Halo semua! Ini FF Pertama saya tentang WINNER, sudah lama mau buat FF tentang favorite pairing saya di WINNER yaitu MINWOO dan KANGNAM tapi belum ada kesempatan. Semoga FF ini disukai, dan untuk kangnam belum terpikir sebenarnya, ini masih fokus minwoo, kalau ada yang mau request juga boleh.

Selamat membaca dan semoga tidak segan-segan memberi review.

Jam dinding menunjukkan pukul 09.00 dimana matahari sudah keluar dari peraduannya, Mino mencoba membuka matanya yang berat, alkohol benar-benar membuatnya gila semalam, membuatnya tidak sadarkan diri. Dia bahkan tidak tau bagaimana dia bisa sampai di tempat tidurnya dengan selamat, yang dia ingat semalam dia tertidur di meja bar setelah meminum lebih dari 15 botol beer.

Laki-laki dengan nama asli Song Minho itu mengecek ponselnya, ada berpuluh-puluh panggilan tidak terjawab dan belasan pesan singkat yang datang dari teman-temannya, tetapi tidak ada satupun misscall atau pesan dari orang yang dia tunggu-tunggu. Mino terlalu frustasi semalam, kesalahannya membuat orang yang selama ini menemani tidur malamnya pergi tanpa kabar selama dua minggu.

Jarinya mulai menari di atas layar ponselnya mengecek sms dan pesan dari sosial media satu per satu dengan malas, sekretarisnya memberi kabar bahwa hari ini ada rapat direksi pukul 10.00, dia mengerang dan menghembuskan nafas berat, kenapa disaat seperti ini harus ada rapat penting. Mino menyeret tubuhnya ke balcon dan menghirup nafas dalam-dalam mencoba mengeluarkan beban berat di hatinya, dia mulai berfikir apa ini salahnya seorang? Pikirannya mulai menerawang pada dua minggu yang lalu saat dia bertengkar hebat dengan... partnernya?

"apa dengan seperti ini terus kau bahagia? Apa susahnya mengakui hubungan kita, aku juga manusia Mino aku punya hati, tidakkah kau tau aku sungguh malu, seakan-akan aku orang bodoh yang hanya mengaku-ngaku kau kekasihku di depan teman-temanku." Laki-laki berambut coklat itu terus berteriak mencoba mengeluarkan kekesalannya, mata rusanya yang indah digenangi air mata tetapi coba dia tahan agar tidak tumpah.

Mino hanya diam, dirinya sendiripun tidak tau harus menjawab apa, dia hanya tidak suka terikat, ia suka hidup bebas, mino selalu berfikir status 'kekasih' itu tidak perlu, karena dengan selalu berada di sisi partnernya untuk apa status hubungan itu.

Mino berdiri dari duduknya mendekati partnernya, matanya tepat tertuju pada mata indah itu dengan tenang, "kau pikir, kita punya hubungan seperti apa, Kim Jinwoo? Apa aku salah bicara di depan teman-temanmu bahwa kita hanya... partner sex?" Jinwoo terkejut, ia menatap nanar laki-laki yang dia anggap teman hidupnya selama 10 tahun ini, air mata yang mati-matian dia tahan tumpah seketika. Bibirnya bergetar menahan tangis, tidakkah dia seperti orang bodoh sekarang? Dia menganggap Mino telah merubah pendiriannya demi dirinya, berharap mereka akan mempunyai kehidupan yang lebih baik sebagai sepasang kekasih yang berbagi cerita bersama, tertawa bersama bahkan berbagi kesedihan bersama, ternyata dirinya salah, Mino tetaplah Mino, seorang laki-laki yang suka kebebasan seperti seekor merpati.

