I NEED YOUR BLOOD/PART 1/13

Author : Naragirlz
Genre : Romance, Friendship, Family
Pairing : Naruhina
Rating : T
WARNING
DON'T LIKE DON'T READ, EYD BERANTAKAN DAN ABAL. KARAKTER HINATA DISINI SANGATLAH KUAT DAN SANGAT OOC.
.JIKA ADA YANG TAK MASUK AKAL, DI ANGGAP MASUK AKAL JUGA YA HEHE. CERITA INI TERINSPIRASI DARI TWLIGHT JADI MAKLUM JIKA ADA YANG SAMA. FF INI UDAH TAMAT, JADI GAG BAKAL GANTUNG

.

"Nona, Beli daging sapi segar satu kilogram!" ucap wanita setengah baya kepada gadis muda berambut panjang yang dikuncir ekor kuda dan berwajah manis itu.

"Baik bibi. Tunggu sebentar," ucapnya

Dengan sigap gadis itu melayani bibi dengan penuh keramahan dan senyuman bahkan terkadang menanyakan kabar bibi itu dan keluarganya, walaupun dia sendiri tidak mengenalnya. Tangan gadis itu memegangi daging sapi yang masih berlumuran darah tanpa rasa Jijik sedikit pun. Dia mulai menimbang daging itu dengan teliti, setelah merasa timbangannya pas, gadis itu memasukan daging segar tersebut kedalam kantong plastik. Seperti inilah kegiatannya sepulang sekolah. Gadis manis dan cantik itu lebih memilih membantu ibunya daripada bermain bersama teman sebayanya di sore hari. Sebagai anak pertama, ia harus bisa meringankan beban orang tua serta memiliki tanggung jawab yang besar demi keluarga.

"Ini bibi dagingnya," senyum Hinata.

"Berapa harganya?"

"500 yen bibi." Wanita setengah baya itu tersenyum manis pada Hinata. Tangannya yang kosong segera meraih bingkisan daging yang ada didepannya. mengambil bungkusan daging yang dibelinya lalu pergi, "Bibi, hati-hati di jalan!"

"Iya terima kasih," jawab bibi itu ramah.

Ia melihat kearah bibi itu dan memastikan apa bibi itu baik-baik saja dijalan atau tidak. Hyuuga Hinata itulah namanya. Dia dibesarkan dikeluarga yang sederhana namun bahagia. Ayah dan ibunya adalah pedagang daging yang lumayan laris. Hinata memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Hyuuga Hanabi yang masih duduk dibangku kelas dua SMP , sedangkan Hinata sendiri murid kelas dua SMA. Hinata dan Hanabi bagaikan bumi dan langit, walaupun masih SMP tapi Hanabi terlihat lebih feminim daripada Hinata. Hinata adalah seorang gadis pemberani, mulutnya ceplas-ceplos dan tak takut dengan makhluk yang bernama pria.

"Hinata-chan sudah saatnya kita tutup. Bantu Ibu memasukan daging-daging ini ke dalam lemari pendingin," perintah ibunya yang memiliki perawakan pendek dengan rambut pendek keritingnya.

"Baik ibu."

Perlahan Ibu Hinata dan Hinata sendiri bahu membahu memasukan daging-daging itu ke lemari pendingin. Sore ini ayah Hinata tidak bisa membantu mereka karena akhir-akhir ini kondisinya sedang tidak baik tapi untung ada Hanabi yang mau merawat sang ayah. Hinata melirik ibunya, rasa kasihan mendera jiwanya karena sang ibun begitu capek.

"Ibu, pulanglah. Biarkan aku yang membereskan ini semua. Ibu terlihat sangat capek dan pucat jadi lebih baik pulanglah."

"Apa kau yakin? Kau tidak takut, jika Ibu meninggalkanmu sendiri disini?"

"Ashh Ibu, aku sudah besar dan aku tidak takut."

"Baiklah kalau begitu Ibu pergi dulu. Berhati-hatilah saat kau pulang," ucap Ibu Hinata. Hinata mengangguk cepat dan tersenyum ramah pada ibunya.

"Hati-hati Ibu."

