Warning: typo(s), alur berantakan, tidak sesuai EYD. Thank u for your attention, sistur! Enjoy!

"Lu, mau kemana habis ini?"

Baekhyun membalikkan tubuhnya kearah Luhan, teman sebangku nya. Luhan masih berkutat pada buku-buku nya yang masih berserakan diatas meja, "Gak kemana-mana. Emang kenapa?"

Baekhyun membantu Luhan memasukkan seluruh peralatan sekolah ke dalam ransel gadis itu, "Temenin gue ke Gramedia, ya? Buku yang gue taksir sudah ada disana. Mau, kan?"

Luhan hanya mengangguk pelan, "Tapi, traktir gue DumDum sama PokPok, ya? Lagi pengen, nih."

Gadis berambut hitam kecoklatan itu langsung tersenyum senang, —menganggapi permintaan dari teman nya, "Tenang aja! Bakalan gue traktir!"

"Eh, Eh, Luhan-Baekhyun!" Joohyun Saraswati Wijaya berdiri di depan bangku mereka, "Jangan lewat Jalan Kartini, deh! Kalian mau ke Gramedia, kan?"

Luhan menyerngit bingung, "Emang kenapa?"

Joohyun menunjukkan sesuatu dari ponselnya, "Ada tawuran di daerah sana! SMAN 1 sama SMKN 1! Ngeri banget! Jangan lewat sana pokoknya! Kalau bisa, lo berdua jangan ke Gramedia hari ini."

Baekhyun mengelus-elus pundaknya, merinding. "Ada jalan alternative, gak? Gue bener-bener pingin ke Gramedia, nih. Serius. Nanti buku yang gue taksir sold out lagi, gue nangis lagi kayak kemarin-kemarin."

Joohyun terdiam sebentar, "Bentar, kayaknya ada sih. Coba aja lo berdua lewat Jalan K.H. Hadikusumo. Aman,"

"Beneran, nih? Bisa jamin gak, lo?" Luhan bertanya sambil memakai ransel nya, "Gue masih mau rabi ambek nduwe momongan."

Joohyun menepuk-nepuk dadanya—sombong, "Tenang aja. Gue ahlinya jalan daerah sini. Lo berdua tinggal ikutin saran gue aja. InshaAllah, aman."

"Oke!" Baekhyun memeluk Joohyun sebentar, "Nanti gue traktir Thai tea di kantin Bu Kus."

"Yo, mantap! Makasih, Baekhyun! Hati-hati di jalan!" Joohyun berteriak sambil melambaikan tangan ketika Luhan-Baekhyun sudah pergi keluar kelas, menuju parkiran sekolah.

"Baek, kenapa sepi banget disini?" Luhan bertanya kepada Baekhyun yang sedang ia bonceng. Gadis berambut hitam sebahu itu membenarkan posisi helm nya yang menganggu mata nya karena terlalu kedepan, "Serius, mending lo jangan percaya sama Joohyun! Itu orang terkadang sesat, naudzubilah."

"Emang lagi sepi, kali." Baekhyun memainkan ponselnya, menunjukkan GPS yang menyala, "Tinggal belok kiri ke Jalan Nyai Walidah. Udah, habis itu bakalan sampai kita di Gramed."

Luhan menjalankan motornya dengan tenang. Dirinya sedikit was-was pada jalanan yang sangat lenggang ini. Mengingat kalau Jalan Kartini hanya berbeda beberapa belokan dari ia sekarang. Luhan membenci kekerasan. Luhan tidak ingin terlibat.

Percayalah, Luhan ingin menikah dengan Justin Bieber.

Itu hanyalah halu.

"Argh….Sialan, sakit banget." Rintihan seseorang membuat Luhan langsung menghentikan laju motornya. Dia menoleh, bertatapan dengan Baekhyun yang sedang menatapnya pula.

"L—Lu, mending kita pergi deh dari sini." Baekhyun mencengkeram sweater baby-pink Luhan dari belakang, "Gue ngerasain hal yang gak enak disini. Serius, Lu. Kita harus pergi."

Tanpa disangka, Luhan memakirkan motornya di pinggir jalan. Melepas helm dan maskernya, "Lu! Lo mau kemana sih?! Gramedia tinggal dikit lagi!"

Luhan mematikan mesin motornya, "Baek, lo mau tunggu disini atau ikut sama gue?"

"H—Hah! Lo mau kemana sih, Lu? Ayolah, Gramedia udah deket!" Baekhyun merengek. Sejujurnya bukan itu alasannya. Baekhyun sangat ketakutan sekarang. Bulu kuduknya merinding. Dia benar-benar ingin sampai ke Gramedia. Sekarang!

