Title :

520 4120

("Wo Ai Ni Luhan/Sehun.")

Cast :

Oh Sehun

Luhan

Other EXO members

Oh Seunghun (OC)

Jung Hani (OC)

Genre :

Bromance (YAOI), Incest, Drama

Rated :

T (to M)

Length :

Chaptered (maybe)

Disclaimer :

FF kedua author setelah El Dorado's New Lady Luck, hehe. Cast milik Tuhan, cerita milik author. Happy reading! :D

[!] WARNING [!]

Mengandung OOC, typo(s), dan YAOI. Gaje + abal.

DO NOT COPY MY STORY. Don't be a silent reader.

.

.

.

"Sehun?"

Yang dipanggil hanya menggumamkan suara, dahinya sedikit berkerut karena merasa terganggu. Sesekali mulutnya menciptakan decakan dan desisan bukti keseriusannya bermain game. Hampir seluruh perhatiannya tertuju pada iPod hitam itu. Kedua ibu jarinya dengan lincah bermain pada touch screennya. Pria tua di sampingnya mendengus kasar. Ia segera menepikan mobilnya dan berhenti. Tangannya dengan cepat merampas iPod hitam anaknya. Alhasil, Sehun menggeram kesal dan menatap tajam pada pria tua di hadapannya. Hey, ia sudah susah payah untuk mencapai level itu dan pria tua itu telah mengacaukan usahanya!

"Bisa tolong dengarkan appa sebentar? Hanya lima menit."

"Kalau appa mau bicara, bicara saja. Tak perlu merampas iPodku."

"Jika begitu maka kamu tidak akan serius mendengarkan."

Sehun memutar bola matanya, lalu mengalihkan pandangannya ke depan.

"Sehun-ah, ini mungkin akan membuatmu terkejut. Dan mungkin juga tidak." Pria itu tampak ragu untuk memberitahu hal selanjutnya. Diliriknya wajah si anak, tampaknya ia tak tertarik sama sekali. "Ibu dan kakak kembarmu Luhan akan kembali ke Seoul besok."

Kalimat itu sukses menarik perhatian Sehun sepenuhnya. Seketika tubuhnya menjadi tegak. Ia menoleh cepat pada ayahnya. Ekspresi wajahnya terkejut, ditandai dengan matanya yang membelalak dan bibirnya yang membulat. Namun dengan cepat ia merubah ekspresinya menjadi datar seperti biasa. Ia pun kembali menatap lurus ke depan dan kembali menyandarkan bahunya, berusaha tampak tak antusias.

"Appa tahu kalian akan canggung karena sudah lama sekali Luhan berada di Beijing dan tak bersamamu selama bertahun-tahun. Appa juga minta maaf karena kejadian itu membuat kalian terpisah jauh. Appa menyesal, sungguh. Appa sangat ingin rumah tangga kita kembali seperti dulu dan eomma juga setuju untuk kembali. Ini semua kami lakukan untuk kalian. Maukah kamu memaafkan appa dan eommamu?"

Sehun masih bergeming tak menanggapi perkataan ayahnya. Apa-apaan ini?

"Hahaha. Untuk apa appa menyesal? Bukankah ini yang appa dan eomma inginkan? Membuatku kehilangan kembaranku sendiri dan tak pernah bisa menghubunginya setelah mereka pergi? Aku sedang menunggu, kapan karma akan datang pada kalian."

"Oh Sehun!"

"Apa?! Appa mau bilang kalau penyesalan selalu datang belakangan? Itu kalimat klasik yang selalu diucapkan orang-orang bodoh. Ya, contohnya appa."

Tidak, Sehun tidak hanya membenci ayah dan ibunya, ia juga membenci Luhan. Uh, bukan benci sih, tepatnya kelewat kesal. Bagaimana tidak? Sejak perpisahan mereka yang menyayat dan membekas di memori dan hatinya, Luhan tak pernah menghubungi Sehun sekali pun. Sehun sudah berusaha semampunya untuk menghubungi Luhan, namun nomor telepon kembarannya sudah tidak aktif–hingga sekarang. Hal itu membuat Sehun sangat frustasi.