Ibu Hinata mengambil mantel yang tergantung didinding toko, cuaca kali ini begitu dingin jadi jika tak memakai mantel pasti penyakit flu akan menyerang. Dalam sekejap, sosok wanita dewasa menghilang dari pandangan Hinata. Hinata menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara pelan-pelan. Tak menunggu lama, dengan cekatan dirinya mulai memasukan daging-daging sapi yang masih segar serta berlumuran darah yang mengucur di pori-porinya. Bau darah benar-benar menyengat hidung Hinata bahkan membuat kepalanya pusing, namun dia harus menyelesaikan semuanya. Glodak! Sebuah kotak besar terjatuh dari atas meja. Hinata berjalan menuju kotak lalu kemudian menempatkan dirinya di tempat semula. Dalam diam dia berfikir, bagaimana bisa kotak sebesar ini jatuh, padahal tidak angin dan mungkin angin pun tidak bisa merubuhkannya.

Tiba-tiba Hinata buluk kuduk Hinata berdiri, entah kenapa ia jadi seorang penakut seperti ini. Hinata takut jika ada penyusup di tokonya. Gubrakkrompyang! lagi-lagi suara gaduh kembali terdengar dan berada di gudangnya. Hinata mengambil tongkat kayu yang tepat berada disampingnya. Perlahan namun pasti, Hinata melangkahkan kakinya menuju gudang, tangannya semakin erat memegang gagang tongkat baseball itu. Hinata sudah berada di depan pintu Gudang. Ia menempelkan telinganya ke arah pintu untuk mendengarkan sesuatu. Sunyi, benar-benar sunyi. Hinata menelan ludah, ia bertekat akan membuka pintu gudang ini dan siap menghadapi resiko yang akan diterimanya. Dengan mengeluarkan seluruh keberaniannya, Hinata membuka kenop pintu namun tidak ada apa-apa disana, hanya ada seekor kucing.

"Hei, kucing, kau ini mengagetkanku saja."

Hinata menutup kembali pintu gudang lalu melanjutkan pekerjaananya, sepertinya tidak ada yang harus di khawatirkan. Tanpa di sadari oleh Hinata, dari kejauhan ada seorang pria berbdan tegap dan gagah dengan pakaian serba hitam asyik memperhatikan Hinata yang sibuk memindahkan daging-daging segar itu ke dalam kulkas. Caranya melihat kearah Hinata sangatlah tajam dan terkesan tidak bersahabat. Mulutnya komat-kamit dan tangan pria itu memegang perutnya.

"Aku sangat lapar. Sepertinya yang disana sangatlah terlihat segar dan enak," kata pria itu dengan pandangan yang tak lepas dari toko daging milik Hinata. Pria itu tersenyum samar ketika matanya melihat Hinata keluar dari tokonya.

ooOOOoo

"Aku pulang," teriak Hinata. Semua orang yang ada di dalam rumah meyambutnya dengan hangat dan penuh kasih sayang.

"Kakak, akhirnya kau pulang. Apa kau tahu, aku sangat mengkhawatirkanmu!" ucap Hyuuga Hanabi adik kesayangan sekaligus satu-satuya bagi Hinata.

"Mengkhawatirkanku, benarkah?" tanya Hinata tak percaya. Hanabi mengangguk penuh semangat menanggapi pertanyaan kakaknya. "Tapi kenapa kau khawatir?"

"Karena akhir-akhir ini, aku mendengar cerita dari teman-temanku katanya daerah di sekitar toko kita itu ada kejadian aneh. Katanya ada orang yang suka membunuh lalu memakan daging korbannya, sedangkan organ si korban dijual untuk mendapatkan uang."

"Be..benarkah?" tanya Hinata sedikit ketakutan.

"Iya kakak, aku tidak berbohong."

Pikiran Hinata kembali menerawang kejadian yang sedikit aneh ditokonya mulai dari jatuhnya kotak besar yang berat sampai suara berisik di gudang. Itu hanyalah Kucing tapi tetap saja Hinata sedikit takut. Entah bagaimana nasibya kalau dia tidak segera pulang. Wajah Hinata mendadak pucat pasi. Pleetak! Tiba-tiba ibu Hanabi memukul ringan kepala anak bungsunya.

"Aduh ibu, Sakit!" protes Hanabi sambil mengusap-usap kepalanya.

"Haduh kau ini Hanabi, apa yang kau ceritakan kepada kakakmu itu. Lihat kau membuat kakakmu jadi takut ketakutan. Hinata jangan hiraukan adikmu. Ayo makan, ayahmu dari tadi mencarimu." Baik Hinata, ibunya dan adiknya mendekat kearah ayah mereka yang sudah duduk tenang di ruang makan.