Jinwoo menunduk dan memejamkan matanya mencoba mengatur emosinya, sedetik kemudian dengan mantap dia menatap mata Mino, dan tersenyum kecil, "Terima kasih telah membuatku merasa kotor, Mino." Mino hanya tertegun, matanya dengan jelas melihat senyum pilu seorang Kim Jinwoo, apa yang dia fikirkan? Dia bahkan tidak menyangka kata-kata kasar keluar begitu saja, dia merasa dirinya juga lelah Jinwoo akhir-akhir ini menuntut sebuah pernikahan, apakah dengan menikah orang dapat bahagia? Bahkan orang tuanya hancur karena sebuah pernikahan.

Lamunan panjangnya terhenti ketika dering ponselnya terdengar dan menampilkan nama 'Kang Seungyoon' pada layar, Mino menggeser tanda hijau pada layar dan detik itu juga telinganya hampir pecah karena teriakan Seungyoon, "SONG MINO! APA KAU GILA? JAM BERAPA INI? KITA ADA RAPAT DIREKSI SEKARANG TAPI KAU BELUM DATANG JUGA."

Mino menghembuskan nafasnya pelan, "Ya, aku akan datang." dan langsung memutuskan sambungan telepon Seungyoon.

Kaki panjang Mino melangkah melewati pintu utama gedung kantornya menuju ruang rapat direksi, melewati para staff yang membungkuk hormat padanya, "Maaf aku terlambat." Ujarnya setelah sampai di ruang rapat. Matanya menelusuri ruang rapat dan tertegun ketika melihat bangku yang selama dua minggu ini kosong, sekarang pemilik bangku itu duduk dengan tenang sambil membolak-balik dokumen rapat seperti tidak terjadi apa-apa.

"Baiklah, silahkan duduk Mino-ssi." Ujar Seungyoon dengan formal, biarpun di luar mereka teman baik, tetapi ketika di ruang rapat mereka harus menjaga etika di depan para direksi yang lain. Seungyoon, Mino, Jinwoo, Taehyun, dan Seunghoon merupakan jajaran direksi penting di perusahaan gabungan ini, Mino dan Seungyoon pemegang saham terbesar karena orang tua mereka bersahabat dan telah mendirikan perusahaan ini sejak tahun 1980, bersaing ketat dengan perusahaan lain di bidang perhotelan dan restaurant yang tersebar di seluruh Asia dan beberapa kota di Amerika.

Rapat telah berlangsung selama dua jam, tetapi tidak ada satupun materi rapat masuk dalam otak Mino, matanya selalu melirik orang yang duduk disampingnya, rasanya dia ingin mengakhiri rapat ini dengan segera dan bertanya pada Jinwoo kemana selama dua minggu ini dia menghilang, pada waktu itu Mino sudah mencari di apartemen lama Jinwoo tetapi dia tidak ada, di rumah Seungyoon, Taehyun ataupun Seunghoon juga tidak ada, yang ada hanya semprotan Taehyun karena laki-laki rambut belah tengah itu tau dengan pasti mereka sedang bertengkar. Taehyun selalu bilang padanya setiap mereka berdua minum di luar, kalau Jinwoo itu seperti guci porselen yang terlihat indah dan kokoh dari luar tetapi sewaktu-waktu dia dapat pecah juga. Sejak orang tua Jinwoo meninggal yang Jinwoo punya hanya ke empat orang ini, dia hanya butuh kasih sayang nyata, kasih sayang nyata yang belum bisa Mino berikan, selama ini dia hanya memberikan kasih sayang palsu pada Jinwoo, tidak ada satu pun ucapan 'Aku mencintaimu' untuk Jinwoo.

Rapat telah selesai sekitar satu jam yang lalu, tetapi Mino masih duduk di ruang rapat seorang diri, jarinya mengetuk-ngetuk pelan pada meja, pandangannya kosong ke depan. Ia tersentak pelan ketika mendengar pintu ruang rapat dibuka oleh sekretarisnya, "Maaf Tuan Mino, 30 menit lagi anda ada pertemuan dengan Tuan Jonghyun dan..." Mino tiba-tiba berdiri dari duduknya, "Batalkan!" perintahnya, lalu keluar ruangan melewati sekretarisnya yang kebingungan, "Baiklah, Tuan."

