Maylene's Love Story

Disclaimer :

Yana Toboso – sensei

Pairing :

Maylene x Edward, Maylene x Agni

Genre :

Romance, Drama

Warning : TYPO, OOC, gaje, lebay, dansejenisnya. Alur kecepetan dan segudang kelemahan lainnya.

DON'T LIKE DON'T READ!

CHAPTER 1 : NEW FAMILY AND NEW BUTLER

# Manor House, kediaman keluarga Phantomhive

"Waduh.. waduh..! Keluarga nona Elizabeth akan datang...!" teriak seorang pemuda manis berambut pirang. Ia berjalan mondar-mandir seraya mengangkat kedua tangannya. Menandakan bahwa ia sangat panik.

"A..wa..wa..wa.. ba.. bagaimana inii..?" Teriak seorang wanita yang berpakaian maid (sepertinya ia memang seorang maid) dengan panik. Ia juga berjalan mondar-mandir mengikuti si pemuda, sambil menggigiti jarinya.

Intinya, ruang tamu di kediaman keluarga Phantomhive itu sangat rusuh dengan adanya teriakan-teriakan panik si maid dan si pemuda. Tiba-tiba datanglah seorang pemuda tampan yang memakai jas dan pakaian serba hitam. Mata merahnya menatap kedua pembuat rusuh tersebut dengan tajam.

"Tenang semuanya! Finny! Potong rumput-rumput di halaman belakang yang sudah mulai meninggi! Bard! Siapkan bahan-bahan untuk jamuan afternoon tea! Dan kau, Maylene! Siapkan meja makan dan alat-alat untuk jamuan afternoon tea! Laksanakan sekarang!" Terdengar sebuah suara tegas dari si pemuda tampan bermata merah. Badge kepala pelayan yang tersemat di jasnya tampak berkilauan. Ah, rupanya ia adalah kepala pelayan di kediaman keluarga Phantomhive ini.

"SIAPP!" Teriak Finny, yang rupanya adalah si pemuda manis, dan Maylene, yang rupanya adalah si maid. Sementara seorang koki yang bertampang om-om (di-bazooka bard FC) hanya mengangguk kalem lalu berjalan santai ke arah dapur sambil mengisap rokoknya. Koki itulah Bard yang disebut-sebut dalam perintah si kepala pelayan tadi.

Sementara para bawahannya (Finny, Bard dan Maylene) melaksanakan tugas yang diperintahkannya, sang kepala pelayan menuju kamar tuannya, untuk membangunkannya dari tidur siangnya. Nah, kita semua tau pasti siapa tuan dari si kepala pelayan bermata merah itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah kepala keluarga termuda keluarga bangsawan Phantomhive. Dia adalah... Earl Ciel Phantomhive! Yap! Pangeran cilik kita semua ini sedang asyik terlelap di atas ranjangnya yang super empuk setelah hampir seharian bekerja. Sepertinya ia lupa akan rencana kedatangan keluarga tunangannya itu, Elizabeth Midford, pada saat Afternoon tea. Atau mungkin juga ia sangat yakin kepala pelayannya yang sekaligus butlernya itu pasti membangunkannya tepat waktu.

"Tuan muda, ayo bangun... Sebentar lagi waktunya afternoon tea dan anda pasti tidak melupakan kedatangan keluarga nona Lizzie nanti sore, bukan?" Tanya sang butler sambil mengguncang-guncang tubuh mungil Ciel. Ciel pun terbangun dan ia langsung teringat akan kedatangan keluarga tunangannya itu ketika mendengar bunyi jam tua yang sangat nyaring di ruang tamu. Jam tersebut berbunyi tiga kali, maka jam itu menandakan bahwa sekarang sudah pukul tiga.

