Aftertaste
Akashirosaki
Cast : Ichigo Kurosaki x Rukia Kuchiki
Disclaimer : I just own the story idea
Genre : Romance , Hurt/Comfort
Warning : OOC, Typo, dll
"Malam itu kau membuat keputusan dan memaksaku untuk menerima."
=,=
Sebenarnya pemuda bersurai orange menyala itu bukan type orang yang suka dibuat menunggu. Seperti saat ini, dimana dia harus merelakan dirinya duduk berlama-lama di dalam café yang sialnya sedang dikunjungi oleh pasangan-pasangan muda dimabuk cinta. Entah berapa kali dia menggumamkan sumpah serapah dengan wajah kesalnya. Tapi dia membuat sebuah pengecualian untuk seseorang yang dianggapnya sangat berarti dalam hidupnya.
Kring~
Kedua mata coklatnya beralih ke pintu café yang terbuka. Berharap gadis pendek yang sedang ditunggunya datang. Dan benar saja. Seorang gadis bersurai hitam sebahu memasuki café sembari membalas sapaan ramah pelayan. Mata bulatnya menjelajah seluruh sudut café dan bertemu dengan tatapan kesalnya. Tapi gadis itu sama sekali tak terkejut atau heran. Dia hanya berjalan kearahnya dan mengambil duduk dikursi diseberangnya.
"Yo Ichigo." Sapanya dengan senyum tak berdosa.
Sementara yang disapa hanya menatapnya dengan tatapan super kesal. Sampai-sampai kerutan permanen didahinya semakin terlihat jelas.
"Aku sudah berdiam disini selama hampir satu jam Kuchiki Rukia." Ucapnya melampiaskan kekesalanya.
"Gomen, kelasku berakhir lebih lama hari ini. Lalu suasana perjalanan kemari terlalu menarik untuk kuabaikan." Ucap gadis bermata ungu itu begitu jujur tanpa sedikitpun rasa bersalah.
Kurosaki Ichigo menghela nafas pasrah. Sama sekali tak berhasil membuat gadis dihadapanya sedikit saja merasa bertanggung jawab atas perasaan kesalnya saat ini. Seperti pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Yah… dia selalu menjadi pihak yang menunggu dengan perasaan kesal seperti ini setiap kali mereka janji bertemu. Tapi apa boleh buat. Dia sadar bahwa dia yang membutuhkan gadis itu.
"Hot choco dan tiramisu anda Tuan." Ucap pelayan sembari meletakkan pesanan yang Ichigo pesan saat datang tadi dan meminta pelayan mengantarkanya saat Rukia datang. Karena pesanan itu memang untuk Rukia.
"Eum, arigatou." Sahut Rukia yang tahu bahwa pesananan itu untuknya.
Pelayan itu membalas ucapan terimakasih Rukia dan segera meninggalkan mereka yang kembali berada dalam keheningan. Rukia sendiri memilih mencicipi hot choco kesukaanya sebelum memutuskan untuk bertanya.
"Jadi, kau mau bercerita sekarang?" Tanya Rukia sembari menatap Ichigo.
Tersenyum manis menunggu. Senyum yang sangat jarang bagi gadis dingin seperti Rukia tunjukkan. Hanya pada orang-orang terdekat saja dia bisa leluasa menunjukkan senyum manis menawan itu dan Kurosaki Ichigo termasuk salah satunya. Sejak keluarga mereka terikat hubungan bisnis yang menjadi alasan mereka sering bertemu. Sebelum mereka sadar berada di universitas yang sama.
"Aku putus dengan Inoue…" Ucapnya lalu menghela nafas pelan. "Lebih tepatnya dia yang memutuskanku seminggu yang lalu." Lanjutnya membuat Rukia melupakan tiramisunya.
