Bokuto Kotarou X Akaashi Keiji

WARNING - PWP

zTa

oOo

"Aku pastikan misiku kali ini berhasil." dengan jersey merah dan kausnya hitam. Pemuda tinggi berdiri di depan sebuah kedai ramen sedang sibuk dengan telepon genggamnya. Suara samar tak jelas dari teleponnya tak bisa didengar siapapun kecuali si empunya.

Melihat gerak-gerik aneh siswa SMA itu membuat beberapa siswa dari sekolah lain sesekali memperhatikannya. Ia Nampak mencurigakan sekali.

"Ah?" baru saja, Tetsurou selesai dengan panggilannya yang bisa terlihat jelas di layar sentuh ponselnya ia baru saja menghubungi temannya yang akan sangat mendukungnya untuk melakukan hal semacam ini. Maka sore itu di waktu yang sama ia berpapasan dengan teman bermain voli dari SMA lain yang kebetulan juga menuju kedai sederhana itu.

"Yo Bro! Apa yang kau lakukan di sini?" ia tersenyum seperti biasa, bukan tanpa maksud ia melihat temannya tersebut dengan setter klub volly Sekolah Fukuroudani yang selalu nampak tak bersemangat.

"Bro! Aku sedang ingin makan Ramen! Apa yang kau lakukan seperti seorang penguntit? Kau menyembunyikan sesuatu" Bokuto memandang heran pada kapten tim dari sekolah lain itu. Menelisik mencari tahu apa yang tak ingin ia katakan.

Jam menunjukan sudah pukul 4 sore, matahari masih terlihat jelas menuju barat. Sambil senyum-senyum aneh seperti biasanya Kuroo seperti memberi isyarat dengan siapa Bokuto pergi hari ini.

"Kau selalu bersama dengannya, sebenarnya apa hubungan kalian?" telisik dari tatapan yang menggoda seakan menggoda lelaki bermata bundar burung hatu itu untuk merasa malu.

"Kau lama sekali!" suara pelan dari arah pintu masuk membuat Kuroo sadar ia meninggalkan teman kecilnya itu di dalam kedai sendirian. "Yo! Kenma… Sudah memesan sesuatu?" Ia menuju kursi yang sudah ia tempati sejak tadi. Sebuah meja panjang dengan bangku-bangku cukup tinggi berhadapan langsung dengan dinding. Tidak memilih tempat lain, Akaashi duduk di samping seorang siswa tahun ajaran kedua Nekoma yang sedang sibuk dengan gadgetnya. Rambut yang di cat blonde itu sudah mulai memanjang tubuhnya paling kecil diantara mereka saat itu.

"Hmm?" mendapati dirinya di perhatikan Kenma segera sadar. Lelaki berambut hitam sedikit acak-acakan dengan tatap tanpa antusias itu segera ia kenali.

"ku tak menyangka akan bertemu denganmu di luar camp! Mungkin kita memiliki suatu ikatan bro!." Bokuto membuka pembicaraan dengan semangat, tak ada kata-kata dari pemuda yang di sibukan gadgetnya. Ia tak ingin bicara, itu menambah keributan setelah dua orang yang nampak tidak berguna itu sedang bersendau gurau.

"Silahkan Ocha nya…" pegawai lelaki dengan pakaian cokelat seragam rumah makan tersebut menyajikan ocha baru untuk dua tamu yang baru datang itu.

"Kau bilang kau ingin ke toilet. Aku akan menjaga barang di sini." Kuroo memberi isyarat pada Kenma yang baru saja bilang ia tak ingin ditinggal sendirian berlama-lama karena ingin ke kamar kecil.

"Hm…" tidak mengatakan apapun, ia meletakan ponselnya di tas dan beranjak dari kursinya.

"Ah benar, aku akan ke sana juga. Bokuto San, pesankan aku yang sama denganmu ya." Akaashi menyusul mengikuti siswa tahun ajaran kedua SMA Nekoma itu. Bokuto sedikit ragu, ia tak yakin Akaashi akan menyukai seleranya.