"Arrrghhh! Pukul tiga? Sebastian! Kenapa kau tidak membangunkanku lebih awal? Sejak kapan kau jadi lambat begitu?" Ciel yang kini sudah berusia enam belas tahun pun langsung turun dari ranjangnya dan berlari ke kamar mandi. Terdengar bunyi byur byur yang terburu-buru dari dalam kamar mandi. Jelas sekali bahwa pangeran cilik kita yang sekarang tengah beranjak dewasa ini sedang PANIK. Afternoon tea biasanya dimulai pukul empat sore, dan biasanya, keluarga Lizzie selalu datang minimal SETENGAH JAM sebelum afternoon tea dimulai. Waktu tercepat Ciel untuk mandi saja, SETENGAH JAM. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa CIEL AKAN TERLAMBAT. Memalukan bila seorang bangsawan terhormat yang memiliki perusahaan dimana-mana itu, TERLAMBAT. Sialan! Pasti Sebastian sengaja membangunkanku jam segini! Lagi-lagi dia ingin melatihku agar mandiri! Rengut Ciel di dalam hati.

Sepuluh menit kemudian, Ciel keluar dari pintu kamar mandi dengan handuknya yang agak basah. Ia langsung berlari menuju almari pakaiannya, dan mengobrak-abriknya dengan liar. Sejak umur lima belas tahun, Ciel sudah tidak lagi dimandikan ataupun disiapkan bajunya oleh butlernya yang bernama Sebastian itu. Dan sekarang ia agak menyesal melakukan perjanjian agar ia mandiri sedikit itu. Sementara Sebastian yang sedari tadi hanya diam di pintu, mengeluarkan suara seringai tawa yang ditahan-tahan.

"Hei! Sedang apa kau disitu, Sebastian! Cepat kau siapkan jamuannya! Aku bisa mempersiapkan diri dengan baik! Sendirian saja!" Hardik Ciel dengan tatapan luar biasa panik karena ia melihat jam meja menunjukkan pukul tiga lewat lima belas menit. Tampaknya ia lupa bahwa butlernya itu iblis yang sanggup mempersiapkan semuanya dengan sempurna hanya dengan hitungan menjetikkan jari saja. Sebastian pun semakin ingin tertawa dan ia harus berusaha lebih keras lagi agar tawanya itu tidak didengar oleh tuannya. Berlagak dewasa sekali, dia... batin Sebastian.

"Baiklah, tapi, jika anda membutuhkan saya, panggil saja nama sa..." Rupanya, tawaran sebastian terpotong karena kekagetannya melihat lawan bicaranya yang kini tengah tenggelam dalam tumpukan baju-bajunya. Tapi, Ciel tetap menjawab tawaran tersebut dengan mengacungkan jempolnya dari sela-sela baju yang menimbun dirinya. Kali ini perut Sebastian terasa agak sakit karena terlalu banyak menahan tekanan tawa. Daripada menyakiti perutnya yang berharga, Sebastian pun memilih untuk sesegera mungkin meninggalkan kamar tidur tuannya dan melaksanakan perintah tuannya itu.

"SELAMAT SORE CIEL~!" Teriak seorang gadis manis dari ambang pintu utama Manor House milik keluarga Phantomhive. Gadis itu langsung memeluk tunangannya yang sudah siap sedia di depan pintu itu, bersama butler bermata merahnya, Sebastian. Ciel pun membalas pelukan tunangannya tersebut dengan agak canggung. Baru kali ini ia merasa ingin membalas pelukan dari tunangannya, Elizabeth Midford, itu. Karena baru pertama kali, ia belum terbiasa dan, entah kenapa, rasanya jantungnya berdetak dua kali lebih cepat saat memeluknya.

"Selamat sore, Lizzie. Dan ah, silakan masuk, Tuan Alexis dan Marchioness Midford, serta tuan muda Edward Midford." Sambut Ciel dengan sopannya. Kelewat sopan, mungkin, sampai-sampai Marchioness dan Alexis Midford menaikkan setengah alisnya, saking herannya.

