Cinta itu rumit.

Cinta itu kegilaan.

Cinta itu aneh.

Cinta itu misteri.

Namun..

Cinta itu indah.

Cinta itu realita.

Cinta itu sederhana.

Cinta itu bermakna.

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pair : SasuSaku

Warning : Typo bertebaran dimana-mana. OOC dll.

.

.

.

.

Sakura POV

Namaku Haruno Sakura. Usiaku minggu depan akan duduk 24 tahun. Aku putri satu-satunya dari Haruno Kizashi dan Haruno Mebuki. Mereka orang tuaku dan aku adalah putri kesayangan mereka yang selalu di manjakan oleh mereka. Tapi sebenarnya tidak selalu. Tapi itu sudah kebanyakan.

Aku kuliah di jurusan kedokteran di Konoha Uneversity Dan ketika lulus nanti aku siap berkerja di Haruno Hospital. Rumah sakit itu milik keluargaku. Tapi meski itu milik keluargaku sendiri, aku tidak mau masuk kesana hanya karena itu milik keluargaku. Aku ingin bisa masuk kesana dengan usaha dan pretasiku sendiri. Aku ingin menunjukkan pada dunia luar, jika aku putri yang membanggakan. Bukan anak yang selalu mengandalkan nama besar keluarganya.

Oh.

Di saat usiaku menginjak 24 tahun nanti, tepatnya satu minggu lagi. Orang tuaku berniat menjodohkanku dengan anak sahabat mereka. Ah, aku lupa siapa namanya. Emm mungkin oreo, moiro, aku tidak tahu dan tidak akan mau tahu siapa namanya. Itu tidak penting, sekalipun itu penting bagi mereka, orang tuaku. Aku tidak mau. Aku ingin menolaknya. Memang usiaku sudah pantas untuk menikah. Tapi masalahnya disini adalah mereka menginginkanku menikah dengan pria duda beranak satu. Usianya 27 tahun dan anaknya berusia 2 tahun. Aku tentu menolaknya dengan keras. Aku akan kabur jika mereka memaksaku. Biarpun dia tampan sekalipun, aku tidak mau menikah dengannya. Itu keputusanku. Titik.

Sebenarnya ada satu solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut, yaitu memperkenalkan lelakiku pada mereka. Jadi perjodohan konyol itu akan di batalkan. Tapi bodoh, aku bahkan tidak memiliki kekasih. Bagaimana bisa?

Mungkin aku harus menyewa seorang lelaki untuk bisa mengaku dia calon suamiku dan menyelamatkanku dari perjodohan yang mengerikan itu.

.

.

.

¤¤Senin¤¤

Siang ini aku seperti biasa menjemput adik sahabatku yang bernama Shion. Dia gadis muda yang cantik, tapi terlalu pendiam. Sangat beda jauh dengan kakaknya yang kelewat tidak punya malu. Ino lebih memilih kekasihnya dari pada adik kandungnya sendiri. Sehingga pada akhirnya ia memintaku untuk menjemput Shion. Aku mungkin akan tertawa keras bila mengingat tingkah Ino yang selalu membuatku frustasi. Dia menyebalkan tapi aku menyukainya. Dia sahabat tersayangku, tapi terkadang aku berpura-pura tidak mengenalnya jika dia berperilaku yang memalukan. Tapi dia tidak marah. Dia tahu bagaimana aku. Dia tahu kapan aku serius dan kapan aku bercanda. Dia sahabat yang luar biasa.

Aku cukup menunggu di dalam mobil. Karena Shion akan mendatangiku sendiri. Ia sudah tahu jika aku yang menjemputnya atas perintah kakaknya.

Aku melihatnya keluar dari gerbang sekolahannya dan dia langsung datang menghampiriku. Saat dia masuk, aku langsung tancap gas. Karena satu jam lagi aku ada kelas di kampus. Aku tidak boleh terlambat karena dosenku untuk mata pelajaran ini sangat galak.

.

.

.

¤¤Selasa¤¤

Aku bangun kesiangan tapi aku tidak terlambat ke kampus.

Aku bersyukur meski perutku terus berteriak minta tolong. Aku kelaparan.

Setelah satu mata kuliah selesai, aku bergegas ke kantin, yah untuk mengisi perutku agar cacing dalam perutku tidak melakukan demo besar-besaran.