Mino membuka pintu ruang kerja Jinwoo, ia melihat Seunghoon ada disana sedang duduk di meja Jinwoo sambil berbicara dengan laki-laki berambut coklat itu tentang hasil rapat beberapa jam yang lalu.

"Seunghoon hyung tolong keluar sebentar, aku ingin bicara dengan Jinwoo."

"Tidak usah Seunghoon, tetap disini." Jawab Jinwoo pelan, Seunghoon menoleh ke arah Mino ia melihat keseriusan di mata Mino, ia menghela nafas pelan, "Ya, sebaiknya kalian bicara dulu, aku keluar." Seunghoon berdiri dari duduknya, melihat itu, Jinwoo menutup dokumen ditangannya dan ikut berdiri berniat keluar mengikuti Seunghoon, tapi belum sampai menggapai pintu, tangannya digenggam Mino dan menahannyanya kuat. Jinwoo berusaha melepaskan tangannya tetapi Mino juga bersikeras menggenggam tangan partnernya lebih keras.

"Lepas!" ucap Jinwoo dingin, mata indahnya menatap Mino sangat dingin, menunjukkan kesakitan mendalam yang berasal dari hatinya.

"Ayo makan siang." Mino berusaha setenang mungkin, bibirnya tidak berbicara banyak tetapi matanya memancarkan permohonan.

"Aku tidak lapar, jadi lepas." Balas Jinwoo sambil mencoba menghentakkan tangannya lagi.

"Penyakit maagmu bisa kambuh, makan walau hanya sedikit, aku sedang memohon."

Jinwoo tersenyum miring, "Jangan pedulikan pelacurmu Mino."

"KIM JINWOO!" Mino berteriak lantang, staff yang lewat di depan ruangan Jinwoo terkejut melihat Mino berteriak dari celah pintu yang setengah terbuka, Mino menyadari itu, ia membanting pintu dengan keras. Mino benar-benar merasa terbakar, hatinya menolak keras Jinwoo mengatakan dirinya sendiri pelacur dari seorang Song Mino, tidak, bukan itu yang Mino maksud, Kim Jinwoo tetap yang paling istimewa yang ada di dunia ini bagi Mino, hanya saja ia ingin hidupnya bebas tanpa ikatan, ia tidak percaya cinta sejati, ia selalu berfikir sebuah hubungan terikat pasti akan hancur cepat atau lambat.

Tatapan Mino melunak, ia melihat mata Jinwoo sedikit bergetar, ia sadar teriakannya membuat laki-laki itu sedikit terkejut, walaupun ia berusaha untuk menyembunyikannya. Tiba-tiba Mino menarik Jinwoo ke dalam pelukannya, bukan sebuah pelukan menuntut, tetapi pelukan kerinduan yang coba ia tampik, selama dua minggu ia mencoba mengelak bahwa ia benar-benar merindukan laki-laki dihadapannya ini, ditambah rasa bersalah mendalam atas apa yang ia katakan pada Jinwoo, ia sadar perkataannya terlalu kejam dengan berkata seorang Kim Jinwoo hanya partner sexnya, kenyataannya Kim Jinwoo terlalu berharga bagi seorang Song Mino untuk hanya menjadi partner sex.

"Maafkan aku." Bisik Mino tepat di telinga Jinwoo, seketika Jinwoo menangis, ia terlalu frustasi di satu sisi hatinya teramat sakit tetapi di sisi lain ia mencintai Mino. Jinwoo mendorong dada Mino pelan, berusaha melepas pelukan sepihak itu, tetapi Mino menahannya, "Katakan, kau memaafkan aku." Jinwoo hanya diam, ia terisak pelan, ia benci ini, kenapa ia selemah ini, jika ia lelah dengan semua ini seharusnya dia bisa berkata lantang di depan Mino, 'aku menyerah' tetapi kenapa sulit sekali.

