"Sasori no Danna. Aku menyukaimu" sangat dalam aku menunduk. Mengharapkan cinta. Yah, aku sangat haus akan cinta. Aku membutuhkannya untuk melanjutkan hidupku.
"Maaf?" balasnya sinis, seakan-akan tidak mendengar apa yang baru saja aku katakan. Setelah itu dia pergi begitu saja.
Perlahan aku mengangkat kepalaku. Menatap tempat yang tadi menjadi tempat pijakannya. Lima detik berlalu, sampai akhirnya kristal hangat mengalir di pipiku.
Warning:
OOC, AU.
.
Disclaimer:
Masashi Kishimoto
.
~Only Love~
By: Z.V. Phantomhive
"Hinata-chan!"
Baru dua detik yang lalu aku membuka pintu kelas 2-a ini. Seketika teman-temanku menerjangku begitu saja. Tentu saja ini membuat aku bergidik ketakutan. Dengan cepat aku menghindar, dan membuat Naruto tersungkur begitu saja di sebelah kakiku. Sakura yang berada di belakang Naruto langsung memberikan pukulan telak di puncak kepalanya. Tidak lupa dengan segala macam caci maki yang dilontarkan oleh Sakura.
Aku hanya tersenyum kecil melihat kejadian tersebut.
"Dasar orang 'GILA'.!" Suara yang sangat familiar. Detik berikutnya aku di peluk oleh sesosok mahluk berambut kuning cerah panjang yang diikat di atas puncak kepalanya, "Hinata-chan~" gumam sosok kuning ini dan membuat aku bergidik.
"Ino-chan... menjauhlah, sesak" gumamku pelan.
Dengan cepat Ino menuruti perintahku. Dan memandangku lekat-lekat, "Hinata-chan.. kau.." suaranya menjadi rendah.
Naruto pun berdiri dari posisinya semula dan mendekatiku juga. Begitu pula juga dengan Sakura. Jelas aku merasa risih dengan apa yang mereka lakukan. Dengan cepat aku mundur satu langkah agar tidak terlalu berdekatan dengan mereka.
Alhasil, aku malah menabrak orang lain yang tidak memiliki kesalahan apapun. Dengan cepat aku memalingkan kepalaku, "Ah, maaf Sasuke-kun" gumamku sedikit menunduk.
"Hn" hanya itu balasannya, dan setelah itu dia melenggang begitu saja ke dalam kelas.
"Huh, teme.. kau buat PR tidak?" Naruto yang awalnya berada di dekatku pun mengikuti langkah Sasuke—rivalnya—sambil meminta PR Matematika milik Sasuke. Tentu saja ini membuat aku bernafas lega.
"Hi-na-ta-chan.."
Duk.
Betisku di tendang begitu saja. Jelas ini membuat aku oleng, dan hampir mencium lantai jika Sakura dan Ino tidak menahanku.
"TEMARI-SENPAI!" seru Ino tertahan melihat siapa yang dengan tampang tidak berdosa menendang kakiku.
"Maaf Hinata-chan. Habis posemu di depan pintu itu sangat menggoda untuk di tendang." ucap Temari-senpai dengan tampang tidak berdosa. Sedangkan, Konan-senpai—sahabat dekat Temari-senpai—hanya menghelakan nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tentunya dengan jarak satu meter dari kami.
"Termari-senpai memang cocok untuk jadi manager club sepak bola." gumamku pelan. Temari-senpai senang sekali menggodaku. Menyebalkan. Mendengar gumamanku Temari-senpai langsung memasang tampang bangga.
Konan-senpai yang awalnya jauh dari jangkauan kami pun berjalan mendekat. Dan itu mendekatiku, "Hinata-chan... matamu kenapa?" ucap Konan-senpai dengan wajahnya yang hanya berjarak 30 sentimeter dariku.
Dengan cepat aku mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan Konan-senpai.
Aku mendengar Sakura mendesah pelan, sebelum aku benar-benar menjawab, "Pasti karena Sasori." ucapnya tepat sasaran. Dan jelas hal ini membuat aku syok. Seakan-akan Sakura bisa membaca isi hatiku saat itu juga. Seketika semuanya mengarahkan pandangannya ke Sakura, dengan pandangan heran. "Loh, jelaskan? Gosip ini sudah tersebar dengan cepat, Hinata-chan. Sasori itu walaupun diam tetapi dia itu tetap ember. Understand?" ucap Sakura basa-basi tanpa memikirkan perasaanku sama sekali.