Aku sudah tidak tahu harus makan apa. Semua makanan yang ada di kantin ini sudah membosankan. Jadi aku cuma makan roti bakar plus satu gelas ocha hangat. Itu bagus untuk tubuhku karena suhu yang dingin ini.

Saat mengedarkan pandanganku, aku melihatnya. Dia Uchiha Sasuke. Lelaki tampan dan menjadi pujaan di kampus ini. Hampir semua gadis di kampus ini menggilainya. Emm termasuk aku.

Haha ini gila. Ini tidak mungkin. Tapi ini realita bahwa aku menyukai kouhai-ku. Dia tiga tahun lebih mudah dariku. Sial. Ini kegilaanku.

Dia melihat ke arahku dan dia tersenyum. Tapi aku tidak yakin dia tersenyum padaku karena ada banyak orang disini. Saat aku memutar kepalaku ke belakang, aku tidak melihat siapapun di belakangku. Jadi apa benar dia tersenyum padaku? Ouh aku sudah mulai sedikit GR. Tapi dia sudah menghilang saat aku memutar kepalaku ke semula. Aku mendesah kecewa saat berharap dia menghampiriku.

Kuliahku selesai untuk hari ini. Dan sialnya mobilku mogok. Lalu aku harus pulang naik apa. Ino sudah pulang dengan kekasihnya 10 menit yang lalu. Aku tidak bisa apa-apa sekarang. Mungkin aku harus meninggalkan mobilku di kampus, dan sementara aku pulang dengan taxi.

Sudah dua puluh menit aku menunggu berharap ada sebuah taxi yang lewat. Tapi sialan. Ini cuma mebuang-buang waktu saja. Dan di saat kejenuhanku, aku melihatnya. Dia menatapku dan berjalan ke arahku. Aku tidak mau terlalu kepedean jika dia berniat memang ingin menghampiriku. Sampai saat ada sebuah mobil ferari berhenti di depanku. Jendela itu terbuka. Dan ternyata ia adalah teman seangkatanku, namanya Sabaku Gaara. Dia lelaki yang tampan dan sangat baik terhadapku.

"Kau mau ku antar pulang" dia malaikatku. Dan aku mengangguk langsung.

Aku melihatnya turun dan membukakan pintu untukku. Aku tersenyum "terima kasih"

"Jadi kau tidak membawa mobil?" Tanyanya seraya melirikku. Ia lalu menancap gas. Mobil ini berjalan sedang dan aku suka.

Aku mendesah berat dan menggeleng "mobilku mogok" dia hanya ber "oh" ria saja.

"Jadi bagaimana ulang tahunmu nanti?" pertanyannya membuatku malas menjawabnya. Ia tidak tahu akan perjodohan konyol itu.

"Tidak bagaimana-bagaimana" jawabku malas.

Gaara menaikkan kedua alisnya. "Pesta?"

Aku menggeleng "sepertinya tidak akan ada pesta. Ah mungkin pesta piyama" aku terkekeh. Sepertinya ideku barusan tidak terlalu buruk. Aku bisa merayakannya dengan sahabat sahabatku.

Gaara tertawa "itu sangat brilian. Apa aku di undang?" Sepertinya dia berharap penuh aku mengundangnya. Tapi dia tahu jawabanku apa.

.

.

.

¤¤Rabu¤¤

Musim semi sebentar lagi. Jadi aku bisa menikmati Hanami dengan orang tuaku dan sahabat sahabatku. Itu hari yang luar biasa.

Ini bukan hari kuliahku. Tapi aku menemani Ino ke kampus. Katanya dia ingin mengantar flasdisk milik adik sepupunya yang tertinggal. Flasdisk itu penting untuk presentasi tugasnya.

Jurusan bisnis Manageman ternyata. Aku hanya menunggu di depan pintu masuk. Dan Ino masuk menemui adik sepupunya, Deidara. Saat aku menunggu, aku melihat Sasuke berjalan ke arahku. Ah sial, ini adalah kelasnya. Aku jadi sedikit gugup saat dia sudah hampir ada di dekatku. Dia menatapku dan aku berpura-pura tidak melihatnya. Aku bersandar pada dinding samping pintu masuk. Mencoba bersikap rileks dengan menatap begitu menariknya lantai marmer. Dia berhenti repat di depanku. Jadi aku putuskan menoleh ke arahnya.

