Vocaloid © Yamaha
a non-profitable fanwork

A/N: Satu lagi karya kolaborasi dari para author grup Vocaloid Fanfiction Indonesia di fb. Kali ini, kami akan membuat para pembaca galau, baper berkepanjangan dengan kumpulan fanfic oneshot dalam berbagai macam setting dan pairing. Salam baper.


[0]

Mondscheinsonate

dari Kyoura Kagamine
(id: 3962561)

Wil & Merli

[ Melalui alunan piano William, Merli dapat melihat dunia. ]


.

Dalam pondok mungil itu, William memainkan piano akustik. Setiap tuts-nya ia mainkan dengan harmonis, menghasilkan melodi cantik yang mampu menenangkan hati siapa pun yang mendengar.

"Lihat, Merli. Di luar sedang badai salju." Wil menghentikan permainan pianonya, lalu menatap ke luar jendela. Jalan setapak menuju desa tertutup sepenuhnya oleh butiran-butiran putih yang berjatuhan dari langit. Tak ada cahaya berhubung matahari sudah tenggelam sejak beberapa jam lalu. Tak ada siapa pun di sana, tentu saja. Tidak ada yang ingin mati hipotermia di tengah badai musim dingin.

Bara di perapian terus melahap kayu bakar yang disediakan hingga hampir habis seluruhnya. "Pasti dingin sekali di luar sana." Wil beranjak dari kursinya untuk mengganti kayu bakar di perapian. Ia ingin menjaga ruangan ini agar tetap hangat. Agar ia dan gadis yang duduk di sofa nyaman itu terlindung dari rendahnya suhu.

Pria muda itu mendekati gadis yang duduk bersandar di sofa dengan mata terpejam. "Kamu kedinginan, Merli?" bisiknya sambil menyelimuti gadis yang ia panggil Merli dengan selimut tebal yang ia simpan di lemari.

William tersenyum melihat Merli yang kini terbungkus selimut tebal. Pasti nyaman sekali di sana sampai-sampai nampaknya Merli tertidur semakin lelap.

Denting piano terdengar lagi. William kembali memainkan alat musik itu. Lagunya berbeda dari yang sebelumnya. Kali ini suaranya lebih lembut, mengalun perlahan dalam tangga nada minor.

"Kamu ingat lagu ini, Merli?" tanya Wil di tengah permainannya. Jemarinya masih menari di antara hitam-putih tuts piano.

"Aku ingat sekali. Dulu Merli sangat senang dengan lagu ini."

Ya, dulu, Merli senang sekali dengan lagu yang dibawakan William saat ini. Setiap kali lagu ini terdengar, Merli selalu berlari mendekati William, dengan nada riang penuh rasa penasarannya berkata, "Kak Wil! Sekarang sudah malam, ya? Di luar sana ada bulan, ya?"

Selalu dibalas oleh senyuman dari William. Juga usapan penuh sayang di kepala Merli. "Ya, Merli. Sekarang sudah malam. Di luar sana ada bulan yang bersinar terang."

"Langitnya gelap?"

"Iya. Gelap sekali."

Lalu Merli akan mengangguk paham, berjalan menuju sofa untuk bergelung dengan selimut-selimut tebal.

"Kak Wil."

"Ya, Merli?"

"Aku mau lihat bulan."

Dan William memainkan melodinya sekali lagi. Menunjukkan langit malam dengan cahaya rembulan dan kilau bintang pada Merli, adik kecilnya, melalui alunan piano.

Ah, William rindu sekali dengan masa itu. Ketika Merli masih bisa berlari mendekatinya meski beberapa kali tersandung atau menabrak benda-benda di rumah yang menghalangi jalannya, ketika Merli masih bisa memanggil namanya dengan riang, ketika Merli….

"Kak Wil …." Suara lirih memanggil William dari tumpukan selimut sofa. Suara piano berhenti saat itu juga.

"Ya, Merli?"

"Sekarang … sudah malam, ya?"

"Iya, Merli. Sekarang sudah malam, di luar sedang badai salju, jadi bulannya—"

"Kakak."

"… Ya?"

"… Dingin."

William tersenyum mendengarnya. Ia meninggalkan pianonya untuk mengambil selimut lagi. Melapisi tubuh Merli yang masih tertidur lelap, tak bergerak sedikitpun. Suhu tubuhnya pun masih sedingin tadi.

Air mata mulai menuruni pipi William. "Andai saja aku tidak mengajakmu pergi waktu itu …."

Andai saja dulu William tidak membawa Merli keluar rumah saat itu. Andaikan dulu William mengabaikan rengekan Merli yang ingin sekali pergi ke luar untuk merasakan dinginnya salju. Selama ini Merli selangkahpun tidak diizinkan menjelajah meskipun hanya di halaman.

.

.

Merli hanya dapat melihat melalui William. Sedikit saja William meninggalkan Merli, gadis itu buta segalanya.

Karena itu, William tidak mau sedikit pun meninggalkan Merli untuk kedua kalinya.

.

.

.

.

Tidak ingin Merli terperosok dan tertimbun salju untuk kedua kalinya.

.

.

"Ah, sepertinya sudah larut." Wil melirik ke luar jendela. Badai salju semakin kencang di luar sana.

"Selamat tidur, Merli."

.

.

.

.

.

William tidak ingin Merli mati untuk kedua kalinya.