holla SylphWolf is back! ^^/

lagi males nulis pembukaan panjang-panjang... jadi langsung aja (coba) nikmati ff saya, yang newbie ini (yang masih) tentang Kuroshitsuji.

Demonic Side

Disclaimer: Kuroshitsuji dan Kuroshitsuji II milik Yana Toboso. Tapi tokoh Aquarine Vodaffe dan Rangel berlisensi, punya saya =,=

Genre: Ga jelas~

Background (time): After-story dari anime Kuroshitsuji II

Warning! Novel-like. Yang kurang suka bahasa (agak) baku dan cerita yang agak rumit, lebih baik hengkang (!) Don't like don't read ^.^

Apa yang kau inginkan? What is your wish?

I want… it… Please grant my wish.

As you please, my Lady.

Jalanan kota London sepi. Matahari sudah condong ke barat dan hari mulai gelap. Sekumpulan burung gagak sibuk berkaok-kaok di atas seorang gadis yang kebingungan. Tersesat. Ya, betapa menyedihkan, seorang gadis berambut nila yang tergerai dan jatuh ke pinggangnya. Mata hazel cerahnya menyusuri setiap sudut kota, berharap akan ada tangan baik hati yang terulur untuknya.

Sepertinya, ia tak perlu menunggu lama.

.

.

.

Sekilas bar itu tak ada bedanya dengan bar-bar di dunia manusia. Tapi ada yang berbeda. Gelas-gelas ukuran besar mereka terisi cairan kental berwarna merah gelap. Mereka sibuk berbincang dan tertawa keras sembari menenggak isi gelas-gelas itu. Beberapa iblis wanita terlihat menggeliat manja di tangan kekasih masing-masing. Rangel duduk diam di tempatnya, tak menyentuh seujung jaripun gelas yang disodorkan padanya.

"Rangel, lagi-lagi kau tidak mau meminum darah," ujar si bartender, seorang iblis muda bernama Yssava. "Apakah menjadi iblis begitu menjijikkannya?"

"…kau tidak mengerti," sahut Rangel. Mata hitamnya memandang lurus ke meja nomor 2, baris kedua dari pintu masuk. "Aku ada di pihakmu, tentu saja."

"Kudengar kau juga menolak membuat kontrak. Kau membenci manusia?" tanya Yssava.

Rangel menjawab dengan anggukan pelan namun tegas.

"Hebat! Bagaimana kau bisa hidup tanpa jiwa manusia sebagai makanan?"

Iblis gadis remaja itu menatap Yssava tajam. "Aku tahu, banyak rumor beredar tentangku. Sudahlah, kau tak usah mengurusinya satu persatu. Jalani saja hidupmu dengan riang gembira. Toh kau juga tidak benar-benar peduli kan?"

Yssava mengedikkan bahu. "Entahlah. Kau anak yang menarik. Aku sangat menyukaimu—terutama rambut dan mata hitammu itu, sungguh mempesona."

Rangel mendengus dan segera meninggalkan bar itu. ia tidak berniat meladeni pertanyaan-pertanyaan Yssava. Siapapun tahu, Yssava hanyalah biang gosip yang bermulut manis. Wajahnya bukan hanya dua, tapi mencapai puluhan.

.

.

.

(3 tahun kemudian…)

Sebastian memandang ke luar jendela. Langit terlihat sangat cerah dengan sedikit awan. Angin juga berhembus lembut. Tapi, iblis bermata merah ini merasakan sesuatu. Ia dapat merasakan sesuatu tengah berjalan keluar jalur takdirnya di luar sana. Apa dan siapakah itu… Entah. Sebastian hanya dapat berkata dalam hati, ia harus bersiap.

Maka malam itu, setelah memastikan tuan mudanya terbuai mimpi, Sebastian segera berlari menuju perbatasan. Ia mendapat firasat, ia harus memastikan keadaan seseorang terlebih dahulu. Apakah benar, ia bisa hidup kembali atau…

"Halo."

Yang dipikirkan Sebastian muncul tiba-tiba, berdiri di atas dahan pohon di belakang Sebastian. Sontak ia menoleh dan kedua matanya menyipit. Benar dugaannya, walau terdengar tidak mungkin, tapi orang itu berdiri di hadapannya kini.

"Apa yang kaupikirkan, Sebas? Kau mengira aku berbaring tak bernyawa?" Seringai muncul di wajah orang itu. "Kau pikir aku akan tewas begitu saja? Kau lupa bahwa aku adalah Claude Faustus, huh?"

"Iie," Sebastian menyungging senyum penuh arti. "Aku tak menyangka kau bisa bertahan, Kawan."

"Oh, ada gadis muda yang menolongku. Tanpanya tentu aku tak bisa menyapamu sekarang."

"…Hannah?"

Claude menggeleng tegas. "Kenapa kau mengira itu dia? Cuma dia gadis yang tersisa? Pikiranmu benar-benar sempit, Sebastian."

Claude melompat turun, menapaki tanah dalam hitungan sepersekian detik. Sebastian mengikutinya, tetap dengan pandangan penuh curiga dan waspada.

"Bagaimana kabar Ciel Phantomhive? Kau tak berhasil mendapatkan jiwanya?"

"…kau benar-benar minta dibunuh, Claude."

Iblis bermata emas itu mundur selangkah. "Jangan anarkis, Sobat. Aku sudah pernah mati satu kali, dan rasanya tak enak."

