Heā¦jika ditanya apa kesulitan membuat sidestory ini adalah banyak sekali! Salah satunya adalah, dhitta agak kesulitan menentukan siapa yang akan menjadi pasangan Kiba alias pairing. Soalnya kan disini dhitta membayangkan kalau Kiba adalah Woo Bin. Nah tapi di BBF tak ada pasangannya kan tuh Woo bin, sebenernya sih dhitta pasangannya *ditinju*. Tapi setelah dibantu oleh semua readers akhirnya dhitta dapat menemukan siapa gerangan pair Kiba.
Jadi langsung saja deh...
Enjoy it...
Summary : "Ya...aku yakin kau punya keahlian dan kau sudah dewasa kan?" "Kenapa kau begitu baik padaku?" "Aku melakukan ini semata-mata agar kau tak rusak..."
Disclaimer : Masashi Kishimoto
The Shinobi Gank
Sidestory 2 : Unpredictable Kiba
Mencoba menyusuri jalan besar yang hari ini cukup ramai memang hal yang sangat menyenangkan. Gerimis yang sejak tadi mengguyur Tokyo rasanya tak menjadi penghalang bagi orang-orang untuk menjalani aktivitasnya. Seperti pria berambut cokelat ini. Dengan sebuah mantel cokelatnya ditambah dengan payung putih bening yang tergenggam erat dijemarinya yang kokoh, ia menyusuri jalan besar kota Tokyo yang ramai ini. Matanya yang tajam menjelajah liar kearah pertokoan yang berdiri disisi kiri dan kanan trotoar jalan.
Tangan kanannya setia menggenggam sebuah tali yang terhubung dengan leher seekor anjing putih besar yang berjalan disampingnya. Ia sedang membawa anjing kesayangannya ini jalan-jalan. Anjing putih miliknya ini nampak gagah dengan sebuah jaket hujan khusus anjing yang melekat ditubuhnya, mencoba melindungi bulu putihnya yang lembut dari titik-titik hujan.
Tak beberapa lama, matanya menangkap sebuah toko besar mewah dengan label nama Uchiha Bakery House. Ia tersenyum manakala pikirannya melayang kesosok sahabatnya. Seorang pria berambut hitam kebiruan yang usianya hanya terpaut lebih muda beberapa bulan darinya.
Langkahnya tak terhenti sampai di toko roti mewah berkelas ini. Karena memang tujuannya bukanlah untuk mengunjungi tempat usaha bakery milik sahabatnya. Banyak alasan yang menyebabkan ia enggan mengunjungi bakery milik sahabatnya, Uchiha Sasuke. Salah satu yang menjadi alasan terbesarnya adalah, ia tak ingin mengganggu sahabatnya itu. Walau sebenarnya ia tak yakin bahwa sahabatnya itu ada disana.
Masih terasa segar diotaknya kejadian tak mengenakan malam itu. Malam dimana waktunya liburan menjadi malam berdarah yang menyakitkan. Ia tak mau menganggu Sasuke yang sedang banyak pikiran.
Ia masih melanjutkan perjalanannya. Ada beberapa dari pemilik toko yang tersenyum ramah dan menyapanya. Sifatnya yang ramah dan bersahaja itu menyebabkan ia banyak dikenal orang, dan memang rupanya ia sudah sering berjalan-jalan disini sehingga ada sebagian dari pemilik toko yang mengenalnya.
Harum berbagai jenis makanan tercium masuk kehidungnya yang tajam. Sudah banyak kedai makanan yang ia lewati. Tapi hanya ada satu kedai yang menarik perhatiannya. Yaitu kedai yang menjual kue Taiyaki. Langsung saja ia masuk kedalam kedai sambil membawa anjing peliharaannya.
"Selamat datang! Ah Kiba-kun!" Sapa seorang nenek pemilik kedai. Ia tersenyum kearah pria tampan ini. Kiba.
"Ah...Nenek! Aku sedang berjalan-jalan dan memang berniat mampir kesini!" Ujar Kiba ramah pada nenek pemilik kedai. Keluarganya, Keluarga Inuzuka walaupun merupakan keluarga kaya raya dan terpandang tetapi sangat menyukai penganan-penganan seperti Taiyaki ini. Dan mereka sama sekali tidak gengsi meski harus makan dari kedai kecil seperti ini. Sehingga tak heran jika Kiba sudah berlangganan disini sejak masih kecil.
"Huwaaa! Lihat Akamaru! Taiyaki-nya sedang dipanggang!" Pekik Kiba girang sendiri. Sejenak ia melupakan usianya sekarang yang sudah menginjak 22 tahun. Diusia yang sudah dewasa ini ia tetap tak bisa menghilangkan kebiasaannya yang suka jajan. Akamaru, anjing peliharaannya hanya menggonggong pertanda setuju.
"Hm..aku pesan sepuluh untuk dibawa pulang ya Nek!" Ucapnya riang. Dengan setia ia menunggu Taiyaki pesanannya jadi. Taiyaki sendiri adalah kue tradisional Jepang yang berbentuk ikan. Taiyaki terbuat dari campuran tepung terigu, baking powder, telur ayam, air dan gula. Taiyaki terdiri dari dua lapisan. Lapisan atas kue dipanggang terpisah dengan lapisan bawah kue. Setelah kedua lapisan ini setengah matang, barulah salah satu lapisannya diolesi dengan selai kacang merah dan disatukan. Kalau dilihat-lihat, jenisnya hampir mirip Dorayaki kesukaan Doraemon.
"Nah ini dia! Salam untuk kakakmu Hana-chan ya, Kiba-kun! Akamaru!" Kiba tersenyum dan mengambil kotak berwarna cokelat berisi kue Taiyaki yang masih mengepul yangg dibungkus kantung plastik bening.
"Terima kasih!" Balas Kiba dan Akamaru hanya menggonggong.
Kiba kembali melanjutkan perjalanannya yang tak tentu arah ini. Orang ia hanya ingin jalan-jalan keliling-keliling saja. Jangan khawatir ia dan Akamaru akan tersesat, karena mereka sudah terbiasa melakukan ini kalau sedang senggang.
"Sepertinya tak semudah itu mencuri Nona!" Seru seseorang dari arah belakangnya tiba-tiba. Tapi ia yakin seruan tadi tak ditujukan untuknya. Rasa penasaran muncul dan ia segera menoleh, kearah belakang dan sedikit terkejut mendapati peristiwa yang terjadi dibelakangnya
Seorang gadis muda sedang bersitegang dengan seorang penjaga toko...err..buah. Kiba terkejut saat tangan si penjaga itu memelintir tangan gadis yang memakai jas hujan kuning itu meronta-ronta minta dilepaskan.