"Ayah," panggil Hinata dengan nada manja sambil memeluk ayahnya erat.

"Bagaimana, apa pelanggan kita banyak hari ini?".

"Ehm banyak sekali."

"Maafkan ayah karena tidak bisa membantu sehingga membiarkan kau bekerja smapai larut malam seperti ini. Seharusnya kau belajar dirumah."

"Ayah tidak apa-apa, lagi pula aku sudah belajar sore harinya," ucap Hinata sambil menambahkan nasi beserta lauknya di piring Ayahnya yang sedang sakit. "Ayah makanlah."

" Hinata apa kau sudah memasukan semua daging di dalam lemari pendingin?"

"Ehm, tentu jadi Ibu jangan khawatir tidak akan ada yang mencuri. Semuanya sudah aku tutup dan aku kunci dengan rapat!".

"Anak pintar hehehehe,"puji Ibu Hinata.

ooOOoo

Pagi harinya Hinata melakukan aktivitas sehari-harinya yaitu sekolah. Hinata berangkat naik bis karena jarak antara rumah dan sekolahnya lumayan jauh. Hinata sengaja berangkat pagi karena kalau tidak begitu, dia tidak akan dapat tempat dudu Sepuluh menit sudah dia menunggu akhirnya bis pun datang. Sepagi-paginya Hinata datang tapi tetap saja dia mendapat tempat duduk paling belakang. Hanya ada satu tempat duduk kosong, jadi mau tidak mau Hinata harus menempatinya. Hinata melihat seseorang pria manis yang ada di sampingnya dan juga sudah dikenalnya. Pria itu sibuk mendengarkan musik dan membaca buku yang ber judul "Vampire hunting". Hinata membatin untuk apa dia membaca buku seperti itu? memangnya dia pawang vampire? Memangnya jaman sekarang ada makhluk seperti itu? Tanpa di sadari Hinata, pria itu memandangnya tajam seperti elang benar-benar menyeramkan. Tatapan itu seolah bertanya padanya "Apa yang kau lihat?".

"Gaara-kun, kenapa kau selalu membaca buku tentang vampire? apa kau suka dengan mereka? Apa kau berencana untuk menangkap mereka? Apa vampire itu masih ada?" tanya Hinata secara beruntun. Gaara menutup bukunya sejenak dan menoleh ke arah Hinata

"Memangnya ini urusanmu?!" jawab Gaara ketus

"Ashh, kau ini, aku hanya bertanya. Bisakah kau bersifat baik kepada teman sekelasmu dasar pria tak punya perasaan."

"Bisa diam tidak!" bentak Gaara

"Iya aku diam apa kau puas!" bantah Hinata.

Dan selama detik itu juga Hinata dan Gaara diam tanpa kata. Pagi hari Hinata menjadi buruk karena kelakuaan buruk Gaara si pria manis yang ditujukan kepadanya. Lima belas menit berlalu, sampailah mereka berdua di sekolah. Hinata berjalan mendahului Gaara dan dari jauh dia sudah disambut oleh sahabatnya.

"Hei Hinata, kau beruntung sekali hari ini," kata Ino sahabatnya.

"Apanya yang beruntung?".

"Karena kau bisa berangkat bersama Gaara."

"Hei, kau masih menyukainya. Gaara itu orang yang kasar dan tak punya perasaan!"

"Dari mana kau tahu?" tanya Ino curiga, takut jika Hinata sebenarnya menjalin hubungan asmara dengan Gaara. Tapi tidak mungkin, karena dari raut wajah Hinata dia terkesan sangat membencinya.

"Karena aku sudah mengalaminya," Hinata merasakan getaran di saku seragam sekolahya. Tanpa ragu Hinata mengangkat telfon yang berasal dari ibunya. "Tunggu sebentar. Halo Ibu, ada apa?"

"Hinata, apa kau tadi malam benar-benar mengunci pintu dan memasukan semua daging sapi segar itu kedalam lemari pendingin. Apa kau yakin?" tanya Hinata dari seberang.

"Iya, aku sudah mengunci toko dan menyimpannya. Memangnya kenapa Ibu?" tanya Hinata dengan perasaan sedikit was-was.

"Semua daging segar yang kita punya hilang."

"Apa,Hilang?!"

"Ibu tidak mau tahu kau harus bertanggung jawab!"