Aku menatap Sakura lama. Setelah itu berjalan masuk ke dalam kelas begitu saja tanpa memperdulikan panggilan yang mereka lontarkan untukku. Aku berjalan ke arah bangkuku yang berada di dekat jendela dan posisinya ada di paling depan. Perlahan aku duduk di samping Sasuke yang dari tadi menjelaskan Naruto tentang 'Hukum Newton'—aku duduk dengan Sasuke karena urutan bangguknya memang seperti ini—Naruto pun memandangku lama. Hal ini jelas mendapat pukulan ringan dari Sasuke karena Naruto tidak mendengar penjelasannya.
"Hinata-chan... Kenapa?" gumam Naruto pelan.
Aku menghilangkan wajah suramku, dan tersenyum lembut ke arah Naruto, "Tidak ada."
Sasuke dan Naruto pun saling berpandangan. Naruto mengangkat bahunya tanda tidak mengerti. Sasuke pun menghela nafas ringan, setelah itu kembali menjelaskan materi fisika tersebut kepada Naruto. Dengan begitu, aku pun kembali mengalihkan pandanganku ke arah tanganku yang saling menggenggam di atas pahaku.
Dari kejauhan aku bisa mendengar dengan jelas suara Temari-senpai, "Sakura.."—Temari-senpai tidak memanggil Sakura dengan embel-embel –chan. Ini bertanda bahwa dia sedang marah—"Kau bodoh."
Sakura menatap ke arah yang lainnya satu persatu, "Aku tahu. Dan aku kesal." ucapnya tanpa basa-basi. Sakura menarik nafas sejenak, "Hinata itu 'cengeng'. Kalian terlalu memanjakan dia."
Hatiku serasa diremas. Darahku berdesir panas. Hal ini mebuat aku semakin menundukkan kepalaku. Ya, aku tahu.. Aku lemah.
"Hinata perlu tahu apa itu yang namanya sakit hati. Kalian dari dulu terlalu memanjakan dia." timpal Sakura lagi.
Aku tahu aku lemah. Sudah cukup, berhenti.
"Jika kita terus begini terhadapnya, dia bisa.."—Sakura menahan nafas sejenak—"mati?" lanjutnya.
Aku membelalakakan mataku. Terkejut? Jelas. Dan sedetik kemudian, cairan bening jatuh dari mataku membasahi tanganku yang mengepal. Orang-orang tidak akan tahu aku menangis. Rambutku yang panjang sangat baik mau menutup wajahku yang tampak kacau ini.
Dua detik kemudian, aku mendengar suara tamparan yang sangat dasyat. Sontak aku mengangakat wajahku. Konan-senpai.
Konan-senpai yang aku kenal selama ini adalah orang yang tenang, dan tidak terbawa emosi. Menapar Sakura keras dan tanpa perasaan. Sontak semua orang yang berada di sana terkejut, "Jangan sekali-kali kau merendahkan temanmu sendiri" desis Konan-senpai tertahan.
Sakura adalah anak yang bar-bar dan tidak sabaran. Dia selalu berkata tanpa perasaan. Dan jelas sekarang dia sangat marah dengan Konan-senpai. Dengan kasar dia menarik kerah baju Konan-senpai, "Apa yang kau lakukan? Ibuku pun tidak pernah menaparku.. berani sekali kau!" seru Sakura lantang.
Temari-senpai dan Ino sesegera mungkin berusaha menghentikan mereka. Sakura dari klub Karate, dan Konan dari klub Kendo. Ini akan menjadi pertarungan terhebat sepanjang sejarah Konoha school.
Ino berusaha menjauhkan Sakura dari Konan. Sakura adalah orang yang bar-bar. Dengan kasar dia memberontak dari cengkraman Ino. Sedangkan Konan tanpa di sentuh pun bisa langsung mengerti kondisi yang terjadi sekarang. Jadi Temari-senpai juga berusaha menenangkan Sakura yang semakin memberontak di dalam cengkraman Ino.
"Kau pengecut Sakura. Jika kau memang mau tidak menyukai Hinata, sebaiknya kau tidak perlu mengajaknya berkenalan. Atau menjauh saja dari kehidupan Hinata sekarang juga." Konan akhirnya terbawa emosi juga.
Perkataan Konan membuat aku merasa semakin merasa lemah dan tidak dibutuhkan. Pantas saja Sasori-san juga tidak menerimaku. Ini semua karena aku lemah. Payah, dan tidak berguna.
Sakura semakin kesal. Harga dirinya yang sangat tinggi itu serasa diinjak-injak oleh Konan-senpai, "!" jerit Sakura tertahan. Karena Sakura adalah seorang anggota klub Karate. Dengan cepat dia bisa menghindar dari cengkraman Temari-senpai dan Ino. Dia berlari ke arah Konan-senpai yang berada 3 meter di depannya dan..