"Selamat sore, Ciel. Ah, rupamu sangat tampan hari ini, sayang. Potongan rambutmu sudah rapi, serta baju yang kau pilih itu bagus sekali. Aku suka melihatmu hari ini. Kau makin terlihat seperti ayahmu, ya?" Puji Marchioness yang sukses membuat Ciel menyeringai lebar. Entah kenapa ia bisa mempersiapkan diri dengan baik hanya dalam waktu lima belas menit. Karena mukjizat, batinnya. Ia agak geli juga mendengar Marchioness memuji penampilannya sangat rapi, padahal kamarnya sekarang masih sangat berantakan dengan tumpukan baju dan sepatu yang tersebar di seluruh sudut kamarnya. Yah, tapi ia tak perlu merasa khawatir dengan kamarnya, toh saat ia kembali nanti kamarnya pasti sudah sangat rapi lagi berkat Sebastian.

"Merci Beaucop, Marchioness... Waktu afternoon tea sebentar lagi akan tiba.. Mari, saya antarkan ke halaman belakang, tempat dimana sore ini kita semua akan melaksanakan afternoon tea bersama..." Ajak Ciel dengan gaya layaknya seorang pelayan. Lho? Kau kan tuan muda, Earl Ciel Phantomhive! Ngapain kau mempersilakan mereka layaknya seorang pelayan? Lihat! Butlermu jadi nganggur saja di sampingmu! Haduh! Agaknya kau kebanyakan membaca komik 'BLACK BUTLER'! Ciel memaki-maki kebodohannya di dalam hati.

"Nah, kita sudah sampai... Silakan duduk di kursi yang sudah tersedia, Nona Lizzie.. Saya akan membawakan hidangan untuk afternoon tea. Mohon tunggu sebentar..." Lalu WUSH... Sebastian menghilang ke balik awan... eh.. maksudnya ke dalam rumah. Tak lama kemudian, ia datang bersama dengan ketiga pelayan lainnya, Finny si tukang kebun, Maylene si maid, dan Bard si koki. Maylene membawa senampan kue-kue scone, shortbread, dan mini cake yang akan dimakan sebagai makanan pokok afternoon tea. Finny membawa keranjang tingkat bernampan (author enggak tau itu namanya apa) khusus jamuan afternoon tea. Sedangkan Bard membawa alat-alat makan (garpu, sendok, dan piring kecil) untuk jamuan afternoon tea. Sebastian sebagai butler akan menghidangkan tehnya, dengan bukti ia datang seraya membawa teko teh (author juga nggak tau nama elitenya itu apa).

Semestinya, pada jamuan afternoon tea, para majikan hanya perlu duduk,lalu langsung santap saja. Tapi, pada jamuan kali ini Sebastian baru mempersiapkannya setelah tamu sudah duduk di meja. Yah, tidak salah juga, sih. Karena keluarga Midford datang setengah jam lebih awal sebelum waktunya. Lagi pula, ini juga bisa dijadikan kesempatan untuk memamerkan keahlian pelayan keluarga Phantomhive yang kini sudah terlatih. Terutama Maylene, yang dulu seorang maid super ceroboh, kini sudah terlihat seperti maid asli. Apalagi ditambah wajahnya yang kini semakin terlihat kecantikannya. Pelayanannya sudah sebagus rupanya, sekarang.

"Nah, pukul empat kurang tiga menit." Sebastian pun mulai membagikan cangkir teh yang terbuat dari porselen dan berasal dari Prancis, kepada seluruh tamu dan tuan mudanya. Bard pun menyusun alat makan dengan cekatan. Finny juga menyusun keranjang dan membantu Maylene menyusun kue-kuenya. Tepat pukul empat sore, kegiatan para pelayan mempersiapkan jamuan afternoon tea pun selesai, dan para tamu serta tuan muda mereka dapat ber-afternoon tea ria dengan nyamannya.

"Hmm... Earl Grey... Earl Grey kali ini sangat enak rasanya... berbeda dengan buatanmu yang biasanya, Sebastian." Tiba-tiba Edward Midford, kakak Lizzie, angkat suara. Semua orang menoleh ke arahnya, dan anggota keluarganya yang lain pun menyetujui pendapat Edward dengan isyarat anggukan kepala mereka. Sebastian tersenyum ramah mendengarnya.