Tuttt..Tuut sambungan telfon terputus begitu saja. Wajah Hinata tegang, keduanya alisnya bertaut memikirkan sesuatu. Dia berpikir, bagaimana bisa semua daging yang dia simpan hilang? Hinata yakin kalau semua pintu sudah dia kunci dengan rapat atau jangan-jangan sebenarnya maling itu sudah ada di dalam tokonya. Hinata yakin setelah dirinya keluar dari toko, pencuri itu baru beraksi tapi ini terlihat sedikit aneh, untuk apa orang mencuri daging segar yang masih berlumuran darah. Ino melihat kearah sahabatnya dengan rasa penasaran karena perubahan raut wajah Hinata secara tiba-tiba.

"Hinata, apa yang terjadi? apa yang Hilang?" tanya Ino

"Tidak, tidak apa-apa. Ayo kita ke kelas," ajak Hinata.

Suasana kelas terlihat sangat ramai seperti biasanya. Semua murid sibuk dengan urusannya sendiri. Ada sekelompok siswa laki-laki sedang asyik bermain kartu, ada yang berlarian dalam kelas ada juga yang mendirikan salon dadakan di dalam kelas dan tentunya ini khusus untuk siswa perempuan. Hanya Gaara yang terlihat anteng dan sibuk dengan bukunya, buku yang di baca di dalam bis yang berkaitan dengan Vampire. Hinata hanya meringis serta menggelengkan kepalanya ketika melihat Gaara si manusia manis nan tampan yang aneh. Sedangkan Gaara sendiri konsentrasi membaca buku tersebut. Walaupun buku yang dia baca itu terlihat usang serta lembaran buku yang sudah menguning, cover buku yang tidak layak, namun dia sama sekali tidak malu membaca buku tua itu dimanapun dia berada. Semua detail kalimat yang ada di dalam buku itu Gaara baca dengan penuh pemahaman. Gaara membuka halaman berikutnya, namun secarik foto usang jatuh diantara halaman buku tersebut. Gaara mengambil lalu melihatnya, pikirannya kembali menerawang mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu sebelum dia pindah ke Tokyo.

==Flashback==

"Gaara-san, aku ingin mengirimmu ke Tokyo," kata seorang laki-laki berjenggot putih, berdiri sambil melihat ke arah genangan air danau yang dipenuhi oleh bunga teratai yang tenang. Gaara mengarahkan kepalanya pada Laki-laki tua itu.

"Ke Tokyo untuk apa sensei?"tanpa menjawab pertanyaan Gaara, laki-laki tua itu memberikan secarik foto yang terlihat usang dan sedikit lapuk. "Aku ingin kau mencarinya lalu kemudian membunuhnya." Gaara mengambil foto itu, matanya terus melihat foto sesosok pria muda yang sangat tampan namun tatapan matanya sangatlah tajam bahkan terkesan menyeramkan.

"Sensei, Siapa dia?".

"Kau tentu ingat kan kenapa dari dulu aku mengajarimu tentang vampire bagaimana cara menghadapi mereka bahkan cara membunuh mereka." Gaara berpikir sejenak mencerna kata-kata gurunya.

"Apa dia seorang Vampire?"

"Benar sekali, dan kini sudah saatnya kau mewarisi ilmuku. Dia bernama Alex dan dia merupakan satu-satunya vampire yang tersisa. Dia terlahir sebagai manusia. Hidup sebatang kara tanpa orang tua dan keluarga lebih tepatnya dia adalah seorang gelandangan namun saat dia berusia tujuh belas tahun, ada seorang vampire perempuan yang menghisap perempuan itu bernama Sonia, dia memiliki alasan yang kuat untuk menjadikan anak itu sebagai korbannya. Wajah anak itu mirip sekali dengan wajah putrannya yang sudah di bunuh oleh pemburu kelompok mereka. Sonia kemudian mengangkat anak itu sebgai anaknya. Aku tidak tahu nama asli anak itu tapi dia di kenal dengan nama Alex." Guru Gaara terus memandang danau, sekarang dia sibuk memberi makan ikan yang berasal dari kantong plastik yang dibawanya. Ikan koi pun bergerak dan berkumpul untuk mendapatkan makanan.

"Apa dia, Vampire yang jahat?".