"Lepaskan aku!" Pekiknya cukup lumayan keras. Tapi tak sedikitpun si penjaga toko ingin melepaskan cengkeramannya. Peristiwa ini jelas mengundang banyak orang untuk menyaksikannya. Gadis itu masih berontak. Saking keras usahanya untuk lepas dari cengkeraman si penjaga toko, tudung jas hujannya terlepas sehingga memperlihatkan rambut orange-nya yang tergerai.
"Gelandangan kurang ajar! Akan kulaporkan kau ke polisi!" Seru si penjaga toko itu. Kiba masih terdiam ditempatnya bersama Akamaru. Ia masih memperhatikan apa yang terjadi tak jauh dari tempatnya berdiri yang kira-kira jaraknya sekitar 100 meter. Dari jarak itu ia dapat melihat dengan jelas gadis tadi mencoba mempertahankan apel yang ada ditangannya. Sebuah apel merah mengkilat yang tak terlalu besar.
Sudah dapat disimpulkan gadis ini mencuri apel.
"Aku mohon...aku lapar.." Gumam si gadis. Ia sangat ketakutan saat ini. Matanya sudah mulai berkaca-kaca. Tapi itu sama sekali tak membuat si penjaga toko itu iba.
"Hm...maaf, sepertinya kau menjatuhkan ini.." Bak malaikat penyelamat bersayap, Kiba datang dan mengacungkan sebuah koin uang sen kearah si gadis. Mata kecoklatan si gadis seketika membulat melihat uang koin yang ada di antara jemari panjang Kiba.
"Grr...tak kusangka ada orang juga yang mampu menyelamatkanmu!" Dengus si penjaga toko langsung merebut uang koin dari tangan Kiba dengan kasarnya. Tangan kanannya yang semula mencengkram pergelangan tangan si gadis terlepas.
Perlahan tapi pasti perhatian orang pun menghilang dari dua sosok ini. Kiba segera membawa gadis malang yang belum dikenalnya itu kearah sebuah taman tak jauh dari kedai tadi dan duduk dibangku taman yang ada disana. Sebelum duduk Kiba mengeluarkan sapu tangan putihnya dan mengelap bangku taman yang sedikit basah akibat gerimis.
"Terima kasih!" Jawab si gadis singkat tanpa memandang mata cokelat Kiba. Ia sibuk menggenggam apel miliknya dan kembali memakai tudung jas hujannya yang tadi terlepas, bertujuan untuk menutupi wajahnya. Kiba hanya tersenyum melihat bibir pucat gadis itu yang bergetar akibat kedinginan.
"Guk!" Akamaru menyalak kearah Kiba. Anjing pandai ini mengarahkan moncongnya kearah langit. Kiba mengikuti arah moncong Akamaru dan tersenyum.
"Gerimisnya sudah berhenti!" Ujar Kiba menunjukan cengiran lebarnya. Ternyata tadi Akamaru bermaksud memberitahu Kiba kalau hujan sudah berhenti. Kiba segera menutup payungnya dan menyandarkannya di sisi bangku taman.
"Ini..." Gadis yang ditaksir usianya lebih muda beberapa tahun dari Kiba itu hanya menatap tak percaya saat Kiba menyerahkan kantung plastik berisi kotak cokelat besar. Kiba tersenyum melihat ekspresi gadis yang menurutnya manis ini dan perlahan tangannya bergerak membuka kotak itu. Kotak berisi Taiyaki yang baru saja Kiba beli tadi.
"Taiyaki..." Gumam si gadis tersenyum. Tangannya yang kurus dan mungil itu menutup mulutnya yang terbuka takjub. Matanya berbinar senang seolah seperti baru menemukan harta karun.
"Ambilah! Kau lapar kan!" Gadis itu kembali tersenyum dan langsung mengambil satu Taiyaki dan langsung memakannya dengan lahap. Kiba terkekeh melihatnya dan mengambil apel merah sengketa tadi yang ada dipangkuan paha mungil si gadis. Dilapnya apel yang basah terkena air hujan itu dengan syalnya yang berwarna cokelat.
"Sudah berapa hari kau tak makan?" Tanya Kiba seraya melepaskan tudung kepala jas hujan gadis manis tadi.
'cantik...' inner Kiba angkat bicara dan membuat pria yang berstatus mahasiswa itu sedikit bersemu. Begitu pula dengan gadis ini. Seketika pula wajah gadis itu memerah saat wajahnya terlihat oleh Kiba. Kiba jadi merasa ia seperti memiliki adik, ini dikarenakan tubuh gadis ini jauh lebih kecil dibanding Kiba.
"Sudah dari dua hari yang lalu, Tuan..." Gumamnya pelan. Pipinya yang semula pucat seperti perut ikan bandeng itu mulai bersemu merah. Siapa tak bersemu jika berhadapan dengan pria tampan tanpa cacat seperti Inuzuka Kiba.
"Jangan seperti pegawaiku yang selalu memanggilku Tuan! Namaku Inuzuka Kiba!" Kiba memperkenalkan dirinya dan tersenyum lembut. Senyuman dari orang super tampan seperti Kiba sepertinya akan membuat pipi si gadis ini semakin merona. Awalnya hanya sewarna bunga sakura, sekarang sudah sewarna buah cherry.
"Ter...terima..kasih...Inuzuka-sama!" Gumamnya seraya menundukan kepalanya. Kiba menegakan posisi duduknya dan mengarahkan pandangannya kearah langit. Tangan kanannya bergerak untuk mengelus kepala Akamaru yang menggeliat manja di dikakinya.
"Kiba! Aku akan lebih senang jika kau memanggilku Kiba saja! Karena kalau kau panggil aku Inuzuka, maka seluruh keluargaku akan menengok karena merasa dipanggil!" Canda Kiba dan semakin membuat gadis imut ini bersemu.
"I..ya..Ki...Kiba!"
"Siapa namamu? Dan berapa usiamu?"
"Fu..Fuma Sasame, usiaku sembilan belas tahun!" Jawab gadis manis tadi yang diketahui bernama Sasame ini.
"Huwaaa! Berarti usiamu hanya berbeda hm...tiga tahun dariku ya!" Sasame tersenyum mendengar penuturan Kiba. Tangannya kembali mengambil satu potong Taiyaki dari kotak milik Kiba.