"Pada jamuan afternoon tea kali ini, bukan saya yang membuat Maylene, maid yang berambut merah itu, tuan muda Edward.." Jelas Sebastian. Marchioness langsung melempar senyum ke arah Maylene yang dibarengi dengan blushingnya Maylene.

"Ah... sungguh! Earl Grey ini nikmat sekali rasanya! Bisakah aku mendapatkan secangkir lagi, Ciel?" Tanya Edward dengan antusias. Tentu saja Ciel mengangguk pelan. Lalu Ciel memberi isyarat kepada Maylene agar menuangkan secangkir teh lagi di cangkir Edward.

Saat Maylene berjalan ke arah Edward yang berada di hadapan Marchioness, Maylene tidak sengaja tersandung batu yang ada di dekat situ, lalu menumpahkan seteko besar teh di wajah tampan Edward. Tentu saja, Marchioness dan Elizabeth refleks menjerit. Mereka tau kalau teh itu tidak dingin. Apalagi seteko besar! Bisa dibayangkan betapa panas wajah Edward sekarang. Edward yang sangat ingin menjerit kepanasan karena teh tersebut, hanya diam mematung di kursinya. Harga dirinya berkata : stay cool, Edward, disini ada dua gadis cantik dan satu nyonya yang (dulu) cantik sedang mengkhawatirkan dirinya. Stay cool, Edward, stay cool, begitu kata harga dirinya. Rupanya harga diri Edward telah mengalahkan akal sehatnya sehingga ia terlihat sangat bodoh sekarang. Semua tau ia kepanasan dan kesakitan, tapi ia hanya diam saja seperti tidak terjadi apapun. Bengong. Kalau bengong itu bukan stay cool namanya...

Marchioness yang hendak melabrak Maylene habis-habisan itu tiba-tiba tertegun melihat sebuah pola berwarna agak kehitaman di betis Maylene yang terbuka karena ia jatuh. Pola itu adalah tanda lahir Maylene, dan Marchioness rupanya sangat mengenal tanda lahir tersebut!

"Ma.. Maylene.. I.. itu ta.. tanda lahirmu..?" Tanya Marchioness dengan suara yang bergetar. Maylene pun mengangguk ketakutan karena membayangkan hukuman berat macam apa yang akan diterimanya atas kecerobohannya. Tapi, bukan hukuman yang ia dapat, melainkan pelukan penuh kasih sayang dari Marchioness. Semua tertegun melihatnya, apalagi Edward. Padahal Edward sangat ingin maid kurang ajar yang menumpahkan minuman enak yang panas itu langsung ke wajahnya, dilabrak habis-habisan oleh ibunya. Memang Edward sangat suka tehnya, dan ia meminta lebih. Tapi aku kan mintanya secangkir doang dan di cangkir pula, bukan di muka! Batin Edward geram.

Alexis yang merasakan ada yang aneh dari Maylene pun tanpa sengaja melihat pola tanda lahir Maylene di betisnya, dan ia sama terkejutnya dengan Marchioness ketika pertama kali melihat tanda tersebut. Ia pun melakukan hal yang sama dengan istrinya, yaitu memeluk Maylene.

Sementara Finny, terharu di tempat (padahal belom tau kenapa Marchioness meluk dan akhirnya nangis bareng-bareng Alexis). Bard cuma nyengir kuda aja, nggak ngerti apa yang terjadi, tapi tetep berlagak ngerti. Sementara Ciel, Lizzie, dan Edward cengo di tempat. Bingung dengan apa yang terjadi dengan kedua orang tua mereka (buat Ciel, calon).

"Akhirnya, setelah lama mencari, akhirnya kita bertemu juga, nak.." Alexis menggumamkan kalimat yang sebenarnya memecah keharuan atmosfir di tempat itu, tapi kayaknya malah jadi petir pemecah keharuan buat Lizzie dan Edward yang notabene anak Marchioness dan Alexis itu. Mereka tidak salah dengar dengan kata terakhir yang diucap ayahnya tadi, yaitu 'nak..'. Jangan-jangan Maylene adalah...

