik dan ramah" kata bibi Han.

"Oh, iya?"

Bibi Han mengangguk. Jongin merapikan rambut Kyungsoo yang hitam kecoklatan itu. ia tengah memangku Kyungsoo dan tak henti-hentinya membaui aroma strawberry di rambut anaknya.

"mungkin kita bisa memberinya seloyang cake atau semangkuk kare?"

Bibi Han tertawa pelan, "bibi sudah menyiapkannya" menunjuk sebuah mangkuk keramik dengan tutup yang menawan di atasnya.

Seperti biasa, bibi Han memang orang yang baik hati pada tetangga.

Dia orang yang gemar memasak, tak heran jika hanya dalam waktu 2 hari saja Jongin sudah merasa betah di sini. Begitu pun dengan Kyungsoo, bocah itu jadi doyan makan dan naik 1 Kg selama di sini.

Changmin pasti senang anaknya tumbuh sehat, pikir Jongin.

...

"Oh—Hallo" Jongin membungkuk hormat, tapi merasa kikuk saat sosok tampan bertubuh jangkung membuka pintu rumahnya.

"Darimana kau masuk?" tanyanya acuh.

"A..aku" Jongin gugup, aduh bagaimana ini?

"p..pintu gerbangnya tidak terkunci" jawabnya, jujur.

Hey, itu bukan kesalahan atau pun ketidak sopanan Jongin. Salahkan saja si Tampan Oh yang tidak mengunci gerbang rumahnya dan membiarkan orang lain masuk.

"Oh"

Jongin menyodorkan semangkuk sup tomat buatan bibi Han. Sekilas Jongin bisa melihat wajah si bungsu Oh yang sama sekali tidak berubah. Tetap tampan dengan wajah juteknya yang menurut Jongin (dulu) adalah wajah paling menyebalkan yang pernah ada.

"I..ini dari bibi Han"

"Bibi Han? Kau putra Tuan Kim?"

Jongin mengangguk pelan. Kyungsoo sedang bermain di kamarnya seorang diri.

"Silahkan masuk!"

"No, Thanks" ucap Jongin, menolak halus.

"katakan terimakasih pada bibi Han. Dan kau, aku Oh Sehun"

Nasib telah begitu baik mempertemukan Jongin dengan si bungsu Oh dan berkenalan dengannya. Jongin tak pernah menyangka, jika akhirnya ia bisa mengobrol dengan namja tampan ini. Bahkan untuk sejenak ia bisa melupakan rasa patah hatinya dan juga Changmin yang entah sedang apa di luar sana.

"jika butuh sesuatu, jangan sungkan meminta bantuanku" kata Sehun, ia mengantar Jongin pulang tepat di depan pagar rumah minimalisnya yang terletak beberapa meter dari rumah besar Sehun.

"apa itu tidak merepotkanmu, Sehun-ssi?"

Sehun menggeleng.

"Tentu saja tidak!" sahutnya. "masuklah! Segera kunci gerbang dan semua pintu"

...

Jongin mengikuti saran Oh Sehun. Ia mengunci semua pintu termasuk jendela dan pintu kamarnya.

Entah mengapa ia harus mengikuti saran si kepala kepolisian muda itu. Hasilnya terbukti lebih dramatis dari yang pernah ia duga. Ia menemukan pintu belakang rumahnya yang nyaris rusak karena seseorang yang mungkin saja hendak memasuki rumahnya.

Tapi Jongin tetap berpikir positif, ia tidak mau repot-repot melapor ke kantor polisi karena memang tidak mau terlalu banyak menambah masalahnya. Apalagi ibunya di Seoul pasti akan sangat mencemaskan dirinya dan juga putra kecilnya itu.

Inilah awal yang tidak disangka-sangka. Oh Sehun tiba seorang diri dengan memakai kemeja putih dan sweater hitam, serta celana bahan yang senada dengan warna sweaternya yang terlihat pas untuk tungkai panjangnya itu.

"maaf, tapi aku seorang polisi! Aku harus memastikan seorang warga aman di distrik ini" ujarnya, ketika Jongin menolak Oh Sehun untuk memeriksa keadaan rumahnya.

"Tapi Sehun-ssi, aku merasa tidak ada yang terjadi dengan rumah ini" dia berkata bohong. Nyatanya tadi pagi ia menemukan pintu belakang rumahnya dijebol paksa oleh seseorang.

Sehun tak peduli, ia tetap berjalan memasuki rumah Jongin dan memeriksa beberapa kejanggalan di rumah itu.