"Hah, bagaimana pertandinganmu hari ini? Pasti sangat mudah bagimu kan?" Bokuto meminum minumannya dengan tenang ingin mencari tahu perkembangan klub voli teman bermainnya saat di camp olahraga. Kuroo nampak sedikit sombong sekarang, ia tak perlu malu mengatakan semuanya selama ia terus mendapat kemenangan "-ah. Kami terus maju ke semi final. Ngomong-ngomong bagaimana perkembangan hubunganmu mu?" Kuroo turut meneguk minumannya. Sambil mengeluarkan beberapa benda dari sakunya berusaha mencari sesuatu.

Bokuto masih diam memperhatikan gerak-gerak pemuda ini sejak tadi. Merasa perilakunya mulai mencurigakan lelaki berambut terang itu menegurnya.

"Kau memberikan obat tidur untuk Setter kecil mu itu?"

Kuroo biasa saja dengan ucapan Bokuto yang sedang memergoki melakukan sebuah dosa. Dari botol kecil itu baru setetes yang ia tuang ke minuman ringan teman mainnya itu.

"Lebih menantang lagi, ini adalah Aproshidiac- kau ingin mencobanya? Untuk Akaashi….. kun" sambil berbisik dengan ekspresi setengah iblis merayu Bokuto yang bias saja terlena untuk melakukan kecurangan seperti itu. "Aku tidak butuh itu, Akaashi sangat- Ups" Segera setelah terlambat menyadari mulut besarnya ia menggelengkan kepala. "AKu adalah pria yang akan mencintai dengan benar." Bokuto mengepalkan tangan seakan menunjukan pendiriannya.

"He…. Jadi kau dan dia memang berkencan ya, lucu sekali kapten dan setter.." Kuroo tertawa kecil berniat melanjutkan kejahatannya.

"Apa kau tidak bercermin. Sebaiknya jangan lakukan itu." Bokuto masih berusaha memperingatinya sambil menahan tangannya. "Kau pasti tidak memperhitungkan dosisnya dengan tepat,-" Bokuto berusaha menahan pergelangan tangan Kuroo yang belum sempat melanjutkan aksinya. "Bagaimana jika ketahuan?" Kali ini Bokuto benar-benar merasa takut, menjadi saksi tindakan tersebut.

"Kuperingatkan kau, ini hubungan ku. Aku hanya ingin melakukan sedikit Varias-" ucapan Kuroo belum selesai, Bokuto yang masih menahan tangan Kuroo sekuat tenaga dan si pelaku yang masih yakin untuk meneruskan tindakannya.

"Bokuto San? Ada apa?" Tertangkap tangan saling berpegangan tangan dengan kapten tim lain membuat Bokuto kaget melepas tangan Kuroo dengan cepat.

"Kau kami hanya berjabat tangan." sambil senyum canggung salah tingkah. Bokuto menggaruk kepalanya yang tak gatal membiarkan Akaashi duduk di mejanya. Tak lama setelahnya Kenma datang dan segera memeriksa gadgetnya lagi. Maka Bokuto yang terus memperhatikan mereka tak heran, mungkin Si kucing hitam mesum itu kurang mendapat perhatian dari teman kencannya ini.

"Hah- panas. Aku haus sekali." Kenma tidak melihat-lihat. Ia hanya mengambil ocha yang terlihat paling menyegarkan tepat di samping tanganya.

"Eh? Itu milikku." Akaashi hanya pasrah melihat kecerobohan anak lelaki yang paling kecil di antara mereka yang selalu terlihat tak bersemangat. "Hmpp…" tidak merasa bersalah, Kenma harus minta maaf.

"Kau ambil saja punyaku aku belum meminumnya. Kita tukaran saja ya.."

Maka dengan jalan tengah itu kejadian yang tak bisa di elakan baik oleh Kuroo atau Bokuto yang hanya diam menganga tak melontarkan sepatah katapun. Melihat segelas minuman hijau muda itu diteguk sampai habis karena Akaashi juga terlalu haus selama perjalanannya ke sini.