"Maylene sebenarnya adalah anak perempuan kami. Saya ingat sekali waktu bayi anak perempuanku itu hilang, dan ia memiliki tanda lahir persis seperti tanda lahir Maylene, yaitu ukiran sayap kanan Malaikat yang diukir di betisnya sewaktu kecil! " Dan sekali lagi petir seakan menyambar jantung Lizzie dan Edward.

"Be.. Berarti... Ma.. Maylene adalah kakakku?" Tanya Edward dengan suara yang bergetar. Ia merasa sangat tidak rela dan sangat tidak level kalau kakak perempuannya ternyata seorang pelayan yang dianggapnya kurang ajar dan ceroboh.

"Bukan, Lagipula Maylene lebih muda satu tahun dibandingkan kamu, Edward. Saat Maylene hilang, saya merasa sangat sedih. Tapi, suatu hari tak lama setelah itu, Alex membawa seorang anak kecil. Anak dari keluarga mantan pelayan keluarga kami. Anak itu laki-laki. Tetapi Alex berharap saya dapat sedikit melupakan Maylene yang telah hilang dan menganggapnya sebagai anakku. Anak itu, kau, Edward.." Petir ketiga yang seribu kali lipat lebih dahsyat dari yang sudah sudah pun seakan menyambar jantung Edward. HANYA EDWARD (disorakin pujian sama Lizzie FC, dibakar sama Edward FC). Begitu dahsyatnya sampai-sampai rasanya aliran listrik mengalir di sekujur tubuhnya. Siap dibungkus menjadi baterai super besar dan dikirim menjadi pembangkit listrik tenaga manusia. Serius. Edward benar-benar merasa shock sampai ia jatuh berlutut di hadapan Marchioness.

"Ciel, kami sekeluarga akan membawa Maylene ke dokter untuk tes DNA. Apakah kau mengizinkan? Saat ini, dia masih berstatus sebagai pelayanmu." Tanya Marchioness dengan suara yang tegas. Ciel mengangguk kalem.

"Bawa saja. Jika ia benar-benar anakmu, Marchioness, maka, selamat Maylene. Kau akan menjadi kakak iparku." Jawab Ciel santai. Lizzie yang mulanya agak gugup menerima hot news tersebut, mulai tenang melihat reaksi tunangannya yang biasa saja. Jika berita itu benar, maka ia harus menerima kakak perempuannya yang baru, dan membuang kakak laki-lakinya itu, Edward. Ia akan menganggap bahwa selama ini ia hanya mempunyai kakak perempuan, Maylene.

Selama sesi shocking-shockingan itu terjadi, rupanya Alexis menulis sebuah pesan di memo, dan memberikannya kepada Ciel. Entah apa isi memo tersebut, tapi yang jelas, isi memo tersebut mampu membuat Ciel menyeringai pelan. Lalu memerintahkan sesuatu kepada Sebastian. Sebastian pun mengangguk pelan dan berbisik dengan amat lirih, namun masih didengar Ciel,

"Yes, My Lord..."


# Kediaman keluarga bangsawan Midford

"Selamat makaann...!" Sorak Elizabeth dengan ceria, lalu melahap hidangan yang tersedia dengan wajah bahagia. Makan malam keluarga Midford hari ini adalah masakan jepang, mengikuti selera Maylene. Sepertinya Maylene sudah banyak terpengaruh Tanaka karena ia, Finny, Bard, dan Tanaka sering makan bersama. Sebenarnya Maylene merasa sangat tidak enak makan bersama keluarga bangsawan ini. Dia kan sebelumnya hanya seorang pelayan, mana mungkin bisa cepat terbiasa dengan suasana di kalangan bangsawan. Ini bukan tempatku, tempat ini nggak pantas untukku! Aku tidak boleh makan bersama keluarga bangsawan! Batin Maylene menjerit.

"Maylene, kamu sepertinya tidak nyaman... Ayo dicoba dulu, makanannya.. Bukankah ini kesukaanmu?" Tanya Marchioness yang mengkhawatirkan keadaan Maylene. Seingatnya ia sudah meminta salah satu pelayannya untuk bertanya kepada Sebastian tentang makanan kesukaan Maylene, dan berbagai macam hal kesukaan Maylene yang lain. Tapi kenapa ia tampak tak nyaman?