"Kau bukan anak bisnis" dia melihatku kemudian melihat ke dalam kelasnya. Dan dia benar aku bukan anak bisnis. "Ada urusan apa kau kesini?" Tanyanya saat ia kembali menatapku. Dan tiba-tiba aku jadi begitu takut menatap matanya. Entahlah, aku merasa tatapannya penuh dengan selidik dan tajam. Nada suaranya tedengar sangat dingin. Sumpah, ini pertama kalinya aku mendengar suaranya langsung yang mengajakku berbicara. Biasanya aku hanya mendengar suaranya yang sedang berpidato dalam sebuah aula besar.

"Aku menunggu temanku yang sedang menemui adik sepupunya" aku tidak menatap wajahnya. Yang aku lihat adalah kancing kemejanya. Ia memakai kemeja warna hitam dan itu membuatnya terlihat seksi di mataku. Warna hitam merupakan warna seksi selain merah.

Aku melihatnya mengeluarkan ponselnya. Tapi aku tidak tahu apa tindakannya selanjutnya. Dan tidak lama kemudian Ino keluar. Aku merasa sedikit bersyukur saat Ini mengajakku pergi meninggalkan kampus. Urusannya sudah selesai. Dia menyelamatkanku dari kegugupanku. "Hei aku dengar kau akan di jodohkan, Jidat?" Ucap Ino tiba-tiba. Dan aku langsung membekap mulut tajamnya itu. Aku harap Sasuke tidak mendengarnya. Kenapa Ino harus mengucapkannya di saat Jarak kami dengan Sasuke belum sepenuhnya jauh. Ah aku yakin Sasuke pasti mendengarnya. Ino sialan. Tapi anehnya, saat aku membekap mulut Ino, aku sempat menoleh ke arah Sasuke dan aku jelas-jelas melihat matanya sedikit membulat. Yah dia terkejut dan itu fakta jika Sasuke pasti mendengar apa yang di pertanyakan Ino padaku.

.

.

.

¤¤Kamis¤¤

Jam kuliahku ternyata kosong. Dosen kesayanganku tidak hadir. Sungguh aku sedih. Aku kecewa. Pelajaran anatomi harus aku lewatkan.

Aku dan Ino memutuskan pergi ke taman belakang kampus. Dan aku senang berada disini. Disini sangat indah dan nyaman. Ini adalah tempat faforitku di kampus. Begitu hening dan sejuk. Ah aku belum mengatakan jika Ino satu jurusan denganku.

Dan disini kami membahas soal perjodohan gilaku.

"Sudah aku bilang kan, aku tidak mau menikah dengan pria duda itu" rasanya aku sudah ingin menangis. Waktunya tinggal beberapa hari lagi. Aku hampir frustasi.

Ino memelukku. Dia terkadang menjadi sangat dewasa di depanku. Dan itu menenangkanku. Aku harap yang melihat kami berpelukkan seperti ini tidak akan salah paham.

.

.

.

¤¤Jum'at¤¤

Sepulang dari kampus. Aku pergi ke kafe 'samurai'. Hei kafe ini terlihat unik. Pelayan lelaki memakai pakaian ala samurai dan pedangnya jangan lupa, yah meskipun imitasi. Astaga, tapi ini sungguh unik. Di jaman modern ini aku bisa melihat Samurai hebat wkwk. Tapi sayang saat aku masuk, ternyata semua meja penuh dan tinggal satu tempat duduk yang kosong. Asal kalian tahu. Disini adalah kafe lesehan. Haha. Jadi sedikit tradisional. Kami duduk bersimpuh dengan bantal kecil dibawahnya. Ok aku mulai mendekat dan berjalan sedikit cepat agar tidak ada yang lebih cepat menempatinya. Aku sedikit gugup karena harus satu meja dengan Sasuke.

"Apa aku boleh duduk disini?" Tanyaku pelan. Dan ternyata dia terkejut. Dia sedang asik berkutat dengan gadget canggihnya.

Dia menelusuri tempat disana. Mumgkin dia juga tahu. Di tempatnya adalah satu-satunya yang memiliki sisi kosong. Dan aku akan mengisinya.

"Tentu saja, kau boleh menempatinya" Dia tersenyum tipis.

Dan aku mulai memesan mie ramen dengan ekstra pedas.

Lima menit kami duduk terdiam. Tapi kemudian pertanyaannya mengejutkanku.

