Warning! Cerita hanyalah fiksi dan tidak tidak bertujuan untuk menyesatkan para pembaca
.
.
The Deal with The Devil
By
.
.
Chapter 1. Agreement
.
.
.
Bunyi retak tulang terdengar, bau amis itu pun tercium disegala penjuru rumah mewah itu, darah, menghiasi rumah itu. Sekelompok orang datang ke rumah tersebut dan membantai semua penghuni yang ada didalam bangunan indah itu. Pembunuh bayaran, mereka sangat lihai dan terlatih untuk membunuh orang - orang disana dan tidak menyisakan seorang pun, menurut mereka.
"Bos, semuanya beres.. seluruh keluarga dan para pekerja juga sudah kami bereskan" ucap pria tegap itu.
"Baiklah.. ayo kita kembali kepada Tuan"
Suara isakan yang samar terdengar menghentikan langkah sang ketua, ia ragu semua orang telah mereka habisi malam ini.
"Kalian bisa dengar itu?"
"Suara... tangisan?" Ucap pria tegap itu.
"Sepertinya dari lemari itu bos" Ucap yang lain seraya menunjuk ke salah satu lemari dikamar utama.
"Cepat buka lemari itu!" Ketua tersebut mendecak pinggangnya.
Salah satu dari mereka dengan sigap membuka pintu tersebut, menampakkan seorang anak laki - laki meringkuk menahan tangisannya dan tangisan itu semakin menjadi ketika orang asing itu membuka lemari tersebut. Orang bertubuh kekar itu menarik anak laki - laki itu keluar dari lemari dan melemparkan kedepan ketuanya.
"Ah.. ternyata kucing kecil.. ck.. ck.. ck.." pria yang lebih tua mendekatkan tubuhnya, mengangkat dagu si yang lebih muda dengan jarinya kasar.
"Siapa namamu?" Lanjutnya, membuat anak itu semakin ketakutan.
"J-jungkook.. J-jeon" ucapnya tergagap.
"Ah! KALIAN SEMUA BODOH!" Pria itu melepaskan tangannya dari dagu anak itu dan memukul salah satu anak buahnya.
"DIA EARL! PENERUS KELUARGA JEON SIALAN ITU! JIKA KALIAN TIDAK MEMBUNUHNYA SAMA SAJA PEKERJAAN KITA INI TIDAK MEMBUAHKAN HASIL APA - APA!" Ucap pria tua itu kesal.
"M-maafkan kami t-tuan" ucap mereka takut, sang ketua hanya menghela napas berat. Jika bukan karena telinga tajamnya pasti ia sudah melewatkan penerus keluarga Park lantas pria tua itu mendekatkan dirinya lagi pada penerus keluarga Park.
"Hey, kau tau apa kesalahanmu bocah?" Anak itu menggeleng.
"Karena kau, lahir dari keluarga Jeon.. jadi.. kau mau cara seperti apa? Aku sedang berbaik hati menawarimu"
"Apa maksudmu?"
"Cara aku membunuhmu, memenggal kepalamu misalnya?" pria tua itu menyeringai.
Jungkook POV
Aku mendengar teriakan itu lagi dan lagi, ayahku, Jeon Yunho, menarik aku dan ibuku masuk kedalam kamar utama. Ia bilang jika ruangan ini akan sangat aman, aku percaya padanya hingga suara tembakan itu terdengar semakin mendekat. Ayahku menyuruhku dan ibuku tetap dikamar ini apapun yang akan terjadi, ia keluar dari kamar saat dirasa suara tembakan dan jeritan itu telah terhenti sesaat.
Aku bisa mendengar suara ayah berteriak, entah sedang membicarakan apa. Yang aku tahu, suara tembakan itu kembali terdengar sesaat setelah ayahku berteriak. Ibu, Jeon Jaejoong, menyuruhku bersembunyi dan kata itu terucap lagi, apapun yang terjadi jangan keluar dari lemari, jangan bersuara, semuanya akan baik - baik saja katanya.
