My Affair
Kalau temanya gak cocok dengan
kalian, tekan back ya.
Chapter 9
Sakura berusaha menjauh dari Neji. Tapi dengan mudah pria itu menarik tubuhnya dan mengurung tubuhnya di bawah kendali pria itu. Sakura memberontak saat Neji menarik bajunya hingga robek. Pedih yang Sakura rasakan bukan janya pada kulitnya yang tergores, tapi juga pada hatinya yang berusaha menyangkal hal buruk ini terjadi lagi padanya.
"Neji-kun... hiks... jangan... ku mohon" Suara Sakura sangat lirih di sela isak tangisnya. Neji telah menelanjanjangi tubuh bagian atasnya dan menyusuri kulitnya menggunakan lidah pria itu.
"Jangan merendahkanku Sakura. Kau melukaiku, sangat melukaiku saat aku menemukanmu di kota ini. Aku tak ingin, tapi bayangan kau bercinta dengan Naruto terus berputar di kepalaku!" Desis Neji dengan tatapan penuh amarah. Sakura menggeleng kuat-kuat. Naruto tidak akan melakukan itu. Neji boleh tidak mempercayainya. Tapi dia harus mempercayai Naruto. Bukankah mereka sudah lama saling kenal?
"Pria itu bahkan meninggalkan adiku demi KAU! bagaimana mungkin aku percaya kalian hanya BERTEMAN! Kau bahkan selalu lari padanya setiap ada masalah!" Jerit Neji tepat di wajah Sakura. Wanita itu memejamkan matanya ketakutan.
"Maaf. Maaf. Maaf" bisik Sakura lirih. Jauh lebih lirih dari isakanya. Sungguh sakura tak tau jika dia begitu menyakiti Neji. Perlahan cengkeraman Neji pada tangan Sakura mengendur dan terlepas. Tubuhnya yang setengah telanjang tiba-tiba bisa merasakan dinginya AC. Dengan takut-takut Sakura membuka matanya. Neji sudah tak berada di atasnya lagi. Pria itu duduk meringkuk di samping ranjang. Sakura melihat bahu Neji bergetar. Pria itu menangis. Karnanya.
"Neji-kun" panggil Sakura lirih. Wanita itu melilit tubuhnya dengan selimut dan beringsut mendekati Neji.
"Neji-kun" panggil Sakura lagi. Lebih lirih, karna kali ini Sakura duduk tepat di samping suaminya.
"Maaf. Maaf Sakura. maaf" Sakura merasa akan mati melihat keputus asaan tergambar jelas di manik amethys suaminya. Apa yang sudah dia lakukan? Apapun itu Neji terluka karnanya.
"Maaf. Aku selalu menyakitimu. Maaf" bisik Neji lagi. Sakura miris melihat wajah Neji yang penuh air mata. Dia sangat ingin berteriak memaki Neji karna berkali-kali menyakitinya. Tapi apa? Sakura juga bukan wanita teraniaya dan tak berdaya. Sakura telah melakukan hal buruk di belakang Neji. Mereka sama-sama saling menyakiti.
"Kau tau. Orang tuaku tak bersikap baik lagi padaku sejak aku menikahimu" Sakura tau. Meski berkali-kali orangtua Neji menyalahkanya, pastilah mereka juga marah pada putranya yang dengan bodohnya menikahi Sakura. Menghidupi Sakura bukan hal mudah bagi Neji saat sulit mendapatkan pekerjaan karna campur tangan orang tuanya.
"Aku hanya memilikimu. Tak ada yang lain. Aku mohon..." Neji menangkup wajah Sakura dan menempelkan kening mereka. Nafas Sakura makin sesak karna dapat mendengar jelas isakan prianya, suaminya.
"Aku mohon jangan membuatku selalu ketakutan. Jangan membuatku selalu takut kau akan meninggalkanku" Bisik Neji parau. Jantung Sakura terasa berhenti. Wajah Sasuke berputar di kepalanya hingga terasa menyakitkan. Bagaimana ini? Tegakah Sakura membiarkan Neji Hancur?