"Sejauh yang aku tahu dia bukan Vampire yang Jahat. Karena Sonia Ibunya adalah seorang Vampir yang baik dan sudah berbaur dengan manusia selama ratusan tahnu. Dan membiasakan Alex untuk memakan daging sapi bukan manusia. Bahkan Sonia tampak terlihat seperti manusia, dia benar-benar tahu persisi bagaimana cara hidup sebagai manusia. Mereka Vampir yang unik, taringnya akan muncul pada malam tertentu dan bola mata mereka berubah menjadi merah jika mereka marah."

"Kalau Alex Vampire yang baik kenapa aku harus membunuhnya?"

"Karena Alex menjadi Incaran vampire jahat yang lain, bisa dikatakan i ia dicari oleh vampire terkuat di dunia ini. Jika vampire itu menemukan Alex dan kekuatan mereka bergabung maka semua manusia akan menjadi budak mereka. Jadi Gaara-san carilah dia."

"Tapi bagaimana aku mencarinya?".

"Lakukanlah dengan caramu sendiri. Aku yakin suatu saat kau akan menemukannya," ucap guruGaara menepuk pundak muridnya lalu pergi.

Gaara menggelengkan kepalanya untuk membuyarkan lamunan yang bersemayam di otaknya. Di lihatnya kembali foto Alex, Gaara tersenyum sinis pada dirinya sendiri karena samapai detik ini dia belum juga menemukan Alex.

"Alex, berapa lama lagi aku harus menunggumu muncul!" gumam Gaara.

"Hei, Gaara-kun," seseorang memanggilnya, cepat-cepat Gaara memasukan foto beserta buku ke dalam mejanya. Teman itu sekarang duduk di sebelahnya dan tersenyum. "Gaara, apa kau ada acara nanti malam?"

"Tidak, kenapa Sai?" tanya Gaara santai.

"Aku ingin kau mengajariku mengerjakan PR besok, karena aku tidak bisa, lagipula kau adalah murid terpintar dikelas ini. Apa kau tidak keberatan?"

"Ahh tentu tidak. Aku yang akan datang kerumahmu," ucap Gaara ramah dengan senyuman yang terilntas di bibirnya.

"Benarkah? Baiklah kalau begitu terimakasih kawan." Sai menepuk-nepuk punggung Gaara lalu pergi dengan wajah yang bersinar cerah. Sepeninggal Sai, Gaara kembali membuka buku tentang vampirnya lalu membacanya kembali. Konsntrasinya pecah ketika dua makhluk yang sering disebut perempuan berbicara sangat kencang tepat di sampingnya.

"Apa?! daging segar puluhan kilogram milik ayahmu Hilang di toko?!" ucap Ino keras sehingga membuat seisi kelas melihat ke arahnya termasuk Gaara.' Ada-ada aja seseorang mencuri daging segar puluhan kilo. Apa dia bodoh kalau aku jadi dia, aku akan mencuri uangnya bukan dagingnya,' batin Gaara.

ooOOoo

Sore hari menjelang. Ini adalah waktu buat Hinata untuk menjelaskan semuanya kepada kedua orang tuanya bahwa ini sama sekali bukan kesalahan ataupun kelalainnya. Bagaimanapun dia harus meyakinkan orang tuanya. Hinata keluar dari bis, Hinata berlari cepat menuju toko daging milik orang tuanya. Nafasnya yang pendek membuat nafas Hinata ngos-ngosan. Sesampainya di toko Hinata lansgung masuk dan mencari ibunya..

"Ibu, bagaimana benarkah semua daging segar Hilang?".

"Iya semua daging yang kita beli kemarin Hilang. Kau ini benar-benar ceroboh. katanya kau sudah mengunci semuanya tapi nyatanya pencuri itu bisa masuk," protes ibu Hinata sambil memukul pelan lengan putrinya.

"Ibu, aku sudah mengunci semua pintu dan yakin pintu itu terkunci dengan baik. Apa uang Ibu juga hilang? Apa semua daging yang kita punya hilang?"

"Tidak, uang kita utuh dan bukan semua daging yang di ambil hanya daging sapi segar yang baru saja tiba dari pemotongan," jawab Ibunya sambil meladeni pembeli.

Otak Hinata mulai berpikir. Dia merasa kalau ini benar-benar aneh. Padahal ia dan Ibunya lupa membawa pulang uang tapi kenapa pencuri itu lebih memilih daging dari pada Uang? Hanya orang bodoh yang tidak menyukai uang dan kenapa yang di curi daging segar saja kenapa tidak semuanya? Mata Hinata melihat semua yang ada di sekitarnya.

