Moshi-moshi...
Author datang lagi dengan ff baru, sebenarnya cerita di ff ini adalah cerpen yang pernah author buat untuk tugas sekolah, waktu masih kelas 2 SMA dulu. Hanya saja nama tokoh-tokohnya author ganti dengan chara Naruto.
Semoga minna bersedia membaca.
Akhir kata, selamat membaca.
Here We Go.
Disclaimer : Naruto milik Kishimoto sensei
Pairing : KyuNaru (Family), SasuNaru (Friendship)
Rated : T
Genre : Family, friendship
Warning : OOC, gender switch, typo (s), alur cerita cepat, tema pasaran
Note : dilarang copy paste sebagian ataupun keseluruhan isi fict ini maupun fict milik saya lainnya!
Sun Flowers
Chapter 1 : My Little Brother
By : Fuyutsuki Hikari
Kyuubi Namikaze begitu cemburu pada sosok adik kecilnya yang saat ini menyedot seluruh perhatian keluarganya. Kyuubi berusia sepuluh tahun saat Naruto-adik laki-lakinya lahir.
Sering kali dia berdecak sebal saat mendengar orang-orang memuji adik barunya tersebut. "Kawai..." Itulah kata yang sering di dengar Kyuubi.
'Apa sih imutnya bayi kecil itu?' rutuk Kyuubi dalam hati. 'Bisanya hanya menangis, mengeluarkan air liur, terus pipis dan buang air besar seenaknya, dasar jorok!' tambahnya lagi, tanpa sadar jika dulu dia juga seperti itu.
"Kyu, bisa tolong kaa-san?" teriak Kushina dari kamar Naruto begitu kencang. Kadang Kyuubi berpikir jika ibunya itu memiliki speaker alami di mulutnya, hingga dia bisa berteriak sekeras itu.
"Ha'i..." Jawab Kyuubi malas, dia menyeret kedua kakinya untuk berjalan memenuhi panggilan ibunya tersebut. "Ada apa?" tanya Kyuubi datar.
Kushina melirik ke arah putra sulungnya dan tersenyum lembut. "Tolong jaga Naruto sebentar, kaa-san harus menyiapkan makan malam."
"Aku tidak bisa menjaga bocah itu," sahut Kyuubi seraya menunjuk pada Naruto.
Ctakk, sebuah jitakan mendarat dengan manis di kepala Kyuubi hingga dia meringis kesakitan. "Bocah ini adalah adikmu, jaga dia. Atau, tidak ada makan malam untukmu!" ancam Kushina sebelum beranjak pergi meninggalkan Kyuubi yang masih mengusap-usap kepalanya yang berdenyut sakit.
"Merepotkan sekali!" tukas Kyuubi seraya mengacak-acak rambut jingganya. "Memangnya kamu tidak bisa menjaga dirimu sendiri apa?" tanyanya pada Naruto sambil melotot, sementara yang ditanya hanya menatap Kyuubi dengan kedua iris mata berwarna sapphire-nya, tersenyum dan berkata tidak jelas. "Da...da...da..." Kata Naruto.
Tiba-tiba saja hati Kyuubi meleleh saat melihat senyuman adiknya ini. Baru kali ini Kyuubi berada sedekat ini dengan Naruto, karena selama ini Kyuubi menganggap adiknya ini sebagai rival dalam mendapat perhatian kedua orang tuanya.
Kyuubi segera duduk di kasur besar yang penuh dengan mainan, sementara Naruto duduk di tengahnya. Kyuubi mencubit gemas kedua pipi chuubi Naruto. "Kamu lucu sekali, pantas saja semua orang menyukaimu." Untuk pertama kali dalam sembilan bulan terakhir, Kyuubi tersenyum lembut pada Naruto, dan berjanji dalam hati jika dia akan menjaga dengan baik adiknya tersebut.
"Makan malam sudah siap!" seru Kushina saat memasuki kamar Naruto. Bibirnya tersenyum saat mendapati kedua putra kesayangannya ini sudah tertidur dengan pulas. Naruto tertidur dalam pelukan Kyuubi dengan mengemut jempol tangannya.