Kyungsoo kecil bersembunyi di belakang ibunya saat Oh Sehun mulai memeriksa seluruh ruangan kecuali kamar yang dihuni Jongin dan putranya.

"Sehun-ssi, aku punya wewenang atas rumahku" Seru Jongin, mulai tak suka dengan tindakan Sehun yang menurutnya seenaknya itu.

Jongin terus mengikuti Sehun yang sudah tiba di pintu belakang yang menghubungkan halaman belakang rumahnya dan dapur.

Sehun tak peduli, alisnya nampak bertaut.

"seseorang mencoba menjebol pintu ini"

"Apa?"

Bibi Han dan suaminya terkejut.

"kau tampak tak terkejut" Sehun berkata. Menilai seenaknya saja, dan mengambil ponsel di kantung celananya.

"Apa kau sudah tahu hal ini?"

Jongin menggigit bibir bawahnya.

"mungkin tadi malam kau bisa tidur nyenyak" katanya, sembari memotret barang bukti di rumah itu. "Tapi tidak untuk nanti malam"

"Nak Sehun, apa yang terjadi sebenarnya?" Paman Han bertanya, ia mencoba tenang—istrinya ketakutan.

Sehun menoleh, ia memasukan kembali ponselnya ke dalam saku. Tatapannya berkali-kali melirik Jongin, lalu terdengar ia menghela napas pelan—seolah menahan untuk tidak mengatakan sesuatu yang menakutkan.

"Tidakah paman dan bibi tahu Tentang berita pembunuhan yang akhir-akhir ini beredar di distrik ini?"

Bibi dan paman Han mengangguk.

"orang itu masih belum tertangkap, tapi selalu menunjukan tanda-tanda jika ia hendak beraksi" katanya.

Jongin belum pernah merasa setakut ini. Apalagi ada Kyungsoo yang menangis di pelukannya, pertanda ia benar-benar ketakutan saat ini.

"dan ini salah satu tanda-tanda yang kami dapatkan dari salah satu korban yang selamat"

Matanya yang tajam menatap Jongin.

"lalu apa yang harus kami lakukan?" tanya Jongin.

Paman dan Bibi Han ikut cemas. Bagaimana jika kejadian yang tidak-tidak menimpa mereka?

"kalian bisa tinggal di rumahku" jawabnya. "malam ini kami akan melakukan patroli di rumah kalian"

"Mommy, hiks"

Jongin mengusap lembut punggung mungil Kyungsoo. "Its, okay, dear! Mommy is here" menenangkan Kyungsoo yang menangis ketakutan.

.

.

.

Jongin memasuki rumah besar itu. rumah seram kalau kata Kyungsoo. Tapi nyatanya dalamnya tidak terlihat seram, ruangan demi ruangan masih terawat dan begitu banyak figura-figura terpajang indah di dinding.

Dia tak pernah membayangkan seperti apa masuk dan tinggal di rumah besar itu. Tapi sekarang, ia malah bukan sekedar masuk, tapi juga akan tinggal beberapa hari di rumah besar Oh itu.

"ini kamarmu" Sehun menyalakan saklar lampu setelah meletakan koper sedang berisi pakaian Jongin dan Kyungsoo.

Kamarnya cukup besar, dan Jongin bisa melihat figura-figura seorang wanita cantik di kamar itu. "Kamalnya bethal" Kyungsoo menatap kagum ruangan itu.

Sehun tersenyum tipis, "Ini kamar ibuku" katanya. "dia selalu menghabiskan waktunya di sini"

"ibumu cantik" puji Jongin. Tapi dia memang tidak pernah tahu seperti apa rupa Nyonya Oh, karena yeoja itu sudah meninggal dunia.

"trims"

Kyungsoo melepas sepatunya dan menaiki kasur king size itu. "Paman, Coo boleh tidul dicini?"

Sehun mengangguk, "tentu saja! Kau akan tidur di sini untuk beberapa waktu"

.

.

.

Jungkook hendak menerjang tubuh mungil tanpa busana di bawahnya, jika saja ponsel di meja nakas itu tidak berdering. Ia berdecak sebal meraih ponsel itu dan menyempatkan diri untuk mengecup singkat bibir cherry pacarnya, Jimin yang masih berusia 18 tahunan itu.

'Mommy is Calling' semakin membuat kedua matanya memutar sebal. Ish, mengganggu saja, pikirnya.

"Hallo, mom"

'kau dimana? Mommy dapat telepon dari kepolisian Gangseo. Cepat pulang sekarang! Dan kunjungi kakakmu di sana'

"Mom~"

'No Buts, Kookie! Kasihan kakak dan keponakanmu, mereka dalam bahaya'

*Pip

Jungkook meletakan asal ponsel mahalnya dengan wajah cemas.

