"Ichigo jangan pergi!" ucap laki-laki berambut hitam jabrik.

"Sudahlah, Kaien. Biarkan dia pergi. Dia sudah dewasa. Biarkan dia memilih jalannya sendiri." ucap perempuan berkulit hitam.

"Walaupun dia sudah dewasa, kita tetap harus menjaganya!" ucap laki-laki berambut hitam, Kaien Kurosaki, berjalan menuju tempat Ichigo berdiri.

"Apa kau tidak mengerti? Dia sudah berumur 20 tahun!" kata perempuan itu lagi, sambil menarik tangan Kaien.

"Kita sudah berjanji pada ayah dan ibu, bahwa kita akan menjaganya!" tungkas Kaien.

"Sudahlah! Jangan bertengkar! Aku sudah 20 tahun, Kak. Aku tidak perlu kau awasi lagi." ucap Ichigo tegas.

"Tapi, Ichigo-"

"Sudah ya! Aku akan ke Tokyo. Selamat tinggal semuanya~~" Ichigo berlari menuju mobil pribadinya.

"I-ICHIGOO!" teriak Kaien.


Hai, semuanya. Namaku Ichigo Kurosaki. Aku tinggal di rumah mewah dengan kedua kakakku. Yoruichi Kurosaki, kakakku yang kedua. Dia orang yang mandiri, biasanya aku selalu curhat padanya. Sedangkan kakakku yang pertama, Kaien Kurosaki. Dia sangat suka memanjakanku sejak kecil dan over protective. Oiya, umurnya 35 tahun tapi belum menikah. Orangtuaku telah meninggal sejak aku kecil. Aku akan pergi ke Tokyo untuk kuliah di Universitas Tokyo.


Disclaimer : BLEACH by Tite Kubo

Hi, My Sweetheart

Genre : Romance, Hurt/Comfort, Humor

Rate : T

Warning : OOC, Typo(s), aneh, dll.

Don't Like? Don't Read!


'Ahaai~~ Akhirnya aku bisa ke Tokyo sendirian tanpa dijaga oleh siapapun. Kira-kira, Tokyo itu seperti apa ya? Ahh.. Aku ingin cepat-cepat sampai sana.'

Ichigo pun terlelap dalam tidurnya. Memimpikan hal indah yang membuatnya bahagia. Dalam mimpinya, ia mendengar suara Kaien yang memanggil-manggil namanya. "Ichigoo! Ichigooo!"

Ichigo langsung terbangun dari tidurnya.

"Ah.. Kenapa tiba-tiba ada suaranya Kaien? Bukankah dia ada dirumah?" gumamnya pada dirinya sendiri.

"La..Lalu kenapa suaranya begitu dekat denganku?" Kemudian Ichigo mengalihkan pandangan ke arah jendela mobil. Dilihatnya, Kaien menempel ketat di jendela mobilnya.

"GYAAAAAA!"

Akhirnya, Ichigo terpaksa membiartkan sang kakak ikut dengannya.

"Ichigo, aku akan ikut denganmu ke Tokyo. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendiri ke tempat yang belum kau ketahui." ujar Kaien tegas.

"Tapi, Kak.. Aku ingin mencoba hidup sendiri."

"Tidak boleh. Tetap tidak boleh. Aku suda berjanji pada orangtua kita, bahwa aku akan selalu menjagamu." ujar Kaien.

"Iya sih.. Tapi-"

"Sudahlah. Kau tidak boleh menolak. Ikakku-san, cepatkan mobilnya." suruh Kaien.

Bandara Narita.

Ichigo menunggu Kaien membeli tiket pesawat. Di belakang tempat duduknya, ia mendengar suara seseorang yang sedang membaca puisi. Ichigo menengok ke arah sang pemilik suara, namun wajah sang pemilik suara tidak terlihat.

'Indah sekali suaranya... Seperti Guardian Angel...'

Tanpa sengaja, seseorang menabraknya.

-Someone's POV-

"Terima kasih tealh membacakan puisi ini untukku." kata seorang kakek.

"Sama-sama. Aku suka dengan puisi ini." ujar Rukia seraya memberikan puisi tersebut pada sang kakek.

"Istriku sangat suka puisi ini." kata kakek mengakhiri percakapannya. Rukia hanya tersenyum. Kemudian, Rukia bergegas menuju ke pesawat. Ditengah itu, ia menemukan secarik tiket dengan nama Ichigo Kurosaki.

'Indah sekali suaranya... Seperti guardian angel...'

"Ichigo, ayo kita ke pesawat."

"Ah, baiklah."

"Ichigo, kemarikan tiketmu."

"Ini." kata Ichigo sambil memberikan secarik kertas.

"Ini bukan tiket! Tiketmu mana?" Kaien khawatir seketika.

"Aaa.. Mungkin tadi terjatuh."

