Curse The Fate

By: Kikoylogia

Fairy Tail © Hiro Mashima

Genre: Romance, Fantasy, Hurt/Comfort (perhaps :v)

Cast: [Lucy H.] [Natsu D.]


Ditengah perang antar klan yang terus berlanjut di tanah Fiore, cinta mereka perlahan bersemi. Namun takdir berkata lain, mereka tidak diizinkan untuk saling mencintai. Itu karena keduanya berasal dari klan yang berbeda. Lalu bisakah mereka merubah takdir? Apakah yang akan mereka lakukan demi cinta dan perdamaian yang telah lama mereka impikan itu?


WARNING!

GAJE, ABAL, ANEH, TYPO(s), AU, DAN MASIH BANYAK LAGI

DON'T LIKE, DON'T READ!

.

.

.

HAPPY READING

Chapter 1: Prolog: Rendezvous

"Hiks.. hiks.."

Hening, hanya terdengar suara isakan di ruangan itu. Ramai orang berkumpul, namun tak ada satupun dari mereka yang sanggup berkata-kata. Hati semua orang seolah tertutup rapat oleh kabut duka.

"Ibu.. hiks.."

Disudut ruangan, kini terlihat seorang lelaki berambut salam tengah memeluk adik perempuannya yang tengah menangis tersedu-sedu, meratapi kematian sang ibu. Wajahnya terlihat tegar.. ia terus berusaha menenangkan adiknya.

"Wendy.. ibu akan sedih jika kau menangis terus."

Natsu, mengusap air mata adiknya dengan lembut. Meski dirinya terus berusaha tegar dan menenangkan adiknya, tetapi sebenarnya hatinya sangat hancur.

Bagaimana tidak? Orang yang telah melahirkan dan membesarkannya selama ini, orang yang begitu ia cintai.. kini tergeletak tak bernyawa di dalam sebuah peti mati dan sebentar lagi akan segera dimakamkan.

Ibunya, Grandine, adalah seorang wanita yang hebat. Tak ada yang menyangka ia akan meninggal dengan cara seperti ini. Dia dikepung oleh pasukan mata-mata dari klan musuh, lalu diseret ke penjara, disiksa dan diracuni, kemudian mayatnya dibuang tepat didepan benteng klan mereka. Sungguh kejam.

Ibunya yang kuat dan dihormati oleh semua orang itu.. kini telah tiada.

.

.

.

.

Kini didepan makam sang Ibu Natsu berdiri. Merasa heran pada dirinya sendiri yang bahkan tak mengeluarkan air mata. Hanya tersisa dia seorang di pemakaman itu.

Natsu membenci tanah ini.. tanah yang telah ternodai oleh terlalu banyak darah dari orang-orang tidak bersalah yang harus mati karena takdir. Jika saja ia bisa.. ia sangat ingin mati sekarang juga, kemudian bereinkarnasi ke zaman dimana dunia tak lagi mengenal hal bernama peperangan.

Onyxnya kini menatap langit yang terlihat cerah tak berawan, seolah menyambut kedatangan ibunya di surga.

"Ibu.. ihatlah aku dari atas sana. Aku akan membawa perdamaian di tanah ini. Sekalipun membutuhkan waktu ribuan tahun, jiwaku akan terus bereinkarnasi lagi dan lagi demi perdamaian itu. Aku janji.." gumamnya tersenyum kecut.

Ia kemudian berbalik, melangkahkan kaki meninggalkan pusara sang ibu yang kini dipenuhi oleh bunga.

Ia mungkin akan berjalan-jalan sebentar untuk menenangkan pikirannya sekaligus mencari hiburan untuk hatinya yang masih sangat hancur itu.

Langkah demi langkah, tanpa sadar dirinya sampai disebuah hutan didekat perbatasan wilayah klan. Hutan itu terlihat sepi dan masih sangat asri. Karena hutan itu ada didekat perbatasan, orang-orang jarang mengunjunginya, baik orang dari klannya maupun klan musuh sama-sama takut akan terjadi pembunuhan bahkan peperangan jika mereka saling bertemu.

Natsu mengamati sekelilingnya, ia harus tetap waspada, terlebih saat ini dia hanya seorang diri di hutan itu. Merasa aman, ia pun kembali melangkahkan kakinya menjelajahi hutan tersebut. Sangat disayangkan hutan yang seindah ini kerap kali malah menjadi medan perang.