Mino melepas pelukannya dan menangkup wajah Jinwoo, menghapus air mata di pipi laki-laki itu dengan lembut, "Maafkan aku." Ulangnya lagi, kali ini Jinwoo mengangguk pelan, Mino tersenyum dan mencium bibir Jinwoo dengan lembut. Setelah dia puas, ia melepas ciumannya dan mengusap pelan bibir laki-laki dihadapannya.

"Kalau begitu pulang ke rumah hari ini." Yang Mino maksud adalah rumahnya yang mereka tinggali berdua selama dua tahun belakangan ini. Mino menarik Jinwoo untuk duduk di sofa ruangan itu, "Kemana selama dua minggu ini?"

Pupil mata Jinwoo bergerak-gerak, menandakan ia gugup, orang lain tidak akan tau kelainan psikologi Jinwoo yang satu itu, tetapi tidak dengan Mino.

"Di rumah Seunghun ahjussi." Jawab Jinwoo

Mino menatap intens laki-laki bermata rusa itu "Kalau begitu nanti malam kita ke rumah Seunghyun ahjussi berpamitan padanya." Mata Jinwoo semakin bergerak liar, melihat ke segala arah asal tidak ke mata Mino.

"Ti-tidak, aku rasa... Seunghyun ahjussi sedang sibuk, tidak usah." Jinwoo menjawab dengan sedikit terbata, tatapan Mino terlalu mengintimidasinya.

"Jadi..." Mino melipat tangannya di depan dada, "... dimana kau tinggal selama dua minggu ini."

Jinwoo menghela nafas, "Kenapa susah sekali berbohong padanya." Batin Jinwoo.

"Dimana?" ulang Mino, suaranya terdengar tenang tetapi dingin.

"Jiyong hyung." Jawab Jinwoo pelan, seketika wajah Mino mengeras, Jinwoo menundukkan wajahnya, ia tau Mino marah. Nama Kwon Jiyong terlalu brengsek di telinga Mino, rivalnya sejak SMA, laki-laki yang bisa memberikan apapun untuk Jinwoo termasuk yang tidak bisa Mino berikan untuk Jinwoo, cinta dan kasih sayang nyata.

Mino bangkit dari duduknya, berjalan ke arah jendela kaca besar yang memberikan pemandangan jalanan dan gedung-gedung tinggi di Seoul. Ia meletakkan tangan kanannya pada kaca dan tangan kirinya mengepal di dalam saku celananya.

"Kenapa harus berlari padanya." Jinwoo mengangkat kepalanya dan melihat punggung tegap Mino.

"Tidak ada pilihan, aku tidak tau harus-"

"Kau punya pilihan Kim Jinwoo!" Potong Mino, nada suaranya mulai meninggi.

"Seunghyun Ahjussi sedang di rumah sakit melanjutkan pengobatannya..." Jinwoo menghampiri Mino, dan melanjutkan, "dan aku... terlalu takut untuk tinggal disana lagi dengannya."

Mino menoleh, ia menatap Jinwoo, tangannya mengusap wajah partnernya dengan lembut, "Baiklah, ayo makan siang, walaupun sudah terlambat."

Jinwoo mengangguk dan tersenyum, Mino yang paling tau keadaannya, lalu bagaimana ia bisa berlari dan pergi dari Mino jika kenyataannya seperti itu.