Kiba dapat melihat dengan jelas pergelangan tangan Sasame yang memerah, ia yakin ini pasti akibat dari cengkeraman tangan si penjaga toko tadi. Tapi setelah pipi Sasame tak lagi merona, Kiba dapat melihat dengan jelas pula sebuah tanda kebiruan dipipi Sasame, juga tanda bengkak disekitar pelipisnya dan sisa seperti darah mengering disekitar sudut bibir pucatnya.
"Siapa yang menyiksamu, Sasame?" Tanya Kiba to the point saat melihat tanda-tanda penganiyayaan diwajah gadis yang terpaut kurang lebih tiga tahun lebih muda darinya. Sasame terkejut dan sontak langsung menutupi tanda lebam di pipinya.
"Ti..dak...aku hanya terjatuh tadi!" Ujar Sasame mencoba tersenyum. Sedangkan Kiba hanya ber oh ria.
"Lalu kenapa kau mencuri?" Tanya Kiba penasaran. Sasame hanya menundukan wajahnya.
"Ak..aku...kabur dari rumah.." Kiba sedikit terkejut saat mendengar penuturan Sasame. Baginya seorang perempuan yang kabur dirumahnya tanpa alasan yang jelas adalah perempuan nakal.
"Kenapa kau kabur?"
"Ak..aku ingin...dijual oleh kakak..." Gumamnya lirih, setetes air mata telah tumpah dipipinya. Ia berusaha untuk tidak menangis dan meredam tangisannya dengan terus memakan Taiyaki yang ada dikedua belah tangannya.
"Kak...kakak bilang kalau aku...kerja diluar...negeri...aku dan...kakak akan kaya..."
"Tap...tap..tapi..aku tak...mau ja...jadi pe...pelacur...diluar...nege..ri.." Tak kuasa menahan tangis gadis malang ini mulai terisak. Ia menundukan wajahnya yang telah basah dengan air mata. Kiba hanya menghela napas prihatin. Disaat ia hidup bermewah-mewah dengan harta yang begitu banyak, masih ada orang-orang seperti Sasame. Terdengar sang kakak begitu tega menjual adiknya, tapi apa ia masih pantas jika disebut tega disaat kondisi ekonomi terus menghimpitnya?
Perlahan Sasame merasakan ada sesuatu yang hangat membungkus lehernya yang pucat. Matanya terbelalak lebar sesaat setelah melihat Kiba mengalungkan syalnya ke leher Sasame.
"Sudah merasa lebih hangat?" Tanya Kiba lembut. Sasame hanya mengangguk.
"Dimana rumahmu?" Tanya Kiba lembut sambil mengusap air mata Sasame. Sasame merasa ia adalah orang paling beruntung sedunia karena bisa bertemu dengan orang sebaik dan setulus Kiba.
"O..Otogakure..." Ucapnya agak parau. Kiba hanya mengangguk-ngangguk saja. Otogakure adalah salah satu daerah terpencil diperbatasan Tokyo. Jaraknya cukup jauh dari tempatnya sekarang. Sekitar puluhan kilometer. Ia sendiri bingung bagaimana bisa orang seperti Sasame bisa sampai kepusat Tokyo yang hingar bingar ini.
"Sasame, aku tak bisa banyak membantumu! Aku hanya bisa memberikan ini padamu..." Ucap Kiba seraya merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan semacam Sasame terulur untuk menghentikan Kiba. Cukupbaginya semua kebaikan yang telah Kiba berikan padanya.
Tapi usahanya untuk mencegah Kiba justru membuat tangannya menyentuh pergelangan tangan Kiba. Darahnya terasa mengalir cepat saat merasakan halus dan hangatnya kulit Kiba. Wajahnya bersemu merah. Kiba sendiri merasakan hal yang sama saat Sasame menyentuhnya, perbedaan suhu terasa sangat Sasame sangat dingin dan seperti hampir membeku.
"Ma...maaf, maksudku...tak perlu...Kiba-sama.." Ucapnya tergagap dan segera melepas tangannya dari tangan Kiba. Wajahnya sudah sangat memerah sekarang. Kiba tersenyum dan tetap melanjutkan niatnya.
"Sasame dengarkan aku..."
"Ini tak seberapa bagiku. Terimalah! Untuk membeli makanan! Makan dua Taiyaki kurasa takkan membuatmu yang sudah tak makan dua hari ini merasa kenyang! Ambilah..." Kiba menyodorkan beberapa lembar uang ke arah Sasame.
Sasame sedikit terkejut melihat lembaran uang yang ada ditangan Kiba. Itu bukanlah jumlah yang sedikit. Tapi ia tak langsung menerimanya. Ia merasa tak pantas menerima kebaikan dari sosok seperti Kiba. Ia sadar penolongnya ini adalah orang yang berasal dari keluarga berada. Terlihat jelas dari wajah dan pakaiannya, tapi seharusnya Kiba jijik pada orang miskin dan kotor sepertinya. Ia seharusnya menatap jijik dan murah dirinya sama seperti orang kaya lainnya. Sama seperti wajah orang yang ingin membelinya.
Ia ragu dengan semua yang Kiba berikan. Kiba sudah seperti malaikat penolong baginya. Tak seharusnya ia mendapat kebaikan terlampau banyak darinya.
Keraguan itu sirna sesaat setelah tangan hangat dan halus Kiba menggenggam tangan Sasame. Diselipkannya uang itu didalam genggaman tangan Sasame. Sasame menatap wajah Kiba yang sedang tersenyum tulus kearahnya.
"Aku akan sangat senang jika kau menerimanya! Sekarang simpanlah uang itu...kurasa itu cukup untuk makanmu selama dua hari. Setelah itu carilah pekerjaan dan tempat tinggal untuk hidupmu!" Nasihat Kiba. Sasame mengangguk.
"Aku..aku tak tahu harus membalas dengan apa...Terima kasih banyak!" Sasame menundukan kepalanya.
"Tak apa! Aku hanya membantu! Dan satu lagi..." Kiba terlihat kembali merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan sebuah kertas kecil berwarna soft cream.
"Jika kau membutuhkan bantuanku, datanglah kesini! Tak jauh dari sini kok...aku akan terus berada disana pada siang hari sampai petang. Karena memang aku bekerja disana!" Kiba kembali tersenyum. Sasame menerima kertas yang ternyata merupakan kartu nama.
"Nah Sasame, aku pergi dulu! Hati-hati ya!" Sasame mengangguk saat Kiba telah bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkannya. Ia hanya bisa menatap punggung malaikat penolongnya dengan tatapan sedih. Begitu singkat pertemuan mereka. Tanpa sadar ia merogoh kantung jas hujannya dan menemukan selembar kertas brosur supermaket.