Aku bisa melihat kearah luar lemari karena terdapat celah - celah lemari itu, walaupun hanya sedikit aku bisa melihat semuanya. Tepat setelah ibu mengunci pintu lemari dan membuang kunci itu ke sembarang arah. Semuanya bisa terekam olehku, sekelompok orang berbaju hitam lengkap dengan senjata ditangan mereka menodongkan senjata kearah wajah ibuku. Aku tak bisa mendengar percakapan diantara mereka, aku benci sekali, seharusnya dengan jarak sedekat ini bisa aku dengar pembicaraan mereka. Tapi sialnya suara detak jantungku mengalahkan suara yang ada disekitarku dan membuatku tidak bisa mendengar dengan jelas.
Ketakutan? Ya. Tapi apa yang bisa dilakukan bocah 15 tahun sepertiku? Mendobrak pintu lemari ini saja tidak bisa apalagi melawan orang - orang gila itu? Sial.
Selama ini aku memang jarang berdoa Kepada Tuhan, keluarganya jugaku bukan merupakan yang taat akan diatas. Dan untuk pertamakalinya lagi, aku mencoba berdoa agar Ia bisa menyelamatkanku dari orang - orang keji ini. Aku menutup mataku, mencoba untuk mengatur napasku untuk berdoa.
'Tuhan, aku meminta maaf kepadamu sedalam - dalamnya karena telah melupakanmu disetiap langkahku. Jika engkau, kali ini saja, menyelamatkanku pembantaian ini, aku akan selalu berbuat baik dan selali mengingat-Mu. Tuhan.. tolong maafkan aku dan selamatkan aku'
'DOOORRR!'
Suara tembakan lagi - lagi terdengar, sontak membuatku membuka mataku yang sedaritadi ku tutup rapat. Ibuku, mati tertembak, tepat dikepalanya, tubuhnya seketika tumbang mengikuti gravitasi. Lemas, kakiku seakan tidak bisa lagi berdiri dalam lemari besar ini, aku mendudukkan tubuhku yang terasa lemas didalam lemari. Mereka semua keluar, tapi aku belum berani untuk keluar dari lemari. Mungkin aku akan mendobrak lemari ini pada pagi hari, atau setelah matahari menunjukkan hadirnya.
Alih - alih menjawab doaku, Tuhan sepertinya memang membenciku, entahlah, apa karena selama ini aku melupakannya? Karena yang ku tahu sekarang orang - orang itu masuk lagi kedalam kamar, mungkin untuk mengecek satu persatu jika ada yang terlewat. Dan dari sini dapat ku lihat seseorsng yang lebih tua namun lebih tegap diantara mereka. Ia tak mengenakan penutup wajah seperti yang lainnya, mungkin kah dia bosnya? Laki - laki itu seperti menarik sesuatu, tubuh seseorang yang aku kenal, yang selalu menemaniku berlatih berkuda, ayahku.
Dilemparkannya tubuh ayahku kesamping tubuh ibuku, mereka sudah tidak bernyawa lalu sekarang apalagi?
Pria itu mengambil gergaji dan seketika aku menutup mataku refleks. Pria itu memenggal kepala ayah dan ibuku, memisahkan kepala mereka berdua dari tubuhnya lalu memasukannya kedalam kantung hitam yang besar. Untuk suatu pembuktian kah?
Dan tiba - tiba isak tangisku lolos begitu saja dari bibirku, aku menutup rapat - rapat mulutku menggunakan tangan. Tapi rasa takut ini membuat isakkan ini tidak berhenti, bibir bodoh. Bisa kulihat pria itu mengarahkan telunjuknya kearah lemari yang aku tempati saat ini. Sial, dia pasti mengetahui aku disini.
Anak buah dari laki - laki itu membuka pintu lemari dengan paksa, membuatku mau tidak mau tertangkap basah juga.
