Terawih

Naruto © Masashi Kishimoto

Chapter I : TTD Pak Ustad


"Asalamualaikum warohmatullah…" suara imam mengucapkan salam penutup sholat telah berkumandang lewat toak masjid. Barisan belakang yang tertutup oleh sekat, mukmum-makmum wanita yang masih terbungkus mukena, menoleh ke kanan-kiri.

Gadis berumur delapan tahun dengan mukena ungu muda sedang menutup wajah sambil bilang 'Amin'. Pipinya tembam dan imut sekali lah pokoknya. Suara imam berdoa setelah sholat pun tetap terdengar syahdu setelahnya. Lalu, Hinata, gadis kecil bermukena ungu muda, mengeluarkan sebuah buku tipis dengan pulpennya dari kertas.

Set!

"Mau ngapain?" tatap galak Kakak Hinata yang berumur delapan belas tahun itu, bermukena pink se-pink alisnya dengan tangan di balik mukena masih berformasi berdoa.

"Ma-mau nyatet ceramah Pak Ustad, Kak Sakura."

"Yang khusyu' dulu doa-nya, atuh. Baru nyatetnya nanti. Lagian imamnya masih berdoa."

"I-iya, Kak." Hinata pun ber-hehe ria sambil nunjukin gigi-gigi rapinya. Ia pun berdoa—mengambil pose berdoa lebih tepatnya, walau gak tahu pasti doa apa yang dikumandangkan imam, habisnya toaknya pecah-pecah gitu suaranya.

Sepasang pipi bulat Hinata pun bergerak lucu saat mulut kecilnya terbuka mencoba menyalin doa imam di depan sana. Melihat itu, Sakura menghela napas dan mengulurkan tangan—untuk membenahi rambut yang keluar dari mukena di wajah adiknya.

"Kegedean, ya?"

Hinata mengangguk dengan bibir manyun tapi bukan karena ngambek, alisnya saja terangkat.

"Nanti Kakak jahitin deh ininya," kata Sakura mencubit lipatan kain mukena di bawah dagu Hinata. "Makanya, kalo sholat jangan pas teraweh aja."

"Kan aku masih belajar, Kak." Sahut Hinata. Huu. Bisa aja nyautnya, untungnya imut, jadi Sakura cuma nyubit pipi tembem adiknya.

Sekat-sekat di depan mereka pun dibuka oleh seorang ikhwan berambut hitam yang subhanallah ganteng sekali dengan sarung merah kotak-kotaknya dan kaus band rock lokal.

"Astaghfirullah." Sakura geleng muka, mengendalikan diri dengan menunduk. Melihat Uchiha Sasuke emang sudah biasa, ganteng, tapi kalau muncul tiba-tiba dengan setelan ibadah kayak barusan itu memang ngagetin gantengnya.

"Kakak kenapa?" tanya Hinata polos, sementara suara Pak Ustad sudah terdengar akan menyampaikan ceramah.

"Kok istighfar?" Hinata masih kepo liat muka merah kakaknya.

"Nyaris kegoda setan." Sakura ngelus dada, tanpa maksud menjawab pertanyaan adik kecilnya.

"Setan?" Hinata melongo, menoleh ke kiri kanan. Kayaknya gak ada setan. Adanya james—penjaga mesjid—muda yang lagi bukain sekat biar makmum wanita bisa menyimak juga ceramah Pak Ustad di depan sana.

Sreeeeeeeeeekkkkk!

Seroang bocah pirang kira-kira seumuran Hinata sedang tergelincir dengan sarung kebesarannya.

"Aduh!" Dia mengaduh kesakitan karena terbentur tiang sekat dekat Hinata. Hinata sampai sedikit melompat ke pangkuan Sakura karena sajadahnya jadi berantakan kena kepala bocah pirang itu.

Hinata deg-degan.

"Naruto!"

Kakak Hinata yang kini deg-degan …

"Kampret, dibilang jangan lari-lari di mesjid!" Sasuke menjewer kuping Naruto.

"Aw! Sakit, Bang! Ampun!" kaki Naruto mendendang-nendang udara saat tergeret.

"Duduk napa yang anteng dikit." Sasuke pun kembali ke barisan semula bersama Naruto-badung di barisan belakang namun di pojok sana.

Hinata dan Sakura sama-sama menghela napas. Sakura pun membenahi sajadah adiknya yang kini memegang sebuah peci kuning gading yang tertinggal di sana.

"I-ini, Kak." Hinata menyerahkan ragu-ragu ke Sakura. Karena… ya gak mungkin Hinata berani mengembalikan peci itu sendirian.

"Eh?" Sakura meraih peci kuning gading tersebut, ia menoleh ke arah di mana Sasuke dan Naruto duduk—di pojok. Karena tidak mungkin untuk berteriak, Sakura pun diam di tempat. "Nanti saja ya balikinnya. Mending kamu fokus dengerin ceramah Pak Ustad buat dirangkum."