Kiba tersenyum kearah Akamaru dan menyodorkan sepotong Taiyaki kearah mulut Akamaru. Akamaru menyambutnya dengan riang dan langsung melahap makanan manusia itu. Akamaru dan Kiba memang telah terbiasa makan Taiyaki bersama.
"Masih enak seperti biasanya kan Akamaru?"
"Kiba-sama!" Kiba langsung menolehkan kepalanya kebelakang dan menyipitkan matanya saat melihat Sasame berlari kerarahnya.
"Aku sangat berterima kasih! Kiba-sama aku berterima kasih atas bantuanmu! Ini..." Sasame menarik tangan kanan Kiba dan menyusupkan sesuatu di telapak tangan Kiba. Kiba terkejut saat ia membuka telapak tangannya yang telah terisi sesuatu.
"Hanya sampah jelek...tapi kuharap itu dapat membalas kebaikanmu..." Ucap Sasame merendah. Ia juga melepaskan syal milik Kiba. Namun tangan Kiba menghentikannya.
"Ini buatmu! Kau membutuhkannya kan, karena musim gugur sepertinya tinggal sebentar lagi!"
"Terima kasih atas hadiah kecilmu Sasame! Aku menyukainya..." Sasame tersenyum mendengar penuturan Kiba. Ia pun membungkukan badannya dan berlari meninggalkan Kiba.
Kiba memalingkan wajahnya dan menatap benda ditangannya. Sebuah origami berbentuk burung yang terbuat dari kertas brosur supermarket.
"Ayo pulang Akamaru!"
Jauh dari tempat malaikat penolongnya berada, Sasame sedang tersenyum sendirian saat memandang kertas kecil berwarna soft cream yang ada ditangannya. Senyumnya makin terlihat melebar saat mulai mencium aroma sedap dari kedai ramen di hadapannya.
"Inuzuka Boutique.." Ejanya sebelum akhirnya memasukan kertas berharga itu kedalam saku jas hujannya dan melenggang masuk kedalam kedai ramen untuk mengisi perutnya.
000000000000000000000
"Pengunjung minggu ini sedikit menurun dari biasanya..." Seorang wanita dewasa berpakaian kerja nampak menyerahkan beberapa map berisi kertas-kertas berisi laporan pada sang manager yang duduk dimeja direkturnya yang nyaman.
"Hm..kenapa bisa seperti ini? Apa ibuku sudah tahu?" Tanya sang atasan pada sekretarisnya ini. Sekretaris cantik itu menganggukan kepalanya. Membuat sang manager yang bisa menghela napas panjang dan mulai menyeruput ocha yang tersedia diruangannya. Ruangan ini terasa cukup hangat karena pemanas ruangan. Mata tajam milik manager muda itu memandang keluar jendela ruang kerjanya. Sedang ada hujan badai diluar ruangan. Ia tak menyangka dihampir penghujung musim panas begini ada hujan badai. Pemanasan global semakin parah nampaknya.
"Karena cuaca kah?" Tanyanya.
"Kantor pusat menduga hal itu yang menyebabkan penurunan pengunjung, Tuan Muda Kiba!" Lapor sekretaris yang diketahui bernama Mitarashi Anko itu. Sang manager Inuzuka Kiba hanya mengangguk saja dan perlahan menggerakan pena miliknya diatas kertas laporan itu.
"Baiklah kalau begitu..." Jawabnya. Ia berfikir jika masalah ini telah diketahui oleh Inuzuka Group yang dipimpin oleh ibunya semua akan beres. Lagian siapa juga yang mau memikirkan perusahaan keluarga diusia yang terlampau muda ini. Seharusnya mahasiswa sepertinya sedang berlibur menikmati liburan musim panas. Bukan malah berkutat dengan bisnis keluarga.
"Terima kasih Tuan, saya permisi.." Anko membungkukan badannya hormat sesaat setelah ia mengambil berkas yang telah ditanda tangani Kiba.
"Ah...Anko!"
"Ya..Tuan..?"
"Apa hari ini ada yang datang mencariku?" Tanya Kiba. Sejenak Anko terlihat berfikir sebelum akhirnya ia menggelengkan kepalanya. Kiba hanya bisa ber'oh' ria saat mengetahui hal itu.
Ia mulai kembali menekuni pekerjaannya dan mulai menggerakan pena miliknya diatas berkas-berkas penting itu. Bahkan sesekali ia mengambil stampel dan memberi cap perusahaan dibeberapa bagian kertas itu. Ketika hendak menaruh kembali stampel ditempatnya, matanya terarah pada sebuah benda yang terpajang rapi didalam sebuah kotak kaca bening. Ia sengaja menaruh benda itu didalam sebuah kotak tembus pandang agar tidak hilang dan rusak.
Diambilnya kotak itu dan dipandanginya terus benda didalamnya. Sesekali ia menggumamkan nama si pembuat benda itu. Seorang gadis manis berambut orange yang dengan senang hati memberinya sebuah origami berbentuk burung yang terbuat dari kertas brosur supermarket. Bahkan Kiba dapat melihat ada gambar susu kotak dibadan burung kertas itu.
Sudah lewat lima hari sejak hari dimana ia bertemu dengan gadis kecilnya. Ya..gadis kecilnya, seorang gadis yang lebih muda tiga tahun darinya. Sudah lima hari pula ia menunggu kedatangan gadis itu. Banyak pikiran-pikiran dan dugaan-dugaan yang melintas diotaknya. Dan semua itu tentang si gadis berambut orange itu.
Uang yang diberikannya mungkin sudah habis dalam waktu dua hari saja, tapi sampai sekarang gadis itu belum muncul padahal ini sudah hari kelima. Apa ia baik-baik saja? Apakah ia telah bertemu sanak saudaranya dan telah tinggal ditempat aman? Atau jangan-jangan ia telah berhasil ditemukan oleh kakaknya dan dijual keluar negeri?
Kira-kira itulah pertanyaan-pertanyaan yang melintas dipikiran pria tampan berambut cokelat ini. Entah kenapa ia menjadi merasa begitu khawatir dengan keadaan gadis itu. Sebelumnya ia tak pernah begini. Bahkan pada kakak perempuannya pun ia tak pernah merasa begini. Apakah yang terjadi pada dirinya?
Dari awal ketika mengetahui bahwa gadis malang itu akan dijual keluar negeri dan dijadikan pekerja seks, ia sungguh merasa simpati, kasihan dan khawatir. Tapi seharusnya ketiga perasaan itu hilang sesaat setelah ia membantu gadis itu. Dengan menolongnya dari penjaga kios buah, kemudian memberinya Taiyaki sampai memberikan uang itu seharusnya sudah cukup. Tapi kenapa ia begitu berharap gadis itu datang dan meminta bantuannya. Ia ingin kembali melihat senyum gadis itu dan ingin kembali melihat rona merah dipipinya yang ranum itu.