Langkahnya refleks terhenti, dengan cepat ia bersembunyi di balik pohon besar saat matanya tak sengaja melihat seseorang dari kejauhan. Seorang yang mencurigakan dengan jubah cokelatnya itu terlihat sedang memetik apel segar dari pohonnya. Dilihat dari postur tubuhnya, Natsu yakin dia adalah seorang wanita. Tapi.. apa yang dilakukan seorang wanita di hutan seperti ini seorang diri?

Dengan memegang pedangnya yang masih bersarung, Natsu kini mengendap-ngendap dari pohon ke pohon mencoba mendekati wanita tersebut. Sampailah ia di pohon yang paling dekat dengan wanita itu, namun baru saja ia akan mendekat, wanita itu berbalik menatapnya. Tak terkejut sama sekali dengan kehadirannya. Apakah dia menyadarinya?

"Kau tidak perlu mengendap-ngendap seperti itu. Aku sudah menyadari keberadaanmu sejak awal."

Wanita –tidak gadis itu membuka tudung jubahnya, kini terlihatlah surai keemasannya yang berkilau dibawah cahaya matahari yang menerpanya. Gadis ini memiliki mata caramel yang indah, juga wajah yang amat cantik. Jika diingat lagi, Natsu tak pernah bertemu dengan dia sebelumnya.

"Maaf, apa kau mengenalku?"

Natsu kini mengangkat pedangnya yang masih bersarung tepat didepan wajah gadis tersebut. Sedikit tidak sopan, tapi Natsu langsung menanyakan hal itu pada gadis berambut pirang di hadapannya ini. Sekedar untuk memastikan.

"Tidak." Jawab gadis itu dengan sopan.

Natsu sedikit terkejut, tidak ada satupun orang dari klannya yang tidak mengenalinya. Itu berarti.. gadis ini berasal dari klan lain. Dan dari cara dia berbicara,Natsu bisa langsung tau bahwa gadis ini adalah putri dari seorang bangsawan. Tapi.. dari klan mana ia berasal? Apakah dia seorang mata-mata musuh?

Sepertinya ia harus berhati-hati dengan gadis ini.

"Aku tau apa yang kau pikirkan. Tapi aku bukanlah orang yang seperti itu. Meskipun kita berasal dari klan yang barbeda, aku sama sekali tidak memiliki niat untuk melawanmu. Aku datang kesini hanya untuk memetik apel-apel ini. Jadi kumohon, turunkan pedangmu."

Ucap gadis itu amat sopan, dengan senyum diwajahnya yang secara ajaib membuat Natsu langsung menurunkan pedangnya tanpa pikir panjang. Entah bagaimana ia bisa langsung mempercayai gadis ini hanya dengan melihat matanya. Siapa dia sebenarnya?

.

.

.

Mereka berdua kini duduk ditepi sungai. Sungai jernih dengan berbagai macam bunga yang tumbuh didekatnya. Siapapun yang melihatnya pasti tidak akan percaya jika sungai ini berada di tanah yang penuh dengan peperangan.

"Ini."

Natsu menoleh saat gadis itu menyodorkan sebuah apel merah segar untuknnya. Sedikit ragu, namun akhirnya ia pun menerima apel itu.

Diamatinya apel tersebut dengan seksama, sesekali mengusapnya dengan ibu jarinya.

"Merah ini.. terlihat seperti warna darah yang menodai tanah tempat ia tumbuh." Gumam Natsu sambil tersenyum kecut.

Terlihat gadis itu kini memasang senyum yang sama seperti Natsu.

"Apa boleh buat. Apel itu tak bisa memilih tempat tumbuhnya. Kita pun tidak bisa memilih tempat kita dilahirkan. Sama seperti apel itu, takdir telah membuat kita terlahir di tanah yang menyedihkan ini, dan mau tidak mau, kita pun harus tetap menjalaninya."

Natsu tetegun, di tatapnya gadis itu dengan penuh rasa penasaran. Siapa sebenarnya gadis yang ada di sampingnya itu? Setiap kata yang keluar dari bibirnya terdengar begitu indah. Selain itu, mengapa tak sedikitpun Natsu merasa curiga padanya? Padahal gadis ini adalah orang asing.

