Hak cipta EXO sepenuhnya adalah milik SM Entertainment. Fiksi ini diperuntukkan hanya untuk kesenangan batin. Tidak memperoleh keuntungan material sedikit pun.
Kita hidup dalam cerita tanpa judul © Imorz
Pelebur.
Bartender.
Tulisannya rusak tertumpah anggur.
Astaga, izinkan Baekhyun menjajah Manchester.
Chapter 1: Manchester; kegilaan yang terjadi pada malam hari di wilayahnya
[ 1/3 ]
.
.
.
Ini kali pertama Baekhyun datang ke kelab. Dan ia tidak suka dengan isinya; musik hura-hura pemekik gendang kuping, aroma rokok dan alkohol mengambang di udara, kaum hawa minim benang, serta lampu yang frekuensi cahayanya begitu redup. Baekhyun memang ada masalah dengan penglihatannya, kemarin baru periksa dan kata dokter sudah mencapai angka dua dan ia semakin menderita. Sialnya, seorang kenalan mengajaknya mengunjungi kelab pinggir kota Manchester. Baekhyun pikir, dengan berjalan-jalan sedikit setidaknya meringankan pekerjaan yang menggendong di punggung dan kepalanya.
Tahu-tahu malah semakin membuat sakit kepala.
"Aku sakit kepala."
Jongin, kenalannya yang menyebalkan, menyahut. "Kau mengucapkan kalimat yang sama tujuh kali. Aku juga jadi sakit kepala mendengarnya."
"Aku kira kau senangnya batang lelaki, tahu-tahu mengajakku ke tempat sampah begini."
"Memang. Di sini juga ada laki-laki, 'kan? Mengubah orientasi orang lain itu suatu tantangan tersendiri," jawab Jongin dengan tawa. Setengahnya hanya bergurau.
Baekhyun mencibir. Minuman yang dipesankan teronggok di pinggir, tidak ada sama sekali niat ingin mengecap barang setetes. Baekhyun anti minuman yang memabukkan, bahkan di negara asalnya sendiri, ia jarang ikut minum dengan teman-temannya. Beberapa orang menganggapnya kuper, Baekhyun menganggap dirinya keren karena berada di garis minoritas. Mencapai usia dewasa bukannya pergi minum-minum, Baekhyun justru mendekam di kamar membaca artikel tentang dildo.
Di depannya ada kaki-kaki yang menari, meliukkan pinggul di atas lantai dansa, ubun-ubun tepat di bawah lampu disko yang memancar mancawarna, Baekhyun kesilauan. Pergi ke kelab menjadi salah satu kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan.
"Aku pulang."
Jongin terbelalak. "Apa? Kau yakin?"
Baekhyun pura-pura tidak mendengar. Ia turun dari kursi putar, mengancing mantel dengan mimik jengkel, Jongin tidak banyak bersuara lagi. Segera setelah itu, ia benar-benar pergi dari tempatnya. Bersisa Jongin yang menggerutu dari meja bar. Mengeluh pada bartender lihai yang sedang menuang minuman ke dalam gelas.
Temanku yang satu itu memang kurang asik, katanya.
Baekhyun meraba seluruh badannya, pada mantel coklat pasir yang melekat. Meraup kantong-kantong yang terselip. Tidak ada. Tidak ada barang yang ia cari, sementara kelab sudah tertinggal jauh di belakang. Itu hanyalah opsi terakhir. Tidak mungkin Baekhyun bisa seteledor itu untuk meninggalkan memonya di tempat antah-berantah, kelab maksudnya. Dan kelab tadi adalah opsi terakhir yang akan ia lakukan jika sampai satu jam selanjutnya ia tidak menemukan memo tadi.
Memonya berisi ide. Bisa terbunuh Baekhyun jika sampai ide-ide itu jatuh ke tangan yang salah atau yang paling buruk: hilang. Semua curahan otaknya ada di dalam buku kecil itu, kreasi yang akan ia ciptakan disuatu waktu, kapan saja. Baekhyun mendedikasikan diri sebagai penulis lepas di internet, yang meraup uang dari hasil komisi legal yang ia lakukan dari mulut ke mulut, dari cuit ke cuit.
Hanya beberapa orang yang mengetahui namanya; Byunearest. Penulis fiksi; terkenal tidak, redup tidak. Sangat anti cerita roman klise. Lebih condong pada hubungan rumit macam dua pria-wanita yang menolak menikah tapi memilih kumpul kebo tiap Sabtu tiba. Baekhyun tidak suka ikatan, jadi, prinsip tadi ia salurkan ke dalam hobi (sekaligus pekerjaan yang mumpuni, hei, Baekhyun melakukan sesuatu yang ia minati dan ia menikmati) tulisannya, bahwa cinta tidak harus diikat melainkan dijalani.
Dan ide-ide hebat tadi di mana lokasinya saja Baekhyun tidak tahu. Segala situasi yang ia ciptakan berada di dalam memo itu. Kemudian, ia berada di depan kelab, kembali lagi mengunjungi.
Bajingan; untuk dunia, untuk Jongin, dan untuk kecerobohannya.
Memang bajingan.