Apa ia menyukai gadis itu?
"Tidak. Aku hanya menganggapnya sebagai adik karena usianya lebih muda dariku..." Ia menggumamkan kalimat itu pada dirinya sendiri. Mencoba menyakinkan diri bahwa yang ia rasakan bukanlah perasaan cinta, tapi hanya perasaan iba dan kasihan.
Perlahan ia bangkit dari kursi kerjanya yang nyaman dan bergerak menuju kaca jendela yang tepat berada dibelakangnya. Suasana ruangan kerjanya yang terdapat di Inuzuka Boutique begitu nyaman. Senyaman jabatannya yang menjadi manager cabang Tokyo butik mewah ini. Inuzuka Boutique sendiri merupakan sektor utama penghasilan dari Inuzuka Group yang telah memiliki banyak cabang di Jepang dan negara asia lainnya. Inuzuka Group memang sebuah perusahaan yang tidak hanya bergerak dibidang fashion saja, tapi mencakup bidang sosial dan lainnya. Jadi jangan heran jika ada sebuah sekolah khusus penyandang cacat yang berlabel nama Inuzuka. Selain itu juga ada dua petshop besar masing-masing di Tokyo dan Kyoto yang bernaung dibawah Inuzuka Group.
Nyamannya jabatan yang ia dapatkan sekarang sebanding dengan kerja kerasnya. Jika nanti ia telah menikah, maka ia akan langsung resmi menjadi seorang komisaris alias pemilik dari Inuzuka Group secara utuh.
Tapi karena ia belum memiliki pasangan hidup, jadi ia belum bisa menikmati semua itu. Lagipula ia juga belum selesai dengan studinya.
Mata tajam milik pria tampan yang merupakan anggota Shinobi Gank ini terus terarah pada kilatan-kilatan petir yang saling menyambar. Membelah langit dengan suaranya yang keras dan cahayanya yang mengerikan. Ditambah dengan derasnya hujan yang mengguyur. Maklum diluar sedang hujan deras, bahkan mungkin pantas disebut hujan badai. Disaat cuaca yang tak bersahabat begini mana ada yang mau keluar. Pantas pengunjung butik tak ramai bahkan tak ada sama sekali.
Cklek...
"Tuan Kiba!" Seorang pramuniaga wanita berambut hitam panjang tiba-tiba saja membuka pintu ruangan kerjanya yang ada dilantai tiga. Membuat Kiba terkejut bukan main.
"Mana sopanmu! Seharusnya kau ketuk pintu dulu!" Omel Kiba. Pramuniaga itu hanya menunduk minta maaf, tapi tak menghilangkan ekspresi panik dari wajahnya.
"Ada apa?"
"I..tu...Tuan!" Jawabnya tak jelas seraya menunjuk-nunjuk kearah luar ruangan. Kiba menyipitkan pandangan matanya.
"Ada apa katakan dengan jelas!"
"A...a...ad..ada...ma...ma...mayat didepan gerbang Tuan!" Kontan Kiba langsung terlonjak kaget.
"Bagaimana bisa?"
"Mayat perempuan Tuan!"
Deg...
Entah kenapa, tubuh Kiba terasa gemetar sesaat setelah mendengar berita bahwa ada mayat didepan butik milik keluarganya. Ini bukan yang pertama kali ada mayat didepan gerbang butiknya. Sekitar setahun yang lalu, ada seorang mayat nenek-nenek gelandangan tewas bersandar didepan gerbang butiknya. Masalahnya bukan karena ia takut butiknya akan dipasangi garis polisi. Melainkan bayangannya tertuju pada sosok yang sedari tadi ia pikirkan.
Tanpa berfikir panjang ia segera berlari keluar ruangannya tak peduli dengan teriakan panik pramuniaga yang tadi memberi informasi.
0000000000000000
"Ia baik-baik saja! Hanya pingsan akibat kedinginan!" Jelas seorang pria berpakaian dokter karena memang ia adalah seorang dokter.
Kiba hanya menghela napas lega. Ia tersenyum kearah dokter itu dan memerintahkan Anko untuk mengantar dokter itu keluar.
Ia duduk termenung diatas sebuah kursi yang ada tepat didepan ranjang. Ia sedang berada disebuah ruangan yang ada disamping ruangan kerjanya. Ruangan ini adalah ruangan kesehatan yang memang disediakan khusus untuk pegawai yang mendadak sakit atau pingsan saat bekerja.
Sekarang ranjang kecil berkapasitas satu orang itu terisi penuh dengan tubuh seorang perempuan mungil. Perempuan yang baru saja ia selamatkan. Wajahnya yang semula pucat bukan main itu kini mulai sedikit berwarna karena suhu udara yang memang hangat. Ditambah tubuh gadis ini telah dibalut oleh piyama baru dan selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga sebatas leher.
Kiba mengamati wajah damai malaikatnya yang sedang tidur. Entah kenapa ia jadi begitu menyayangi gadis ini. Perasaan sayang yang muncul selayaknya seorang kakak yang menyayangi adik perempuannya. Awalnya Kiba bingung kenapa ia menjadi begitu mengkhawatirkan orang asing seperti perempuan ini, namun perlahan ia menyadari perasaan tidak ingin kehilangannya adalah sama seperti perasaan kakak pada adiknya. Perasaan yang belum pernah ia rasakan kerena notabene ia adalah seorang anak bungsu.
Ceklek.
"Maaf Tuan Muda, para pegawai menunggu keputusan anda!" Jelas Anko. Kiba sendiri baru sadar bahwa ia mungkin telah membuat semua karyawannya kebakaran jenggot akibat ulitimatum dadakan yang keluar dari mulutnya.
Flashback
Deru suara hujan seolah menelan semua suara yang tercipta. Diluar pintu masuk Inuzuka Boutique berkumpul semua karyawan dari Inuzuka Boutique sendiri. Mulai dari satpam, para pramuniaga baik laki-laki maupun perempuan yang jumlahnya puluhan itu sedang berjejalan ingin melihat objek menarik.
Kiba yang merasa sangat penasaran dengan sosok perempuan yang katanya mayat itu langsung berusaha menerobos kerumunan karyawan dan karyawati-nya itu. Betapa terkejutnya ia mendapati sesosok tubuh berjas hujan kuning yang tergeletak tak berdaya di atas guyuran hujan dan petir. Ia tergeletak begitu saja diatas aspal jalanan menuju parkir basement.