Kushina membereskan mainan Naruto yang berserakan dengan perlahan, setelah itu dikecupnya kening kedua putranya lembut. "Oyasuminnasai," lirihnya. Kushina mematikan lampu kamar dan menutup pintu di belakangnya dengan perlahan.
"Mana Kyuubi dan Naruto?" tanya Minato saat mendapati istrinya kembali dari kamar Naruto seorang diri.
"Mereka sudah tidur," jawab Kushina seraya mengisi mangkuk Minato dengan nasi yang masih mengepul. "Tidurnya nyenyak sekali, aku tidak tega membangunkannya." Minato hanya mengangguk mendengar jawaban istrinya dan berterima kasih saat Kushina memberinya semangkuk penuh nasi.
Setelah kejadian hari itu, Kyuubi tidak pernah merasa iri sedikit pun pada Naruto, yang ada dia malah terlalu protective pada segala sesuatu yang menyangkut Naruto. Seringkali Kyuubi memelototi orang-orang yang mencubit gemas pipi gemuk Naruto.
"Susu Naruto terlalu panas, Kaa-san. Bagaimana kalau lidahnya melepuh?" protes Kyuubi tajam pada ibunya.
"Ini tidak panas," jawab Kushina setengah geram. "Kaa-san sudah memeriksanya Kyuu, ini aman!"
Kyuubi mengambil botol susu dari tangan Kushina. "Biar aku yang memberinya susu," kata Kyuubi lagi.
Kushina memijit dahinya perlahan, dan memandang Minato. "Sebenarnya ibunya Naruto itu aku atau Kyuubi sih?" tanya Kushina kesal.
"Kyuubi hanya berusaha menjadi kakak yang baik, Koi." Jawab Minato dengan senyum lembut.
Kushina menghempaskan diri di samping Minato dengan keras. "Tapi ini sudah berlebihan," sanggahnya. "Kemarin Kyuu mencicipi bubur yang aku siapkan untuk Naruto dengan alasan dia takut jika bubur itu tidak aman dikonsumsi oleh Naruto."
Minato tertawa keras mendengar penuturan Kushina. "Jangan tertawa, Anata!" bentak Kushina pada Minato.
"Gomen," kata Minato dengan sekuat tenaga menahan tawa. "Bersabarlah, nanti juga Kyuubi tidak akan bersikap seperti itu jika dia sudah bosan."
Sayangnya perkiraan Minato itu meleset jauh, karena bertahun-tahun setelahnya Kyuubi terus bersikap over protective jika menyangkut adik bungsunya yang bagi dirinya merupakan harta karun yang harus dia jaga dengan baik.
.
.
.
"Naruto menderita kanker getah bening stadium tiga." Tukas Tsunade pada anak dan menantunya yang kini diam membisu. Tubuh Kushina bergetar dan tangisnya pecah saat mendengar berita ini. Saat itu usia Naruto baru genap lima tahun.
"Kaa-san yakin?" tanya Minato, berharap hasil lab yang baru saja dibaca oleh ibunya itu salah.
"Sayangnya begitu," jawab Tsunade datar, berbanding terbalik dengan suasana hatinya saat ini.
Kushina terisak dan menatap ibu mertuanya itu sendu. "Apa yang harus kita lakukan, Kaa-san?"
"Kita harus mencari donor sum-sum yang cocok, selama donor itu belum kita temukan, Naruto harus menjalani kemoteraphy agar sel kankernya tidak menyebar."
Minato dan Kushina mengangguk setuju. "Apa kami bisa menjadi donor?" tanya Minato penuh harap.
"Bisa, jika cocok tentunya." Jawab Tsunade memberi harapan baru. "Kita semua akan dites, semoga salah satu diantara kita ada yang cocok dengan Naruto."
Beberapa saat mereka bertiga membisu, hingga akhirnya Kushina memecah keheningan itu. "Lalu apa yang akan kita katakan pada Kyuu?"