"HENTIKAN..!"
"Hinata?"
Perlahan aku membuka kelopak mataku. Dan melihat wajah Naruto terpampang jelas di depan mataku. Sontak wajahku memerah, "Na-Naruto-kun?" gumamku pelan.
Bau obat-obatan sangat menyengat di ruangan ini. Aku melihat sekitar dan langsung tahu bahwa ini berada di ruang kesehatan. Well, aku sering kemari karena anemiaku.
Naruto segera menjauhkan kepalanya dan menoleh ke arah belakang, "Hoy, Hinata sudah bangun, nih, Sasu-teme. Kau yang paling kuatir, kan?" goda Naruto kepada Sasuke yang berdiri menyandar di daun pintu.
Mendengar perkataan Naruto, Sasuke-kun pun menghela nafas kesal, kemudian pergi begitu saja.
"Ada apa?" gumamku pelan.
Naruto duduk di bangku sebelah ranjang ini, "Kau tadi pingsan setelah berteriak. Ngomong-ngomong teriakanmu sangat dasyat. Teme saja sampai menjatuhkan pensil yang dia pegang." jelas Naruto tanpa melupakan senyumannya.
Ah, aku ingat. Saat itu aku sangat geram, kesal, sedih, dan terluka. Sudah cukup aku membendung hal itu. dan segera aku meluapkannya dengan suatu teriakan kecang.
"Kata Shizune kau hanya terlalu lelah dan kurang tidur." Naruto mengucapkan nama guru kesehatan kami tanpa embel-embel –sensei. Well, Naruto sudah terkenal dengan caranya memanggil siapapun tanpa embel-embel apapun. Hanya pada orang-orang tertentu saja yang namanya di tambahkan embel-embel, -chan.
Aku tahu. Gara-gara kemarin, aku semalam—sepertinya tidak cocok dipanggil semalam—baru bisa tidur tepat pukul tiga subuh. Dan aku terlalu lelah untuk memikirkan semua tentang Sasori-san. Dia cinta pertamaku. Dan aku cukup syok mendapat penolakan darinya.
"Sasuke sebenarnya sangat khawathir, loh. Habis kau pingsan ke arahnya. Jadi dia juga yang meggendongmu kemari." ucap Naruto lagi. Sepertinya dia tidak betah dalam kondisi diam terus menerus.
Aku mengangguk pelan sebagai jawaban. Walaupun wajahku cukup panas mendengar Sasuke yang menggendongku kemari.
"Um.."—Naruto menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal—"Hinata-chan.. maaf, ya... tapi aku sudah mendengar semuanya. Tentang kau dan Sasori."
Aku diam sejenak mendengar ucapan Naruto. Naruto pun sudah tahu. Aku yakin semua orang pun sudah tahu. Jelas hal ini membuat aku malu dan takut, "Lalu?"
"Bersabarlah, Hinata. Semuanya pasti ada saatnya. Jadi kamu tidak perlu kuatir tentang apapun. Aku dan yang lainnya pasti akan membantumu." ucap Naruto panjang. Sepertinya dia mencoba menenangkanku. Dasar Naruto, dia akan melakukan apapun demi menghibur kami.
"Terima kasih."
Naruto pun bangkit berdiri, "Ya, baguslah. Aku kembali ke kelas dulu, ya. Bisa-bisa nanti aku ketinggalan pelajaran. Aku kan tidak sepintar kau dan Sasu-teme." dan seperti biasa, aku hanya memberikan anggukan sebagai jawaban.
Perlahan aku duduk di atas ranjang ini. menyandarkan tubuhku pada bantal yang tertumpuk tinggi, dan berusaha tenang. Kepalaku masih sedikit pusing. Tetapi biarlah. Perlahan dari sebelah kiriku aku mendengar suara gerakan di atas kasur, "Berisik" gumam suara dari sebelah kiriku itu.
Aku mematung. Aku bisa mendengar suara itu dengan jelas. Suara yang sangat familiar dan paling aku kenal. Suara yang selalu aku dengarkan dan aku nikmati. Suara lembut yang selalu aku ingin dengarkan.
Dengan sekali sibak, tirai yang menghalangi ranjangku dan ranjang yang berada di sebelah kiriku terbuka, "Hinata?" gumam suara itu tidak percaya. Aku tetap memandang lurus ke arah depan tanpa memperdulikan ucapan sesosok yang berada di sampingku, "Hinata.." gumam suara itu lagi.
"Apa?" gumamku pelan.
Pria itu pun bergerak menatapku, "Um, soal kemarin.. Maaf." ucapnya.