"Kau bodoh! Bagaimana bisa kau menghilangkannya? Kita harus mencarinya sampai dapat! Atau, kau tak bisa ke Tokyo." ujap Kaien marah.

"A..."

'Ditemukan tiket dengan nama Ichigo Kurosaki. Bagi yang bernama Ichigo Kurosaki, dimohon menuju Ruang Informasi. Atas perhatiannya, terimakasih.

Cepat-cepat Kaien dan Ichigo bergegas menuju Ruang Informasi.

-Ruang Informasi-

"Permisi. Saya pemilik tiket yang hilang tersebut." ujar Ichigo pada petugas.

"Bisakah anda memberikan kartu identitas anda?" pinta sang petugas.

"Oh, Ini. Silakan." Kaien menyerahkan kartunya.

"Benar. Ini milik anda."

"Terimakasih."

Sesampainya di Tokyo, Kaien dan Ichigo langsung menuju Universitas Tokyo. Universitas Tokyo merupakan salah satu universitas terbaik di Jepang. Maka tidak heran Ichigo memilih universitas ini untuk meneruskan pendidikannya.

Di depan halaman universitas, ramai oleh para mahasiswa yang berseliweran kesana sini menuju ruang kelasnya atau hanya berjalan-jalan. Ichigo dan kakaknya menuju tempat pendaftaran. Disana telah dipenuhi oleh para calon mahasiswa baru yang sedang mendaftarkan diri.

Ichigo berdesak-desakan dengan banyak orang yang mau mendaftar.

"Nama anda?" tanya petugas di tempat pendaftaran.

"Ichigo Kuro-"

"Ichi Shirosaki. Namanya Ichi Shirosaki." sahut Kaien.

"Oh baiklah. Ini berkas anda." kata sang petugas.

"Terimakasih."

"Hei, kenapa kau mengganti namaku dengan seenaknya?" kata Ichigo tidak terima.

"Ssst..Kecilkan suaramu. Kau harus menyembunyikan identitas aslimu dengan menyamar sebagai orang yang miskin. Ingat itu. " kata Kaien sambil berbisik, menjauh dari keramaian.

"Baiklah. Tapi kenapa?" Ichigo penasaran.

"Kau tahu? Di kampus ini, banyak perempuan yang suka mengencani laki-laki kaya sepertimu. Lalu jika kau sudah tak punya uang lagi, mereka akan meninggalkanmu." jelas Kaien dengan serius.

"Jadi begitu. Tapi, kenapa namanya jelek sekali?"

"Apa kau tidak ingat? Ichi Shiro adalah kartun kesukaanmu saat kecil. Kau selalu menirukan gerakannya"

"Iya."

"Baguslah kalau sudah mengerti." ucap Kaien.

"Kalau begitu, cepatlah kembali ke Karakura." ujar Ichigo.

"Tidak. Aku akan mengantarmu ke dormmu dahulu, baru aku pulang." jelas Kaien seraya berjalan menuju dorm Ichigo.

"A..Apa? Ayolah.. aku bukan anak kecil lagi." protes Ichigo.

"Bagaimana bila nanti kau tersesat? Kau tak pernah pergi sendirian." jelas Kaien khawatir.

"Eehm.."

"Sudah, ayo pergi."


At Apartement.

Tok Tok Tok. Kaien dan Ichigo mengetuk pintu apartemen. Kemudian, dua orang laki-laki membukakan pintu. Dengan ramah, mereka menyambut Kaien dan Ichigo.

"Silakan masuk." kata kedua laki-laki tersebut.

"Terimakasih," ucap Kaien.

"Hei, kau murid pindahan ya?" tanya mereka.

"Iya. Namaku Ichigo Kuro-"

"Ehm!" sela Kaien.

"Maksudku Ichi Shirosaki." kata Ichigo memperkenalkan diri.

"Ichi, dia ayahmu ya?" tanya salah satu dari mereka.

"Bukan dia-"

" Apa aku setua itu?" kata Kaien tidak terima dibilang ayahnya Ichigo.

"Lalu?"

"Aku ini kakaknya Ichi." jelas Kaien bangga.

"A-Apaaa?" seru kedua laki-laki itu.

"Iya, begitulah~~"

Sementara mereka bertiga sedang bercakap-cakap, Kaien sedang asik melihat-lihat seisi apartemen. Ia mengamati satu per satu barang-barang yang ada disana.

"Tempat tidurnya kecil sekali. Lebih besar tempat tidur di rumah kita. Bagaimana kau bisa tidur di tempat sekecil ini." ujar Kaien tanpa sengaja membeberkan identitasnya.

"Eh? Kalian orang kaya ya?" tanya kedua orang tersebut.

"Ah, tidak. Kami bukan orang kaya. Kami orang yang sangat miskin sekali." jelas Ichigo berbohong.