"SASAME!" Suara teriakan Kiba menggema ditelan suara hujan yang jauh lebih ganas. Para karyawan dan karyawati itu hanya bisa menggumamkan kalimat tak jelas dan meneriaki nama atasannya saat tubuh Kiba yang tanpa pertahanan itu menembus hujan badai itu.
"Oh..Tuhan tidak!" Gumam Kiba saat menyadari bahwa dugaannya tepat. Sosok itu memang Sasame. Sasame yang dikenalnya, gadis muda yang masih mengenakan jas hujan kuning selututnya dan syal cokelat rajutan pemberiannya. Tangan gadis itu terkulai tak berdaya dengan jemarinya yang menggenggam kartu nama.
" Sasame...bangun Sasame kumohon!" Perasaan takut menyelimutinya setelah melihat wajah pucat Sasame. Bibirnya yang mungil itu terlihat membiru kedinginan. Pipinya yang ranum sudah pucat sangat seperti mayat. Tak ia hiraukan tubuhnya yang sudah basah kuyup itu, dan segera menggendong tubuh ringan itu kedalam ruangan butik. Jauh dilubuk hatinya yang paling dalam ia sangat tidak menginginkan gadis ini berstatus mayat alias sudah mati.
Tubuh tak berdaya itu terus berada dalam gendongan Kiba. Perlahan ia sampai didepan pintu butiknya. Seketika pula semua karyawan dan karyawati Inuzuka Boutique langsung memberi Kiba jalan. Kiba hanya menatap para pekerjanya itu dengan tatapan murka.
"Siapa yang pertama kali melihatnya?" Desisnya tajam. Semuanya hanya bisa menunduk takut. Bagaimanapun sikap nekat atasan mereka ini tak mungkin jika tanpa alasan. Gadis ini pasti berarti bagi seorang Inuzuka Kiba.
"Aku tak jamin pekerjaan kalian jika terjadi sesuatu pada gadis ini!"
End Flashback
"Hm...katakan pada mereka aku membatalkan semua itu! Dan katakan juga Sasame akan menjadi bagian dari mereka juga!" Jawab Kiba sejenak sebelum akhirnya ia kembali mengalihkan pandangannya pada Sasame yang sedang terbaring lemas diranjang.
000000000000000000
Matahari telah muncul. Itu berarti sudah saatnya ia kembali melaksanakan tugasnya yaitu menyinari Tokyo yang sudah hampir seminggu ini tertutupi oleh awan hitam yang congkaknya bukan main. Sudah banyak aktivitas menumpuk yang akan menanti semua orang. Sudah saatnya pula mereka bangkit dari kasur mereka yang nyaman dan mulai menjalani rutinitas yang sempat terhambat akibat cuaca buruk.
Tak ada yang buruk jika kau sudah mulai memasuki kawasan butik mewah ini. Semua pegawai baik yang berpakaian pramuniaga ataupun satpam, berkumpul ditengah-tengah ruangan lantai dasar Inuzuka Boutique yang biasanya dibuat untuk arena panggung fashion show.
Seorang pria tampan berambut cokelat dengan setelan jasnya yang hari ini bermodel casual itu berdiri ditengah, berdiri diantara pegawai-pegawainya. Disamping sosoknya yang gagah berdiri seorang gadis berambut orange berpakaian kemeja putih dengan vest berwarna hitam yang dipadupadankan dengan celana panjang dan sepatu hak tinggi berwarna hitam juga. Pakaian yang dikenakan gadis berwajah imut ini sama dengan perempuan-perempuan lainnya yang ada disekitarnya. Karena memang pakaian yang dikenakannya adalah seragam untuk pramuniaga perempuan.
"Perkenalkan namaku Fuma Sasame. Mohon bantuannya..." Suaranya terdengar. Membuat semua calon rekan-rekan kerjanya ikut tersenyum.
"Mulai hari ini Sasame akan bekerja disini sebagai seorang pramuniaga! Kuharap kalian bisa menerima dengan baik kerabatku ini. Berikan pengalaman bekerja yang baik untuk Sasame!" Giliran suara sang manager, Inuzuka Kiba terdengar. Para pegawai lainnya hanya mengangguk dan menggumamkan kata 'baik'.
"Sasame akan tinggal bersama Karin dan Shizune. Kalian berdua bersikap baiklah pada Sasame!" Jelas Kiba. Karin hanya mengangguk. Wanita berambut merah itu tersenyum menyetujui.
Tak jarang para pegawai Inuzuka Kiba memiliki rumah yang letaknya jauh dari tempat mereka bekerja. Sehingga Inuzuka Boutique menyediakan semacam rumah tinggal tingkat dua yang cukup besar dengan banyak kamar tepat dibelakang gedung Inuzuka Boutique. Istilah kasarnya ya disebut seperti asrama pegawai. Namun asrama ini hanya dihuni oleh pegawai perempuan yang masih lajang. Sedangkan bagi pegawai laki-laki dan perempuan yang sudah berkeluarga, disediakan tranportasi berupa mini bus yang siap mengantar mereka semua sampai tujuan dengan aman. Sehingga keselamatan para pegawai Inuzuka Boutique tetap aman. Dan hal ini pula menyebabkan kinerja para pegawainya tetap maksimal dan menghindari para pegawai untuk bolos kerja dengan alasan malas pergi ke tempat kerja.
00000000000000000
"Sasame, kau hanya perlu melayani semua kebutuhan para pengunjung disini. Penuhi kebutuhannya dan berikan saran yang perlu untuk merekadalam memilih pakaian..mengerti?" Anko menjelaskan panjang lebar tentang pekerjaan baru Sasame. Sasame hanya mengangguk-ngangguk mengerti saja. Mata kecoklatannya sibuk mengamati seluruh isi salah satu butik termewah di Jepang ini. Mulai dari dekorasinya sampai pakaian-pakaiannya.
"Dilantai tiga adalah pakaian khusus anak-anak, dilantai tiga pula ada ruangan Tuan Muda Kiba, ruang kesehatan dan pantry. Sedangkan dilantai dua adalah pakaian khusus untuk pria dan tempat kita berada inilah tempat pakaian khusus wanita berada. Dilantai inilah banyak pengunjung sering ramai. Jadi Tuan Muda menempatkanmu disini. Kau mengerti Sasame..."
"Ya...Anko-sama.." Sasame kembali mengangguk.
"Hm...dan satu lagi!" Anko mengancungkan jari telunjuknya tepat didepan wajah Sasame.