"Berjanjilah padaku Sakura. Berjanjilah padaku kau tak akan pernah meninggalkanku" bisik Neji menuntut. Sakura terdiam. Bagaimana bisa dia berjanji pada Neji sedangkan ada pria lain di mimpinya. Ada sosok lain yang sangat di dambanya. Tapi dia juga tak bisa mengabaikan Nejinya, hidupnya selama ini.
"Berjanjilah!" suara lirih dan putus asa Neji bagaikan belati yang menghujamnya tanpa henti. Mana yang harus di dahulukan? Yang di inginkan atau kemungkinan terbaik?
"Neji-kun" Sakura bagai tanpa daya saat menyebut nama suaminya. Ada nama lain yang selalu di sebutnya di dalam hati. Ada aroma lain yang selalu ingin di hirupnya. Ada tubuh lain yang selalu ingin di rengkuhnya.
"Hm?" Neji mengecupi lembut wajah Sakura.
"Biarkan aku pergi" bisikan Sakura membuat tubuh Neji menegang. "Biarkan aku pergi memastikan sesuatu" bayangan Sasuke bagai air bah yang membanjiri pikiran Sakura Saat ini.
"Apa... apa yang ingin kau pastikan Sakura? Tidak. Kau tidak boleh meninggalkanku. Jangan tinggalkan aku" Neji memeluk Sakura erat. Pandangan Sakura memburam. Dia tak lagi bisa menetahui penyebab sesak nafasnya karna pelukan Neji atau hal lain. Nejinya seperti tidak bisa bertahan tanpanya. Sasukenya mungkin bisa tanpanya. Tapi... Apa yang di inginkanya? Sakura membalas pelukan Neji sama eratnya. Wanita itu berharap dengan ini luka hatinya akan berkurang. Dia tak sanggup lagi menanggung semua ini. Dia harus memilih. Sekarang. Meski dia akan terpuruk tanpa bisa bangun lagi, Sakura akan tetap memilih sekarang.
Sakura membuka matanya. Lagi-lagi dia tertidur karna lelah menangis. Seperti sudah menjadi kebiasaan saja. Tak ada Neji di sampingnya tapi ada bau masakan. sepertinya suaminya itu sedang dalam mode memanjakanya. Sakura menggelengkan kepalanya berusaha membuatnya fokus pada apa yang harus di lakukanya. Sakura meraih ponselnya yang ternyata masih ada di saku pakaianya. Hanya saja dalam keadaan mati. Sakura menghidupkan ponselnya dan mendesah ketika banyak mendapatkan pesan bernada khawatir dari Naruto dan Sasuke.
Naruto melarangku mencarimu. Dia bilang kau dan Neji membutuhkan waktu. Aku harap aku tak melakukan kesalahan dengan menuruti si kuning itu.
-Sasuke
Sakura tersenyum melihat pesan terakhir Sasuke. Pria ini selalu bisa membuatnya tersenyum. Bahkan hanya dengan pesanya. Apakah ini merupakan satu alat bantu baginya untuk menentukan apa yang harus di lakukanya? Sakura meletakan ponselnya dan bergegas ke kamar mandi. Senyumnya terkembang melihat pakaian yang di siapkan Neji untuknya. Pria itu selalu manis setelah pertengkaran mereka. Senyum Sakura berubah sedih.
Neji menyambut Sakura dengan senyum menawan di meja makan. Pagi yang indah. Sakura dan Neji makan tanpa melakukan banyak percakapan. Ketenangan ini melenakan bagi Sakura. Aura lembut melingkupi suaminya menularkan senyum padanya.
"Neji-kun" panggil Sakura saat mereka selesai dengan sarapanya. Neji menatap Sakura bertanya. Senyum pria itu masih terukir membuat Sakura merasa sangat buruk.
"Aku... mencintai Sasuke-kun" Sakura berusaha menguatkan hatinya apapun yang terjadi.
"Kau hanya mencintaiku Sakura. Hanya aku dari dulu hingga sekarang" wajah Neji mengeras. Di matanya api kemarahan berkilat-kilat seolah akan membakar Sakura. Sakura meremas pakaianya berusaha menenangkan dirinya yang ketakutan.
"Aku... sungguh..."