"Sayang?" suara lembut Jimin menyadarkannya.

Namja manisnya itu menatapnya khawatir. Jimin mengalungkan kedua tangannya di leher Jungkook. Menatap pacar 23 tahunnya itu dengan gaya imutnya yang khas.

"aahnn, Kookieeh" Jimin mengerang nikmat saat telunjuk nakal Jungkook mulai menusuk-tusuk puting merahnya yang sudah menegang.

"Malam ini tidak dulu, sayang" ujar Jungkook.

Jimin memiringkan kepalanya, "kenapa?"

"aku harus cepat-cepat pergi ke Busan. Kakakku dalam bahaya"

"Astaga, Jongin hyung"

Jungkook tersenyum simpul, "maafkan aku..aku tak akan lama" ucapnya, seraya mengecup sayang kening Jimin.

Jimin mengangguk pelan, ia mengancingi kemeja Jungkook yang kebetulan masih terpasang di badan atletisnya.

.

.

.

"kau tak bisa menyalahkan mereka" Sehun berkata pelan.

Jongin menatap ke arah rumah minimalisnya yang kata Sehun sedang dijaga oleh beberapa rekan Sehun dalam penangkapan tersangka pembunuhan itu.

"Aku tahu" Kata Jongin, ia merasa sedih dan mulai menyesali tingkahnya yang gegabah dan sok ingin tinggal sendiri di rumah itu.

Sehun melirik Jongin, dalam hati ia berharap ada kemajuan dalam kasus pembunuhan ini.

"kau tak mungkin kembali ke sini kalau bukan suatu alasan kan, Sehun-ssi?"

Namja itu menghela napas pelan. Bukannya dia tak pernah mengingat Jongin—tetangga depan rumahnya saat kanak-kanak. Dia masih mengingat keluarga Kim tetangganya yang punya dua orang anak dan tinggal di depan rumahnya. Hanya saja keluarga mereka cenderung tertutup setelah kematian ibu kandungnya di Tulcea, Rumania.

Sehun berdehem pelan. "kelihatannya begitu" jawabnya. "seorang polisi—apalagi kepala kepolisian daerah sepertiku punya banyak musuh. Kau tahu itukan?"

Jongin mengangguk pelan. Tubuhnya hanya dibalut mantel tidur saja, karena ia terlalu bodoh untuk meninggalkan piyamanya di rumah itu. Andai Sehun si mesum seperti Changmin, mungkin Sehun akan menerkam Jongin dan menelanjangi namja manis itu di atas ranjang empuknya yang besar. Tapi tidak! Sehun tidak seperti Changmin. Sehun seorang pria terhormat! Mana mungkin ia memperlakukan Jongin seperti itu.

"aku mendapatkan informasi jika target selanjutnya adalah Pivet 13th street. Itu artinya daerah dimana rumahku berada" Sehun berkata lagi.

"Apa?" Jongin sedikit merasa kikuk saat Sehun kembali menatapnya.

"Tidak" jawabnya. "hanya saja, kau tidak kedinginan hanya memakai mantel tidurmu tanpa piyama?"

"Ehh itu..i..itu.. sudahlah, jangan berpikir macam-macam! Aku tidak sedang menggodamu tau"

Sehun tertawa meremehkan. "aku tidak berpikiran seperti itu" katanya.

"Baiklah" Jongin terlihat jengkel. "lalu sampai kapan aku bisa kembali ke rumahku?"

"entahlah" sahutnya.

Jongin berjengit kaget, tetapi Sehun yang sedang menikmati kopi americano-nya kelihatan tidak mau tahu. "karena pembunuh itu sangat pendendam dan akan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan targetnya"

.

.

.

.

.

TBC

.

.

A/n :

Hallo..

Yups..

Aku bawa fanfic baru yang sedikit nyeleneh dan gatau kenapa aku bisa menulis alur seperti ini. Aku tahu ini agak sedikit rancu, atau apapun kalian menyebutnya. Aku Cuma mau sedikit curcol kalo akhir2 ini aku punya sedikit masalah dan menuangkannya ke dalam cerita fiksi. Ada yang kepo? Atau ada yang keberatan? Ini Cuma cerita fiksi lho ya! Jangan diambil hati..Bagi kalian yang homophobic aku saranin untuk menjauh! Udah itu aja sih ya. Intinya sih ini lanjut atau enggak? *Lol (Tapi kalian harus review! No sider *Plaked..hehehehe bercanda)

Mind To Review?