All characters belong to J.K. Rowling :)
Scorpius Malfoy seharusnya sudah sadar sejak awal. Ada sesuatu dalam diri Rose Weasley yang mengganggunya. Dan ia tak tahu, apakah itu berindikasi baik atau buruk.
Seharusnya otak pintarnya dapat mengenali kemiripan antara dirinya dan Rose. Baik secara fisik maupun perilaku.
Setidaknya, ia harusnya sadar bahwa mata kelereng Rose—yang selalu dapat menenggelamkan diri Scorpius tiap kali menatapnya—adalah mata milik ayahnya.
Mata biru kelabu kebanggaan ayahnya. Kebanggaan Malfoy.
Seharusnya ia menyadarinya, di antara rambut cokelat madu lebat Rose, terselip beberapa helai rambut pirang platina yang mencolok.
Rambut yang tak didapatkan sembarangan orang. Rambut khas Malfoy.
Seharusnya ia sudah tahu ketika pertama kali bertemu Rose. Ketika sekilas mendapati keangkuhan Malfoy dalam kilatan matanya.
Seharusnya ia sudah tahu ketika melihat tatapan ayahnya kepada Hermione Granger—tatapan yang melebihi seorang musuh-teman lama.
Seharusnya ia sudah tahu, bahwa ayahnya tak membiarkan dirinya melihat perkamen silsilah keluarga Malfoy ketika berumur tujuh belas karena sebuah alasan.
Alasan yang seharusnya ia sudah pahami.
Seharusnya ia sudah tahu dan tak mengabaikan kenyataan yang terpampang jelas di hadapannya.
Scorpius Malfoy seharusnya sudah tahu, bahwa ia dan Rose Weasley memiliki hubungan darah—sebelum mencintai perempuan itu.
.
.
Rose Weasley merasa menjadi orang terbodoh yang pernah hidup.
Ia selalu mengira bahwa nama belakangnya benar-benar Weasley—walaupun ia tak berambut merah.
Ia mengira adalah hal yang wajar tak memliki bintik kecokelatan di wajahnya—seperti seluruh sepupu Weasley-nya—karena gen ibunya yang memiliki kulit indah.
Ia seharusnya mendengarkan peringatan ayahnya tentang jangan berhubungan dengan Malfoy.
Ia seharusnya tahu ketika menangkap tatapan sendu ibunya saat orang yang ia kira ayahnya—Ron Weasley—membicarakan Draco Malfoy dengan penuh kebencian.
Ia seharusnya telah memperkirakan hari ini akan datang. Hari di mana ia menyesal telah mengabaikan larangan ayahnya—jika bisa dibilang begitu.
Rose seharusnya tak mengenal Scorpius Malfoy sejak awal. Seharusnya yang ia lakukan sejak awal adalah menjauhi pemuda atraktif yang menarik perhatiannya itu.
Rose seharusnya tahu, bahwa hari di mana ia menyesal telah mencintai Scorpius Malfoy akan datang.
Tapi ia tak pernah menyangka hari itu akan tiba saat hari bahagia ibunya sendiri, Hermione Granger.
.
.
Mars pernikahan berkumandang khidmat mengiringi langkah Hermione menuju altar pernikahannya dengan Draco Malfoy.
Selepas kepergian Ron dan Hugo Weasley, serta perceraian Draco dan Astoria Malfoy, mereka kembali dekat. Bukan hal yang sulit, mengingat mereka sempat menjalin hubungan rahasia saat masih di Hogwarts.
Dan hari ini akhirnya datang. Hari yang sebelumnya terlalu takut untuk diimpikan Hermione, menjadi kenyataan.
Hermione menatap lurus ke depan—melangkah pasti—dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajahnya, melihat Draco bersiap menyambut dengan seringaian khas pria itu.
Dengan kebahagiaan yang terpancar jelas dari keduanya, Draco Malfoy dan Hermione Granger mengikat janji suci mereka. Mengikat sumpah sehidup semati mereka dengan senyuman. Mengekspresikan rasa cinta yang—mereka kira terlarang—selalu terpendam di sudut hati.
Tak menyadari keabsenan dua manusia paling berharga dalam hidup mereka. Anak-anak mereka.
Scorpius Malfoy dan Rose Granger-Malfoy.
.
.
Scorpius menatap kelereng yang serupa dengan miliknya itu dalam. Tak berniat mengucap sepatah kata pun.
Langit bermandikan cahaya bintang malam ini seakan mengejek kedua insan yang tengah berusaha mengubur dalam-dalam rasa sakit mereka.
