25 Desember

Hari Natal. Hari yang identik dengan pohon cemara, santa claus, dan permen gratis. Dan, hari yang paling dibenci oleh gadis berambut tosca itu.

Hari yang menyimpan kekecewaan gadis itu. Hari di mana sahabat—sekaligus cinta pertamanya—berangkat ke Amerika 5 tahun lalu. Meninggalkan dia sendiri...

... dan terus menanti.

.

Love in Christmas

© YAMAHA, Vocaloid

© Megumi 'BlueHighSky

Merry Christmas! / "Ugh, Bakaito! Kau bahkan tidak pernah membalas SMS dan e-mailku! Aku benci!"/ ::KaitoMiku fic::

Warning: typo, OOC, AU, etc.

italic : flashback

Let's say, "Don't like don't read!"

.

.

23 Desember.

Miku Hatsune—nama gadis itu—menata pohon cemara sintetis yang baru saja ia beli. Pohon cemara yang mini tentunya. Dengan pelan, ia menghias pohon mini itu. Menempatkan replika mini santa claus itu di tempat yang pas dan beberapa hiasan lainnya. Dan yang terakhir, bintang yang diletakannya di puncak pohon itu. Tak salah, kan, kalau menata pohon cemara untuk hari natal, yang notabene tinggal dua hari? Dibanding membeli pohon itu saat natal, pasti banyak orang dan membuat Miku harus menunggu.

Puas menata pohon itu, tangannya lalu meraih sebuah bingkai foto yang ada di atas meja mini di dekat pohon itu. Di foto itu nampak seorang lelaki berambut biru yang sedang memakan es krim—dan sedang berpose bodoh (menurut Miku).

"Bakaito..." ujarnya lirih. "Aku rindu..."

.

.

"Kaito, Kaito! Mari membuat janji!"

"Janji apa, Miku-chan?" tanya seorang lelaki berambut biru tua kebingungan. Ia menatap gadis berambut tosca itu.

"Kau akan berjanji tidak akan meninggalkanku!" ucap gadis berambut twin-tails itu—dengan sedikit penekanan pada kata 'ku'.

Gadis bermata turquoise lalu menyodorkan jari kelingkingnya. "Ayo janji kelingking!"

Dengan gerakan cepat, lelaki itu menyodorkan kelingkingnya, lalu mengaitkannya. "Aku janji, Miku-chan! Aku tidak akan meninggalkanmu!"

"Selamanya?" tanya gadis itu.

"Selamanya!" jawab lelaki itu mantap.

Dan angin pun menjadi saksi bisu janji kelingking mereka.

.

.

Seiring berjalannya waktu, dan sampailah pada saat-saat berat bagi seorang Miku Hatsune, di mana—

"Tidak, tidak! Kaito, Kaito! Kau sudah berjanji tidak akan meninggalkan aku!"

dia akan pergi meninggalkannya...

... meninggalkan dia seorang diri.

"Aku tahu, Miku. Tapi—"

"Pokoknya tidak boleh! Tidak, tidak, tidak!" seru Miku. "Kau bahkan sudah berjanji tidak akan meninggalkan aku selamanya!" sambung gadis itu dengan penekanan di kata 'selamanya'.

"Miku, dengarkan ak—"

"Po—pokoknya Kaito—"

"MIKU!" teriak lelaki bersyal itu, Kaito Shion. Miku terdiam, mematung.

"Maaf, tapi aku harus. Orang tuaku bahkan sudah membeli tiketnya dan—"

"TIDAK!" pekik Miku. "Kaito jahat! Aku benci padamu, Bakaito! Benci, benci, benci!" Gadis itu lari. Lari dari hadapan Kaito. Dia tidak mau membiarkan Kaito pergi. Tidak, apalagi ke Amerika.

Dia terlalu egois. Miku terlalu egois.

"Maaf, Miku. Aku tidak bermaksud untuk meninggalkanmu.."

.

.

Miku menghela nafas. Kaito memang sudah ke Amerika lima tahun lalu. Dan selama lima tahun, dia sudah mengirimi lelaki itu SMS, e-mail, dan lainnya. Tapi, dia tidak membalas. Tidak membalas.

Apakah nanti dia juga tidak membalas cinta Miku?

Ironi memang, seorang Miku Hatsune jatuh cinta pada Kaito Shion. Dan selama lima tahun dia memendamnya.

Serta alasan mengapa dia melarang Kaito ke Amerika.

Dia takut, takut Kaito akan berpacaran dengan wanita lain selain dirinya. Dia takut.

Seorang Miku Hatsune takut cintanya disia-siakan

.

.

Suara telepon menggema di kediaman keluarga Shion. Sang kepala keluarga segera meletakkan koran yang ia baca, dan bergegas mengangkat gagang telepon klasik itu.

Tak.

"Shion di sini,"

"Otou-san?"

"Kaito?" Lelaki paruh baya yang dipanggil Otou-san itu balas bertanya. Kalau memang putranya yang tertua itu menelponnya, maka—

"Tentu saja—"

—ia akan memanggil Kaiko dan istrinya. Tapi, urungkan saja dulu.