"Jadi... cara apa yang kau mau untuk hadiah terakhirmu?" Cara aku mati katanya, bodoh, akh belum mau mati. Aku ingin menghabisi pria itu dengan tanganku sendiri karena telah membunuh kedua orang tuaku.
"Jika kau tidak menjawab, maka aku akan putuskan sendiri cara apa yang bagus untukmu, ah... karena kau spesial, bagaimana jika perutmu terlebih dahuku?" Ucapnya dan tiba - tiba saja pisau yang sedari tadi ia mainkan didekat wajahku sekarang menusuk perutku.
"Akhh!"
Ditusuknya pisau itu berulang - ulang, sakit, sekali..
'Siapapun.. tolong aku, siapapun tolong aku.. selamatkan aku! Siapapun.. siapa saja boleh, tolong aku, aku akan membayarnya semua! Aku akan melakukan apapun jika aku selamat'
'Tap.. Tap.. Tap..'
Lalu semuanya terasa berhenti, bisa kulihat orang - orang disekelilingku menjadi diam, kaku seperti patung. Apakah baru saja waktu terhenti? Mengapa aku sendiri yang bergerak?
Suara langkah sepatu pun terdengar olehku, anehnya, suara itu terdengar dari luar jendela kamar. Tidak mungkin, setelah jendela itu tidak ada balkon, jadi mana mungkin ada orang dari sana. Tapi pernyataanku menguar begitu saja saat jendela itu dipecahkan dari luar, menampakkan pria dengan wajah rupawan, rambut hitam kelam, kulit pucat, matanya bahkan berwarna merah darah, postur tubuh yang ideal dengan balutan tuxedo hitam, oh jangan lupakan gigi taringnya saat mengeluarkan seringaian.
Demi apapun, aku baru menyadarinya, ia tidak menapakkan kakinya sama sekali dilantai dan sesaat setelah mendekatiku ia menapakkan kaki jenjangnya dilantai. Aku hanya bisa terdiam melihat kehadirannya.
"Jadi.. anak bocah sepertimu yang memanggilku?" Ucapnya dengan suara berat.
"S-siapa k-kau?" Takut? Jelas, bahkan tubuhku merasakan sinyal bahaya dari aura yang dikeluarkannya.
"Lucifer" Jawabnya singkat.
"S-satan?"
"Bukan dear, aku raja iblis" Aku menelan ludahku kasar, oke aku percaya setelah melihatnya berjalan tanpa menapakkan kakinya dilantai.
"Jadi... tadi kau memanggilku, kau membutuhkanku? Tanya nya.
"T-tolong aku" ucapku memberanikan diri.
"Dari?" Aku melirik sekelompok orang yang membunuh semua penghuni rumah ini dan ingin membunuhku. Ia pun mengikuti arah pandanganku.
"Ah.. pasti ayahku tidak mendengar doamu ya?" Tanya nya lagi.
"Ayahmu?"
"Sang Bijak, Tuhan-Mu" Aku menggeleng.
"Jadi.. kau mau aku membunuh mereka?"
"Mereka sudah membunuh seluruh keluargaku dan pekerja dirumah ini tanpa sisa, jadi YA! Aku ingin membunuh mereka" ucapku emosi. Aku seakan lupa ada luka dalam diperutku.
"Tapi kau tahu semua itu pasti tidak gratis kan dear?"
"A-aku akan memberikanmu uang yang banyak jika kau membantuku"
"Ck.. ck.. ck.." laki - laki itu menggelengkan kepala.
"Bukan itu, uang? Perhiasan? Tidak berharga bagiku dear.." lanjutnya.
"Lalu apa maumu?"
"Biasanya mereka yang meminta bantuanku akan membayarnya dengan jiwa mereka" ucapnya santai.
"A-aapa maksudmu?"
"Mereka akan menjual jiwa mereka untuk aku makan dan sebagai gantinya aku akan memberikan apapun yang mereka inginkan"
"Memakan?"