"Scorp, tidak seharusnya kita melakukan ini." Perempuan di hadapannya itu tersenyum, berusaha menyembunyikan apa yang dirasakannya.
"Kita sudah dewasa, Rose. Kita berhak menentukan hidup kita," ujar Scorpius seraya menatap Rose dalam dan mengelus pipi perempuan itu. Meminta persetujuan darinya.
Rose menggeleng pelan. "Tidak seharusnya. Kita ini saudara sedarah. Jangan berpura-pura tak mengetahui hal itu."
"Aku tak tahu hal itu sampai kemarin, Rose Weasley!" Scorpius menjambak surai platinanya frustasi, "oh, atau haruskah aku memanggilmu Rose Malfoy?" tanyanya sarkas disertai senyum sinis.
"Scorp," lirih Rose pelan, "jangan seperti ini. Kumohon."
"Lalu aku harus bersikap seperti apa?" tanya Scorpius nyaris berteriak. Ia hampir tak bisa mengendalikan emosinya yang campur aduk saat ini.
Rose tak menjawab. Kenyataan kelam yang dirahasiakan kedua orangtuanya selama ini adalah hal terburuk yang pernah ia ketahui. Kenyataan yang akhirnya mampu membuat semuanya hancur-lebur tak bersisa, meninggalkan serpihan perasaan Rose yang dihembus dinginnya angin malam.
Dan ibunya, Hermione Granger, baru saja membuka hal itu kemarin, sehari sebelum pernikahannya dengan Draco Malfoy, ayah Scorpius. Atau sebutan buruknya, ayah kandung Rose Weasley.
Tanpa kenyataan itu pun, Rose tahu bahwa dirinya akan menanggung perih karena mencintai Scorpius selama ini. Tapi ia tak pernah dipukul lebih keras oleh hidup, selain kenyataan bahwa ia dan Scorpius adalah saudara sedarah.
Menghancurkan khayal Rose tentang memiliki kisah cinta dengan saudara tirinya.
"Aku harus bersikap seperti apa, Rose Weasley?!" Pemuda yang telah menemani keseharian Rose itu mengguncang bahu sempitnya, meminta kejelasan atas sikapnya.
"Aku tidak tahu, Scorp. Aku tidak tahu," lirihnya pelan. Sebaiknya mereka tak meneruskannya, atau airmatanya akan jatuh.
"Aku menyayangimu, Rose. Aku mencintaimu."
Scorpius menatap dalam kedua manik Rose yang menghindari untuk menatap dirinya. Pemuda itu bisa melihat airmata gadisnya telah menggenang di pelupuk, bersiap untuk meluncur bebas dan menghancurkan pertahanan kukuhnya.
Di ruangan yang gelap itu, flat yang mereka sewa bersama tanpa sepengetahuan siapa pun, tempat rahasia mereka, Rose Weasley menjatuhkan airmatanya dalam kesesakan meliputi dada.
"Kita harus kembali, Scorpius. Atau mereka akan menyadari kita menghilang," ujarnya bergetar. Ia memalingkan wajahnya, tak berniat menatap wajah tampan pemuda itu.
"Persetan dengan mereka semua!" bentak Scorpius. Wajahnya memerah. Dalam keadaan seperti ini, Rose masih saja memikirkan pendapat orang lain tentang mereka. Masih saja memikirkan kedua orangtua mereka.
Apa ia tak pernah memikirkan dirinya sendiri?
"Kau tak boleh mencintai saudaramu sendiri, Malfoy."
Scorpius tertawa menghina. "Oh, ya? Lalu bagaimana denganmu, Malfoy?"
"Aku menyesal telah mencintai adikku, Malfoy," ujar Rose seraya menundukkan kepalanya. Tak berani menatap Scorpius yang jauh lebih tinggi darinya.
Scorpius mendengus sinis. Walau ia tahu Rose tak serius dengan kata-katanya, bagaimana bisa ia mengucapkan hal seperti itu setelah semua yang telah mereka lalui?
"Kau memang menyesal mencintai adikmu. Aku juga menyesal telah mencintai kakakku, Rose Granger-Malfoy." Rose mengangkat wajahnya, terperangah akan kalimat Scorpius.
"Tapi kau tak pernah menyesal telah mencintaiku, sebagai Scorpius Malfoy." Ia menyeringai kecil. "Dan aku tak pernah menyesal telah mencintaimu, sebagai Rose Weasley. Sebagai anak dari Ron Weasley dan Hermione Weasley."
"Scorp." Ia menatap Scorpius dengan tatapan tak percaya.