[Flashback]

Di dalam kamar yang gelap, Luhan berusaha menahan tangis mendengar ayah dan ibunya bertengkar. Luhan juga berusaha menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya karena ia terserempet mobil yang sedang melaju kencang tadi siang. "Ini semua karena aku," lirih Luhan pelan, sangat pelan. "Kalau saja aku lebih memperhatikan jalan saat menyebrang, aku tak akan terserempet."

Sebuah tangan menyentuh bahunya, mengusapnya pelan berusaha menenangkan tubuh Luhan yang bergetar. Luhan menoleh dan mendapati sosok adik kembarnya, Sehun. "Hyung, jangan menangith." Ujarnya pelan. Jemari adiknya bergerak menyentuh wajah Luhan, menghapus jejak airmata di sana.

"Sehun-ah, ayah dan ibu bertengkar lagi. A-aku takut"

PRANG!

Tubuh Luhan sedikit berjengit kaget saat mendengar pecahan kaca di luar sana.

"Kau memang tak becus mengurus anak! Aku menyesal telah menikah denganmu, Jung Hani."

"Apa? Aku bahkan tak pernah meminta atau memaksamu untuk menikah denganku, Oh Seunghun."

"Kau memang tidak, tapi ayahmu yang memaksa! Ini semua karena bisnis, kita menikah karena masalah bisnis! Kalau saja ayahku tak meminta bantuan ayahmu, kita tak akan seperti ini! Kalau saja ayahmu tak memintaku menikahimu sebagai balasan, kita tidak akan pernah tinggal bersama! Aku memang tak pernah mencintaimu, seharusnya kau sadar itu."

Hani tertohok saat mendengar itu. Ia sudah tak dapat menahan airmatanya lagi. "Ugh, terserah! Aku tak perduli. Aku sudah muak dengan sikapmu!"

"Oh, sama. Akan kuurus perceraian kita besok. Pergilah dan jangan pernah menampakkan dirimu di hadapanku lagi."

Mendengar itu, tubuh Luhan membeku. Tidak, ia tidak bisa membiarkan ayah dan ibunya berpisah. Maka Luhan dengan gesit membuka pintu kamarnya kasar dan melangkah cepat menuruni tangga menuju dapur, melupakan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Sehun yang melihat Luhan keluar kamar pun segera mengikutinya. Ia tidak mau hyungnya jadi korban kemarahan ayah mereka (lagi).

"Kalian benar-benar egois!" teriak Luhan marah. "Jika sudah tahu tak saling mencintai, buat apa kalian membuat anak?! Aku merasa terhina setelah mendengar apa yang kalian bicarakan."

"Luhan..." lirih Hani.

"Diam kau! Tahu apa kau tentang permasalahan rumah tangga?!"

"Aku tahu karena aku berpendidikan." Desis Luhan tajam dan penuh penekanan.

"Cih, kau sama saja dengan eommamu yang selalu mencari tameng dalam membela diri. Kau masih kecil, bahkan ke jenjang High School saja belum. Jangan sok tahu!"

"Aku kecewa kau adalah appaku, appa yang tak menyayangi keluarganya sendiri."

Tangan Seunghun terangkat, hendak menampar Luhan. Melihat itu Luhan hanya diam. Matanya semakin berani menyatakan kekecewaan dan kebencian pada ayahnya.

PLAK!

Luhan berkedip. Sekali, dua kali, tiga kali. Ini aneh, ia yakin sekali pria tua itu barusan menamparnya. Bunyi pukulan itu terlalu nyata untuk dijadikan halusinasi. Tapi kenapa ia tak merasakan sakit apapun di wajahnya sekarang?

"Sehun-ah!" Hani dengan cepat merengkuh anaknya, tubuhnya gemetar. Dilihatnya hidung dan sudut bibir Sehun mengeluarkan darah. "A-ayo bersihkan darahmu, nak." Dengan gemetar, Hani menggendong Sehun yang tampak shock menjauh dari dapur.

Melihat itu, lutut Luhan menjadi lemas. Sehun melindunginya, Sehun yang tak bersalah namun mendapat tamparan keras di wajahnya. "S-sehun..." Luhan kembali terisak. Sementara Seunghun mendengus kasar, ia segera beranjak naik ke lantai atas dan masuk ke dalam kamarnya. Ingin rasanya Luhan mengamuk dan mencabik-cabik tubuh ayahnya saat ini juga, tapi keadaan Sehun jauh lebih penting. Adiknya tak pantas mendapat tamparan hina itu!