"Ano.. siapa namamu?" tanyanya dengan penuh rasa penasaran.

Dan jika dipikir-pikir sejak tadi mereka memang belum saling mengetahui nama masing-masing.

"Namaku Lucy." Gadis itu tersenyum. Senyum yang sangat manis.

"Kau cukup waspada untuk tidak menyebutkan nama klanmu. Namaku Natsu." Balasnya, kemudian memakan apel yang gadis bernama Lucy itu berikan.

"Musim panas, ya? Nama yang bagus." Puji Lucy sambil tersenyum.

Hey, apa gadis ini tidak merasa takut berada di dekat orang asing? Dia memiliki pedang tetapi sama sekali tak terlihat bahwa ia akan mengunuskan pedang itu pada siapapun. Batin Natsu, mengamati Lucy sambil masih mengunyah apel merah yang terasa renyah di mulutnya.

"Jadi, apa yang kau lakukan sendirian di hutan seperti ini? Bagaimana jika kau diserang binatang buas atau orang dari klan lain?" tanya Natsu.

Lucy kembali tersenyum, "Aku sudah sangat mengenal hutan ini, tak ada binatang buas disini. Dan aku juga tidak pernah bertemu siapapun. Ini adalah pertama kalinya aku bertemu dengan seseorang di hutan ini." jawabnya.

"Oh begitu? Tapi kau belum menjawab pertanyaanku yang pertama." Balas Natsu mengingatkan.

"Ah, soal itu.. aku hanya ingin menyegarkan pikiranku saja. Berada didalam klan sangat membosankan dan aku tidak menyukainya. Yang mereka bahas hanyalah perang dan bagaimana cara untuk menjatuhkan klan musuh." Jawabnya lagi.

"Jujur saja aku sangat ingin melarikan diri dari klan. Tapi aku tidak tau kemana aku harus pergi. Jika aku pergi, aku yakin tidak ada satupun klan di Fiore yang mau menerima orang asing. Atau mungkin aku akan langsung dibunuh karena dianggap penyusup." Ia sedikit tertawa.

"Tapi jika aku tetap berada dalam klan, maka aku akan dipaksa untuk terus membunuh dan berperang. Itulah kenapa aku selalu menyendiri di hutan ini." lanjutnya panjang lebar.

Aneh baginya mencurahkan isi hatinya pada orang asing, tapi entah mengapa ia yakin jika Natsu bukanlah orang jahat.

"Aku.. membenci tanah ini.. "

Natsu terperangah, menatap Lucy dengan tatapan tidak percaya. Gadis ini.. sama sepertinya? Mereka.. sama-sama membenci tanah tempat mereka dilahirkan. Apakah ini sebuah kebetulan?

"Dan kau.. apa yang kau lakukan disini?" tanya Lucy membuat lamunan Natsu buyar.

"M-maaf, bisa kau ulangi?" Natsu tergagap. Ia tidak menyadari Lucy tengah berbcara padanya sehingga tak mendengarkannya.

"Aku bertanya, apa yang kau lakukan disini?" Lucy mengulangi pertaannya.

"Aku.. juga melakukan hal yang sama sepertimu. Tapi aku tidak sedang melarikan diri dari kehidupan klanku. Hanya saja... hatiku sedang sangat hancur sekarang."

"Hee kenapa hatimu bisa hancur? Apa tunanganmu berselingkuh?" tanya Lucy polos yang sukses membuat Natsu melongo.

Natsu tertawa, membuat Lucy terlihat kebingungan.

"Kenapa kau tertawa?"

"Bukan itu masalahnya." Natsu menghentikan tawanya.

"Lalu apa?"

"..."

"..."

"Ibuku.. baru saja meninggal."

Seketika ekspresi wajah Natsu menjadi murung. Lucy terkejut, sedetik kemudian membungkukkan badannya meminta maaf karena sudah mengatakan hal yang tidak-tidak. Namun itu tidak masalah bagi Natsu.

"Pasti berat untukmu." Kata Lucy.

Natsu mengangguk pelan, semuanya memang terasa begitu berat dan menyakitkan, mengingat ibunya wafat dengan cara yang tak terhormat seperti itu.