Bokuto menelan ludah, Kuroo menggertak gigi merasa bersalah namun tak bisa berkata-kata, paling tidak besok ia bias tahu hasil kerja obatnya dengan mengorbankan pasangan ini. Ia mengutuk dirinya sejadi-jadinya, "ah, kau haus sekali ya…" Kuroo nampak menyembunyikan sesuatu membuat Kenma yang hanya sepintas menatapnya jadi curiga. Bokuto masih melongo, jika ia mengatakan apa yang terkandung dalam minumannya pasti ia akan dimarahi. Akaashi yang biasanga sedikit mengabaikannya bias lebih buruk lagi. Tindakan paling aman adalah berpura-pura tidak tahu.

"Silahkan pesanannya." Suara manis pelayan wanita memecah suasana. Kuroo dan Bokuto masih membatu, menghabiskan makanan mereka tanpa kata-kata. Tentu saja Kenma dan Akaashi segera mengetahui perilaku aneh mereka berdua yang tadinya sangat berisik menjadi begitu tenang.

Jadi jika sesuatu yang direncanakan mengalami kegagalan atau salah sasaran. "Maaf, tapi kau tak bisa membiarkan Akaashi berkeliaran mencari laki-laki lain malam ini." sebuah pesan singkat dari Kuroo masuk ke telpon genggam Bokuto.

Lelaki bertubuh tegap dengan lengannya yang nampak atletis itu menutup slide ponselnya.

"-siapa?" wajah polos Akaashi yang sedang dalam mood baiki itu membuat Bokuto tak berkutik. Ia hanya tersenyum menyembunyikan situasi yang sebenarnya.

"Hanya teman lama, ngomong-ngomong malam ini rumahmu? Rumahku atau…" Bokuto melanjutkan makannya yang belum selesai. Sementara Akaashi menatapnya sedikit kesal, itu bukan pertanyaan yang boleh ditanyakan ditempat umum begini.

"Aku saja, kerumahku saja oke… Kita bicarakan strategii untuk besok." Seperti menyadari arti tatap dari manik hitam jernih itu dan menuruti keinginannya.

Sampai di sebuah persimpangan mereka mengambil arah yang berbeda. Sekali lagi Kuroo menjabat tangan Bokuto dengan sangat yakin, ia ingin menangis rasanya gagal lagi membuat Kenma jatuh kepadanya malam ini. Bokuto sudah tak tahan membayangkan Akaashi begitu manis dan sebenarnya nampak seperti tipe penggoda saat mereka hanya berdua. "Semoga kau berhasil lain kali." Bokuto menatap tegas seakan ada api membara di matanya, entah maksud berterimakasih atau siap maju bertempur.

"Sampai jumpa!" Kenma membalas lambaian tangan Bokuto yang perlahan menjauh dan menghilang di persimpangan jalan selanjutnya. Kenma kembali fokus pada ponselnya yang terus ia genggam selepas makan ramen bersama. "Kau kelihatan aneh? Apa yang kau dan Bokuto lakukan?" Kenma menangkapnya dengan cepat bertanya ke inti masalah.

"Hah, ini hanya hal bisa dimengerti oleh kapten sebuah tim. Sebaiknya kau persiapkan dirimu." Kuroo mengusap pelan kepala Kenma sambil melanjutkan perjalanan pulang mereka. Kenma membuang nafas panjang ia sudah terbiasa dengan lelaki yang punya kepercayaan diri begitu tinggi ini.

Begitu juga dengan Bokuto dan jadi merasa gugup apakah Akaashi akan berubah seketika menjadi. '-aku tidak mampu membayangkannya.' Bokuto mengusir semua pemikiran anehnya yang sejak tadi membebani. Sesekali mencuri pandang pada Akaashi sambil berusaha nampak normal. Justeru sebenarnya Bokuto lah yang nampak aneh sekarang.

