Matahari terbenam. Angin lembut perlahan mengusap daun pepohonan dan – juga rambut dari seorang anak perempuan. Anak itu sedang duduk di satu cabang pohon, di tepi jurang menghadap lautan. Ini membuatnya merasa tenang, namun kali ini tak terlalu seperti itu. Mata birunya terbuka, tak terasa, setitik air mata jatuh. Tangannya menggenggam sebuah kain bekas jahitan, yang telah ia pegang sejak ia datang ke sini. Angin kembali datang. Kekosongan di hatinya terasa semakin gelap dan dalam dari sebelumnya. Ia ingat hari itu. Itu saat terakhir ia melihatnya. Ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi, jadi ia menahannya, tapi dia tak mendengarkan. Meski ia tahu itu akan terjadi. Kini temannya telah pergi, dengan keberaniannya. Anak perempuan itu menyesali menjadi pengecut. Ia masih ingat pedang itu menebas diri temannya. Teman yang ia percaya. Ia sebenarnya ingin pergi ke sana, mengejarnya sebelum semua ini terjadi. Saat ia melihat batu pemberiannya retak, ia tahu ada yang terjadi. Saat ia mendengar dia telah mati, ia hanya bisa menangis. Sejak itu, ia hanya bisa hidup dihantui rasa bersalah. Sedih. Kecewa. Karena ia tidak bisa mengatakan padanya bahwa ia peduli, ia mencintainya.

Waktu telah berlalu 2 tahun sejak peristiwa itu. Teman-temannya yang lain telah berusaha menghiburnya, namun tak ada yang berhasil membuatnya benar-benar merelakan dia pergi. Tiba-tiba, suara yang sangat dikenalinya terdengar di telinganya melalui angin.

'Jangan bersedih, gadis kecil.'

Ia menengok, dan tidak menemukan siapa pun. Matahari akhirnya terbenam, tenggelam ke cakrawala, dengan seorang gadis yang bersedih saat malam mulai datang

"Oh, Starscream..."