"—dan aku akan kembali ke Jepang! Sekolahku di sini akan libur, dan mempersiapkan hari natal, sehingga... yah, begitulah."

—sekarang, ia tidak bisa menahan gejolak kebahagiaan dari dirinya.

.

.

Miku menatap kalender yang tergantung di kamarnya. Tanggal 25 Desember nanti, genap 6 tahun Kaito meninggalkannya, dan genap 6 tahun pula ia memendam perasaannya itu. Ia menghela nafas. Mungkin, kalau ia terus menunggu Kaito, lama-lama ia bisa menjadi perawan tua.

Mungkin hatinya harus beralih ke lelaki lain. Ia lalu meraih buku kecil miliknya, lalu menatap daftar nama lelaki yang pernah ia tulis. List pertama, Len Kagamine? Tentu saja tidak. Lelaki shota itu sudah jadian dengan Rin Kagane. List kedua, Gakupo Kamui? Coret. Dia tidak mungkin jadian dengan lelaki maniak terong itu, yang notabene pacar dari sahabatnya, Luka Megurine. List ketiga, Kiyoteru Hiyama? Coret coret. Dia terlalu tua bagi Miku.

Coret coret coret. Miku berulang kali mencoret daftar list itu, sampai ke daftar terakhir—

Kaito Shion?

HAH? Dari sekian banyak lelaki yang ada di listnya, CUMA KAITO yang tersisa? Demi apa ini!

Miku melempar buku bergambar negi itu, kemudian berbaring di futon empuk miliknya. Beberapa menit kemudian, gadis itu tertidur.

.

.

From: MikuNegi_Hatsune

To: Kaito_LovesAisu

Subject: [none]

Hei, Kaito! Bagaimana kabarmu di Amerika? Baik saja kan?

From: MikuNegi_Hatsune

To: Kaito_LovesAisu

Subject: Hei!

Kaito! Bagaimana, sih? Gak bales-bales e-mail! Bakaito payah!

.

From: MikuNegi_Hatsune

To: Kaito_LovesAisu

Subject: Hooooiii!

KAITO NO BAKA! Sibuk banget sampai gak bales-bales e-mail ya?

Miku terus men-scroll-down daftar e-mail yang ia kirim ke Kaito, dan sampai ke daftar terakhir.

From: MikuNegi_Hatsune

To: Kaito_LovesAisu

Subject: none

Kaito! Sebenarnya, dari dulu... aishiteru...

Gadis berambut tosca itu menatap e-mail itu. Sudah dari dulu ia ingin mengirimnya, tapi—

"Sudahlah. Toh, dia tidak peduli lagi." Ia lalu memencet tombol delete.

Delete this item?

—dan menekan tombol yes.

Tapi, perasaan seorang Miku tidak bisa dihapus seperti sebuah e-mail, bukan?

.

.

Piiip piiip

Miku terbangun. Bunyi e-mail itu sukses mengganggu tidurnya. Siapa sih, yang mengirimkan e-mail pada jam tiga pagi tanggal 24 Desember? Dengan terkantuk-kantuk, Miku membuka e-mail itu.

From: Kaito_LovesAisu

To: MikuNegi_Hatsune

Subject: ...?

MIKU! X3 Lama tak beremail denganmu, serasa kangen~

Topik basa-basi. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk Miku, penantiannya selama 5 tahun lebih itu membuahkan hasil satu e-mail. Toh, mendingan daripada tidak dikirimi e-mail sama sekali?

Baiklah, nanti besok pagi, berhubung natal, kutunggu kau di taman kota, oke?

Taman kota, huh?

Miku terdiam. Kalau sampai Bakaito berbohong, awas!

Tapi, satu hal mengganjal di hati gadis itu. Kapan Kaito pulang?

.

.

Kaito menatap puas setelah handphonenya berhasil mengirim sebuah e-mail untuk Miku. Respon pertamanya setelah enam tahun meninggalkan gadis itu. Ia lalu kembali mendorong tas beroda miliknya. Tak sabar untuk kembali ke Jepang.

Paling tidak, dia rindu tampang shota Len, celotehan panjang Meiko, jeruk Rin, membasmi terong Gakupo, dan—

—gadis berambut toscanya, Miku Hatsune.

Kaito tersenyum tipis. Lalu berjalan dengan cepat ke bandara.

.

.

Miku menggunakan sebuah jaket biru miliknya. Ia berjalan dengan pelan ke salah satu bangku di taman kota, mencoba melawan angin dingin yang terus melandanya. Tubuhnya menggigil.

Tangannya lalu dengan cepat mengeluarkan ponsel flipnya. Dan mengecek semua e-mail.

From: LenLen_BananaKagamine

To: MikuNegi_Hatsune

Subject: Merry Christmas!

Selamat natal, Miku-nee!

.

From: RinOrange_KaganePrincess

To: MikuNegi_Hatsune

Subject: Natal!