Menatap dengan mata bulat yang semakin membulat pada Ichigo. Perasaan kesal memenuhi dadanya hingga membuatnya sulit bernafas. Perasaan kesal yang entah karena apa. Karena Ichigo menyebut nama pacarnya yang sudah menjadi mantan yang sangat dia benci. Atau karena fakta bahwa Ichigo yang diputuskan.
Ia menghela nafas untuk menenangkan diri.
"Lalu… kenapa kau baru menceritakan itu semua padaku sekarang?" Tanyanya.
"Hah? Tentu saja karena kau terlalu sibuk dengan kesenanganmu selama satu minggu ini Kuchiki Rukia." Jawab Ichigo tak mau disalahkan.
Rukia kembali menghela nafas untuk menahan diri supaya tak meledak detik ini juga.
"Ya aku memang sibuk dan itu benar. Tapi kau bisa mengirimiku pesan BODOH! Aku pasti akan membacanya IDIOT!" Balas Rukia dengan penekanan dibeberapa kata.
"Apa? Mengirim pesan kau bilang?! Kau pikir aku tega mengganggumu dengan masalah yang pasti akan kau anggap tak penting heh?!" Tanya Ichigo masih tak terima disalahkan.
"Astaga Ichigo, mana mungkin aku anggap patah hatimu itu tak penting?! Kalau kau frustasi dan bunuh diri aku akan merasa sangat bersalah bodoh. Bahkan mungkin aku akan menyusulmu ke alam sana. IDIOT!" Jawab Rukia merasa tiba-tiba frustasi untuk bicara dengan Ichigo.
Pletak~
"Ouchh ittai Ichi~" Keluh Rukia sembari menatap kesal Ichigo.
Kepalanya baru saja menjadi pendaratan jitakan sayang Ichigo. Tidak sakit tapi cukup untuk membuat Rukia menunjukkan wajah sebalnya yang justru sangat imut dimata Ichigo.
"Salahmu sendiri berkata seperti tadi. Kau pikir aku ini siapa Nona? Mana mungkin patah hati seperti itu sampai membuatku berpikir untuk bunuh diri eh? Dasar pendek." Ucap Ichigo mencibir lalu mencubit hidung Rukia dan menariknya.
"Lepas baka. Jangan membuatku malu." Protes Rukia sembari mencoba melepaskan tangan Ichigo.
Karena tanpa mereka sadari, mereka sudah menarik perhatian orang-orang di café itu sejak mereka mulai berdebat. Tapi Ichigo sama sekali tak peduli. Dia masih ingin menggoda Rukia. Hitung-hitung membalas keterlambatan gadis itu.
"Memangnya aku peduli?!" Ucap Ichigo sembari menjulurkan lidahnya mengejek.
Meski pada akhirnya ia melepaskan cubitanya juga karena merasakan tanda-tanda gadis Kuchiki itu mulai benar-benar kesal. Lalu berpura-pura tak melakukan apapun. Meski dalam hati ia sedang tertawa senang bahkan ingin berterima kasih. Kuchiki Rukia selalu bisa membolak balikkan perasaanya.
"Jadi, masih mau membahas yang tadi?" Tanya Rukia yang sepertinya sudah berhasil menghilangkan perasaan kesalnya dan kembali memperiapkan diri untuk mendengarkan.
Ichigo menghela nafas pelan. Perasaanya sudah tak seburuk tadi. Bukan masalah membicarakan hal itu lagi. Tapi rasanya malas sekali mengingatnya.
"Aku tak tahu pasti kenapa dia memutuskanku. Yang kutahu malam itu, saat kami berjanji bertemu dengan beberapa anak basket lainya, aku melihatnya berciuman dengan Ulquiorra Schiffer. Kau tahu kan?" Tanya Ichigo pada Rukia yang anteng mendengarkan.
"Eum, cowok pucat bermata hijau fakultas hukum?" Tanya balik Rukia memastikan.