"Ibuku diculik oleh klan musuh, setelah itu dia di siksa dan diracuni, kemudian mayatnya dibuang tepat di depan pintu gerbang benteng kami. Miris bukan?"

Natsu menatap langit, seolah menatap Grandine yang sedang mengamatinya dari atas sana. Lucy menatap Natsu dengan tatapan terkejutnya.

"Jangan-jangan.." gumamnya pelan, hampir tak terdengar.

"Ada apa?"

"T-tidak ada. Aku hanya merasa semua yang dilakukan pada ibumu itu amatlah kejam." Kata Lucy turut prihatin atas apa yang menimpa Natsu saat ini.

"Lalu.. apa kau akan membalas dendam pada mereka yang telah membunuh ibumu?" tanya Lucy kemudian.

Natsu terdiam.

"Kami masih belum tau klan mana yang melakukannya. Terlalu banyak klan di negeri ini, dan semuanya bermusuhan. Tapi apa kau tau?"

"Tau apa..?"

"Aku sama sekali tidak memiliki niat untuk balas dendam." Kata Natsu membuat Lucy heran.

"Itu karena aku membenci peperangan. Dan kau tau, aku juga sama sepertimu." kata Natsu membuat Lucy kembali menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Apa maksudmu?"

"Aku juga membenci tanah yang sudah dikutuk ini. Tanah yang indah ini sudah ternodai oleh terlalu banyak darah yang tumpah dari peperangan. Selama ini aku terus mencari cara untuk mewujudkan perdamaian.. tapi semua yang ku lakukan terasa sia-sia," Natsu menggantung kalimatnya.

"Berapa kali pun aku mencoba pada akhirnya yang terjadi hanyalah peperangan. Aku bahkan tidak tau sudah berapa banyak orang yang telah terbunuh oleh pedangku. Meski begitu, aku terus berdoa agar orang-orang itu menemukan kedamaian di surga."

Natsu tersenyum miris. Jika saja ia tidak memiliki keinginan untuk mewujudkan perdamaian bagi semua orang, mungkin saja ia sudah bunuh diri dan menemukan kedamaian untuk dirinya sendiri. Tapi ia tidak bisa melakukan itu. Yang ia inginkan adalah kedamaian bagi semua orang.

"Mungkin tanah ini sudah ditakdirkan untuk terus menjadi medan perang.." gumam Lucy pelan.

"Tidak.. ini lebih mirip seperti sebuah kutukan daripada sebuah takdir." Balas Natsu sambil terkekeh, menertawai negerinya yang begitu menyedihkan.

Melihatnya membuat Lucy tersenyum. Ia pikir semua orang sama saja. Hanya memikirkan kemenangan klan, wilayah yang luas, dan kekuasaan. Tapi nyatanya, orang yang sama sepertinya benar-benar ada di dunia ini. Natsu adalah buktinya. Dia adalah orang yang mengangkat pedagnya demi perdamaian, bukan demi kemenangan dan kekuasaa yang tidak berguna.

"Meskipun begitu.. aku yakin suatu saat nanti cahaya perdamaian akan menyinari semua orang. Selama kita menginginkannya pasti ada cara untuk mendapatkannya."

Lagi-lagi perkataan Lucy itu membuat Natsu tertegun. Itu terdengar seperti sebuah kalimat harapan. Benar, selama ada keinginan disitu akan ada jalan.

"Kau ini sangat pandai berkata-kata ya. Lalu.. apa arti perdamaian untukmu?" tanya Natsu.

Lucy kini menyungging senyum.

"Bagiku.. perdamaian adalah saat dimana semua orang bisa tersenyum, senyuman yan menandakan tak ada lagi darah, rasa takut, dan juga kesengsaraan. Aku.. sangat ingin mewujudkan dunia yang seperti itu. Tapi sangat mustahil aku bisa melakukannya seorang diri.."

"..."

"..."

Hening.. tak ada yang berniat untuk bersuara. Yang terdengar hanyalah suara gemercik air sungai dan suara gesekan dari dedaunan yang terkena angin.

Namun tanpa Lucy duga, Natsu kini tersenyum lebar, menunjukkan grins khasnya pada Lucy. Hey, yang benar saja! Orang tangguh macam apa yang mampu menunjukkan cengiran seperti itu disaat dirinya sendiri tengah berduka? Batin Lucy. Jika itu dirinya, mungkin Lucy bahkan tidak akan mampu untuk tersenyum.