"Ada apa?" mendapati kelakuan yang tak biasanya, Akaashi yang terlalu perhatian untuk hal-hal kecil dari pemuda nyentrik itu. "Ah, tidak. Ayo masuk…" ia menggeleng menyembunyikan apa yang ia ketahui hari ini. Satu tetes pasti tidak akan memberi efek apapun. Walau mungkin sebenarnya ia juga mengharapkan sesuatu terjadi.

"Haa… Panasnya… Aku ingin mandi." Keluh lelaki dengan wajahnya yang mulai sayu duduk di sofa ruang utama dengan tenang. Bokuto sesekali melirik, dari pengalamannya menonton video dewasa itu adalah gejala awal reaksi aproshidiac merasa panas dalam dirinya. "Hm… Minum?" sambil memberi kaleng minuman ringan Bokuto turut duduk di sampingnya menyalakan televisi. Karena orang tuanya sedang melakukan kunjungan makam ke desanya ia bias membawa temannnya sebanyak apapun ke rumah sebenarnya, Bokuto sengaja mengajak juniornya tersebut makan di luar rumah agar tak perlu masak apapun lagi di rumah.

Hari sudah gelap, ia membahas beberapa video yang di rekam saat pertandingan mengevaluasi aktifitas timnya. Sebagai seorang Ace dalam tim ia sangat bertanggung jawab dan memiliki tekad kuat untuk mengembangkan semuanya bersama. Tidak itu tidak benar, sebenarnya Akaashi yang berpikir tentang kerja sama tim agar lebih baik.

"Ah… Bokuto San terimakasih atas air hangatnya.." Akaashi selesai dengan mandinya. Ia hanya mengenakan celana panjang yang kebesaran, dan handuk di punggungnya. Kulit putih tanpa cacat, sepasang mata bundar dan helaian rambutnya yang basah jatuh di tengkuk. Pinggangnya ramping dan bahunya yang terlihat lebih kurus, "San? Bokuto San?" Akaashi membuyarkan lamunan temannya tersebut. "Ah.. Iya?" ia terlambat merasa malu karena termangu dengan pemikiran vulgarnya. Mungkin efek Aproshidiac itu justeru dirasakan orang di sekitar penggunanya ya? Bokuto jadi menertawai dirinya sendiri. Sekarang giliran dia membersihkan dirinya dengan tenang dan damai.

"Astaga, apa yang terjadi dengan otakku." Ia menyadari sebenarnya separuh hatinya mengharapkasn sesuatu terjadi hari ini.

Dari luar kamar mandi Akaashi bisa mendengar samar senandung dari dalam sana. Tanpa rasa khawatir atau curiga berlebih setelah menonton beberapa video pertandingan mereka ia merasa mengantuk hebat sekarang. Memang dua pertandingan hari ini cukup melelahkan. Ia mengambil posisi di kasur Bokuto sementara berniat merebahkan badan. Ia hanya terlalu lelah bahkan untuk sekedar membuka futon, jadi ia pikir ia bisa meminta bantuan Si pemilik rumah melayani tamunya. Bahaya sekali jika ia membiarkan itu, Bokuto bisa saja menyerangnya kapanpun saat ia tertidur sebenarnya.

Lima belas menit Bokuta selesai dengan mandinya, mendapati teman satu timnya sudah terlelap meringkuk di kasurnya. Laptopnya dalam keadaan stand by dan cahayanya sudah meredup bersamaan lampu merah yang berkedip tanda baterainya yang hampir habis. "Hm… Jadi memang tidak terjadi apapun? Tidak terjadi ya…" Ia membuka sebuah lemari di dekat mejanya. Mengeluarkan sebuah futon, dan ia mengalah untuk tidur di bawah seperti biasanya karena Akaashi selalu tidur lebih cepat. Walau sedikit menyesal, tai memeberika obat perangsang untuk kekasihmu sendiri bukankah itu termasuk kecurangan "Ha…." ia menghela nafas panjang seperti tersirat sedikit kekecewaan. Ternyata sama sekali tak berpengaruh, sebenarnya sekarang jauh di dasar hatinya ia juga mengharapkan sesuatu itu terjadi.