"Ya dia. Aku sebenarnya ingin tetap mempercayai Inoue. Tapi dia justru mengatakan hal itu…"
Flashback***
Kurosaki Ichigo selalu mencoba untuk tenang dalam segala suasana dan keadaan, karena hal itu perlu baginya yang merupakan calon dokter. Tapi melihat apa yang terjadi dihadapanya saat ini sangat membuatnya ingin meledak. Ada kemarahan yang mendesak otaknya untuk menghajar seseorang yang sedang berciuman dengan kekasihnya.
"K-Kurosaki-kun?" Gagap gadis cantik sexy bersurai coklat sebatas punggung setelah ciumanya selesai.
Gadis bernama Inoue Orihime yang merupakan kekasih Ichigo itu menatapnya dengan tatapan bingung harus bagaimana. Awalnya memang begitu…
"Kau bisa jelaskan yang barusan padaku Inoue?" Tanya Ichigo dengan tatapan tajam mengarah pada pemuda berkulit pucat yang baru saja berciuman dengan kekasihnya tadi.
Inoue menghela nafas sembari membenarkan bajunya yang sedikit berantakan juga surai coklatnya. Bahkan dia begitu santai mengusap bibir basahnya. Juga membiarkan tangan partner ciumanya merangkul posesif pinggangnya. Suatu pemandangan yang membuat emosi Ichigo semakin mencapai titik puncaknya.
"Kau juga melihatnya kan tadi Kurosaki-kun? Kami berciuman. Kau juga pasti tahu siapa ini. Jadi aku harus menjelaskan apa lagi, heum?" Jawab Inoue yang sepertinya sama sekali tak merasa dengan yang barusan dia lakukan didepan kekasihnya.
Ichigo berjalan mendekat. Aura hitam seperti menguar dari tubuhnya. Menatap pasangan yang kini dihadapanya, yang tak merasa bersalah sedikitpun.
"Jadi, tidak ada hubungan apapun diantara kita lagi?" Tanya Ichigo.
"Ha'i." Jawab Inoue enteng.
"Dan Ulquiorra Schiffer ini adalah kekasihmu?" Tanya Ichigo sekali lagi.
"Ha'i, bisa dibilang kami baru saja jadian Kurosaki-kun." Jawab Inoue sekali lagi dengan senyum cantiknya yang kini sangat memuakkan dimata Ichigo.
"Kenapa?" Tanya Ichigo masih bertahan untuk mencari tahu lebih.
Tak peduli dengan tatapan beberapa anak basket yang sangat ingin tahu. Bahkan sampai menghentikan permainan seru mereka.
"Kenapa? Eum… kurasa tidak ada yang perlu dijelaskan Kurosaki-kun." Jawab Inoue.
Ichigo menghela nafas berat. Karena saat ini ia sedang menahan diri untuk tidak menghajar mereka. Membuat wajah tak berdosa mereka tak berbentuk lagi.
"Baiklah, aku pergi." Ucap Ichigo akhirnya.
Ia menendang bola basket di pinggir lapangan sekuat yang ia bisa. Hingga mengenai tempat sampah dan menghamburkan isinya. Ia berjalan meninggalkan Inoue dan kekasih barunya juga teman-teman basketnya yang hanya bisa menatap dalam diam. Tak ada yang berani mendekat karena semua orang tahu bagaimana dia jika sudah dalam mode marah.
Sementara Inoue masih dalam ekspressi yang sama. Tak merasa bersalah.
Ichigo terus memacu langkahnya hingga tempat parkir, dimana dia menyimpan lamorghini kebanggaanya. Ia mengeluarkan kunci mobilnya dan melepas kode keamananya. Pemuda tampan itu duduk dibelakang kemudi dengan perasaan kacau. Tanganya sibuk mencari ponselnya lalu menekan kombinasi angka yang sudah dihapalnya dan segera menekan tanda panggilan.
Tut~ Tut~ Tut~
Nada sambung yang mengharuskannya menunggu membuatnya semakin kesal. Sampai memukul kemudi mobil.