"Apa benar kau akan menikah?" Apa aku harus menjawabnya. Dia benar-benar mendengar pertanyaan Ino tempo lalu. Kami tidak terlalu akrab sebelum ini, bagaimana bisa dia bertanya seberani itu?

"Tidak sebenarnya. Aku tidak menyukainya" Aku jujur pada akhirnya.

"Tapi kau di jodohkan" aku tahu itu sebuah pernyataan. Sial. Mungkin aku akan memberitahunya tentang apa yang terjadi di hidupku.

"Tapi maaf kita tidak saling mengenal kan?" Bodoh. Aku tahu semua tentang dia. Siapa namanya dan dari keluarga mana dia berasal. Dan dia menyeringai. What?

"Kau tahu aku dan aku cukup tahu kau" Pesananku datang. Dan aku mulai mengaduk-aduknya menggunakan sumpit. Jantungku seperti ingin meloncat. Apa dia juga tahu jika aku menyukainya. Tidaaak. Sial sial.

"Darimana aku tahu kau. Sepertinya kau terlalu pede" aku mulai meniup mie yang sudah menjepit di sumpitku. Dan siap memasukkannya ke dalam rongga mulutku.

Aku melihatnya, dan dia sedang terkekeh. "Aku cukup populer, kau tahu itu. Kau juga pasti tahu soal semua gadis di kampus sangat tergila-gila padaku. Bahkan kebanyakan dari mereka bersedia jadi mainanku" Dia meneguk sedikit minumannya. Tidak penting apa yang di minumnya. Aku hampir lupa jika dia adalah seorang playboy. Dan aku tidak menyukai itu. Wajahku sedikit tertunduk sedih. Aku harap dia tidak melihatku seperti ini.

"Aku tidak mau di jodohkan. Karena aku tidak mengenal siapa dia yang di jodohkan denganku" menghela napas berat. "Tapi mereka akan membatalkannya asal aku membawa seorang pria ke hadapan mereka" Dia terdiam saat aku selesai bicara.

"Bagaimana kalau aku menolongmu" Aku diam karena masih mengunyah makananku. Memangnya menolong seperti apa yang dia maksut?

"Datang melamarmu sebelum hari perjodohanmu" Sontak perkatannya membuatku tesedak. Oh terima kasih untuk hari yang gila ini. Dan aku melihatnya khawatir karena aku tersedak. Sedikit batuk-batuk dan efeknya hidungku menjadi berair. Dia tahu aku kesakitan. Dia memesankan air putih untukku dan memberikan tisu untukku. Terima kasih ternyata dia tidak sedingin yang aku kira.

Aku mulai tenang "kau serius?" Tanyaku berusaha mencari keseriusan darinya. Itu berarti apakah kami akan menikah? Aku sedikit senang dan tubuhku menjadi gemetaran karena saking gugupnya.

"Aku sangat serius" jawabnya kemudian

"Tapi kenapa?" Alisku mengerut "Haha kau tidak becanda kan? Kau akan melamar gadis yang lebih tua darimu" jeda sejenak "usiaku 24 tahun dan kau setahuku masih 21 tahun"

Dia mengedikan bahunya "tidak masalah" Kali ini dia menatapku dengan sangat serius "karena aku juga membutuhkanmu" ia menghela napas besar "kita memiliki nasib yang sama"

.

.

.

.

.

Sasuke POV

Namaku Uchiha Sasuke. Usiaku 21 tahun. Aku adalah putra bungsu dari Uchiha Mikoto dan Uchiha fugaku. Aku merupakan harapan besar beginya. Aku putra kebanggaannya. Jadi aku tidak mau mengecewakan kedua orang tuaku. Dan aku kuliah dengan jurusan Bisnis Manageman. Berharap bisa menjadi pebisnis yang sukses dan bisa menjadi penerus bagi Ayahku. Ah, aku juga memiliki seorang kakak laki-laki, namanya Uchiha Itachi. Usianya 28 tahun dan masih single. Tapi saat ini ia sedang ada di luar negeri. Memimpin anak cabang perusahan Uchiha Corp disana.

Aku adalah lelaki tampan yang banyak di gilai oleh teman-teman gadisku. Bukan narsis, tapi itu realita. Meski aku sering bergonta-ganti pasangan tapi aku bukanlah playboy, meski kebanyakan yang mengataiku seperti itu tapi aku tidak peduli. Itu hanya pelarianku saja dari rasa jenuhku. Sejauh dari hubunganku, jujur tidak ada seks di dalamnya. Hanya sebatas ciuman, kencan dan yah seperti umumnya. Aku hanya mau melakukan seks dengan gadis yang benar-benar aku cintai.