"Oyasumi." mematikan lampu setelah membereskan semuanya. Semua pintu sudah terkunci dan jendela juga akan terkendali. Ia menyalakan pendingin ruangan agar lebih dingin lagi. Ia masih terbayang dengan pertandingan hari ini yang membuatnya begitu semangat untuk bangun besok pagi. Ia sampai kesulitan tidur awalnya, sampai akhirnya sebelum tengah malam ia benar-benar terlelap.

Akaashi POV

Aku merasa sedikit haus, mendadak tenggorokanku rasanya kerontang. Aku bangun menyadari keringat mengalir di tengkuk dan punggung, aku tidak boleh berisik sambil berjalan keluar menuju dapur mengambil segelas air mineral. Mungkin karena sebelum tidur aku minum soda aku jadi merasa panas begini.

Bokuto San sudah tertidur di futon, aku kaget sedikit merasa tak enak. Ini sudah kesekian kalinya ia memberikan kasurnya untukku. Bodoh sekali, ia bahkan tak melakukan hal-hal aneh padaku, mecurigakan ia pasti menyembunyikan sesuatu dariku "-hmm…" aku hanya harus mengambil remote AC berniat merendahkan suhunya. Tapi melihat Bokuto San yang sudah meringkuk kedinginan begitu apa aku tega? Tapi aku merasa panas sekali, jadi aku penasaran berapa derajat pendingin udaranya sekarang. Aku tidak menemuinya di dinding dekat stop kontak, di meja juga tidak ada. Aku masih mencari, eh rupanya di balik selimut Bokuto San. "Astaga, aku mencarinya dari tadi."

Aku berusaha mengambilnya agar tak membangunkan lelaki besar itu, mood nya kadang sangat jelek jika tidurnya kurang. Salah sebenarnya Bokuto San yang paling mudah berganti suasana hati dan mempengaruhi perfoma tim karena itu aku sudah terbiasa menjaga bagaimana ia bisa terus memiliki mood bagus untuk bertanding.

Getaran ponsel mendadak mengagetkanku sehingga tanganku kehilangan keseimbangan. "-Oops." wajahku hampir jatuh di dada Bokuto San namun aku berhasil menahan diriku berpegang pada meja. Situasi yang bahaya sekali. Aku meraih remotenya dengan cepat memeriksanya, 16 C. Aku meletakannya ke meja, ternyata sudah yang paling dingin pantas saja Bokuto San tidur menyelimuti dirinya seperti itu. Aku penasaran ingin menyentuh wajahnya yang terlelap. Tidak, tidak boleh jika aku membangunkannya pasti akan jadi masalah merepotkan.

Maka aku hanya tidak perlu menyentuhnyakan? cukup memandangnya saja. Biasanya dia selalu tersenyum menatap ke arahku soalnya dia tahu setiap aku memperhatikan wajahnya. Matanya yang berbinar-binar mengharapkan sesuatu itu sekarang sedang terlelap, aku bisa melihat dengan jelas bentuk hidung dan rahangnya. Sebenarnya dia tidak jelek hanya saja aku kadang aku tidak mengerti maksud tindakannya yang sering aneh. Sambil menyentuh rambutnya yang hitam pendek itu, lehernya besar dan pundaknya yang terlihat kuat. Maka dengan bodohnya aku mendekatkan wajahku ini refleks, lebih dekat lagi mungkin jika aku mengecupnya sekali dia tidak akan bangunkan? Ya ampun aku mesum sekali.

"-hnn…"

Mendadak aku merasakan ada yang aneh dengan diriku, entah sejak kapan aku sudah setegang ini. Mengapa baru menyadarinya sekarang? Kemana saja aku sejak tadi?