Luhan berlari mendekati ibu dan adiknya. Sehun meringis perih saat ibunya memberikan obat pada sudut bibirnya yang terluka. Sehun menahan airmatanya, Luhan bisa lihat itu. Hati Luhan sangat sakit melihat adiknya terluka demi melindunginya. Luhan bersumpah setelah ini dia akan membawa Sehun pergi dari rumah ini.

.

.

.

40 menit kemudian, Sehun telah terlelap di ranjangnya. Luhan masih tak berhenti menatap wajah adiknya yang memar. Raut wajahnya sangat menunjukkan penyesalan. Luhan sangat merasa bersalah. Melihat itu, Hani mengelus rambut Luhan dan segera menyuruh putranya tidur.

"Eomma, apa kalian akan tetap bercerai?"

"Eomma rasa kami berdua tak bisa lagi melanjutkan hidup bersama. Maafkan eomma yang tak bisa menjagamu, Luhan. Eomma sungguh minta maaf," Hani kembali terisak.

"Eomma, ini bukan salah eomma."

"Dengar, Luhan-ah. Saat eomma dan appa bercerai, kau akan ikut eomma ke Beijing. Kita akan tinggal di sana dengan kehidupan baru. Kaulah satu-satunya harapan eomma,"

"Bagaimana dengan Sehun?"

"Sehun–sepertinya Sehun akan ikut dengan appa."

"Apa? Tidak! Eomma mau Sehun tersiksa oleh makhluk macam appa? Biarkan Sehun ikut dengan kita, eomma, kumohon."

"Tidak bisa, Lu. Appa adalah pemimpin perusahaan besar saat ini, ia butuh penerus kelak."

"Kalau begitu, kenapa tidak Sehun saja yang ikut eomma ke Beijing? Aku tak rela, Sehun akan tersiksa jika ikut dengan appa. Sehun adalah adikku, adikku yang sangat kusayangi. Sudah menjadi kewajiban bagi seorang hyung untuk melindungi adiknya."

"Tidak, Luhan. Appamu lebih tertarik pada Sehun. Kau tak sadar? Appamu tak pernah memukul Sehun. Ia lebih sering memukulmu, Lu."

Mendengar hal itu Luhan sadar. Membiarkan Sehun melanjutkan hidup dengan ayahnya justru lebih baik. Luhan harus melindungi Sehun, bagaimana pun caranya. "Kalau begitu baiklah..."

[End of Flashback]


Sehun mengabaikan ayahnya. Yang dirasakannya saat ini adalah dia merindukan hyungnya, sangat. Mendengar bahwa Luhan akan kembali ke Seoul esok hari adalah hal yang sangat Sehun tunggu bertahun-tahun lamanya. Namun ia tak akan melupakan bagaimana kesalnya saat Luhan tak pernah menghubunginya untuk sekedar memberi kabar. Luhan harus merasakannya, ia harus merasakan betapa menderitanya Sehun selama 6 tahun lebih tanpa hyungnya.

Ugh, Luhan hyung. Bagaimana dirimu sekarang?

.

.

.

.

Sudah setengah jam lebih menunggu dan Sehun terus memainkan game di iPod hitamnya. Dengan earphone yang mengalirkan lagu-lagu kesukaannya, Sehun rasa dirinya tak akan bosan berapa lama pun dirinya harus menunggu Luhan di bandara saat ini. Kecuali jika baterai iPodnya habis.

Di sebelahnya, Seunghun mulai terlihat gelisah. Mantan istrinya baru saja mengirim pesan padanya bahwa mereka telah sampai. Matanya melirik kesana kemari mencari dua sosok yang sangat ia rindukan di tengah keramaian. Setelah menemukan mereka, Seunghun dengan cepat melepas earphone Sehun. Sehun berdecak tak suka, pria ini kenapa suka sekali mengganggunya sih?

"Yak, ibu dan kakakmu sudah datang dan kau tak mau menyapa mereka?"

"Apa?"