"Rukia-"
"Halo, saya Rukia Kuchiki. Silahkan tinggalkan pesan. Saya sedang-"
Prakkk~
Ponsel terlempar dan jatuh entah dibagian mana tempat parkir. Ia kesal. Sangat kesal. Hingga memilih menjalankan mobilnya secepat yang ia mampu menuju rumahnya. Ia tidak peduli dengan beberapa cacian pengguna jalan raya malam itu yang hampir kehilangan nyawa karena ulahnya.
Jarak antara kampus dan rumahnya yang biasanya memakan waktu 45 menit berganti 20 menit. Ia segera memasukkan mobil ke garasi rumah dan berjalan cepat memasuki rumah yang ia tinggali bersama Ayah dan kedua adik perempuannya.
"Tadaima." Ucapnya memberi salam dengan nada dingin.
"Eh? Onii-chan sudah pulang? Okaeri.." Jawab Kurosaki Yuzu dengan nada heran.
"Hn." Jawab Ichigo malas.
Ia sama sekali tak peduli dengan tatapan heran Yuzu dan terus berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Saat ini ia hanya ingin mengurung diri dikamarnya.
"Oh ya Ichi-nii, ada paket dari Rukia-nee, kutaruh dikamarmu." Teriak Kurosaki Karin dari depan tv.
Ichigo sempat menghentikan langkahnya saat mendengar nama Rukia disebut. Seseorang yang sedang dibutuhkanya saat ini. Tapi malah tak mengangkat telfonya dan membuat perasaanya semakin kacau. Bahkan membuatnya sampai melempar ponselnya.
"Hn." Sahutnya singkat.
Yang membuat kedua imouto nya saling bertukar pandangan heran. Mereka tahu ada yang tidak beres dengan anikii nya.
Sedangkan Ichigo sudah sampai dikamarnya. Ia mengunci kamar pribadinya itu dan segera menyambar sebuah bingkisan diatas meja belajarnya. Itu paket dari Rukia dan sejenak lupa dengan perasaan kacaunya. Teredam perasaan penasaran akan isi dari paket yang Rukia kirimkan.
"Ck. Si Rukia itu." Gumamnya sembari membuka paket dari Rukia.
Ia tak mampu menyembunyikan senyumanya saat sebuah gantungan hp berbentuk kelinci memakai mahkota menyapanya. Dia sama sekali tak suka kelinci, tapi dia tahu Rukia benar-benar maniak pada semua yang berhubungan dengan hewan bertelinga panjang itu. Dia juga tidak pernah merasa keberatan setiap kali Rukia menyinggung kesukaannya itu sampai memaksanya menggunakan benda yang sama atau serupa. Tidak pernah…
"Dasar pendek menyebalkan…" Gumamnya sembari menarik surat dari balik amplop bergambar kelinci juga.
Untuk Kepala Jeruk Yang Sangat Bodoh Dan Menyebalkan
Ichigo hampir saja meremas dan melempar surat itu ketempat sampah jika saja tidak membaca ancaman dikalimat berikutnya. Sungguh… Rukia itu selalu saja bisa membolak balikkan perasaan Ichigo.
Awas saja kalau kau membuangnya ketempat sampah sebelum selesai membacanya, Ichigo! Aku sudah menulis surat ini di sela-sela kesibukanku yang sangat luar biasa. Kau harus menghargai kerja kerasku kepala jeruk bodoh. Kau mengerti?!
Ichigo menghela nafas. Tidak berhadapan saja Rukia bisa mengancamnya seperti ini. Kalau bertemu justru berubah menjadi makhluk tak pernah merasa bersalah. Dia benar-benar ingin membuang surat itu saat ini juga.
Jadi, aku sengaja mengirimkan gantungan Chappy King ini untukmu. Kau harus berbangga, karena aku benar-benar membeli ini hanya untukmu Ichigo. Kau juga harus memakainya. Aku tidak terima kalau kau membiarkanya berdebu didalam laci meja belajarmu. Awas saja kau!