Nafasku terasa lebih berat. Aku ingin sekali menyentuh Bokuto San sekarang, tapi tidak. Tidak mungkin apa yang ku pikirkan, dengan badanku yang mulai terasa membara dari dalam. Apa yang terjadi padaku? Aku bisa merakan keringat yang mengaliri kening dan pipiku di udara sedingin ini. Sesuatu yang tidak ku kenali seperti menggerakanku, aku tidak bisa menahannya.

OoO

Hari telah melewati tengah malam lebih beberapa menit. Bokuto masih nampak tidur nyenyak tak bergeming dan di atas ranjangnya Akaashi yang tidak bisa menahan dirinya yang tersiksa gairah lebih lama lagi. "Aku tegang sekali- aku tidak mengerti" ia menggerutui reaksinya sendiri.

Merasakan sesuatu menyentuh kakinya membuat Bokuto San bangun dengan cepat, ia menghempas-hempaskan sesuatu yang belum ia tahu. Matanya mengerjap bersembunyi di balik lengannya yang menutup mata. Udara sangat dingin, tapi ada sesuatu yang lebih dingin menyentuh telapak kakinya. Itu membuatnya membuka mata mengumpulkan kesadaran.

"Sh...ah… Perasaan apa ini?" Bokuto San merangkak berusaha duduk memastikan sesuatu.

Maka saat ia menyibak selimutnyadengan cepat, seorang pemuda dengan wajah bersemu merah terbelalak bertemu tatap dengannya. Rasanya canggung sekali, Akaashi tak pernah memulai ini lebih dulu seperti ini. "Maaf Umm Bokuto Sa-" suara pemuda pucat itu menipis, Bokuto masih belum mengerti situasi.

"Aku tidak tahan lagi…" bisiknya, ia merangsek lewat perut dada hingga telinga Bokuto. "Ops-" merasakan sesuatu yang tegang di perutnya Bokuto berusaha mengontrol kesadarannya. "A- Akaashi…"

"Ah…-" lengguhan yang manis yang memasukinya itu merangsang otaknya yang baru sadar dari tidur. "Aa-Akaashi apa yang?" Bokuto menegup ludah, merasakan gesekan di vitalnya. Bokong kenyal yang sedang mengundang untuk diserang. Bokuto setengah mati menahan tangannya yang ini memeluk dan membaringkan pemuda itu dalam peluknya.

"Maaf,- aku panas sekali." Bisik Akaashi lagi setengah merintih. Wajahnya merah dari sebelumnya. Bokuto semakin tak percaya ketika jemarinya di tuntun menyentuh perut putih dengan pinggang langsing itu. Wajah yang di bakar gairah, tangan Akaashi mengarahkannya menyentuh kulit dada. Meneju gumpalan daging mengeras yang setiap tersentuh membuah Akaashi merintih manja.

"Bisakah aku menyentuhmu…" bisiknya lagi begitu lemah sambil menyibak kaus putih yang Bokuto gunakan, tidak memberi jawaban apapun kecuali anggukan. Udara dingin tak akan bisa membekukan mereka.

Bokuto bisa merasakan sesuatu membasahi perutnya, "hei… Akaashi…" Bokuto melenguh menahan geli nikmat mulai merambat dari ujung jari kakinya yang terasa panas. Mendapatkan oral begitu mendadak, "-hmmpph…" ia berusaha menahan suara yang justeru membuat Akaashi makin berhasrat lagi di antara kedua kakinya. "Ah…. Shit-" Bokuto nyaris klimaks tapi ia harus menahannya, ia ingin lebih dari sekedar blowjob tentunya.

"Hei Akaashi, kemarilah." Bisik Bokuto meraih wajah bersemu begitu horny itu, ia memegang rambut hitam tipis yang ia susuri dengan jemarinya. "Apakah tidak enak?" Akaashi mengangkat wajahnya membiarkan menatap wajah Bokuto seakan penuh harap. Ia berniat memberi pelayanannya sekali lagi, "ah… Berhenti.. Hei…Tunggu aku bisa-" Bokuto menarik pemuda itu duduk di pangkuannya. Wajahnya yang kemerahan, nafas yang berat memburu, dadanya seperti kembang kempis menahan lahar dalam dirinya.