"Apa? Aku mengatakannya berdasarkan kenyataan yang kuketahui," ujar Scorpius santai, mencairkan suasana yang sebelumnya sedikit tegang.
"Kita benar-benar harus kembali," tukas Rose kembali serius dengan ucapannya.
Scorpius menatapnya dingin, mempertimbangkan sarannya.
Sejujurnya, yang ingin Scorpius lakukan saat ini hanya menggenggam tangan Rose erat dan mengajaknya lari dari hiruk pikuk dunia sihir Inggris. Lari ke tempat di mana tak seorang pun bisa merusak kebahagiaan mereka. Sayangnya, ia tahu Rose takkan menyetujui hal itu, walaupun ia menginginkannya.
Tanpa kata, Scorpius mencium bibir tipis Rose lembut. Menyalurkan seluruh perasaan yang ia miliki untuk perempuan di hadapannya.
Rose mendorong Scorpius pelan, memberi jarak di antara bibir mereka. "Kita tak seharusnya melakukan ini, Scorp. Tidak lagi. Rasanya tidak benar."
"Apa kau harus menilai dan memutuskan semua yang harus kita lakukan dan apa yang tak bisa kita lakukan?" tanyanya dengan nada menghina. Walaupun ia mencintai Rose, sifat Malfoy masih melekat terlalu erat pada dirinya.
Rose menggeleng pelan. Scorpius benar. Ia tak seharusnya melakukan itu ketika ia juga menginginkan hal yang sama dengan pemuda itu.
"Kita akan memutuskan haruskah kita kembali atau menghilang bersama setelah ini." Scorpius kembali mencium Rose, kali ini lebih passionate.
Rose hanya memejamkan matanya, terlalu takut untuk bertindak. Ia berusaha menekan segala kekalutan yang mengatakan ini tidak benar, dan membiarkan suasana mengambil alih dirinya. Kesadarannya.
"Jawab aku, Rose. Do you love me as I am?" tanya Scorpius di antara ciuman yang memabukkan keduanya.
Rose mengangguk, perlahan melingkarkan lengannya di leher Scorpius. "I do, Scorp. More than you know."
Dan Scorpius Malfoy akhirnya sadar, Rose Weasley adalah satu-satunya perempuan yang ia miliki seutuhnya. Yang dicintainya tanpa alasan.
Ia sadar, Rose adalah pelita hidupnya. Entah sejak kapan, hingga suatu saat hidupnya berakhir. Perempuan yang menjadi satu-satunya alasan mengapa napasnya masih terdengar dan degupan jantungnya masih terasa.
Dan ia takkan melepaskan Rose Weasley, apapun yang akan terjadi pada mereka suatu saat nanti.
.
.
Scorpius menatap langit-langit flat dengan kosong. Pikirannya melanglang-buana ke alam sana, menebak isi hati perempuan yang tengah berbaring di sampingnya, dalam rengkuhnya.
"Scorp," bisik Rose pelan.
Scorpius mengeratkan pelukannya pada Rose, takut bila perempuan itu menolaknya, mendorongnya menjauh. Ia menghirup aroma rambut Rose dalam, menenangkan pikirannya yang mendadak berkabut akibat bisikan dalam perempuan itu.
"Ya, Rose?" balasnya di antara surai cokelat Rose pelan, menenggelamkan wajahnya, menenggelamkan segala perasaan tak menentunya.
"Bisa kau bertanya lagi padaku?"
"Soal apa?"
"Keputusan kita setelah ini." Scorpius bisa merasakan Rose mengendus dada bidangnya. Kebiasaan yang telah menjadi rutinitas Rose bila telah memutuskan sesuatu yang rumit.
Scorpius menghela napasnya berat. Ia hanya ingin seperti ini, memiliki Rose dalam peluknya dan tak memikirkan tentang kegilaan apapun yang tengah berjalan di dunia bodoh ini. Tapi tugas manusia adalah menghadapi kenyataan dan pilihan hidupnya, suka atau tidak.
"Should we go back, or run away?"
"Run away sounds better."
Dan Scorpius seharusnya telah paham, seharusnya telah menyadari, bahwa Rose Weasley adalah orang yang akan menemani sisa hidupnya terhitung detik itu juga.
.
FIN
.
Looks like incest, haha. Scorose perdana yang diwarnai oleh incest XD Ini sekaligus mengawali karir di ranah FanFiction HarPot #apaandah.
So, bagaimana ScoRose pertama aku, Potterhead?
Biarkan menjadi Oneshot, atau lanjut?