"Kau hanya kesepian karna aku tidak ada. Karna itulah kau bersama Naruto dan Uchiha sialan itu. Kau hanya butuh aku bersamamu dan kau bisa meninggalkan mereka" Sakura bagai di tikam tepat di jantungnya. Ucapan Neji sama dengan Hinata. Seperti itukah dirinya di mata orang-orang? hanya sosok wanita kesepian. Tidak bisakah mereka menerima bahwa dia benar-benar jatuh cinta? Sungguh Sakura tak tahu lagi bagaimana menjelaskan perasaanya. Apapun yang di lakukanya hanya akan berakhir dengan kesalahan. Jadi bisakah Sakura melakukan kesalahan terakhir tanpa memikirkan luka orang lain?
"Mungkin kau benar" Nada bicara Sakura berubah dingin. Sama dengan wajahnya yang kini mengeras tanpa ekspresi. "Apapun sebutanmu padaku, pada apa yang ku lakukan... Aku hanya akan meminta perceraian padamu. Ceraikan aku" Sakura melihat tubuh Neji mematung. Mulut pria itu kerkatup rapat.
"Tidak. Aku sudah tak bisa melepaskanmu" Ucap Neji kaku.
"Neji-kun..."
"AKU BILANG AKU TAK BISA MELEPASKANMU!" Neji berdiri dan menggulingkan meja makan hingga peralatan makan yang ada di atasnya berhamburan dan sebagian pecah berserakan di lantai. Sakura terjengkang dari kursinya karna terkejut. Sakura sudah sering melihat Neji yang hilang kontrol, tapi dia tetap tak bisa bersikap biasa. Neji terlihat begitu menakutkan di matanya.
"Kenapa kau hanya memikirkan keinginanmu? Kenapa kau tak memikirkan tentang kita! Tentang aku!" Geram Neji. Benarkah? Apa dia seperti itu? Tapi kenapa Sakura masih tidak bahagia? Kenapa semuanya tak pernah seperti yang di inginkanya?
"Aku... tidak... aku..." Sakura kesulitan menyusun kata-katanya. Meski dia menahanya isakan tetap lolos dari bibirnya. Kepalanya tak bisa memikirkan cara menghadapi situasi ini.
"Aku lebih rela kau mati daripada kau jadi milik orang lain. Sampai kapanpun aku tak akan melepaskanmu" desis Neji tepat di depan wajah Sakura. Ponsel pria itu berbunyi, membuatnya meninggalkan Sakura yang gemetar. Sakura menatap Neji yang berbicara dengan seseorang di telepon. Neji tak akan melepaskanya. Ucapan itu berputar di otaknya bersamaan dengan bayangan Sasuke. Begitu sulit menggapai keinginanya. Otaknya mencari berbagai cara agar keinginanya tercapai. Jika Neji mengatakan dia selalu egois, maka dia akan menjadi seperti yang Neji katakan.
"Pekerjaan sialan" umpatan Neji sama sekali tak menarik perhatian Sakura. Neji lebih suka jika dia mati. Maka dia akan mati untuk Neji. Perasaanya tak akan mudah terluka lagi karna Neji. Dia tak akan menganggap pria itu lebih berarti dari dirinya. Setidaknya itu tekadnya saat ini. Jangan pikirkan akan berhasil atau tidak.
"Aku pergi. Kau akan tetap di sini" Neji masuk ke kamar untuk mengganti pakaianya. Sakura cepat-cepat menghapus air matanya dan berlari keluar apartemen Neji. Dengan buru-buru dia mencari nama Naruto di kontak listnya. Tapi saat panggilanya terhubung dia ingat kata Sasuke bahwa dia hanya harus menghubungi pria itu. Sakura memutus panggilanya sebelum di angkat. Dia beralih menghubungi Sasuke, prianya.
"Sasu...jemput aku" Sakura tak menunggu jawaban Sasuke. Dengan panik dia menekan tombol menutup lift saat mendengar teriakan Neji memanggilnya. Sakura sedikit lega saat pintu lift tertutup sebelum Neji menggapainya.
Sakura keluar dari gedung puluhan tingkat itu dan berlari menjauh. Dia tak mengenal daerah ini. Kini dia merasa sangat konyol, meminta jemput tapi tak memberi tahu lokasinya. Bahkan sekarangpun dia tak tahu akan kemana. Sementara itu Neji terlihat semakin dekat di belakangnya.