"Tidak perlu"
Pria itu pun mendesah pelan, "Hey Hinata, lihat aku."
Aku hanya meliriknya sedikit. Dan yang aku lihat adalah senyuman separuhnya yang sangat khas. Detik berikutnya aku kembali menatap ke arah depan.
Sasori mendesah pelan. Dan kembali menidurkan tubuhnya di atas ranjangnya dengan tangan yang terlipat di belakang kepala, "Ngomong-ngomong, Hinata"—dia menolehkan kepalanya kepadaku—"Siapa Valentine mu? Kemarin Valentine, kan?"
Nafasku terhenti sesaat, "Orang yang membuat aku berada di sini sekarang" ujarku pelan.
"Sasuke? Naruto?"
"Sasori" desisku pelan.
"Apa?"
"Sasori. Orang itu bernama Sasori" jelasku. Sepertinya dia telmi sekali.
"Oh, baiklah."
Aku hanya memberikan anggukan kecil. Detik berikutnya aku turun dari ranjang, dan berjalan keluar ruangan kesehatan ini.
"Mau kemana?"
"Kembali ke kelas." jawabku tanpa menoleh.
"Katakan kepada Deidara-sensei aku masih sedikit pusing"
Selanjutnya aku hanya membalasnya dengan anggukan. Keluar dari ruangan ini, menutup pintunya, dan berjalan ke arah kelas.
Aku masih bingung dengan apa yang Sasori ucapkan. Valentine? Aku? Baiklah? Apa maksud dari semua perkataannya?
Oh, mungkin dia ingin menghilangkan kesunyian yang tadi. Tidak, tidak tidak. Itu pernyataan yang bodoh untuk seorang Sasori.
Apa mungkin dia ingin mengejekku? Sepertinya tidak. Karena dia juga terlibat. Tidak mungkin dia mau mempermalukan diri sendiri.
Atau dia ingin minta maaf atas kesalahannya? Tetapi itu melenceng dari arti sebuah 'Valentine'
Mungkinkah sekedar iseng yang hanya untuk mempermainkanku.. Ngomong-ngomong, kenapa ini semakin melenceng..
Hah.. Sasori itu memang sangat sulit di tebak. Setiap detik hampir semua moodnya sering berubah-ubah. Jika memang bukan temannya, pasti tidak akan mengerti. Dasar aneh.
Tunggu. Valentine.. Aku.. Baiklah.. Valentine.. Baiklah.. BAIKLAH?
Dengan kecepatan penuh aku berbalik dan kembali ke ruang kesehatan yang jaraknya masih berkisar 40 meter di belakangku.
Semoga dugaanku salah. Aku harap ini adalah hal paling bodoh dan paling tidak masuk akal yang pernah aku pikirkan. Ini tidak mungkin. TIDAK MUNGKIN...!
Tanpa ba-bi-bu, segera aku membuka pintu ruang kesehatan dengan sedikit kasar, dan membuat penghuninya melonjak kaget. Sasori dengan cepat segera bangun dari posisinya, sambil tangannya memegang dada. Sepertinya dia benar-benar terkejut dengan kedatanganku yang sedikit ekstrim ini.
"Ah, gomen!" seperti biasa, aku refleks menunduk kepada Sasori-san.
Sasori menghelakan nafas pelan, "Hinata, ada apa?"
Dan seketika semua kembali ke dalam otakku, "Ah, itu..." aku diam sejenak sembari merangkai kata-kata yang akan aku ucapkan.
Sepertinya Sasori sudah mulai geram, "Katakan, Hinata."
Aku menatap Sasori dalam, "Tadi.. Maksud ucapanmu tadi itu apa, Sasori-san?"
Sasori terdiam sejenak. Menatapku dalam. Selang satu menit, dia raut wajahnya yang awalnya serius, sekarang seakan sedang berusaha menahan tawa, "Hinata... kau memang manis." ucapnya dengan senyuman yang membuat aku bergidik, "Itu.."
-TBC-
Hehe. Aloha minna-san...!
Saya pendatang baru di fandom Naruto.. Mohon dukungannya, yak..! (membungkuk 90o.)
Jadi, gomen kalo banyak yang kurang... *kurang seru? kurang lengkap? kurang sempurna? kurang keren? kurang... (kurang apa lg, yak?)
Silahkan mereview... *dgn nada maksa*
Ngeflame juga ngga apa-apa.. Tapi yang bermutu (jgn lupa alasannya juga.. Jgn ketinggalan di sekolah)
MOHON BANTUANNYA, MINNA!
.
Z. V. Phantomhive