"Tapi, tadi kata kakakmu, tempat tidurmu lebih luas dari ini."

"Ah. Jangan didengarkan. Kakakku ini menderita penyakit aneh. Mungkin karna kami terlalu miskin, dia jadi suka berandai-andai menjadi orang kaya. Iya kan, Kakak?"

"Ah, iya."

"Kau ini. Bisa-bisanya kau mengatakan hal itu pada mereka. Kalau ketahuan bagaimana?" ucap Ichigo berbisik.

"O..Oh, iya?" tanya Kaien takut-takut.

"Kalau begitu, izinkan kami memperkenalkan diri. Namaku Shuhei Hisagi."

"Dan aku Hirako Shinji."

"Salam kenal." kata mereka berdua sambil membungkukan badan.

"Kuharap kita bisa menjadi teman baik."

"Iya."

"Oh, iya. Kakak sudah waktunya kau pulang ke Karakura." kata Ichigo pada Kaien.

"Tidak. Aku masih mau disini."

"Kakaaak. Tadi kan kau bilang, setelah kau mengantarku ke apartemen, kau akan segera kembali ke Karakura."

"Tapi, aku masih mau disini."

"Ehm, Hisagi-san, Hirako-san, bisa bantu aku 'menyingkirkan' kakakku ini?" pinta Ichigo.

"Oh, bisa-bisa." Kemudian ketiga laki-laki itu mendorong Kaien keluar dari apartemen dengan susah payah. "Hei? Apa-apaan kalian? Teganya kalian! Lepaskan aku!" Kaien meronta, minta dilepaskan. Mereka bertiga tidak mempedulikannya. Dengan kekuatan penuh, akhirnya Kaien berhasil dikeluarkan.

"Hufft. Akhirnya aku bisa tinggal tanpa kakak. Terimakasih ya, teman-teman." ujar Ichigo dengan senyuman diwajahnya. Belum lama kemudian, terdengar suara seseorang berteriak memanggil nama Ichigo sambil menggedor-gendor pintu. Kalau bukan Kaien, siapa lagi. Ichigo mulai jengkel dengan hal itu, lalu ia berencana mengusir kakaknya itu. Baru beberapa langkah, kedua temannya menghentikannya. "Biarkan kami yang mengurusnya." ujar keduanya. Ichigo hanya diam.

KLEK.

"Aku masih ingin melihat Ichi, bolehkan aku masuk." pinta Kaien dengan ekspresi yang menyedihkan.

"Maaf. Biarkan Ichi istirahat. Cepatlah kembali ke Karakura."

"Tapi-" Belum menyelesaikan kalimatnya, Hirako dan Hisagi menutup pintu kembali.

"Huh! Kau kira aku akan kembali langsung ke Karakura. Tidak akan! Aku akan tinggal di hotel dekat sini. Huahahaha." gumam Kaien.


Pagi hari. Hari pertama di Universitas Tokyo. Hirako dan Hisagi sudah berpakaian rapi. Sedangkan Ichigo masih asik dengan mimpinya. Melihat Ichigo yang masih tertidur, Hirako dan Hisagi membangunkan Ichigo. "Ichiii! Cepat banguun!" Ichigo akhirnya bangun, namun matanya masih terpejam. "Iya. Pelayan, siapkan pakaian dan sarapan untukku." gumam Ichigo.

"Hah? Pelayan? Ternyata kau ini orang kaya ya, Ichi? Waah~~" gumam Hirako.

"Hei, jangan ber-wah-wahan, bukan waktunya untuk itu. Ayo cepat berangkat. Kita bisa terlamabat." ujar Hisagi,menatap jam tangannya, seraya menarik Hirako.

"Ichi! Cepat bangun! Kami berangkat duluu!" Mendengar itu, Ichigo cepat-cepat beranjak dari tempat tidurnya. Berpakaian rapi lalu berangkat.

At Universitas Tokyo. Kelas Ichigo..

Para mahasiswa-mahasiswi telah duduk di tempatnya masing-masing. Ada dua kursi kosong di situ. Ichigo pun mendudukkan diri pada salah satu kursi tersebut.

"Hei! Ichi!" panggil Hirako dan Hisagi dengan berbisik.

" apa?"

"Jangan duduk disitu. Itu tempat duduknya si perempuan iblis." ujar Hirako.

"Hah? Perempuan iblis?" kata Ichigo berbisik pula.

"Iya.. Jangan duduk disitu. Nanti kau di-" belum menyelesaikan kalimatnya, perempuan yang baru saja mereka bicarakan datang. Dengan death glare mematikan, ia menatap Ichigo dengan pandangan dingin. "Hei, kau. Ini tempat dudukku. Minggir kau!" kata perempuan itu sambil menendang Ichigo.