"Sebenarnya apa yang ku lakukan?" Bisik Sakura. Nafasnya sudah memburu karna kelelahan. Dia merasa seperti anak sekolah yang marah pada pacarnya. Cara ini sungguh konyol dan menjengkelkan. Tapi Sakura tak bisa memikirkan cara lain yang lebih elegan dan dewasa.
"Sakura. Jangan lari. Aku tak akan membiarkanmu pergi" Sakura menoleh dan makin panik saat Neji hanya beberapa meter di belakangnya. Tak ada yang di pikirkanya lagi selain nekat menyebrang jalan yang terbilang padat kendaraan. Itu wajar di jam seperti ini, saat semua orang berangkat ketujuan masing-masing.
"Maaf. Maaf" teriak Sakura saat bunyi klakson dan rem bersahutan karna ulahnya. Sakura menoleh ke belakang, Neji memandangnya khawatir sekaligus tidak percaya. Tatapan Sakura menyendu. Tapi dia tak akan membiarkan pikiranya goyah lagi. Dia sudah bertekad kembali ke konoha dan menemui keluarga Neji. Sakura tak akan memikirkan apa yang akan terjadi padanya. Dia hanya berpikir kemungkinan orang tua Neji akan membantunya berpisah dari putra mereka. Kalau boleh berasumsi harusnya mereka senang dengan keputusan Sakura ini.
Tiiiiiin. Ciiit. Brak. Sakura menoleh saat mendengar suara ramai di belakangnya. Tubuhnya membeku saat melihat Neji tersungkur. Kilasan masa lalu hilang timbul di kepala Sakura. Pemandangan tak menyenangkan yang Neji alami bercampur dengan kenangan kecelakaan ibunya. Air mata Sakura jatuh satu-satu hingga mengalir bak anak sungai.
"Jangan lagi. Jangan hukum aku lagi. Aku tak Sanggup" bisik Sakura pilu. Sakura tak sanggup jika ada yang terluka atau sampai meninggal karna dia. Sakura akan mati jika dia mengalami hal ini lagi. Tubuhnya masih terpaku saat Neji mengabaikan pertolongan orang-orang dan berjalan tertatih menghampiri Sakura.
Mata Neji memelas menatapnya. Terlihat cairan merah pekat di kepala dan beberapa bagian tubuhnya. Tangan pria itu terulur menggapai Sakura yang masih saja diam.
"Kau membunuhku jika meninggalkanku, Sakura" Telapak tangan Neji meraih wajah Sakura yang basah karna air mata. "Jangan tinggalkan aku. Kau tau aku sangat mencintaimu. Aku sangat membutuhkanmu" Sakura terisak mendengar nada memelas Neji. Pria ini memohon padanya. Sebegitu berhargakah dirinya bagi Neji. Kenapa Neji terlalu terikat padanya. Sakura tak bisa menahan tangisanya. Neji memeluk Sakura erat meredam raungan pilu istrinya. Hati Sakura bagai hancur berkeping-keping saat melihat Sasuke dan Naruto menatapnya di seberang jalan. Tapi fokusnya pada pria berambut raven. Pria itu tersenyum padanya. Senyum terluka Sasuke membuatnya meraung keras. cengkeraman Sakura mengerat pada baju Neji. Sasuke. Neji. Dua nama yang membuatnya menanggung luka dengan caranya masing-masing. Sakura menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Neji saat Sasuke dan Naruto pergi. Inikah akhirnya? Jika ini akhirnya, bolehkah dia menyebutnya sebagai akhir yang buruk?
Sakura memaksakan senyumnya memandang wajah tenang Neji yang terlelap karena pengaruh obat. Perban melilit kepala dan beberapa bagian lengan dan kakinya. Sakura meyakinkan dirinya bahwa ini yang terbaik... bagi Neji. Lalu bagaimana denganya? Dengan Sasuke? Sakura menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh memikirkan apapun. Biarlah jika memang ini akhirnya. Sakura hanya akan berusaha baik-baik saja.