"Ingat! Jangan lupa tersenyum pada pelanggan! Coba lihat mana senyummu?" Sasame hanya tersenyum malu-malu sedangkan Anko sendiri hanya bisa terkekeh geli melihat wajah polos karyawati baru bosnya.
"Hm...Sasame, jangan panggil aku Anko-sama! Panggilah aku Anko-neechan, bagaimana hm?" Ucap Anko sambil tersenyum manis. Sasame hanya memiringkan kepalanya dan menggumamkan kata 'mengapa'.
"Hm...soalnya sepertinya kau sangat berarti untuk bos kecilku itu! Hahaha..." Tawa Anko menggema diseluruh ruangan. Membuat semua pegawai yang mendengarnya jadi sweatdrop sendiri. Sedangkan Sasame hanya dapat menyembunyikan wajahnya yang merona.
Tuk..tuk...tuk..
Suara yang dihasilkan oleh stiletto sembilan centi milik Anko, menandakan bahwa wanita sexy nan bohay itu telah menjauh dari Sasame berdiri. Sasame sendiri hanya bisa menghela napas panjang. Ia sendiri sangat bersyukur karena ia telah diterima oleh malaikat penolongnya. Alasan ia kesini sendiri karena saat badai itu berlangsung, saat ia sedang duduk kedinginan di pelataran sebuah supermarket ada seorang pria pegawai supermarket itu keluar dan melakukan tindakan yang tak senonoh padanya. Ia terus berlari menembus hujan tanpa arah. Badai menyebabkan pandangannya kabur sehingga ia tak dapat melihat jalanan dengan jelas. Namun apa daya udara dingin dan derasnya hujan membuatnya tumbang dan ketika terbangun ia telah kembali melihat wajah malaikat penolongnya dan telah terbaring dikasur yang lembut dengan selimut yang hangat.
Kiba telah menyelamatkan nyawanya dua kali. Entah kenapa ia sangat berterima kasih pada Tuhan yang telah mengirimkan seseorang sebaik Kiba. Ia tak bisa bayangkan jika ia harus menjalani kehidupan berat yang tak pernah ia inginkan. Apalagi kalau bukan dijual sang kakak keluar negeri.
"Sasame-chan...!" Suara seseorang menyadarkan Sasame dari lamunannya. Sasame sendiri tak menyadari kalau dirinya sedari tadi sedang melamun.
Sasame tersenyum manis manakala mendapati dua orang perempuan menghampirinya. Keduanya memakai seragam yang sama dengannya. Yang membedakannya hanya warna rambut mereka saja. Satu berwarna merah darah dan satu lagi pirang.
"Selamat siang!" Sapa Sasame.
"Ah...Sasame-chan tak perlu seformal itu dengan kami! Namaku Karin, kita satu kamar loh!" Ucap Karin, perempuan berambut merah berkacamata. Sasame tersenyum.
"Aku Shizune..." Si rambut hitam pendek ikut tersenyum. Sasame hanya bisa bersyukur karena masih ada yang menerimanya disini selain Kiba dan Anko. Ada Karin dan Shizune.
"Eh...ada pelanggan yang datang, ayo mulai bekerja! Nanti kita mengobrol di rumah ya Sasame-chan!" Ucap Karin sesaat setelah melihat seorang wanita paruh baya masuk bersama seorang anak laki-lakinya datang. Shizune sendiri langsung menarik lengan Sasame dan mulai melaksanakan pekerjaan barunya.
0000000000000000
Mata kecokelatan Sasame membulat sempurna saat melihat kamar barunya. Walaupun kamar ini sebenarnya bukan murni kamar miliknya melainkan kamar milik Karin dan Shizune juga. Kamar ini terlihat bagus, rapi dan apik, berbeda sekali dengan kamarnya dulu. Ah..tidak ia tak memiliki kamar dulu. Ia hanya tidur disofa butut yang sudah bau dan berlubang.
" Kau tidur ditempat tidur yang dipojok sana ya!" Shizune menunjuk sebuah single bed yang berada paling pojok dari kamar itu. Dikamar ini terdapat tiga buah single bed empuk yang berjajar rapi. Di pojok paling kanan adalah kasur milik Shizune sedangkan kasur yang tengah milik Karin dan yang pojok kiri adalah kasurnya.
"Kamar kalian rapi sekali ya..." Gumam Sasame. Shizune hanya tersenyum lembut dan memandang gadis yang usianya jauh lebih muda enam tahun darinya.
"Sasame-chan ini adalah kamar kita bersama!" Tegas Shizune seraya bangkit dari posisinya yang semula duduk diatas kasur milik Sasame.
"Sasame-chan, kau bisa taruh pakaian-pakaianmu didalam sini!" Jelas Shizune seraya membuka pintu tengah lemari tiga pintu yang ada dikamar itu.
"Ingat jangan sampai tertukar! Pintu yang kanan baju-bajuku, sedangkan yang kiri adalah baju-baju milik Karin!" Jelas Shizune lagi. Sasame hanya tersenyum. Ia ingat bahwa dirinya sama sekali tak memiliki pakaian selain kaus berwarna abu-abu lengan pendek yang telah robek lengannya, kemudian sebuah celana pendek berwarna biru belang-belang yang menempel saat itu bersama jas hujan kuning.
Bukannya ia tak membawa baju saat aksi kabur dari rumahnya beberapa hari yang lalu. Melainkan baju-baju itu sudah ia jual ketukang loak untuk makan dan ongkos ke Tokyo. Itulah alasan ia bisa sampai Tokyo. Dan alasan ia mencuri apel waktu itu adalah karena ia kehabisan uang dan kelaparan.
"Sasame-chan kenapa melamun?" Tanya Shizune heran.
"Ah...tidak Shizune-neesan ak...aku hanya..."
"Shizune-chan!" Suara cempreng dan kurang indah milik Karin sukses memutus perkataan Sasame. Pandangan mata Sasame dan Shizune langsung tertuju pada kamar mandi tempat Karin si rambut merah itu berada.
"Apa? Kau lupa bawa handuk lagi hah?" Tanya Shizune malas-malasan. Sepertinya ia sudah bosan dengan kebiasaan makhluk centil ini. Apalagi kalau lupa bawa handuk saat mandi.
"Haha! Kau tahu saja!" Sahut Karin tanpa dosa, ia segera mengeluarkan kepalanya dari pintu kamar mandi. Tubuh polosnya tetap tertutup oleh pintu, hanya kepalanya saja yang keluar.