"Iya..Baiklah.." kata Ichigo takut-takut. Ichigo berdiri di depan perempuan itu. Berdiri tegak dengan pandangan kebawah.

"Hei, kau! Kau itu tinggi! Jangan menutupi pandanganku! Cepat duduk!" bentak perempuan itu. Kemudian Ichigo jongkok di depannya.

"Chee. Apa kau segitu bodohnya, hah? Cepat duduk!" bentak perempuan itu lagi. Ichigo mendudukkan dirinya di tempat duduk satunya lagi. "Hei! Ini tempat duduk untuk sandaran kakiku. Jadi, beri tempat untuk kakiku!"

Tak lama kemudian, dosen Aizen pun datang. Memulai pelajaran yang lalu. "Ehm, Ohayou gozaimasu. Hari ini kita kedatangan murid pindahan dari Karakura. Ichi Shirosaki. Silakan perkenalkan dirimu." suruh sang dosen. Teman-teman bertepuk tangan menyambut Ichigo. "E..ehm. A..Aku-" Ichigo masih diam di tempatnya.

"Ayo, silakan Ichi Shiro." kata Aizen-sensei. Ichigo masih belum beranjak. Melihat itu, perempuan iblis itu langsung menendang punggungnyaa. "Cepat maju!" suruh perempuan itu dengan nada penekanan.

GLEK. Ichigo memberanikan diri untuk memperkenalkan dirinya. "Ehm, namaku Ichi Shirosaki. Aku..Aku dari Karakura, salam kenal! Semoga kita bisa berteman baik."


Break Time...

Ketiga sahabat itu berkumpul sedang membicarakan sesuatu. "Ehm, kalau aku boleh tahu. Perempuan yang kalian sebut sebagai 'Perempuan Iblis' itu namanya siapa?" tanya Ichigo.

"Namanya Rukia Kuchiki. Dia orang yang menyebalkan. Tak ada orang yang mau menjadi temannya. Sikapnya yang jahat, suka mem'bully' orang." jelas Hirako.

"Benar sekali, Hirako." ucap Hisagi setuju.

"A..Apa memang begitu?"

"Ya. Karena itu, jangan pernah dekat-dekat dengannya. Kau bisa dibununnya perlahan-lahan." kata kedua sahabat Ichigo, menakut-nakuti. Tiba-tiba bulu kuduk mereka bertiga berdiri. Merasakan hawa 'setan' yang dapat membunuh mereka. Rupanya hawa itu berasal dari Rukia Kuchiki, perempuan yang baru saja mereka bicarakan. Dia berjalan melewati ketiga orang tersebut tanpa menyapa. Dengan berani, Ichigo menyapanya.

"Hai, Rukia Kuchiki," sapa Ichigo.

"Ada apa?" bentak Rukia.

"Aku kan hanya ingin meyaapamu. Kenapa kau malah membentakku?"

"Terserah aku!"

"Rukia Kuchiki. Mengapa sifatmu seperti itu? Kau kan perempuan. Tidak pantas bersikap seperti itu. Cobalah merubah sikapmu itu." ujar Ichigo.

"Kau ini punya masalah apa denganku, hah? Lalu, kalau sikapku seperti ini, masalah untukmu? Kuberi tahu ya, kepala orange. Kau hanya murid baru disini. Jangan pernah mengaturku!" kata Rukia dengan penekanan.

Melihat Ichigo dibegitukan, Hirako dan Hisagi langsung membawa Ichigo pergi dari Rukia. Daripada harus bermasalah dengannya.

Apartement..

"Hei, Ichi. Kau berani sekali berbicara pada Rukia? Rukia itu perempuan iblis lho. Kau tak takut mimpi buruk?" tanya Hisagi heran.

"Memangnya kenapa? Dia kan manusia. Lagipula walaupun sikapnya seperti itu, dia pasti baik kok." ujar Ichigo.

"Kau itu. Aneh sekali."

"Aneh kenapa?"

"Tidak. Sudahlah, aku mau tidur dulu. Selamat malam."

"Malam."

'Rukia Kuchiki.. Perempuan iblis yang tidak punya teman, suka mem'bully' orang,ya? Kenapa dia berbuat begitu? Ah.. Sudahlah, lebih baik aku tidur.'


To Be Continued.

::Hiroshi Fuchida Ruchapyon:: Nee-san! Fic requestan anda sudah jadi xDD maaf nih lama buatnya =D. Ini fic saya terinspirasi dari drama Mandarin dengan judul yang sama. Sebenernya saya sudah bikin fic yang menggunakan imajinasi saya sendiri. Tapi, begitu dibaca, rasanya terlalu lebay, dan humornya terkesan seperti dipaksa begitu =D *imajinasi rusak gara2 UN nih+ #plak. Semoga Nee-san suka~~

Amin =D

Review please~ :D

27.04.2012