"Ya, setelah mereka puas dengan apa yang mereka dapatkan, aku akan membunuh mereka dan memakan jiwanya sebelum ditentukan mereka akan ke surga atau neraka. Jadi, jika kau buat perjanjian itu denganku, jiwamu tak akan masuk surga maupun neraka.. karena aku akan memakanmu dan kau akan menghilang begitu saja"
"J-jadi.. apa yang bisa aku lakukan?"
"Kau tetap ingin melakukannya?" Aku mengangguk ragu, siapa yang pedui jika aku masuk surga maupun neraka? Jika jiwaku hilang begitu saja akan lebih mudah bagiku.
Pria tinggi itu mendekatkan dirinya kehadapanku, mendudukkan dirinya dengan lututnya sebagai tumpuan untuk menyamakan posisinya denganku. Mengapit daguku dengan kedua jarinya dan ditariknya wajahku untuk mendekat.
"Kau.. laki - laki?" Aku mengangguk cepat.
"Cantik sekali, aku suka matamu" ia meneliti seluruh wajahku dengan jarak yang semakin mendekat. Lalu ia jauhkan wajahnya dan melepaskan jarinya dari daguku.
"Bagaimana jika aku menawarimu perjanjian lain?"
"Perjanjian lain?" Aku mengerutkan dahiku tak mengerti.
"Perjanjiannya adalah.. aku akan memberikan semua yang kau mau dan kau membayarku dengan hidup bersamaku selamanya?"
"A-apa maksudmu?"
"Menjadi milikku, kekasih.. ah.. tidak, istriku mungkin?" Aku bersumpah melihat seringaian itu lagi diwajahnya tadi.
"Jika kau menolak, aku tidak bisa membantumu untuk mencapai tujuanmu" ucapnya.
"Ah.. dimana sopan santunku, pertama - tama, kenalkan, Namaku V, Lucifer, atau kau bisa memanggilku Taehyung, Kim Taehyung namaku didunia ini dan kau pasti seorang earl.. aku akan melayanimu dengan baik" Ia membungkukkan badannya sedikit. Lanjutnya
Tidak.. aku ingin mereka semua mati dengan cara yang lebih buruk dari apa yang mereka lakukan pada keluargaku.
"Baiklah, aku akan menjadi milikmu"
Ia mengukir senyumannya sangat puas akan keputusanku karena dendamku ini. Tiba - tiba ia merobek bajuku sehingga dapatku rasakan hawa dingin malam itu. Menatapku tajam seakan aku makanan yang sangat lezat dipandangannya. Ia memberikan aku sebuah pisau kecil berukirkan patung kecil. Sangat unik.
"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku.
"Robek telapak tanganmu sebelah kiri sampai lewat pergelangan tangan, pastikan darahnya keluar" ucapnya.
"Bukankah itu sama saja bunuh diri?"
"Jika pisau biasa dapat ku pastikan kau mati, tapj pisau itu berbeda" ucapnya.
Dengan mantap aku arahkan mata pisau itu menusuk kulit telapak tanganku sampai mengeluarkan bau anyir itu lalu kutarik dalam - dalam kearah pergelangan tanganku dan mencabut pisau itu dan melepaskannya ke lantai begitu saja. Ia mendekat kearahku, menyentuh cairan berwarna merah yang ada ditelapakku dengan tangannya.
"Sebut namaku, dan sebutkan keinginanmu saat aku meminum darahmu" ucapnya.
Ia mendekatkan bibirnya ke telapakku, menjulurkan lidahnya, dan mulai menjilati cairan yang ada disana. Rasanya dingin dan panas diwaktu yang bersamaan.
"Aku.. Jeon Jungkook dengan sadar membuat perjanjian ini, perjanjian yang aku bayar dengan menjadi milik Kim Taehyung selamanya, dan sebagai gantinya.. bunuh semua orang yang membunuh keluargaku tanpa terkecuali.. termasuk otak dibalik semua ini" ucapku.