"Baek, gue gak akan lama. Gue hanya mau nge-check doang. Lo mau disini atau ikut sama gue?" Luhan melontarkan pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya, "Gue gak akan lama. Serius."

Baekhyun menggerutu, "Oke! Gue ikut! Tapi inget, sebentar doang! Gue takut, Lu!"

Kedua gadis SMA kelas XII itu langsung turun dari motor Vario milik Luhan. Setelah mengunci ganda, Luhan dan Baekhyun menghampiri sumber suara rintihan tadi—yang jelas-jelas terdengar dari sebuah gang yang lumayan sempit dan kotor.

"Argh… Sial, Yifan bakalan gue hajar habis-habis an." Suara tersebut semakin terdengar ketika mereka melangkah pelan masuk ke dalam gang.

Baekhyun yang sudah sangat ketakutan hanya bisa memeluk lengan Luhan dengan erat. Sesekali berkomat-kamit membaca doa meminta perlindungan, "Serius, Lu. Gue gak sanggup."

"Stttt, Baek!" Luhan berbisik. Dirinya melepaskan genggaman Baekhyun pada lengannya, "Tunggu sini." Tambahnya.

Setelah Baekhyun mengangguk, gadis mungil dan cantik itu kembali melangkah. Hanya dalam beberapa langkah, Luhan menemukan seorang siswa SMA sedang bersandar di ujung gang. Memegangi perutnya serta beberapa luka yang berwarna keunguan menghiasi wajah pemuda itu.

"Pe—Permisi, kamu tidak apa-apa?" Luhan bertanya lirih. Ia lihat pemuda itu terkejut melihat kedatangannya, "Kamu tidak apa-apa?" Luhan bertanya lagi.

"Lo—kenapa bisa ada disini? Bahaya," pemuda itu kembali mengerang, merasakan sakit yang teramat sangat di perutnya, "Sebaiknya, lo—pergi dari sini."

Luhan tidak memperdulikan peringatan dari pemuda itu. Dengan cepat, gadis itu berlutut di depan pemuda menyedihkan itu. Membuka ransel nya dan mengambil kotak P3K. Bersyukurlah dirinya mengikuti PMR sehingga tidak buta akan hal menangani orang.

"Oh Sehun Satyadwitama," Luhan membaca name-tag pemuda itu, "SMAN 1? Jadi, lo yang ikut tawuran itu?"

"Sehun," pemuda itu memperkenalkan diri, "Bukan gue yang mau. SMKN 1 mencari masalah sama SMAN 1. Salah satu siswa disana nge-tawur habis siswa sekolah gue. Dan, ya lo tau sendiri kita semua tidak terima. Dan, tawuran hari ini."

Luhan menuangkan revanol pada kapas, "Sehun—lo bisa angkat baju lo? Sepertinya, perut lo luka."

Sehun perlahan mengangkat baju seragam dia yang terdapat bercak-bercak darah. Membuat Luhan melotot, ngeri sekaligus—kagum?

Untuk seukuran siswa SMA, Sehun memiliki tubuh yang—bagus? Abs nya cukup terbentuk dan itu membuatnya—

Astaghfirullahalladzim, zina. Pikiranmu!

Sehun mendapatkan luka goresan memanjang dari pinggang hingga perut. Luhan bergidik membayangkan betapa kesakitan nya Sehun sekarang akibat luka itu.

"Sehun, permisi." Luhan perlahan menempelkan kapas itu pada luka Sehun, "Gue pelan-pelan, kok. Tenang aja."

"Shh…" rintihan Sehun terdengar pelan. Pemuda itu menatap gadis yang di depannya ini dengan pandangan memuja—astaga, cantik benar gadis ini!

Sehun dengan tiba-tiba menyelipkan beberapa helaian rambut Luhan yang menurutnya menganggu dirinya dalam memandangi Luhan, "Biar lo gak kerepotan." Bohong nya.

Luhan berdeham, mengangguk kemudian. Tangan kecil dan halus itu menyentuh perut Sehun dengan telaten.

SEHUN KAN JADI GAK KUAT, jerit pemuda itu dalam hati.

"Ehm, jadi er—"

"Luhan," potong gadis itu, "Panggil aja gue Luhan."

"Luhan, lo sekolah dimana?" siap, Sehun memulai percakapan. Astaga, gadis ini kenapa begitu imut dan lucu, sih? Sehun tidak pernah mendapati gadis yang sangat memikat hatinya ini. Sehun penasaran.

"SMAN 3, Hun." Astaga, bahkan suaranya yang rendah begini bikin Sehun makin suka! Gila emang, gadis ini racun. Berbahaya buat keadaan jantung Sehun.