.

.

.

¤¤Senin¤¤

Ini hari liburku. Karena kuliah memang sedang kosong. Jadi aku menghabiskan waktuku di perusahaan ayah. Aku belajar banyak disana. Membaca berkas-berkas yang seharusnya ayahku yang periksa. Tapi aku yang memeriksanya. Memilah-milah mana dokumen yang harus di setujui untuk kerja sama. Aku tidak boleh menganggap remeh ini, karena rugi dan untungnya ada di pilihanku. Ini mudah bagiku. Karena ayah sepenuhnya memberikan kepercayaannya untukku. Aku sangat berterima kasih padanya.

.

.

.

¤¤Selasa¤¤

Aku bangun cukup pagi. Karena aku tidak mau terlambat datang ke kampus. Aku tidak suka terlambat.

Setelah mata kuliah pertamaku selesai, aku menemani Naruto ke kantin untuk memesan kopi. Katanya dia mengantuk karena begadang melihat sepak bola EURO. Dan aku sama. Jadi aku juga memesan kopi pahit. Karena setelah ini aku akan ada presentasi.

Aku menyelusuri isi kantin ini, dan mataku tak sengaja menangkap siluet gadis berambut merah mudah yang sedang memakan roti bakar. Dia terlihat manis dan cantik. Yah, dia memang sangat cantik. Aku menyukainya. Dia senpaiku. Aku tahu dia tiga tahun lebih tua dariku. Tapi aku tidak peduli. Aku tetap menyukainya. Dia Haruno Sakura. Anak kedokteran. Dia gadis yang baik dan cerdas. Aku tahu banyak lelaki yang juga mengaguminya. Dan aku harus bergerak cepat agar tidak ada yang melangkahiku.

Kini dia melihatku, dan aku tidak bisa tidak tersenyum padanya. Tapi aku harus segera pergi dari sini. Sial. Kopi sudah kami dapatkan di tangan kami.

Kuliahku selesai untuk hari ini. Dan aku melihat Sakura, tapi dari jauh. Dia seperti kebingungan entah aku tidak tahu karena apa. Dia meninggalkan mobilnya begitu saja. Ouh mobilnya mogok. Mungkin seperti itu. Aku mengikutinya diam-diam. Cukup lama aku melihat dia menunggu taxi. Aku sudah ingin menghampirinya dan mengajaknya naik bus bersama tapi Gaara mendahuluiku dengan mobil ferarinya. Sial sial. Kenapa dia mendahuluiku. Aku menyesal meminjamkan mobilku pada Naruto agar bisa berkencan dengan kekasihnya.

.

.

.

¤¤Rabu¤¤

Aku malas kuliah hari ini. Jadi aku berangkat dengan malas-malasan.

Aku tidak bisa bolos walaupun aku ingin. Karena hari ini ada presentasi dan aku tidak bisa melewatkannya.

Dan aku jadi sedikit bersemangat. Karena dari jauh aku melihat Sakura berdiri di depan pintu kelasku.

"Kau bukan anak bisnis" kataku melihatnya kemudian melihat ke dalam kelasku "Ada urusan apa kau kesini?" Tanyaku saat aku kembali menatapnya. Dan aku menyesali nadaku sedikit dingin padanya.

"Aku menunggu temanku yang sedang menemui adik sepupunya" Jawabnya dan aku mengangguk. Aku mengambil ponselku dari saku celana berniat ingin meminta nomor ponselnya. Tapi sial, temannya sudah datang dan mengajaknya pergi.

"Hei aku dengar kau akan di jodohkan, Jidat?" Ucap temannya tiba-tiba. Dan aku terkejut mendengarnya.

.

.

.

¤¤Kamis¤¤

Aku tidak begitu semangat hari ini. Jadi aku putuskan bolos kuliah. Aku mengatakan pada ibuku hari ini kuliah sedang kosong. Aku tidak suka berbohong pada ibuku. Tapi aku tidak tahu harus mengatakan apa. Dan aku merindukan Sakura. Satu semester lagi dia akan lulus. Aku benci itu, itu artinya aku tidak bisa melihatnya setiap hari lagi.