Jongin masih duduk di dekat bar, wajahnya merah khas orang setengah hidup. "Ah, Baekhyun?" Namun, ia masih sadar. "Kau kembali? Ketinggalan sesuatu?"
Apa yang Baekhyun lihat itu? Seorang bartender memasang wajah menyesal, dengan posisi botol anggur terbalik sementara ada buku kecil tampak basah di atas meja bar. Apa yang Baekhyun lihat itu ... buku memonya?
"Bangsat!"
Baekhyun menyumpah menggunakan bahasa Korea. Kedua alis Jongin terangkat dengan bola mata melotot.
"Ma-maaf!" Bartender itu menyahut menggunakan bahasa yang sama, lebih formal. Ia membungkuk. "Ini hari pertama saya bekerja! Maafkan saya!"
"Hari pertama atau hari kiamat sekalipun tidak akan mengubah apa pun bahwa buku kecil, buku yang tampak tidak berharga di sana itu, basah tertumpah anggur baumu!"
"B-Baekhyun ... tenanglah."
Orang-orang Manchester memandang mereka sebagai tontonan. Pada beberapa orang asia yang sedang bergerutu, menarik.
Memonya, anaknya. Baekhyun menggapai buku ukuran A lima itu dengan sendu, matanya tidak percaya. "Tega sekali kau lakukan ini padaku," lirihnya. Jongin meneguk ludak, wanti-wanti teriakan dalam bahasa Korea selanjutnya dari baekhyun. Tapi sepertinya tidak terjadi, karena lelaki itu fokus memandang memonya dengan tatapan baru ditinggal kekasih mati.
"Sa-saya minta maaf." Sang bartender mengeratkan jemari pada ujung kemeja. Baju khas bartender: kemeja putih dengan rompi hitam. Ia melirik pada botol anggur yang tadi ia pegang, ia menyumpahi botol itu dalam hati. "Apa yang harus saya lakukan agar Anda bersedia memaafkan saya?"
Baekhyun menoleh. Tatapannya setara elang. Tajam dan membelah lawan.
Ada dua orang datang. Yang satu berpakaian persis seperti bartender, ia bartender lihai yang Baekhyun lihat ketika ia pertama kali datang, dan paman-paman perut buncit paruh baya dengan kumis dan batang rokok menyelip garis bibir, pemilik kelab kemungkinan.
"Ada apa ini?" ujarnya melepas rokok, asap mengepul.
"Pegawaimu ini tadi tidak sengaja menumpah anggur pada barang kawan saya. Tadi ia sok beratraksi, tapi gagal." Jongin menyahut lebih dulu.
Kepala si bartender pemula semakin menunduk.
"Apa itu benar, Chanyeol?"
"Maafkan saya, Paman."
Paman-paman buncit menghela napas. "Dengar, Chanyeol. Kau kuterima di sini karena kita masih punya ikatan keluarga, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya menghancurkan apa yang kukerjakan selama ini. Baru sehari kau mulai, kau sudah menumpah anggur. Bagaimana dengan selanjutnya? Mungkin lampu disko kita di sana itu sudah berganti dengan sirine. Kau mengerti maksudku 'kan, nak?"
Ia diam sebentar, "Mengerti, Paman."
"Maka dari itu, kau terpaksa kuberhentikan. Sebelum semuanya jadi lebih berantakan. Kau boleh mengatakan pada Ibumu kalau aku galak padamu, tapi aku lebih baik dibenci dia daripada kehilangan mata pencaharian. Maafkan aku, Chanyeol."
Bagai menonton sebuah drama keluarga, Jongin menempatkan dirinya pada situasi yang salah, dan juga Baekhyun. Bartender pemula itu tampak ingin menangis kelihatannya.
"Nah, Tuan-tuan. Apa yang harus kami lakukan agar kami dapat menebus kesalahan kami? Wine? Vodka? Apa saja, Tuan." Paman-paman itu merujuk.
Jongin sudah lebih dulu sumringah. "Kalau begitu, aku ingin—"
Baekhyun melempar memonya, tepat mengenai kepala si mantan bartender.
"Ganti ide-ideku yang kau hancurkan. Ganti semua yang ada di dalam memo."
Lelaki itu menatap Baekhyun bingung. "Ganti ... ide?" Tangannya gemetar memegang memo yang basah. "Bagaimana caranya?"
Jongin ikut keheranan.
Baekhyun mantap mengucap. "Kau harus jadi asistenku." Ia melangkah keluar.
Semuanya terdiam.
Kecuali, Jongin.
"Maklum. Dia orangnya memang kurang asik," lalu memesan alkohol gratis hasil rujukan pemilik kelab.
.
.
.
Bersambung.
a/n: Jadi, saya dikasih tahu seorang teman ada yang ingin baca fanfic dari tulisan saya tapi yang ber-chapter. Saya gak janji chapter banyak apalagi words banyak, lagi banyak tekanan utang sana-sini. Beginilah yang bisa saya persembahkan, semoga berkenan untuk pembaca sekalian. Chapter selanjutnya akan segera saya publikasi, semoga. Terima kasih sudah membaca!