"Kok gue baru tau ada bidadari di SMAN 3," tuh kan, sifat Sehun yang suka menggoda perempuan cantik kembali. Dapat dilihat oleh Sehun kalau Luhan berusaha menahan senyum dan makin menunduk. Rona di pipi nya mulai terlihat.

Gemes!

"Kelas apa?"

Luhan membuka plester dengan pelan, "Kelas XII MIPA 4. Lo?"

"XII IPS 4." Usai Sehun berkata itu, Luhan memasukkan revanol ke dalam kotak P3K. Gadis itu menurunkan kembali seragam Sehun seperti semula.

"Sekarang, wajah lo yang harus dikasih salep." Luhan mengoleskan sedikit salep pada jari telunjuknya. Kemudian, mengoleskan salep itu pada wajah Sehun yang membengkak, "Lo habis diapain, sih? Bisa banget babak belur kek gini."

"Shhhh… Pelan-pelan, Lu." Sehun merasakan dinginnya salep pada wajahnya, "Ya, habis gimana. Gue dihajar habis-habis an sama Yongguk-Ren."

Luhan menatap matanya, "Maksud lo, Bang Yongguk Suseno?" gadis itu bertanya dengan mata yang melotot, terkejut.

Sehun menggangguk, "Bener. Yongguk Suseno. Dari kelas XII IPS 1."

Luhan semakin melebarkan matanya, "A-astaga bocah itu! Berani banget mukulin orang! Gak capek apa tawuran mulu?! Bodo, habis ini bakal gue laporin!"

"Lo kenal sama Yongguk?" Sehun bertanya sambil mengangkat alisnya. Gila bener, gadis lugu nan ramah kek Luhan ini bisa kenal sama berandalan Yongguk. Dunia ini sudah gila!

Luhan menghela nafas kasar, "Dia sepupu gue. Itu bocah emang gak pernah berubah. Sukanya mukulin orang."

Luhan kembali menatap Sehun, "Sehun, maafin sepupu gue, ya. Gara-gara dia, lo jadi terluka kayak gini. Gue harus tanggung jawab atas nama dia. Sialan bener itu bocah."

Woah, Sehun tercengang ketika bibir gadis itu mengeluarkan umpatan yang sialnya sangat seksi di telinga Sehun.

"Gak apa-apa, Luhan. Udah terjadi. Bagaimana lagi, kan?" Sehun melihat Luhan mengangguk lesu. Tak lama, gadis itu memasukkan seluruh peralatan medis nya kedalam ransel dan memakai ransel itu di punggung nya.

Tanpa aba-aba, Luhan melingkarkan tangan Sehun pada pundaknya dan merangkul pinggang Sehun—untuk membantu nya berdiri.

"Lu, makasih udah mau ngobatin gue. Gak tau gimana nasib gue kalau lo gak datang." Sehun mengucapkan hal ini dengan tulus. Bahkan, Sehun sudah menyunggingkan senyuman manis pada Luhan.

Suatu keajaiban seorang Oh Sehun Satyadwitama tersenyum!

Luhan mengangguk lucu, "No problem, Sehun. Udah kewajiban gue buat tanggung jawab. Sekali lagi, maafin Yongguk ya. Tenang, ini terakhir kalinya dia pukulin lo!"

Sehun terkekeh pelan. Astaga, kenapa lo lucu banget sih?!

"Lu! Masih lama?!" terdengar teriakan Baekhyun yang menggema.

"Habis ini gue kesana!" Luhan membalas teriakan itu, "Sehun, lo pulang gimana? Lo masih kesakitan kek gini."

Sehun mengusak rambut Luhan hingga berantakan, "Tenang aja. Habis ini gue telpon temen gue. Sepertinya dia emang udah nyariin gue daritadi gara-gara Polisi datang."

Luhan cemberut—tidak suka rambutnya diberantakin, "Hati-hati, Sehun."

Sehun mengangguk. Pemuda itu mengenggam jari-jari mungil Luhan, mengecup jari-jari itu bergantian. "Terima kasih,"

Rona merah perlahan tampak dari pipi Luhan, "Sama-sama."

Pemuda itu dengan perlahan menyentuh pipi chubby Luhan. Astaga, sangat lembut.

Dan—Sehun nekat. Mencium pipi Luhan dengan cepat, "Hati-hati, Lu." Setelah mengucapkan itu, Luhan langsung mengangguk dan berlari meninggalkannya.

"Kita akan bertemu lagi, Nona."

.

.

.

And yeah, finally end!

Hanya sebuah cerita abal-abal yang mengisi kegabutan. Terimakasih karena telah membaca, dimohon untuk comment, follow, like atau segala macam itulah. Agar membuat diriku semakin bersemangat dalam menulis.

Xie xie, huneeekr.

Sidoarjo, 29 November 2018.