Choi Seunghyun adik dari ibunya, seorang aktor senior yang biasa dikenal dengan nama T.O.P, satu-satunya keluarga Jinwoo yang telah membesarkannya dengan kelimpahan harta saja tanpa kasih sayang, pamannya itu mempunyai kelainan sex, selama 7 tahun sebelum Choi Seunghyun mengobati kelainannya itu, Jinwoo dipaksa melayani nafsunya dengan melakukan sex keras, melakukan segala macam penyiksaan seperti cambukan dan ikatan, yang pada akhirnya berdampak besar pada Jinwoo, ia tidak bisa disentuh berlebihan oleh orang asing yang tidak dia percaya, termasuk Song Mino 10 tahun yang lalu saat pertemuan pertama mereka, saat Mino mencoba menolong Jinwoo dari kecelakaan dengan menarik Jinwoo ke dalam pelukannya, setelah itu Jinwoo malah mendorong Mino, seluruh badannya tiba-tiba berkeringat dingin dan pingsan saat itu juga.

Kelima orang itu duduk tegang di dalam ruangan Seungyoon, pagi tadi yang seharusnya di mulai dengan semangat, malah berbanding terbalik setelah mendengar kabar buruk bahwa proyek baru mereka untuk membangun hotel di Pulau Jeju harus terhambat karena masalah sengketa tanah dan akan dilakukan penggusuran terhadap apa saja yang telah dibangun disana, sedangkan tahapan proyek sudah jalan lebih dari 70%, jika digusur maka mereka akan rugi besar.

"Ada apa ini sebenarnya, bukankah awalnya baik-baik saja?" Seungyoon mengamati dokumen di tangannya, melihat dokumen dengan cermat.

"Iya tentu saja, aku sendiri yang datang ke lokasi saat awal negosiasi pembelian tanah disana." Jawab Seunghoon, Taehyun mengangguk setuju karena pada saat itu dia yang menjalani tanda tangan kontrak ke Pulau Jeju bersama Seunghoon.

Mino mengetuk-ngetuk jarinya, "Tidakkah ini benar-benar mencurigakan?"

"Maksudmu?" tanya Taehyun, yang lain dengan serius ingin mendengar penjelasan Mino selanjutnya.

"Seharusnya jika tanah ini merupakan tanah sengketa, kenapa pemerintah menyetujui tanah ini bebas sengketa, dan kenapa setelah sekian lama pembangunan hotel, mereka baru akan melakukan penggusuran? Pasti ada orang di dalam semua ini."

"Sebentar!" seru Jinwoo, ia mengambil laptopnya, jarinya menari di atas laptop, diantara kelima orang itu, Jinwoo yang paling handal mencari informasi sekalipun di dalam lubang tikus.

"Kim Bong-Hun." Gumam Jinwoo

Dahi Taehyun berkerut dan bertanya, "Kim Bonghun? Siapa itu? bahkan kita tidak pernah berurusan dengan orang itu."

Jinwoo mengangguk, jarinya mulai mengetik beberapa keyword lagi di dalam situs pencahariannya, dengan kode-kode hack yang telah dia kuasai.

Tiba-tiba matanya terbelalak, "Tidak mungkin." Ucapnya pelan.

"Ada apa?" semua berkumpul ke arah Jinwoo, dan sedetik kemudian terdengar gebrakan meja karena Seungyoon, "Si brengsek itu..." desis Seungyoon.

"Dia orang yang ingin membunuh Mino tiga tahun yang lalu, bukan? Bukannya dia telah di penjara?" tanya Seunghoon, ia menjambak rambutnya frustasi. "Oh, ini benar-benar gila aku tidak menyangka waktu berlalu dengan cepat, dan dia telah dibebaskan."

Mino menatap semua temannya, "ia mengincarku lagi, orang itu tidak akan puas sebelum aku mati sepertinya."

Seungyoon meremas bahu Mino, "Tidak akan aku biarkan, semua akan baik-baik saja." Semuanya mengangguk menyetujui, kecuali Jinwoo.

Jinwoo hanya menatap kosong ke layar laptopnya, kenapa perasaannya jadi sangat tidak enak, firasatnya mengatakan hal sebaliknya, rasanya seperti 'tidak akan baik-baik saja' tetapi dia berharap ini hanya firasat kosong yang tidak berarti.