"Kau tidak sendirian. Mulai saat ini, kita akan mencari perdamaian itu.. bersama-sama"

.

.

Curse The Fate

.

.

Lucy menghembuskan nafas lega. Ia berhasil sampai di gerbang utama wilayah klannya dengan selamat. Jujur saja, meskipun sudah sangat sering berada di hutan itu, ia tetap was-was setiap kali hendak kembali ke klannya. Ia takut seseorang memata-matainya dan menyerangnya tiba-tiba.

Detik berikutnya ia tersenyum. Pertemuan singkatnya dengan Natsu terasa begitu spesial. Ia benar-benar merasa bahwa Natsu adalah satu-satunya orang yang bisa mengerti tentang dirinya dan juga perdamaian.

Aneh rasanya membicarakan hal seperti itu dengan orang asing yang baru saja ia kenal. Tapi entah mengapa Lucy merasa mereka benar-benar bisa menemukan perdamaian itu.

Ia kini melangkahkan kakinya memasuki gerbang disambut dengan beberapa penjaga yang sedang bertugas disana.

"Oh, Lucy-sama. Anda terlihat begitu gembira hari ini. Apakah anda mendapatkan beberapa tanaman yang bagus?"

Sapa seorang penjaga. Ia tau betul Lucy kerap kali membawa beberapa tanaman dan buah-buahan setiap kembali dari hutan. Sebetulnya dia sangat ingin mengawal Lucy pergi ke hutan. Tetapi Lucy selalu menolaknya dengan tegas.

"Ya, tadi aku memetik beberapa apel. Kalian bisa memakannya, aku harus pulang sekarang."

Lucy tersenyum ramah, kemudian berjalan menuju rumahnya sesaat setelah meninggalkan keranjangnya yang penuh berisi apel itu untuk para penjaga yang sudah banyak berjasa mengamankan wilayah klannya. Klan Heartfilia.

Ya, Lucy Heartfilia. Itulah nama lengkapnya. Ia adalah putri tunggal dari pemimpin klan Heartfilia. Tak heran jika semua orang menghormatinya.

Klannya adalah salah satu klan terbesar dan terkuat di Fiore. Klan Heartfilia sudah berhasil mengalahkan dan menduduki wilayah klan-klan kecil di berbagai tempat, karena itulah ada banyak sekali klan-klan kecil yang tunduk pada kekuasaan Heartfilia.

Bukan hanya Heartfilia. Masih ada satu klan terkuat lagi selain mereka. Itu dalah klan Dragneel. Klan yang sudah menjadi musuh klan Heartfilia selama beratus-ratus tahun. Tapi dari sekian banyak peperangan melawan klan tersebut, Heartfilia hanya pernah menang beberapa kali saja. Itu semua karena Klan Dragneel memang merupakan klan yang benar-benar kuat. Diprediksi bahwa mereka memiliki kekuatan tempur hampir dua kali lipat dari Heartfilia. Karena itulah, perlu ribuan kali berpikir sebelum menyerang klan Dragneel.

"Lucy-sama okaeri" kata seorang anak kecil yang tersenyum menyambutnya. Ia ikut tersenyum.

"Lucy-sama, kau terlihat menawan seperti biasanya." Seorang nenek tua tersenyum kearah Lucy.

"Arigatou.." balasnya ramah.

Inilah yang terjadi setiap kali ia berada di tengah keramaian. Semua orang menyambutnya dengan riang sambil melontarkan pujian-pujian mereka. Itu benar. Lucy memang memiliki wajah yang amat cantik dan kebaikan hati yang membuat semua orang menyukainya.

Kini sampailah ia di depan rumahnya.

Dilangkahkan kakinya memasuki rumah terbesar di klannya yang tak pernah terlihat sepi itu. Selalu saja ada yang berkumpul disana untuk membahas masalah klan ataupun menyusun strategi untuk menyerang klan lain dan mendapatkan kekuasaan tak berguna yang mereka sebut dengan 'perdamaian'.

"Lucy, syukurlah kau sudah kembali. Ayah selalu mengkhawatirkanmu sayang.. aku harap kau tidak terlalu sering pergi ke hutan itu. Itu terlalu berbahaya."