"Ma.. maaf nyonya... ta.. tapi...gaun ini... masakan ini.. dan perlakuan seperti ini..." Maylene pun mengutarakan isi hatinya, tapi kalimatnya dipotong oleh Marchioness.

"Ssshhtt... Aku ini ibumu, Maylene. Biasakanlah kehidupanmu yang baru ini. Kamu tidak bisa memanggilku nyonya lagi. Panggil aku mama. Panggil Alex dengan sebutan papa. Dan panggil Lizzie dengan namanya saja." Pinta Marchioness dengan nada yang lembut. Bahkan Lizzie saja merasa agak iri karena perlakuan lembut ibunya terhadap Maylene. Jarang sekali ibunya dapat bersikap seperti itu, dan rupanya masa-masa'jarang' itu telah datang. Karena Maylene, dan bukan dirinya. Elizabeth semakin merasa iri dan kesal terhadap Maylene!

Pagi ini adalah hari kedua Maylene tinggal di kediaman keluarga Midford dengan status barunya, anak sulung keluarga Midford. Penampilannya beda sekali dengan dulu, saat masih menjadi pelayan di Manor House. Kecantikan Maylene semakin terlihat. Rambut merahnya ditata dengan manis dan elegan oleh perias ternama, Gaunnya yang glamour hasil rancangan desainer ternama, dan berbagai perawatan tubuh telah ia jalani. Maylene bak seorang lady, sekarang. Tata kramanya juga sudah ia kuasai dengan baik, dalam waktu yang relatif singkat.

"APAAAAA?"

Maylene yang sedang berjalan-jalan santai menikmati udara pagi tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah teriakan seorang pemuda. Teriakan itu, dari arah dapur! Apakah ada musuh sepagi ini? Aku harus menanganinya! Batin Maylene seraya berlari ke arah dapur. Larinya kini tak secepat biasanya karena pakaian lady-nya yang begitu repot. Sesampainya di dapur, ia malah menemukan sosok Edward dan Marchioness, serta juru masak. Tapi.. err.. kemana perginya penampilan keren ala bangsawannya Edward seperti yang terakhir Maylene lihat? Edward yang ada di hadapannya sekarang memang masih terpatri ketampanannya (terutama di hati Author!), tapi ia memakai seragam butler seperti seragam milik Sebastian.

" Ah, Maylene! Pas sekali! Nah, ibu akan memperkenalkan.. eh yah sebenarnya kau juga sudah kenal sih, dengan Edward. Mulai hari ini, ia akan menjadi BUTLERmu!" Marchioness memberitakannya dengan nada yang sangat antusias. Sementara Maylene dan Edward cengo di tempat. Mata mereka terbelalak berbarengan.

"Kau tidak usah takut, Maylene.. Edward yang manja ini sudah dilatih oleh Sebastian secara khusus untuk menjadi butlermu.. dan kau Edward! Layanilah Maylene dengan sepenuh hatimu!" Titah Marchioness sambil memandang Edward dengan galak.

"Y.. Yes.. M..Mom..." Jawab Edward dengan terbata-bata karena ketakutan melihat ekspresi galak (mantan) ibunya itu. Mendengar kata 'mom', Marchioness agak tersinggung karena status Edward saat ini adalah butler. Ia sangat tidak sopan dan tidak pantas memanggilnya dengan sebutan 'mom' lagi. Batin Marchioness seraya memelototi Edward dan siap untuk menyemburnya dengan kata-kata.

Akhirnya, sebelum Marchioness 'menyembur' Edward, Maylene segera mengambil tindakan antisipasi perang sembur pertama, me vs mom (eh itu mah acara tv yah, di trans tv), dengan menggamit tangan Edward dan membawanya pergi ke kamar barunya. Ternyata, kamar baru Maylene adalah kamar lama Edward yang untungnya, belum banyak dirombak. Edward bernafas lega begitu mengetahui bahwa kamarnya belum banyak dirombak.