"Ibu apa saat kau datang kemari, apa toko ini berantakan?"

"Tidak, toko ini sama seperti semula," jawab ibu Hinata.

"Ibu apa kau tidak merasa ada yang aneh?" ucap Hinata dan seketika itu juga Ibu Hinata melihat putrinya. "Ibu, kenapa pencuri itu hanya mencuri daging segar kita? Kenapa tidak mencuri uang kita? Apakah daging itu lebih berharga daripada uang? Adakah orang yang berpikiran seperti itu didunia ini. Kalau pencuri itu memang niatnya ingin mengambil daging kenapa tidak semuanya, kenapa hanya daging yang masih berlumuran darah. Dan tempat ini terlalu aneh kalau masih rapi setelah di masuki pencuri. Ibu tidak menyadari itu?" ucap Hinata. Perlahan ibunya mengangguk pelan dan pahan.

"Benar juga, lalu kenapa pencuri itu begitu bodoh?"

"Ibu, aku punya ide. Bagaimana kalau Ibu memberi daging sapi segar lagi tidak usah banyak-banyak tapi hanya lima kilogram saja. Daging itu adalah umpan untuk pencuri itu. Aku akan menyeledikinya malam ini, dan aku harus membuatnya pencuri itu ganti rugi. Bagaimana?" Hinata menunggu persetujuan ibunya atas ide konyolnya ini.

"Ahhh, kau pintar sekali Hinata, baiklah." Ibu Hinata mengambil ponsel untuk memesan daging segar kembali.

ooOOoo

Seperti yang di rencanakan sebelumnya, Hinata tidak pulang kali ini namun dia tinggal di toko untuk menyelidiki siapa pencuri yang agak aneh ini. Dia dan Ibunya sudah memasang perangkap ,apalagi kalau bukan daging segar. Sebenarnya dia agak ketakutan tapi gara-gara pencuri yang menjengkelkan ini membuat sang ibu tidak percaya lagi padanya. Hinata berdiri di samping ruang an yang terletak di dekat lemari pendingin daging. Jantungya berpacu dengan cepat, keringat dingin mengucur diwajahnya. Tangannya tak henti-hentinya memegang tongkat baseball. Lebih dari sekitar satu jam Hinata menunggu. Krieek! Drap..drap! terdengar suara orang membuka pintu tua toko dagingnya. Langkah kaki orang itu terdengar jelas dan berat di atas lantai yang terbuat dari kayu. Hinata perlahan membuka pintu, dari jauh ia bisa melihat pencuri itu di balik pintu.

Terlihat seorang pria mengenakan kaos putih, Jumper biru dan bertopi merah mengambil semua daging segar yang ada di lemari pendingin. Hinata mengendap-ngendap mendekati pria itu. Hinata sudah berada dibelakang si pencuri. Satu…dua…tiga, Buuk! Buukk! Hinata memukulkan tongkat itu ke punggung si pencuri. Entah kenapa Hinata merasa tubuh pria itu sangat keras seperti besi. Pria itu berbalik ke arah Hinata. Jantung Hinata berdegup kencang ketika melihat pria itu tak kesakitan sama sekali. Tapi entah kenapa pria itu tersungkur jatuh.

"Aduh..aduh..sakit sekali," ucapnya sambil mengelus-elus pundaknya.

Hinata menyalakan lampu tokonya dan beralih melihat pria itu. Hinata terpesona, wajahnya terasa sejuk seperti ditiup oleh angin laut. Topi merah pria itu jatuh, wajahnya pun terlihat jelas. Hinata tidak tahu kenapa ia tidak bisa bergerak dan mata yang terus melihat kea rah pencuri itu. Tampan sangat, sangat tampan. Itulah yang ada di otak Hinata sekarang. Alisnya yang tebal, Mata safirnya yang indah, bibir yang seksi dan merah menambah nilai plus pencuri itu. Hei, Hinata apa yang kau pikirkan, Batinnya. Hinata menggelengkan kepalanya, ia sadar kalau dia harus menginterogasinya.

"Hei, kau, kenapa kau mencuri daging di tokoku. Aku tidak mau tau, kau harus ganti rugi!" ucap Hinata tegas dengan posisi berdiri sambil berkacak pinggang, sedangkan pria itu masih tersungkur di lantai toko.

TO BE CONTINUE