Dan lingkaran satan itu terukir di telapak tangan kiriku sesaat setelah aku mengatakan janji itu. Bisa ku lihat warna matanya semakin menyala setelah lingkaan itu terbentuk. Ia mengangkat tubuhku dan didudukkannya aku diatas ranjang pojok kamar agar sedikit nyaman. Ia berlutut didepanku.
"Perjanjian dibuat" ucapnya dan setelah itu waktu seakan berputar kembali, dan orang - orang itu pun kembali bergerak.
"Siapa kau?!" Ucap pria tua itu.
"Jungkook, ku mohon tutup matamu, jangan membuka matamu sebelum aku menyuruhmu membuka matamu" ucapnya.
'DOORR!"
Pria tua itu menembakan pelurunya ke punggung Taehyung, dan jelas.. ia kebal dengan sesuatu macam ini. Aku bisa melihat keterkejutannya dilihat dari matanya.
Taehyung memberikan selimut kepadaku dan menutup tubuhku dengan selimut dengan erat, seakan takut aku kedinginan.
"Jungkook, tutup matamu.. ucapkan namaku" aku menurut untuk menutup mataku.
"Kim Taehyung, cepat selesaikan semuanya"
"Baiklah.. Jungkook" Ia mengecup keningku singkat lalu dapat ku rasakan langkahnya menjauh sedangkan aku hanya bisa mengerutkan keningku bingung. Apakah itu cara mainnya?
Dan setelahnya aku bisa mendengar suara tembakan bertubi - tubi, setelahnya.. aku mendengar suara sesuatu keras yang patah.. apakah itu tulang? Dan akh bisa mendengar teriakan dari beberapa orang untuk memohon ampun. Bau anyir itu memenuhi penciumanku, darah. Apakah dia berhasil membunuh mereka semua?
Kemudian langkah itu mendekat lagi kearahku dapat kurasakan tangan besar mengusap mataku.
"Apa kau perlu melihat hasil kerjaku untuk pertamakali sebagai bukti?" Ucapnya. Aku mengangguk pelan.
Mungkin ia melihat keraguanku tadi. Ku buka mataku perlahan dan tebak apa yang ku lihat? Mayat mayat yang dipaku pada tubuhnya didinding kamar dengan sangat cantik. Seketika perutku terasa mual, memuntahkan isi perut yang ada ke samping.
"Ah.. bukan salahku ya, kau yang mau.. aku hanya menawarkan" ucapnya sambil membersihkan mulutku dengan sapu tangannya.
"Ku pikir.. kau tidak akan tinggal disini lagi melibat kondisi rumah ini yang mengenaskan, jadi.. apa kau mau tinggal ditempatku?" Tawarnya.
"Kita belum selesai, apakah sudah mau ke neraka?"
"Hahahahaa.. tidak, aku juga punya tempat tinggal di dunia, kau tahu? Aku iblis modern" kekehnya. Aku mengangguk setuju.
"Lalu.. bagaimana dengan rumah ini?"
Aku tidak ingin melihat rumah ini lagi, tidak akan pernah.
"Keluarkan aku dari rumah ini, kuburkan tubuh orang tuaku dengan layak, setelah itu... bakar rumah ini" ucapku tegas.
"Baiklah.. Jungkook, tapi sebelum itu.. selesaikan perjanjian kita dahulu"
"Belum selesai kah?"
Ia membuka selimut yang tadi ia pasangkan ditubuhku, memposisikan tubuhku memunggunginya. Di sentuhnya lembut kulitku, mendekatkan wajahnya sehingga bersentuhan dengan tubuh belakangku. Bibirnya mulai terasa dileherku, dan aku merasakan sesuatu yang tajam menekan pelan leherku.
"AKKKKHHH!" Sial, pasti itu taringnya yang ia tanjapkan dileherku.
.
.
.
T.B.C
Vlienart
Ingin mendengar pendapat kalian, karena sepertinya memang fic ini agak2 'gimana', jadi.. lanjut atau delete?