"He...Sasame-chan habis ini kau mandi ya! Airnya segar sekali!" Seru Karin membuat Sasame sweatdrop. Shizune hanya bisa melempar handuk milik Karin dan entah kenapa begitu pas mengenai wajah wanita berusia dua puluh empat tahun itu.
"Shizune-chan!"
"Sudah cepat sana mandi Karin!" " Oh...ya...Sasame-chan sebaiknya segera kau masukan pakaian-pakaianmu kedalam lemari.." Ucap Shizune sambil menunjuk dua buah koper berwarna merah milik Sasame. Ya...milik Sasame.
Flashback
"Kau sudah sadar?" Gadis itu mendengar sayup-sayup suara seorang pria disampingnya. Ia mulai mengerjapkan mata kecokelatannya. Menyesuaikan pupil matanya dari sinar lampu yang menyilaukan.
Ia mulai dapat melihat kesekelilingnya. Sebuah selimut hangat dan tebal berwarna merah totol-totol menutupi tubuhnya. Ia tersentak kaget dan langsung bangkit dari posisi tidurnya.
"Tak apa kau aman!" Suara seorang pria kembali mengiang dikepalanya. Ia arahkan kepalanya ke sumber suara itu, membuat rambut orange indahnya sedikit berkibas.
Ditatapnya sosok pria disampingnya dengan tatapan terkejut. Ia menutup mulutnya dan tak kuasa menahan air matanya yang tumpah. Pria tampan yang ada disampingnya mencoba menenangkan dirinya dengan mengelus punggungnya dan perlahan tangan kekar miliknya menggiring tubuh si gadis untuk kembali berbaring.
Pria itu tersenyum lembut dan mulai mengusap setetes air mata yang keluar dari mata si gadis.
"Ki...Kiba-sama.." Lirih suara si gadis mengalun. Ia begitu terkejut dan bersyukur tentunya. Bagaimana tidak, Tuhan telah menolongnya. Menolongnya lewat tangan seorang malaikat yang sama. Ia berfikir ia akan hancur ditangan laki-laki penjaga supermarket yang mau memperkosanya itu. Dan ia berfikir ia akan mati ditengah hujan badai. Tapi Tuhan berkehendak lain, ia kembali bertemu dan bertatap muka dengan malaikat penolongnya yang sama.
Ia tak kuasa menahan tangis saat itu. Perlahan namun pasti sosok pria malaikatnya mulai memeluknya erat. Menenangkannya sejenak untuk melupakan semua beban dalam hidup yang mungkin tak kunjung berakhir.
"Kau ada bersamaku sekarang. Tak perlu khawatir.." Ucapnya lembut. Suaranya mengalun bak melodi indah ditelingan sang gadis. Gadis berparas manis itu tersenyum.
"Apa...yang harus kulakukan untuk membalas kebaikan anda?" Tanya gadis ini. Ia menundukan kepalanya.
"Jika kau tak keberatan, bekerjalah disini..."
"Eh..."
"Ya...aku yakin kau punya keahlian dan kau sudah dewasa kan?" Pria bernama Inuzuka Kiba itu tertawa renyah. Dan itu jelas membuat si gadis merona.
"Tapi aku tak punya apa-apa..." Si gadis itu menunduk malu. Benar ia tak memiliki apa-apa, ia tak memiliki berkas-berkas untuk melamar pekerjaan, bahkan untuk pakaian saja ia tak punya.
"Aku akan menanggung semuanya..." Tegas Kiba. Pria bertato itu begitu mantap saat mengatakan hal itu.
"Kau bisa tinggal di rumah pegawai yang ada dibelakang gedung. Aku juga akan mengurus semua keperluanmu disini. Tak perlu khawatir, sudah kusiapkan pakaian dan semua keperluan kerjamu..." Sasame sama sekali tak ingin diperlakukan seperti ini. Ini sudah terlampau batas, Kiba sudah terlalu baik padanya.
"Siapkan mental dan fisikmu untuk bekerja besok. Kau akan dibantu oleh sekretarisku dan pegawai lainnya. Jika semua kebutuhanmu telah terpenuhi, kuharap kau bisa bekerja dengan baik!" Tegas Kiba seraya bangkit dari duduknya dan pergi dari ruangan kesehatan.
"Kiba-sama..."
"Ya...?"
"Kenapa kau begitu baik padaku?"
"Aku melakukan ini semata-mata agar kau tak rusak..."
End flashback
The Shinobi Gank Sidestory 2: Unpredictable Kiba To be continued
GYAAAAAAAA! Apa ini? *ngumpet dibawah bantal*
Maksud dari perkataan terakhir Kiba adalah, dia ga mau Sasame jadi pelacur. Ngerti kan maksudnya?
Gaje banget deh! Dhitta terinspirasi dari maraknya human traficking alias perdagangan manusia. Jadilah fic ini.
Dhitta sendiri mencocokan karakter Kiba sebagai cowok yang cool tapi penyayang. Sedangkan Sasame sendiri orangnya terkesan polos, teraniyaya.
Dan kenapa dhitta putus disini karena setelah dhitta buat, panjang banget. Dhitta takut readers akhirnya bosan dengan ceritanya. Memang cerita Kiba lebih panjang dari cerita Sai. Tapi ga apa-apa kan readers? oya...bagi yang belum tahu fuma sasame silahkan langsung dilihat di avatar dhitta ya...
Tapi akan tamat kok sidestory ini.
Dichapter depan akan muncul beberapa character lainnya seperti kakaknya Kiba, Inuzuka Hana, terus sama Shion. Dan pastinya anggota The Shinobi gank bakal nongol kok...heheh...
Ini adalah pertama kalinya dhitta merasa kesulitan banget dalam membuat fic. Jadi maaf ya readers kalau gaje. Dhitta sama sekali tak membayangkan cerita cinta kiba sebelumnya. Karena memang awalnya dhitta hanya ingin membuat sidestory Sai aja. Tapi karena derasnya permintaan *halah* jadi apa daya dhitta harus melanjutkannya.
Oke akhir kata dhitta minta kritik dan saran para readers lewat review, dan jika sidestory ini tidak berkenan alias mengecewakan, dhitta tak akan melanjutkannya... jadi mohon sarannya ya untuk semuanya!
Tapi tetap akan dhitta kasih bocoran episode *halah* selanjutnya: Sasame mendapatkan masalah di tempat kerjanya. Apakah ini murni kecelakaan? Apakah Kiba akan menendang Sasame keluar dari Inuzuka Boutique? Nasib dari Sasame terombang-ambing. Sementara sang kakak sepertinya semakin berambisi untuk menjual sang adik...Semuanya ada dilanjutannya. Mohon dukungannya!