Hinata mengagguk, sepasang pipinya tedorong karena senyuman kecilnya.

Setelah terawih…

Salam dan nyanyian sholawat pun terdengar sebagai tanda sholat terawih dan witir telah usai malam ini. Para akhwat pun saling bersalaman tak peduli kenal atau tidak, tua, muda, semua saling bersilaturahmi dengan salam dan senyum.

"Kak." Mukena pink Sakura sedikit ditarik oleh Hinata.

"Kenapa, Hin?" tanya Sakura menunduk ke adiknya.

Hinata mengangkat sebuah buku tipis. "Aku harus minta tanda tangan Pak Ustad-nya."

Oh iya, Sakura nyaris lupa. Itu kan dulu juga sempat menjadi tugasnya saat masih sekolah: mencatat ceramah Pak Ustad dan meminta tanda tangannya sebagai bukti kehadiran di sholat terawih.

"Ya udah, yuk." Sakura pun menggandeng Hinata melalui sekat, ternyata di sana sudah ada banyak bocah-bocah laki-laki yang mengerumuni Pak Ustad.

Kalau dilihat-lihat, Hinata dan Sakura yang wanita tak mungkin menerobos kerumunan ikhwan itu. Lagian kok gak ada lagi sih, akhwat seumuran Hinata yang punya kewajiban yang sama? Masjid ini cenderung banyak ikhwannya.

Dari jauh, dari sudut, Sasuke dengan sarung dan peci merah datang menghampiri Sakura dan Hinata yang sedang bergandengan tangan memperhatikan kerumunan di depan.

"Sakura?"

"Eh, Mas…" Usia beda satu tahun tapi Sakura tetap panggil Mas. Biar mesra gitu. Hehe.

PLAKKK! ASTAGHFIRULLAH, SAKURAAAA! Hati nurani Sakura berteriak menampar kewarasan Sakura.

"Oh ya, Mas ini pecinya Naruto." Sakura menyodorkan.

"Hn… makasih."

"Naruto gak minta tanda tangan Pak Ustad, Mas?" tanya Sakura karena lihat Naruto, tetangga sebelah rumah Sasuke dan selalu kayak adik Sasuke, sedang main sabet-sabetan sarung di sudut sana bersama bocah lainnya.

"Tau tuh," Sasuke menoleh ke Naruto, "Naruto! Lu gak minta tanda tangan Pak Ustad?"

"HEHE! ENGGAK AH, NYATET CERAMAH JUGA ENGGAK. DENGERIN AJA KAGAK, BANG!" Naruto pun berlarian menghindari sabetan sarung temannya.

"Dasar."

"Yahh, gimana nih, Kak?" Hinata menggoyang-goyangkan ujung mukena Sakura.

"Hmm, gimana, ya?" Sakura nyahut abstrak, "Dulu Kakak ada temen seperjuangannya sesama akhwat. Tapi di situ ikhwan semua…"

Sementara Sasuke meneriaki bocah cilik tetangga sebelah rumahnya tersebut. "Naruto! Sini lu!"

"Ih, kenapa sih, BANG?" tanya Naruto datang ke Sasuke, Sakura dan Hinata.

"Elu ngapain gak nyatet ceramah? Gaya bawa buku sama pulpen."

"Ya biar gak diomelin Babe." Naruto nyengir. "Eh, Hinata kamu mau minta tanda tangan Pak Ustad, ya?"

Hinata kaget diajak ngomong, pipinya merah, menunduk lalu mengangguk.

Sementara Sasuke ngorbol sama Sakura.

"Engga pulang?"

"Ini Mas, Hinata harus minta tanda tangan Pak Ustad. Aku mau bantu maintain ke depan sih… tapi…"

Sakura menatap kerumunan ikhwan di depan sana.

"Iya, jangan." Sahut Sasuke mengerti, setelah melihat apa yang Sakura lihat.

"Sini aku yang mintain, Hin." Naruto menjulurkan tangan.

"Ya udah sini gue yang mintain." Sasuke juga julurin tangan ke Sakura.

Sakura dan Hinata pun berebut buku tipis itu tanpa sengaja.

"Eh?"

"Ini Naruto mau mintain buat aku, Kak." Bisik Hinata.

"Mas Sasuke juga bakal mintain tanda tangan buat kamu kok." Sakura balas berbisik mengambil buku itu dan mengopernya ke Sas—

"Tolong, ya, Mas—"

"Siap, Kak!" Naruto yang merebut dan lari dikejar Sasuke. "Woy!"

"Masih bocah udah modus lu."

"Abang udah gede modusnya gak jantan."

"Apa maksud lu?"

"Mbak Sakura." jawab Naruto kencang, sepertinya sengaja.

Hinata dan Sakura sweatdrop dengan mukena ungu muda dan pink yang masih terpasang menatap Naruto dan Sasuke gebuk-gebukan pake peci bukannya nolongin.


29 Juni 2015.


Ikhwan : muslimin. Akhwat : muslimah.