Begitu masuk, Lucy langsung disambut oleh kalimat panjang dari ayahnya, Jude Heartfilia yang merupakan pemimpin tertinggi di klan Heartfilia. Lucy hanya tersenyum tipis.

"Aku baik-baik saja. Lanjutkan saja pembicaraan kalian, aku akan istirahat."

Acuh, segera Lucy menuju kamarnya. Ia sama sekali tak tertarik dengan urusan mereka.

"Jude-dono.. apa kau sudah tau? Aku dengar istri dari pemimpin klan Dragneel itu telah dimakamkan hari ini."

Langkah Lucy terhenti begitu mendengar perkataan salah seorang dari para bangsawan Heartfilia yang tengah berkumpul itu.

"Oh, maksudmu Grandine.. istri Igneel yang baru saja kita racuni beberapa hari yang lalu itu?" tanya salah satunya.

"Hahahah, mereka pasti tengah berduka sekarang." mereka semua tertawa.

Sungguh kejam. Bagaimana bisa mereka tertawa setelah melenyapkan nyawa seseorang?

Lucy kini memasuki kamarnya. Mengunci pintu rapat-rapat tak ingin lagi mendengar pembicaraan itu.

Ternyata benar yang ia pikirkan. Ia pernah mendengar pembicaraan mereka tentang rencana penangkapan dan pembunuhan pada salah satu anggota klan Dragneel itu sebelumnya. Dan saat Natsu mengatakan bahwa ibunya baru saja meninggal karena diracuni oleh klan musuh, ia sudah mengira bahwa yang melakukan itu adalah orang-orang dari klannya.

"Jadi benar.. kau berasal dari klan Dragneel."

Mata Lucy berkaca.

Bagaimana ini? Bagaimana jika Natsu mengetahui bahwa ia berasal dari klan yang telah membunuh ibunya. Ia tak ingin merusak kepercayaan Natsu padanya. Terlebih lagi.. Lucy adalah putri tunggal dari pemimpin klan ini. kemungkinan besar ia lah yang akan di incar.

Lucy menutup telinganya rapat-rapat. Meskipun pintu kamarnya telah terkunci rapat, suara orang-orang itu masih tetap terdengar jelas.

"Masih terlalu cepat untuk tertawa. Ini belum bisa disebut kemenangan jika kita belum membunuh Igneel dan penerus-penerusnya."

"Kurasa kita harus membuat Igneel sengsara dengan membunuh penerusnya terlebih dahulu."

"Dia memiliki tiga orang anak. Lalu yang mana yang harus kita bunuh duluan?"

"Tentu saja pewaris gelarnya. Putra kedua dari Igneel yang berambut merah muda."

"Itu ide bagus. Hahahah"

Deg..

Lucy melemas saat telinganya menangkap jelas semua pembicaraan itu.

'Putra kedua yang berambut merah muda'? Jangan bilang.. pewaris yang mereka maksud adalah...

.

.

.

"Natsu.. Dragneel..."

.

.

.

To Be Continue..

Hay hay hay hay readers! :D

Akhirnya prolog untuk fic ini selesai juga.

Author yakin alurnya kecepetan dan ada bagian yang masih aneh menurut kalian, but.. ini masih prolog. Author janji chap depan bakal lebih bagus lagi.

Dan untuk kali ini kurasa kelanjutan dari fic ini belum bisa author publish dalam waktu dekat. Soalnya author masih harus fokus buat nyelesain fic "I Fated To Love You" yang lagi di pertengahan konflik. Selain itu jalan cerita di fic ini kayaknya bakal rumit jadi mesti mikir keras buat bikin lanjutannya. :'v

"Rendezvous" sendiri artinya Pertemuan / Tempat pertemuan. Author sengaja bikin judul chap yang kayak gitu karena ini memang pertemuan pertama mereka.

Buat pembaca tetap I Fated To Love You, maap author lagi-lagi gagal publish secepatnya, soalnya waktu ngetiknya juga di bagi-bagi buat ngetik fic yang satu ini :'v

/duhh kok malah jadi curhat?/

Silahkan tinggalkan kesan-kesan maupun kritik dan saran dari kalian.

Semuanya berguna banget buat kemajuan ff ini kedepannya..

SAMPAI JUMPA DI CHAPTER DEPAN ^_^

Kikoylogia~