Bokuto tersenyum seakan ada iblis siap keluar dari dalam dadanya, membuat Akaashi merasa lebih sulit lagi berusaha menyembunyikan wajahnya seperti menyadari apa yang sedang ia lakukan benar-benar tak bisa ia kendalikan. "Hei, aku ingin lihat wajahmu." Bokuto tersenyum menyingkirkan lengan yang menyembunyikan wajah malunya itu. Memberinya kecupan dengan sangat lembut seperti biasanya. Tangannya melingkari pinggang, ia tak ingin membuat Akaashi menunggu lebih lama lagi.

"Awh…" pemuda putih dengan tubuh dingin itu kaget, merasakan sesuatu menggoda dadanya. Kecupan yang terhalang selembar kain , kaus yang ia kenakan. Bokuto membantunya melepasnya memberi kecupan kecil-kecil dari perut berpola kotak samar dan memuncak di bibir. Lumatan yang terendap kehangatan, suara decak air yang memudar. Nafas Akaashi yang berat ketika tautannya dilepas. Matanya nanar menahan airmatanya pecah mengaliri pipi, terlalu nikmat.

"Apakah, oralku tidak en-" Bokuto menghentikan ucapan Bokuto dengan jarinya. Ia tak enak hati membuat lelaki idealnya ini, peri sucinya mengatakan hal mesum seperti itu. Bahaya sekali caranya meningkatkan libido orang lain. Bokuto ingin menangis bahagia, andai saja Akaashi lebih manja padanya seperti ini setiap hari.

"Jika kau melihatku begitu,-" Bokuto menggigit bibir bawahnya yang kemerahan bak tomat cherry. "Aku tak yakin bisa memuaskanmu…." Lanjut Bokuto mengulum daun telinga yang turut merah muda tersebut.

"Di sini-" ujung jarinya menunjuk sesuatu yang sudah memukulnya sejak awal di antara pangkal paha.

"Ha… Ah… Dan…" merasakan benda asing memasuki liang vitalnya membuat Akaashi mengejangkan kakinya membuat dadanya melekat lebih erat lagi pada Ace dalam tim volinya tersebut. Tangannya mencengkram bantal menyanggah pinggul Akaashi agar lebih tinggi lagi. "... Hmm? Kau sudah akan klimaks, aku hanya menggunakan jariku." Bokuto berbisik seperti mengucap mantra yang membuat pemuda itu tak berdaya di hadapannya. Membandingkannya di futon yang tak terlalu tebal. Akaashi tak bisa melepaskan pandangannya dari tatap mesum yang membuatnya mendidih dari lelaki yang sedang menyenggamainya.

"Ah… Ah… Bo…Bokuto San nnhh…" Akaashi membusurkan dada. Kakinya mengejang hebat, Bokuto bahkan belum melakukan apapun untuk memuaskan juniornya yang jadi mengeras hebat ini. Merasakan perutnya yang panas kian mendidih, Akaashi merasakan gelitik hebat di dadanya. "Aku akan-" Akaashi menarik rambut Bokuto yang tepat di dadanya itu dengan sangat erat. Jemarinya yang panjang merengkuh tubuh kekar yang sedang menggagahinya.

Setelah mengeluarkan semuanya, Akaashi mulai merasa limbung sekarang. Pandangannya setengah gelap dan rasa geli di kakinya yang menggelitik bersama aliran darah perlahan mereda. Entah kemana hilangnya gairah nya yang membawa sebelumnyakini yang tersisa di tubuhnya hanya rasa lelah, sangat-sangat lelah padahal ia belum main satu ronde penuh. Ia memejamkan mata sejenak bermaksud rehat. Sambil memeluk Bokuto erat-erat dengan wajah tepat di dada.