Minato mengelus punggung Kushina dengan lembut. "Kita akan bicara pada Kyuubi, aku yakin dia bisa mengerti. Karena cepat atau lambat dia pasti akan tahu juga."
Minato dan Kushina memasuki kediaman mereka dengan langkah gontai, sementara Naruto tertidur di dalam pelukan Minato. Kyuubi berlari ke arah kedatangan orang tuanya dan bertanya setengah berbisik, takut jika suaranya membangunkan adik bungsunya. "Apa kata Baa-san?" tanya Kyuubi.
Sesaat kedua orang tuanya itu saling berpandangan. "Dia baik-baik saja, Kyuu. Naruto hanya butuh istirahat." Jawab Minato setenang mungkin.
Kyuubi menyipitkan mata dan menatap kedua orang tuanya dengan tatapan menyelidik. "Kalian tidak bohong?" Minato dan Kushina mengangguk, mencoba meyakinkan Kyuubi.
"Syukurlah," kata Kyuubi mendesah lega. "Kalau begitu aku mandi dulu." Kyuubi beranjak meninggalkan kedua orang tuanya, menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
Minato merebahkan tubuh mungil Naruto dengan perlahan. Kushina duduk di pinggiran tempat tidur Naruto dan mulai menangis. "Apa yang harus kita lakukan, Anata? Kyuubi akan sangat marah jika tahu kita berbohong."
"Kita harus melakukan ini," jawab Minato. "Kyuu sedang persiapan ujian masuk SMA, kita tidak boleh mengacaukan konsentrasinya."
Kushina mengecup kening Naruto lembut. "Kenapa semua ini terjadi pada putra kita, kenapa bukan padaku?" katanya parau.
"Takdir, ini semua takdir." Tukas Minato, sementara Kushina terus terisak di pelukannya.
.
.
.
Hari-hari berlalu seperti biasanya, dan semakin hari tubuh Naruto terus melemah. Naruto berkali-kali harus masuk ke rumah sakit karenanya.
"Sebenarnya Naruto itu sakit apa?" teriak Kyuubi pada kedua orang tuanya.
Minato dan Kushina tertunduk lemas di tempatnya duduk. "Duduklah," pinta Minato lembut pada Kyuubi.
Dengan kasar Kyuubi menghempaskan diri dan menatap tajam kedua orang tuanya. "Jadi, apa penyakit Naruto?" tanyanya lagi dengan nada kasar.
"Kanker getah bening, Naruto mengidapnya Kyuu dan sudah stadium tiga." Jawab Minato setenang mungkin.
Kyuubi menatap kedua orang tuanya tak percaya, melihat ke dalam iris mata keduanya, mencoba untuk mencari setitik kebohongan di dalamnya, namun nihil. Kebohongan itu tidak didapatinya, dengan cepat Kyuubi berlari ke kamar Naruto dan membuka pintu kamarnya dengan tergesa.
Ditatapnya sosok Naruto yang tengah tertidur dengan lelap. Kyuubi berlutut di samping tempat tidur Naruto, sementara air matanya meleleh turun. "Kenapa harus Naruto? Kenapa bukan aku saja yang sakit. Kenapa, Tuhan?" tanya Kyuubi lirih. Minato dan Kushina berdiri mematung, saling memeluk satu sama lain. Hati mereka begitu terluka melihat putra sulungnya menangis karena kondisi Naruto. Bagi keduanya, hal ini sama menyakitkannya seperti saat mereka mengetahui penyakit Naruto untuk pertama kali.
.
.
.
Dengan penuh kasih sayang, Kyuubi menjaga Naruto. Seringkali dia menginap di rumah sakit untuk menjaga adik kecilnya. Seperti hari ini, Kyuubi dengan langkah cepat berjalan menuju ruang inap Naruto selepas pulang sekolah.