Hari berlalu dengan sangat lambat dan menyakitkan bagi Sakura. Neji yang mengantarnya kembali ke konoha. Pria itu berjanji akan mengurus kepindahan Sakura ke Ame. Neji bilang dia akan memastikan Sakura mendapatkan pekerjaan yang Sakura sukai. Dan Sakura tak berpikir meragukan suaminya dalam hal ini. Sakura tahu, Neji akan melakukan yang dia katakan.
Sakura merasa menderita menjalani hari-harinya. Tak ada Neji. Bahkan Sasuke tak lagi menemuinya setelah kejadian di Ame. Sakura tak tahu posisinya bagaimana saat ini. Wanita itu seperti tersesat. Tak bisa menentukan tujuan hidupnya. Saat dia datang pada Naruto beberapa hari yang lalu, sahabatnya itu mengatakan agar Sakura melakukan apa yang memang di inginkanya. Tak perlu mempertimbangkan apapun. Naruto bilang, buatlah kesalahan yang pantas Sakura sesali. Dari pada Sakura menyesal karna tidak melakukan apapun. Sakura tahu. Dia bahkan sangat tahu maksud kata-kata Naruto. Tapi melakukan hal yang pasti di sesali butuh sebuah keberanian besar.
Genap seminggu sudah Sakura selalu melihat dari balik gorden jendela rumahnya sosok yang sangat di rindukanya. Sasuke selalu berdiri bersandar pada mobilnya di seberang jalan rumah Sakura tiap malam. Pria itu masih ada untuknya. Masih mengharapkanya meski Sakura sudah melukainya. Sakura meremas dadanya yang terasa tersayat oleh sesuatu yang tak kasat mata. Dia sangat merindukan senyum pria itu. Prianya yang tak bisa memilikinya. Prianya yang terluka karnanya.
Ucapan sampai jumpa mengakhiri pertemuanya dengan murid-muridnya. Sakura melangkah gontai menuju halte. Dia hanya duduk di sana membiarkan bus lewat begitu saja. Pandanganya kosong. Segala yang pernah terjadi antara dirinya dan Sasuke di halte ini berputar di kepalanya. Hanya sebuah kenangan tapi mampu menghidupkan sel-sel di tubuh Sakura. Air mata Sakura menetes seiring senyum manis yang terkembang di bibirnya. Ternyata pertemuan singkat dengan Sasuke mampu menciptakan banyak kenangan dan perasaan.
Hari berikutnya masih sesulit hari-hari yang terlewati. Sakura tersenyum melihat Gaara dan Rei menyapanya. Perasaan canggung tak lagi mampu mengubah keadaan Sakura yang bagai kehilangan semangat hidup.
"Hyuuga-san, apa kabar?" Nada bicara Gaara masih seramah dulu. Namun Sakura tak menyangkal ada yang berbeda di mata pria itu.
"Seperti yang kau lihat. Aku baik" sahut Sakura seadanya.
"Ku pikir terlalu jauh dari keadan baik" entahlah itu sindiran atau apa. Sakura tak punya cukup ruang di kepalanya untuk memikirkanya.
"Ayah. Kakek akan terlalu lama menunggu jika kita tak cepat pulang" rengek Rei. "Dah sensei" Sakura hanya tersenyum seadanya pada bocah yang terlihat tak sabar bertemu dengan kakeknya itu.
"Jika kau tak berakhir baik dengan keduanya, kau bisa jadikan aku pilihan ketiga" Sakura menatap Gaara tak mengerti. Sementara pria itu hanya mengangkat bahunya sembari tersenyum aneh Sebelum masuk mobil bersama Rei meninggalkan tempat itu.
Cukup lama Sakura berjalan Sambil berfikir. Lalu senyum sinisnya mengembang saat mengerti maksud gaara tadi. Hanya sebatas itu dirinya di mata orang. Hanya sebatas wanita yang haus belaian pria. Sakura terkekeh padahal air matanya mengalir. Dia mengasihani dirinya sekarang. Perlahan isakan kecil Sakura terdengar. Bahunya bergetar menahan isakanya agar tak di dengar siapapun yang melewatinya.
"Jika kau begitu menderita seharusnya kau datang padaku" Sakura mengangkat wajahnya memandang sosok yang berdiri di hadapanya dengan tatapan sendu. Tidak lagi, Sakura mohon. Wanita itu cukup sadar betapa dia sangat menyakiti Sasuke. Dia semakin terluka jika melihat wajah pria itu mengkhawatirkanya.