"T..Tuan Edward.. Ma.. Maafkan saya yang telah mengambil alih posisi tuan Edward sekarang.. Sa.. saya sama sekali tidak berniat tapi saya juga tidak menyangka bahwa saya adalah..."Maylene yang baru saja angkat suara, kalimatnya dipotong oleh Edward (anak ama ibu emang hobi motong kalimat orang, nih Ed! : Author).

"Gapapa deh! Udah terlanjur kenyataannya memang seperti ini. Aku harus ekstra keras nih beradaptasi dengan nasibku yang baru. Butler kamu lagi. Seorang tuan muda, oke, meski mantan tuan muda juga kan nggak etis banget kalo tiba-tiba disuruh ngelayanin orang secara ekstra layaknya butler! Mana yang dilayanin pelayan, eh, mantan pelayan lagi!" Curcol Edward. Maylene makin merasa tidak enak. Wajahnya masih menyiratkan ketakutan dan keseganan luar biasa pada Edward. Wajah cantik Maylene pun tak terpancar dengan baik bila ia berwajah seperti itu, batin Edward.

"Kan sudah kukatakan, tidak apa. Kau tak perlu merasa segan padaku karena aku sudah memantapkan hatiku untuk melayanimu, sekarang." Edward berusaha menenangkan Maylene sambil bergombal ria. Padahal, tekad butler Edward kayaknya masih sepuluh persenan, deh. Tapi, sembilan puluh persen gombalan Edward membawa hasil baik. Maylene tersenyum sangat manis. Dan senyum itu ditujukan kepada Edward, yang sukses membuat Edward blushing seketika. Gilaa.. cantik banget nih cewek kalo udah dandan kayak lady, batin Edward.

"Bagaimana kalau kau bertingkah melayaniku di depan keluarga Midford saja? Saat kita berdua saja, baru tidak ada perbedaan derajat di antara kita! Dengan kata lain, Edward akan kuanggap sebagai sahabatku! Ma.. mau tidak? " Tanya Maylene dengan antusias di awal, dan ragu di akhir. Edward tersenyum mendengar tawaran Maylene. Tak disangka anak ini tidak menjadi lady yang angkuh dan suka memerintah. Edwar pikir Maylene akan menjadi lady menyebalkan yang hobi menyuruh-nyuruh Edward nantinya, mengingat perlakuan kepadanya di masa lalu.

"Oke." Edward pun menyetujui dan lahirlah kesepakatan di antara mereka. *undangan aqiqah siap disebar* lho?

"Oh iya, berhubung ini dulunya adalah kamar Edward, bagaimana kalau kau juga tidur di kamar ini? Tempat tidurmu juga kan nyaman sekali,lho. King size. Tidak mungkin kau ingin meninggalkannya kan?" Tawaran Maylene yang kedua ini mengagetkan Edward. Tidur sekamar dengannya? Apa cewek ini gila? Di kamar ini hanya ada satu ranjang! Dengan memintanya tidur sekamar tentu itu sama pula artinya dengan meminta tidur satu ranjang! Batin Edward yang blushing sekaligus awkward di tempat.


Yeeehhaaaaa~~~! Selesai juga fict pertama yuki tentang Edward~!

Maaf ya jika perbedaan watak para tokoh sangat berbeda dengan imajinasi Yana Toboso-sensei karena imajinasi kami memang berbeda!

Yuki nggak terlalu maniak Kuroshitsuji jadi kurang tau juga nama tokoh-tokohnya. Ada yang salah, nggak?

Oh iya, kemungkinan Fict ini lanjutnya lama banget... soalnya lagi banyak TO en tugas serta UJIAN praktek (_ _)... apalagi sbentar lagi UN...

Nulis, eh ngetik ini aja udah merupakan suatu kenekatan.

Nah, akhir kata, saya mohon REVIEW berisi saran dan kritiknya~! Yang isinya mengajak semangat, akan kudoakan kalian yang menulis selalu semangat juga~! Ingetin Yuki, ya