Merry Christmas, Miku-nee! Ayo berharap! :Db

.

From: Kaito_LovesAisu

To: MikuNegi_Hatsune

Subject: -

NATALAN, MIKU! NATALAN SUDAH DATANG! ;DD

Miku terkikik saat membaca e-mail gila ala Kaito Shion itu. Ditambah capslocknya, lengkaplah sudah.

Matahari agak lambat terbit kali ini. Musim dingin, dan ditambah, kehangatannya tak bisa membuat Miku Hatsune merasa hangat. Masih dingin. Alangkah indahnya kalau musim panas sudah datang.

Miku kembali menatap jam tangannya. Jam sepuluh lewat. Padahal ia sudah datang dari jam tujuh. Dalam hati, ia merutuki lelaki bodoh itu. Sejam lagi, Miku. Tunggulah.

Ia kemudian kembali menatap sekelilingnya. Banyak orang berlalu-lalang, bermain bola salju, dan beberapa anak membuat boneka salju.

"Kaito! Lihat, apa yang kubikin!"

"Apa itu? Boneka salju?"

"Bukan! Ini Kaito! Bagus, kan?"

"Mikuuuu!"

Sekelebat memori masa lalu melintas di pikiran Miku. Ia tersenyum, setidaknya ia ingin hal itu terulang kembali. Boneka Kaito, wajah besar, mempunyai mata berbentuk manik-manik biru, hidung dari ranting pohon, dan mulut yang aneh. Sehingga, pemuda berambut biru itu seketika melempar beberapa bola salju pada dirinya.

Tapi, itu di masa lalu.

Satu hal yang ia tahu, masa lalu berbeda dengan masa kini.

.

.

Miku menatap kembali ke jam tangannya. Kini, sudah jam setengah dua belas. Bakaito bohong... Ia berbohong pada Miku—

dan membuka kembali luka hati Miku. Gadis itu sudah mengalami kepahitan saat menunggu, tapi kenapa mengalami kepahitan kembali saat menanti?

Mungkin Miku harus melupakan Kaito. Ia harus mencobanya. Ia sudah cukup mengalami kepahitan.

"Hei, Miku."

Tapi sekarang, apakah ia mengkhayal tentang suara Kaito?

"Ayolah Miku, aku ada di sini."

Tidak, tidak, tidak. Itu Kaito!

"Berbaliklah, Miku."

Dan sekarang, mata turquoise Miku dapat melihat jelas tubuh pemuda maniak itu. "Aku pulang, Miku."

Air mata Miku kembali tumpah. Ia lalu menatap pemuda itu, dan mulai memukul-mukul tubuhnya. ""Ugh, Bakaito! Kau bahkan tidak pernah membalas SMS dan e-mailku! Aku benci!"

Kaito menatap gadis yang lebih pendek darinya itu. "Tapi sebelumnya, aku sudah membalasnya, kan?" Pemuda itu kemudian merengkuh tubuh mungil Miku.

Hei, kau tahu? Ternyata penantianku tidak sia-sia.

.

.

Owari

.

.

Kaito menatap layar ponsel flipnya. Menatap beberapa e-mail yang tidak sempat ia kirim ke gadis turqoisenya. Ia mengscroll-down sampai ke e-mail terakhir yang ia tak akan pernah kirim sampai perasaannya siap.

From: Kaito_LovesAisu

To: MikuNegi_Hatsune

Subject: [none]

Err—Miku, sebenarnya aku... aishiteru, yo.

Pemuda berambut biru itu mengenggam ponsel miliknya. Kirim, atau tidak? Tapi, sampai kapanpun, ia tidak akan mengetahui perasaan Miku jika tidak mengirimnya. Lebih fatal lagi, mungkin ia tidak akan menikah sampai meninggal. Baiklah, bercanda.

Tapi, sebenarnya—

dirinya takut. Takut kalau Miku menolaknya, takut Miku akan meninggalkannya. Tapi, gadis itu telah membuktikan sesuatu untuknya—

dia tetap menunggumu, hei Kaito.

Kaito mengerjap. Digenggamnya ponsel itu erat-erat, seakan takut bahwa ponsel itu akan hilang. Miku tetap menunggunya, berarti...

... apakah Miku juga mencintainya?

Pemuda itu menatap kembali ke layar ponsel miliknya. Lalu—

—menekan tombol send. Urusan diterima atau tidak, itu belakangan. Yang penting, ia sudah menyatakan perasaannya,

dan membiarkan Miku untuk memilihnya.

.

.

Owari, beneran.

.

.

Note1 :: Demi apa ini /headbang/ Niat bikin fict natalan, malah nyepam di fandom orang, orz orz.

Note2 :: First fict in here :$ Mohon apa aja, senpai. Keripik, sarung, kayu bakar, ranjau sekalian juga gak apa :3 (baca: kritik, saran, flame, review)

Note3 :: Sebenarnya niat publish tanggal 25 Desember, cuma gak ada waktu dan modem maruk Dx

.

.