.

.

.

¤¤Jum'at¤¤

Sudah 30 menit aku di kafe 'samurai'. Aku tidak suka kefe ini, menurutku terlalu mencolok. Dan aku tidak mau menjabarkan kafe ini bagaimana. Karena aku berda disini karena terpaksa. Aku memiliki Janji dengan Naruto si dobe itu. Tapi katanya ia tidak bisa datang. Besok aku pasti akan menghajarnya karena sudah mempermainkan waktuku.

"Apa aku boleh duduk disini?" Aku terkejut melihatnya disini. Karena sedang asik berkutat dengan ponselku aku tidak sampai menyadarinya.

Aku menelusuri tempat disini. Karena mejaku adalah satu-satunya yang memiliki satu tempat duduk kosong. Yang lainnya penuh. Jadi aku mengangguk.

"Tentu saja, kau boleh menempatinya" jawabku dengan tersenyum tipis.

Dan dia mulai memesan mie ramen dengan ekstra pedas. Apa dia bisa tahan dengan rasa pedas. Aku sedikit khawatir jika itu bisa membuatnya sakit perut.

Lima menit kami duduk terdiam. Tapi kemudian aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Apa benar kau akan menikah?" Aku sebenarnya ragu untuk bertanya ini. Tapi rasa penasaranku mengalahkan semuanya.

"Tidak sebenarnya. Aku tidak menyukainya" aku lega. Tapi dia belum selesai dengan ucapannya.

"Tapi kau di jodohkan" Aku harap dia mau memberitahuku.

"Tapi maaf kita tidak saling mengenal kan?" Sial. Dia benar. Sebelum ini kami belum berkenalan. Meskipun aku sudah tahu semua tentangnya dan siapa dia.

"Kau tahu aku dan aku cukup tahu dirimu" Pesanannya datang. Dan dia mulai mengaduk-aduk makannya menggunakan sumpit.

"Darimana aku tahu dirimu? Sepertinya kau terlalu pede" ucapnya kemudian mulai meniup mie yang sudah menjepit di sumpitnya. Dan siap memasukkannya ke dalam rongga mulutnya.

Aku terkekeh mendengarnya "Aku cukup populer, kau tahu itu. Kau juga pasti tahu soal semua gadis di kampus sangat tergila-gila padaku. Bahkan kebanyakan dari mereka bersedia jadi mainanku" Aku meneguk sedikit minumanku. Sial aku mengatakan keburukanku di depannya. Dan aku menyesal.

"Aku tidak mau di jodohkan. Karena aku tidak mengenal siapa dia yang di jodohkan denganku" ia menghela napas berat. "Tapi mereka akan membatalkannya asal aku membawa seorang pria ke hadapan mereka" Aku terdiam saat dia selesai bicara.

"Bagaimana kalau aku menolongmu" Ungkapku tiba-tiba. Tapi aku serius. Dia masih diam karena masih mengunyah makanannya. "Datang melamarmu sebelum hari perjodohanmu" Sontak perkataanku membuatnya tesedak. Oh maafkan aku. Aku tahu, aku sudah membuatnya kaget. Aku mengkhawatirkannya yang tersedak gara-gara ucapanku. Sedikit batuk-batuk dan efeknya hidungnya menjadi berair. Aku memesankan air putih untuknya dan memberikan tisu padanya.

Dia terlihat mulai tenang "kau serius?" Tanyanya berusaha mencari keseriusan dariku. Aku tahu itu. Karena ini masalah serius. Dan aku tidak akan main-main dalam hal ini. Aku tidak mau kehilangannya. Itu berarti kami akan menikah.

"Aku sangat serius" jawabku yakin.

"Tapi kenapa?" Alisnya mengerut "Haha kau tidak becanda kan? Kau akan melamar gadis yang lebih tua darimu" jeda sejenak "usiaku 24 tahun dan kau setahuku masih 21 tahun"

Aku mengedikan bahuku "tidak masalah" Kali ini aku menatapnya dengan sangat serius "karena aku juga membutuhkanmu" Aku menghela napas besar "kita memiliki nasib yang sama" dan aku berbohong.

.

.

.

.

¤¤¤TBC¤¤¤

A/n : Fict baru dari saya..

Haha.. bagaimana?

Suka?

Maaf banyak kekurangan.

Karena kesempurnaan hanya milik Allah semata.