Mata Sehun dengan cepat menyapu pandangan di sekelilingnya. Di satu titik, dia menemukan seseorang yang cantik dan berambut panjang serta berwajah familiar. Ibunya terlihat lebih kurus, namun tak banyak perubahan yang kontras. Tubuhnya membeku, rasa rindunya yang ia tahan selama bertahun-tahun seolah memberontak agar dibebaskan. "Eomma..." ujarnya pelan.

Hani terlihat meneteskan matanya, lalu menghapusnya cepat. Ia segera berlari kecil dan memeluk erat tubuh anak bungsunya. Hani sangat merindukan Sehun. Sehun balas memeluk ibunya, walau gerakkannya sedikit kaku. Lalu Sehun mendongak, mencari hyungnya.

Tak jauh di depannya, Sehun bisa melihat tubuh belakang ayahnya yang sedang memeluk seseorang. Sehun penasaran, apakah itu hyungnya? Matanya terus menatap lamat-lamat pada sosok yang sedang memeluk ayahnya. Sedetik kemudian, tatapannya terbalas. Orang itu menatap Sehun. Seketika itu juga, Sehun rasa jantungnya berhenti berdetak selama beberapa detik. Pelukannya mengendur, ada sensasi panas yang langsung menyelimuti dirinya.

"Luhan hyung?" bisiknya serak. Tidak, Luhan tidak dapat mendengar itu. Namun mata rusa itu menangkap gerakan bibir adik kembarnya.

"Annyeonghaseyo, Sehun-ah." Ujar Luhan pelan. Ia melemparkan senyum termanisnya pada Sehun dan Sehun bersumpah, senyuman itu mampu membekukan seluruh tubuhnya.

.

.

.

.

.

TBC

IYASH, akhirnya bisa post ff kedua :'D Gimana? Ngebosenin ya? Alurnya gak jelas? Konsepnya mainstream? Diriku minta maaf readerdeul :'D ini fresh, baru dibuat dan langsung dipost(?). Alurnya kemana mana / maju terus / mundur terus / diem di tempat / lari marathon udah ga ngecek lagi. Sekali lagi daku minta maaf :'D Udah ngantuk u.u

Saya mau bilang nih (numpung masih chapter awal), semua yang saya tulis dalam ff saya gak ada yang namanya plagiat. Semua murni hasil pemikiran otak nista saya, demi Luhan demi apapun. Saya gak terlalu banyak baca novel, cerpen, dll. Total ff yang pernah saya baca juga kayaknya gak sampe 100, serius loh ini :'D *gak ada yang nanya*. Inspirasinya langsung nempel ke otak, entah itu dari obrolan orang, gambar, lagu, dan lain-lain. (ok ini cukup menyedihkan) Jadi kalau ada kesamaan judul / alur / plot dengan ff lain, jangan negative thinking dulu :'D

Lanjut / delete ?

Review juseyooo *bbuing bbuing*


Saya mau jelasin beberapa hal di sini.

Pertama, ini gak bakal jadi ff angst. Demi apapun, saya paling gak bisa nulis plot angst. Saya juga trauma (duh, lebay) baca ff angst, apalagi buat ff angst :'D sejak baca ff Anterograde Tomorrow, Baby's Breath, dan 10080 saya jadi kebayang-bayang apa yang saya bayangin pas baca plot ceritanya (dan tiga-tiganya sukses bikin saya nangis duh) u.u Jadi kemungkinan ff ini akan minim konflik. Konflik pasti ada, tapi konflik-konflik yang ringan hehehe.

Kedua, 520 4120 artinya apa? Kalo beneran HunHan shipper mah pasti tau lah yaa(?) .g Jadi, 520 itu artinya I Love You dalam Chinese (mandarin). Kenapa? Karena pelafalan inggrisnya angka 5-2-0 itu "woo are neen". Kalo pinyinnya, "wu-er-ling". Saya kurang paham kenapa 0 di pelafalan inggris sama pinyin beda, yang satu neen yang satu (memang) ling. Pokoknya karena mirip "wo ai ni" jadi artinya ILY (?). Nah kalo 4120 itu dapetnya dari tanggal lahir Sehun (4-12) dan Luhan (4-20). Kalo masih bingung / gak ngerti bisa pm kok wkwk.