Kyuubi bisa mendengar dengan jelas teriakan dan tangis kesakitan Naruto saat dokter memberinya obat. Pengobatan untuk penderita kanker memang menyakitkan, Kyuubi mengepalkan tangan menahan sejuta emosi di dirinya. Ingin sekali rasanya dia menggantikan Naruto untuk menanggung semua rasa sakit yang diderita adik bungsunya.
Beberapa saat kemudian para dokter mulai meninggalkan ruangan Naruto, perlahan Kyuubi masuk ke kamar Naruto. Dirinya begitu miris saat mendapati Naruto meringkuk di atas tempat tidurnya.
"Hai, Otouto!" sapa Kyuubi lirih.
Perlahan Naruto membuka kedua kelopak matanya dan tersenyum lembut. "Kyuu-nii sudah pulang sekolah? Bagaimana kabar Kyuu-nii hari ini?" tanya Naruto antusias.
Kyuubi merengkuh tubuh mungil Naruto ke dalam pelukannya. Adiknya ini selalu mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri, padahal dia baru berusia enam tahun saat ini. Dia selalu menanyakan kabar orang lain, walaupun dia sendiri sudah kesakitan karena pengobatannya.
"Aku baik-baik saja, kamu sendiri bagaimana?"
"Sedikit sakit," jawab Naruto berbohong. "Tapi semuanya hilang saat Kyuu-nii datang." Lanjutnya dengan senyum secerah mentari.
"Naruto akan terus berjuang kan? Apapun yang terjadi, kita akan berjuang bersama-sama, iya kan?"
Naruto mengangguk. "Tentu, aku akan terus berjuang bersama Kyuu-nii. Aku janji!" jawab Naruto seraya mengaitkan kelingking kanannya pada kelingking Kyuubi.
"Dimana Kaa-san dan Tou-san? Kenapa mereka tidak menemanimu?" tanya Kyuubi kesal.
"Baa-san memanggil mereka berdua ke kantornya, katanya ada hal penting yang harus di bicarakan." Jawab Naruto tenang.
"Naruto, Kyuu-nii pergi sebentar yah. Kyuu-nii segera kembali." Naruto hanya mengangguk, setelah itu Kyuubi berjalan meninggalkan Naruto menuju kantor Tsunade. 'Aku harus mencari tahu apa yang mereka bicarakan, aku yakin mereka pasti akan menyembunyikannya lagi dariku.' Tukas Kyuubi dalam hati.
Perlahan, Kyuubi membuka pintu kantor Tsunade. Memberinya sedikit celah untuk mencuri dengar pembicaraan tiga orang dewasa di dalamnya.
"Tidak ada yang cocok?" Kyuubi mendengar Kushina berkata sedikit histeris.
"Tidak ada," jawab Tsunade dalam.
"Tapi bagaimana mungkin, kita semua satu gen dengan Naruto. Kenapa tidak ada satu pun yang cocok dengannya?" tanya Minato setenang mungkin.
"Aku sudah memeriksanya berkali-kali tapi hasilnya nihil. Walaupun kita satu keluarga, tapi belum tentu tulang sum-sum kita bisa cocok dengan Naruto, karena itulah kita semua dites. Tapi orang lain yang tidak ada hubungan darah, bisa saja cocok dengan struktur Naruto. Kita hanya bisa berdoa, agar kita bisa dengan cepat mendapatkan donor untuk Naruto." Jelas Tsunade, membungkam mulut Kushina dan Minato. Hilang sudah harapan mereka untuk bisa melihat Naruto sembuh secepat mungkin. Lagi-lagi mereka harus menunggu hingga keajaiban itu datang.
Kyuubi menutup pintu kantor Tsunade dengan perlahan, dirinya sudah tidak mampu untuk mendengar sisa dari pembicaraan ketiganya. Dengan langkah gontai dia berjalan kembali ke kamar Naruto. Dilihatnya adiknya itu sudah jatuh tertidur.
"Maafkan aku," kata Kyuubi setengah berbisik. "Aku tidak bisa menolongmu, aku memang tidak berguna." Runtuknya lemah, sementara air mata mengalir jatuh dari kedua sudut matanya.
.
.
.
TBC