Ah itu juga sebagai permintaan maafku karena tidak bisa bertemu denganmu atau menemanimu seperti biasa. Minggu ini aku benar-benar sibuk mengejar deadline ceritaku. Juga beberapa urusan bisnis yang Nii-sama serahkan padaku. Rasanya aku hampir gila. Tapi hanya hampir kok… hehehehe.
Ya sudah Ichigo B-A-K-A. Kau harus menyukainya :P aku memaksa!
Jaa na.. :P
Dari Kuchiki Rukia.
Sekali lagi senyum mengembang dibibir Ichigo. Dia memang kesal dengan beberapa kata dalam surat Rukia. Tapi tetap saja, berkat surat dan paket Rukia kamarnya terselamatkan. Kesal karena Rukia tak mengangkat telfonya juga terbayar sudah.
"Arigatou, Rukia." Ucapnya pelan sembari menatap gantungan kunci yang Rukia sebut Chappy King tadi dan tersadar jika ia butuh ponsel baru.
Flashback End***
"Hanya itu yang aku tahu kenapa dia bisa memutuskanku…" Ucap Ichigo diakhir ceritanya.
Tapi sepertinya Rukia tak tertarik lagi dengan cerita patah hati Ichigo. Dia lebih tertarik pada cerita dimana Ichigo tak jadi mengamuk karena gantungan hp yang dikirimkanya. Itu berarti tidak ada alasan Ichigo masih marah kepadanya karena tidak ada disaat dia ingin cerita kan?.
"-kia, hey Rukia… Kuchiki pendek, cerewet, menyebalkan, tak punya-"
"Apa sih Ichigo?" Kesal Rukia karena pemuda didepanya saat ini mulai mengatainya.
"Salah sendiri kenapa bengong seperti itu. Aku kan sedang cerita, malah melamun." Jawab Ichigo ikut-ikutan kesal.
Pemuda itu menatap Rukia kesal juga heran. Menebak-nebak apa yang dilamunkan oleh gadis itu. Memperhatikan setiap gerakan yang Rukia buat sampai mendapat tatapan tajam darinya.
"Wakkata, gomenasai… aku hanya memikirkan kau seharusnya tidak terlalu marah padaku karena tidak ada saat kau ingin bercerita. Gantungan Chappy King yang kuberikan padamu harusnya kan sudah bisa menggantikanku." Ucapnya jujur.
Ya… Rukia selalu jujur. Meski kadang jujurnya menyakitkan. Bahkan tentang dia yang membenci Inoue Orihime. Dia juga mengatakan hal itu langsung pada Ichigo saat hubungan dua orang itu sudah 3 minggu. Yang ditanggapi dengan senyum oleh Ichigo. Pemuda itu sama sekali tak mempermasalahkanya.
"Tapi karena kau tak mengangkat telfonku, aku jadi melempar ponselku dan terpaksa membeli yang baru." Ucap Ichigo melakukan pembelaan.
"Itu karena kebodohanmu sendiri BAKA!" Sergah Rukia tak mau dikambing hitamkan.
"Yang jelas itu karena kau, pendek." Kukuh Ichigo.
"Bukan aku. Aku tak peduli. Kau sudah dalam keadaan marah saat itu. Kau marah karena Inou Orihime sialan itu." Ucap Rukia tak sadar terlalu menunjukkan kebencianya pada Inoue.
"Pfttt…" Ichigo entah kenapa justru tertawa karena ucapan penuh kebencian itu.
Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Rukia yang membuat gadis itu terpaku menatapnya. Saling menatap dan menyiksakan hening diantara mereka. Saling membaca maksud hati mereka dari tatapan yang bertemu.
"Arigatou Rukia." Ucap Ichigo memecah hening lebih dulu dengan senyum tulusnya.
