Because It's You

.

.

.

.

.

.

A BoBoiBoy FanFiction

.

.

.

.

.

.

Warning:

Shounen-Ai, typographical error(s).

.

.

.

.

Kami:

Aloha!

It is I, yes I, the great Dio! /no

Apasih wkwkw.

Halo agan-agan semua. Lama tidak bertemu dengan saya yang menulis Aishiteru Yo.

Jadi gini ea.

Gini.

gINI.

*trus dilempar buku*

Aishiteru Yo yang sekarang saya hentikan ea agan-agan semua!

Lah, bos? Kok gitu?

Iya, karena jele. Jadi saya bakal posting versi barunya. Anggaplah itu fanfic kena revisi cem skripsi. /?

Oke, coekoep bacotnya! Lanjood saja gan!

.

.

.

.

Summary:

Sekarang anak kembar ini sudah memasuki dunia perkuliahan, dan sudsh memasuki semester dua. Halilintar dengan jurusan IT, Taufan yang memasuki jurusan DKV, dan Gempa yang berada di jurusan Teknik Sipil.

Sedangkan itu, Air, memasuki jurusan Sastra Inggris. Tahun ini, akan ada mahasiswa baru, tapi ada sebuah kejutan...?

.

.

.

.

Prologue: Namamu!

.

.

.

Cerita akan dimulai dari sudut pandang Air. Terimakasih.

.

.

.

.

.

.

Namaku Air.

Tahun ini sudah tahun kedua aku berkuliah. Bisa dikatakan masih baru juga, tapi setidaknya aku mengenal sekelilingku.

Hidupku normal. Kakakku, Halilintar, adalah orang yang paling terkenal di kampus. Meski begitu, dia sudah punya pacar, dan pacarnya juga kuliah.

Hanya saja, di Indonesia. Bisa dikatakan mereka LDR.

Aku? Orang yang biasa. Seseorang yang tenang, seperti namaku, dan tak banyak bicara.

Tak ada yang menarik perhatianku selama aku kuliah. Siklus yang sama selalu saja terulang lagi.

Namun, semuanya berbeda saat aku bertemu dengan mahasiswa baru itu.

Dia adalah… Seseorang yang kusuka secara sebelah tangan.

Semuanya terjadi sekitar 3 minggu lalu. Saat dosenku masuk dan memperkenalkannya.

.

.

.

.

.

"Baik, semuanya sudah duduk?"

Aku mengedipkan mataku bingung. Di sekitarku, bisa kulihat beberapa mahasiswa baru yang tak kukenal.

"Nah, ada satu lagi anak yang terlambat. Kalian akur ya dengannya."

Terlambat? Jangan-jangan karena nyasar…?

...Huh?

"Halo! Aku dari Indonesia, salam kenal!"

Mataku membulat. Rambutnya coklat, tapi matanya sangat merah. Seorang pemuda yang sepertinya lebih tinggi dariku.

Dan dia… Mengingatkanku pada seseorang. Mukanya begitu mirip...

"Aku Aizawa Anggara! Bukan karena orang tuaku wibu, tapi Ayahku bernama Aizawa Kenta! Tujuanku adalah kedamaian dunia!"

...Ai...zawa...

Aku tidak mendengarkan sisa celotehannya. Aizawa? Dia saudaranya Raini? Tapi kenapa dia kuliah di Malaysia?

Aku tidak mengerti. Namun lamunanku buyar saat ada yang menjentikkan jarinya di depan mataku.

"Heeeii, kak, keberatan gak?"

Hah? Apa? Siapa?

Kutolehkan kepalaku, dan menemukan Anggara sudah berdiri di sebelahku.

"Eh, ah… Uh… Tidak..."

Hanya itu responku. Langsung saja dia duduk, tanpa ba bi bu lagi.

"Kau pasti kak Air! Aku pernah mendengarmu dari kak Rara!"

Oh, ya… Raini dipanggil Rara oleh keluarganya.

Dan juga, "kak"? Aku hanya tua setahun saja darinya...

"Oh, begitukah… Salam kenal, kurasa?"

"Yap, yap! Salam kenal!"

Dia seseorang yang ceria. Hampir mirip seperti Api, tapi di saat yang sama ada yang aneh dengannya.

.

.

.

.

.

Tiga hari berlalu setelah Anggara masuk. Dia juga populer, dan dia sangat dekat dengan kak Hali.

Tentu saja, kakaknya berpacaran dengan kakakku, sudah wajar mereka dekat...

…Tapi rasanya ada yang mengganjal di dadaku.

"Kau selalu sendirian ya, kak Air?"

Lamunanku kembali buyar. Anggara sudah duduk di sampingku, dengan senyuman khasnya di wajahnya.

"Tidak punya teman ya? Berteman denganku?!"

"…Kau seperti mengajakku menikah jika nadamu begitu."

"Eh?! Serius?!"

Anggara itu unik. Dia mirip dengan Raini, tapi di saat yang sama bisa mirip dengan kak Hali. Saat belajar, dia akan serius, tapi dia akan kembali ramah saat istirahat.

Dia juga mahasiswa yang sangat disiplin. Banyak dosen yang menyukai keberadaannya.

Dia punya aura yang bisa membuatmu ingin berbicara dengannya. Dan saat kau sudah mengajaknya bicara, kau takkan bisa berhenti. Dia akan terus membalas, dan membalas ucapanmu.

"Omong-omong, kapan kak Air akan memanggilku Angga? Semuanya sudah melakukannya, kecuali kau sendiri!"

Aku tidak menjawab, dan memutar mataku ke arah lain. Kubereskan buku-bukuku, dan kusimpan di dalam tasku.

"…Hanya tidak mau."

Itu saja yang kuberikan padanya, lalu berdiri dari kursiku, berniat untuk pergi.

Bukan aku tidak tahan dengan keberadaannya, hanya saja ada baiknya dia meninggalkanku saja.

Karena, setiap dia bicara denganku, dadaku terasa sesak. Mungkin aku sakit.

Tapi kala aku mendekati pintu, tubuhku tertahan kala tanganku ditarik pelan.

"Kak, tunggu… Apa aku mengganggu kakak?"

Mataku membulat. Aku menolehkan kepalaku padanya, menemukan Angga yang memasang ekspresi sedih.

"Tidak, bukan. Kau tidak…"

Hah? Jika dia tidak mengganggu, lalu apa?

Jujur, aku tidak tahu. Aku ingin dia ada di dekatku, tapi di saat yang sama juga tidak.

"...Kau ingin aku memanggilmu Angga kan?"

"I-iya..."

"Kalau begitu lupakan formalitasnya. Panggil saja aku seperti biasa."

Apa yang kupikirkan? Mana mau dia melakukannya...

"Eh? Tapi, kau lebih tua dariku, jadi melakukannya agak..."

Nah, kan?

"PANGGIL aku, dengan namaku saja."

Kenapa aku mengotot sekali? Aku mulai tidak mengerti dengan diriku sendiri.

"Oh, oke, Air! Kau benar-benar aktif jika soal ini ya!"

"…Mmm. Aku pulang, kalau begitu..."

Kutarik tanganku kembali dan berbalik, dan terdiam sejenak.

"…Sampai jumpa esok, Angga."

Setelahnya, aku mulai berjalan, tanpa menoleh ke belakang. Kutarik sedikit topiku ke bawah, dan sedikit menunduk.

…Yang barusan itu benar-benar memalukan.

.

.

.

.

.

.

.

To Be Continued...