"Maaf. Maaf. Aku... hiks... baik-baik saja" Sakura mengusap air matanya tapi tak bisa menghentikan isakanya. Sasuke hanya diam menatapnya. Sakura tidak tahu apa yang ada di pikiran pria itu. Tapi sudut hatinya menghangat melihat Sasukenya masih perhatian dan baik hati padanya. Sakura tidak tahu dia harus menahan perasaanya atau menunjukanya.
Sakura melangkah melewati Sasuke sembari masih berusaha menghapus air matanya. Sakura tak ingin jadi wanita jahat yang memanfaatkan kebaikan Sasuke. Sasukenya. Sakura mendengar suara langkah mengikutinya. Sasuke tidak melakukan apapun, hanya mengikutinya. Saat dia duduk di halte, Sasuke duduk di sudut lain bangku halte. Sakura meremas tanganya gelisah. Apa yang dilakukan pria itu dengan mengikutinya? Apa yang ingin di pastikan pria itu? Sakura masuk ke dalam bus yang akan membawanya pulang. Sudut matanya mencari-cari pria itu saat sudah mendapatkan kursi. Ada. Sasuke ada di sana. Pria itu berdiri sendirian. Sakura melirik kursi kosong di sampingnya. Sakura menghela nafas berat tidak yakin dengan maksud pria itu.
Saat Sakura turun, Sasuke juga turun. Pria itu masih mengikuti Sakura. Masih menjaga jarak. Langkah Sakura melambat, dia menggigit bibirnya gelisah. Banyak. Sangat banyak yang ingin ia lakukan dengan pria itu. Sangat banyak yang ingin ia katakan pada pria itu. Sudut mata Sakura melirik ke belakangnya. Perasaanya membuncah menginginkan pria itu. Sakura sangat merindukanya. Air mata Sakura mengalir lagi. Bolehkah?
Sakura menghentikan langkahnya. Suara langkah pria di belakangnyapun ikut berhenti. Sakura menarik nafas panjang. Ada ketakutan besar yang menggelayut di hatinya. Satu langkah Sakura lakukan dengan ragu-ragu. Sakura mendengarnya, Sasuke juga melakukan satu langkah lambat. Dua langkah, Sakura mulai terisak lagi. Nafas wanita itu terasa sesak. Tiga langkah, Sakura berhenti. Wanita itu berbalik. Sasukenya ada di sana. Sangat dekat. Masih memandangnya. Tergugu Sakura berlari cepat ke arah Sasuke. Tubuhnya menubruk Sasuke yang langsung memeluknya erat, seperti dia. Beberarapa menit mereka berdiam menikmati wangi yang mereka rindukan. Sakura terisak semakin menenggelamkan dirinya di pelukan Sasuke. Dia bisa merasakan pria itu mengecup puncak kepalanya berkali-kali.
"Hei hei jangan menangis begitu. Kita jadi seperti pemeran utama di film india" bisik Sasuke tepat di telinga Sakura. Sakura memberengut dan mendorong Sasuke kasar. Ternyata pria ini masih menyebalkan. Sakura merasa konyol terlalu banyak berpikir hanya untuk memeluk pria menjengkelkan ini.
"Apa? Wajahmu cepat sekali berubah. Padahal aku sangat suka saat melihatmu berlari dari sana untuk memeluku" Sakura menggeram mendengarnya. Dia tau itu kenyataan, tapi sangat memalukan jika dibicarakan.
"Sasuke-kun!" Jerit Sakura tak suka.
"Aku merindukanmu" Sasuke menangkup wajah Sakura dengan kedua telapak tanganya. Sakura masih menatap sebal Sasuke meski wajah pria itu terlihat sangat lembut. Bisa saja pria ini cuma ingin menggodanya.