"Untuk apa?" Tanya Rukia singkat.
"Untuk selalu ada saat kubutuhkan. Untuk selalu mendengarkan saat aku bercerita. Untuk selalu mengukir senyum disaat-saat terburukku. Arigatou." Jawab Ichigo masih dengan senyum tampanya.
"Bukan masalah. Lagipula itu sama sekali tak cukup untuk membuatmu hanya mencariku, hanya membutuhkanku dan hanya memikirkanku." Ucap Rukia sembari tersenyum.
Yang memubuat Ichigo menatap heran. Tak mengerti ucapan Rukia. Bahkan saat Rukia menyentuh tanganya yang masih menangkup pipi kananya.
"Kau akan tetap mencari orang lain sebagaimana kau mencari Inoue dulu. Kau akan tetap membutuhkan orang lain seperti Inoue dulu. Kau juga akan tetap memikirkan orang lain seperti Inoue dulu." Ucap Rukia semakin menambah tanda tanya di kepala Ichigo.
"Apa maksudmu Rukia?" Tanya Ichigo.
Tapi Rukia hanya menggeleng pelan. Tak mau menjelaskan atau membuat lebih mudah dimengerti oleh Ichigo. Mungkin pemikiran mahasiswa jurusan bisnis dan kedokteran berbeda sangat jauh.
"Lupakan. Kapan kita pulang, eum? Aku lelah mendengarkan curhatanmu." Ucap Rukia sengaja ingin mengakhiri pembicaraan tadi.
Dia juga melepas tangan Ichigo dari pipinya.
"Rukia-"
"Jangan bahas lagi. Sungguh." Pinta Rukia sembari menatap Ichigo lekat disertai senyum manisnya.
Ichigo menghela nafas. Merasa gagal mendapat pencerahan dari perkataan membingungkan Rukia dan terpaksa mencari tahu sendiri.
"Wakkata. Kau ingin pulang sekarang?" Tanya Ichigo.
Rukia mengangguk sembari mengunyah tiramisu terakhirnya. Ichigo mengerti dan memutuskan pulang saat itu juga. Membiarkan Rukia menunggu diluar cafe sementara dia membayar makanan yang mereka habiskan. Baru menyusul keluar.
"Yakin ingin langsung pulang? Aku yang memintamu keluar hari ini." Tanya Ichigo meyakinkan keputusan Rukia.
Rukia kembali mengangguk.
"Baiklah Nona. Sepertinya anda sedang tidak ingin membuang tenaga untuk berbicara." Ucap Ichigo sengaja menyindir dan mendapat hadiah cubitan dipinggangnya.
"Ouch.. ittai Rukia~" Keluhnya.
"Tidak peduli. Tunjukkan ponselmu." Perintahnya.
"Untuk apa?" Tanya Ichigo sembari mengeluarkan ponselnya dari saku mantelnya.
Rukia langsung tersenyum lebar.
"Kau benar-benar memakainya…" Ucapnya senang.
Seperti menyadari sesuatu. Ichigo ikut tersenyum.
"Kau lupa jika memaksaku?" Tanya Ichigo.
Rukia hanya menunjukkan cengiran tak berdosanya sembari mengangkat ponselnya miliknya yang terpasang gantungan serupa.
"Ini Chappy Queen." Ucap Rukia.
Ichigo menyadari satu hal lagi. Bahwa gantungan itu ternyata untuk couple. Dia terkekeh pelan. Sama sekali tak keberatan.
"Ya sudah, jangan pernah diganti." Ucap Ichigo lalu mencium kening Rukia cepat dan melarikan diri.
Rukia yang sempat mematung karena ulah tidak biasa Ichigo itu segera berteriak-teriak protes setelah sadar. Ia mengejar Ichigo dan perjalanan pulang mereka terasa lebih special.
=,=
TBC
Terimakasih untuk semua yang sudah membaca _