"Bokuto San…" gumamannya bersembunyi dalam rengkuhan lengan yang kini melindunginya. Merasa udara jadi lebih dingin dari sebelumnya, melihat Akaashi yang begitu kelelahan nya membuat siswa tahun ajaran akhir itu tak ingin mengganggu tidurnya. Tanpa terasa hari sudah hampir pagi, Bokuto mengecek ponselnya dan pesan dari kapten tim Nekoma yang membuat Akaashinya jadi seperti itu. Pesan dari Kuroo ada di bagian teratas.

"Selamat menikmati." dengan emoji seekor kucing yang berjalan berdua.

Bokuto hanya menghela nafas panjang menerawang kagit-langit kamarnya yang gelap. Seseorang yang ia sukai terlelap dalam dekapannya, udaranya sangat mendukung untuk tertidur, tapi ia tak bisa tidur. Harus ada seseorang yang bertanggung jawab dengan ereksinya sekarang.

"Aku butuh ke kamar mandi-"

oOo

"Whooaaa…" seorang pemuda berteriak-teriak di tengah lapangan selesai pemanasan. Kelompok setiap sekolah nampak berkumpul di beberapa sudut.

Bokuto yang murung nampak memperhatikan teman-temannya yang sibuk latihan di sisi lapangan. Pertandingan belum dimulai jadi beberapa anggotanya melakukan pemanasan "Yo!" sebuah pukulan ringan menyentuh bahunya.

"Bro, bagaimana malammu?" dengan wajah tanpa bersalah, merangkul lelaki dengan seragam putih-putih.

"Hmm?" Bokuto nampak tak senang disapa siapapun pagi hari ini. Memang sejak tadi moodnya nampak jelek, melakukan hal yang setengah-setengah membuatnya tidak puas sama sekali.

"Ada apa dengan aura Bokuto San sejak pagi?" bahkan rekan setimnya sama sekali tak berani mengganggunya. Tatapannya lebih tajam daripada Kageyama yang biasa. Ia seperti siap menelan orang bulat-bulat. Siapa yang berani mengusiknya, lebih buruk lagi jika ia merusak pertandingan nanti.

"Jadi kau kurang puas ya.. Hmm mungkin memang dosisnya kurang. Semalam aku berhasil membuat kucingku meminumnya… Hahaha." dengan senyum kemenangan lelaki tinggi itu justeru membuat Bokuto kian geram.

"Berikan aku full dosisnya, baru aku akan mengampunimu!" Bokuto tidak ingin bermain setengah ronde seperti tadi malam. Sementara kapten nyentrik kucing hitam itu tertawa terpingkal-pingkal melihat Bokuto akhirnya ingin mencobanya juga. Memangnya siapa yang bisa menahan rasa ingin tahu jiwa muda seorang remaja di usianya saat ini.

Akaashi hanya memperhatikan tingkah dua orang tersebut. Ia hanya berpikir mungkin semalam orang itu kurang tidur mananya dia tidak bersemangat. Memang semalam apa yang terjadi?

"Akaashi. . ingin makan ramen lagi?" ia menghampiri sahabatnya itu dan duduk di sampingnya memberikannya air mineral. Akaashi hanya memandang datar berusaha terlihat tak terlalu antusias.

"Tentu!" jawab Akaashi tenang mungkin ia bisa memperbaiki kondisi mood Bokuto walau hanya sedikit.

"Bagus! Setelah itu ke rumahku. Kita selesaikan urusan kita tadi malam."

Bokuto meminum sebotol air dengan cepat hingga habis. Sementara Akaashi hanya memandang tak mengerti arah pembicaraan lelaki tinggi itu.

Mungkin malam nanti Bokuto berencana akan menyerang pemuda itu habis-habisan. Ia tidak akan membiarkan dirinya ditinggal lagi setelah setangah jalan. Namun yang terpenting sekarang, semoga saja mood nya yang jelek tidak merusak pertandingan mereka hari ini.

Pervert Side - End

zZta