"Apa tujuanmu sebenarnya?" tanya Sebastian tidak sabar. Ia merasa heran juga, kenapa Claude muncul setelah tiga tahun berselang. Apakah gadis penyelamatnya memang baru tiba? Tapi, menghidupkan mayat berusia tiga tahun tidaklah mudah. Lain halnya apabila gadis itu tiba ketika Claude baru saja tewas terbunuh.

"Aku hanya ingin memberitahumu. Gadis penyelematku itu, akan muncul di hadapan tuanmu. Kuharap kalian mau menjaganya. Perlu kuingatkan, ia gadis yang istimewa."

Setelah mengatakan hal yang ambigu seperti itu, Claude memasang wajah angkuhnya dan segera melengos pergi. Sebastian ditinggal di belakangnya, masih berpikir mengenai gadis penyelamat yang misterius itu. Claude telah mengatakan hal yang menarik, kini Sebastian ingin melihat rupa sang gadis.

.

.

.

"Aku tahu semalam kau pergi, Sebastian."

Sebastian menghentikan aktivitasnya dan menoleh. Ia mencoba bersikap tenang dan bertanya, "Apa, Bocchan?"

Ciel memandang Sebastian tajam melalui mata merahnya. "Jangan bodoh. Aku tahu Claude menemuimu. Yah, semoga saja gadis itu cepat menampakkan diri. Aku tak mau hidup dalam rasa penasaran yang berlarut-larut."

Perkataan Ciel ditanggapi Sebastian dengan diam. Tuan mudanya kini terasa begitu berbeda. Bayangan Sebastian akan makan malam lezat sudah buyar, dan sekarang ia terjebak menjadi butler seorang iblis. Itu artinya, Sebastian harus hidup beribu-ribu tahun lagi hanya untuk melayani Ciel. 'Hidup sungguh tak adil', pikir Sebastian.

Mendadak terdengar suara gemerisik daun. Ciel dan Sebastian sama-sama memasang telinga, mendengarkan lebih dalam. Terdengar suara gemerisik lagi. Ditambah dengan bunyi ranting patah. Sekian detik berikutnya, di hadapan mereka sudah berdiri seorang gadis berambut nila sepanjang pinggang, bermata hazel, berkulit putih, berwajah cantik dan mengenakan gaun pendek berwarna putih tulang. Mata Sebastian membesar. Inikah gadis yang dibicarakan Claude?

"Selamat datang, kami sudah menunggu," sambut Ciel dingin. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil menatap tajam kepada gadis itu.

Aqua terdiam memandang dua orang di hadapannya. Seorang bocah kecil dan butlernya. Kenapa ada bangsawan di tempat terpencil begini? Aqua tak habis pikir. Dan lagi, apa maksudnya ia telah ditunggu? Apa mereka tahu Aqua lewat jalan itu?

"…ah, siapa kalian?"

"Nama saya Ciel. Ini Sebastian Michaelis. Seperti yang saya bilang tadi, kami sudah cukup lama menunggu Anda," jawab Ciel, berhati-hati dan tidak menyebutkan nama keluarganya. "Nah, siapa Anda, Nona?"

Tangan Aqua meremas rok rimpelnya. "Namaku Aquarine Vodaffe… Aku tak tahu siapa kalian, dan kenapa kalian menungguku?"

"Karena kau yang menolong Claude. Dan kami ingin tahu, apa yang sesungguhnya terjadi."

Belum sempat Aqua membuka mulut, hujan peluru menimpa Ciel dan Sebastian. Dengan sigap Sebastian meraih Ciel dan menghindar dari serangan yang dilancarkan dari atas pohon oleh… Hannah!

"Tch, bukan hanya Claude yang hidup lagi, Hannah juga," gumam Sebastian kesal.

Hannah melompat turun dan bersanding di samping Aqua. Rambut ungunya telah dipotong, kini hanya sampai tulang belikatnya. Selain itu ia terlihat segar mengenakan gaun berwarna merah dengan potongan modern. Hannah meletakkan tangannya di atas bahu Aqua yang kebingungan. Iblis wanita itu menarik Aqua ke dalam dekapannya dan memandang tajam Ciel dan Sebastian.

"Hannah, lepaskan aku."

Sebuah suara meluncur keluar dari mulut Aqua, membuat Ciel dan Sebastian tersentak. Suaranya yang tadi melengking tinggi dan terdengar manis, berubah menjadi suara alto yang berwibawa dan tegas.

Si iblis berambut hitam mengerutkan dahinya. Berbagai spekulasi muncul di pikirannya. "Apa kau berkepribadian ganda?"

"Huh?" Aqua, dengan suara alto, menyahut. "Kepribadian ganda… menjijikkan. Jangan samakan kami dengan itu."

Ciel melompat turun dari tangan kokoh Sebastian. "Kau bukan Aquarine Vodaffe, kan. Kau orang lain. Sayangnya, kedokmu sudah ketahuan. Nah, katakan, siapa kamu sebenarnya?" tanya Ciel setengah membentak.

"Sebagai iblis muda, kau benar-benar jeli Ciel Phantomhive," puji Aqua. "Kenalkan, namaku Rangel. Aku adalah iblis yang membuat kontrak dengan Aquarine Vodaffe."

~TBC~

Author's note: hmm... is this good enough? well, review please and let me know =3 kalo ada respon positif, maka saya akan lanjutkan cerita ini. makanya SylphWolf meminta dengan sangat biar tiap orang yang baca review =,= soalnya saya ga rela kalo ceritanya berenti di sini~ tehe xD

thanks for reading~! :D