"Sangat merindukanmu" Bisik Sasuke lebih dalam dan membuat hati Sakura terenyuh. Sakura juga sangat merindukan pria ini. Sakura tersenyum saat Sasuke mengecupnya lembut. Sekilas. Senyum lebar Sakura dan Sasuke tak bisa mereka tahan. perasaan membuncah dan bahagia memenuhi tiap inci hati mereka. Sakura memejamkan matanya saat Sasuke menciumnya. Lembut dan menggoda. Mengantarkan getaran menyenangkan keseluruh tubuh Sakura. Sensasi nikmat nan menghanyutkan tak bisa Sakura pungkiri. Dia merasakan itu dengan sangat nyata. Lumatan Sasuke begitu memabukan. Seolah menjadi candu bagi Sakura yang membuat Sakura enggan menyudahi ciuman ini.
"Kau begitu menginginkanku hm?" Ucap Sasuke menggoda di bibir Sakura. Sakura membuka matanya yang langsung menatap sebal Sasuke. wanita itu tidak bisa memundurkan kepalanya karna tangan Sasuke yang menangkup wajahnya.
"Sungguh aku akan melepasmu jika kau menginginkanya" Sakura menatap Sasuke yang bicara dengan Nada serius. Onix pria itu bagai menembus emeraldnya. "Tapi berjanjilah padaku, kau akan bahagia. Berjanjilah kau tidak akan menangis lagi" Mata Sakura berkaca-kaca mendengar ucapan Sasuke. Pria ini begitu memperdulikanya. Padahal jika Sakura jadi Sasuke, dia akan sangat marah karna Sakura menyakitinya. Sakura sudah jahat dengan menarik ulur hatinya. Sakura tak pernah mementingkan Sasuke. Tapi kenapa pria ini masih mengkhawatirkanya?
"Aku mencintaimu. Aku akan melakukan apapun agar kau tetap tersenyum. Jadi katakan padaku, apa yang harus ku lakukan?" Air mata Sakura bagai sungai beraliran deras. Tubuhnya bergetar memikirkan tentang dia dan Sasuke. Tentang mereka. Apa yang Sakura inginkan? Pria ini bilang akan melakukan apapun untuk Sakura.
"Katakan padaku jika kau sudah tahu apa yang kau inginkan" Sasuke mengecup lagi bibir Sakura sekilas. Lalu pria itu mulai melangkah meninggalkan Sakura.
Apa yang Sakura inginkan? Apa yang Sakura inginkan? Jangan pikirkan orang lain. Jangan pikirkan apapun. Hanya apa yang paling Sakura inginkan sekarang. Sakura menatap punggung Sasuke yang sudah berjarak beberapa meter darinya. Terserah jika dia membuat kesalahan yang lebih besar. Bolehkah jika kali ini dia butuh bantuan?
"Sasuke-kun" Sasuke berhenti mendengar panggilan lembut Sakura. "Aku tak bisa pergi sendiri dari Neji-kun. Bisakah?" Emerald Sakura menatap penuh harap pada punggung pria di depanya. " Bisakah kau membawaku bersamamu? Pergi jauh dari Neji-kun. Bisakah kau membuatku terlepas dari Neji-kun?" Lagi. Air mata Sakura mengalir deras. Tidak apa-apa jika Sasuke tidak mau. Dia akan kecewa, pasti. Tapi dia sudah banyak mengecewakan pria itu berkali-kali. Jadi tidak apa-apa. Sakura hanya... hanya... Naruto, mungkinkah ini hal yang pantas Sakura lakukan dan sesali jika memang akan berakhir buruk nantinya? Harusnya Sakura tak khawatir karna hampir semua yang dia lakukan adalah hal buruk.
Jantung Sakura berdetak kencang saat Sasuke berbalik dan menatapnya. Sakura berusaha bertahan saat emeralnya bertemu dengan onix tajam Sasuke. Tubuh Sakura bergetar menanti jawaban pria itu. Apa yang di mintanya memang merugikan Sasuke. Dia memang egois. Tapi pria itu yang memancingnya untuk berbuat egois. Jadi salahkah jika Sakura berharap?
TBC
Kayaknya chap depan bakalan jadi chap terakhir Neji dan Saku. Tapi kalo kepanjangan ya jadi chap depanya lagi. Entahlah ff ini susah-susah mudah. Mulai chap ini udah g ada gambaranya sih. Jadi kudu mikir. Sudahlah. Lupakan keluh kesahku. Thanks buat yang fav, fol n review... Tanpa kalian menulis tak kan menyenangkan. Aku mencintai kalian.
Salam Ai.
