Noktah

By Prominensa

Naruto milik Masashi Kishimoto

SasuSaku Version

Aku melayang, saat bunyi degum degam bertalun di telingaku. Tereban sudah tubuh ini di atas bentala. Cairan berma nun kental, memberiku instruksi untuk tidur. Tidur selamanya untuk bertemu dengan belahan jiwaku.


Hari ini tidak ada Sasuke; laki-laki yang biasanya menyapa Sakura sebelum masuk kelas.

Hari ini tidak ada Sasuke; laki-laki yang membagi bekal makan siang dengannya di atap sekolah.

Hari ini tidak ada Sasuke; laki-laki yang mengantarnya pulang dengan sepeda butut wana biru.

Sasuke pergi, pamit kepadanya untuk membeli dua buah ramen cup. Padahal hujan telanjur menderas, ia tak bawa payung. Namun, bukan Sasuke namanya kalau tidak nekad begitu. Satu senyuman khas miliknya menjadi yang terakhir Sakura ingat.

Malam itu, Sasuke benar-benar pergi. Ia tak kembali. Bersama hujan di bulan Juni, ia menjadi bintang di langit. Sakura hanya bisa memandangnya dari bumi. Jauh. Tak akan pernah ia gapai selamanya.

"Sasuke!' teriaknya.

Di tepi tebing, Sakura ingin melompat, tapi ia takut mati.

"Kenapa begitu cepat?" Sakura terisak.

Ino selalu memperhatikan Sakura. Di kelas, ia tampak tak semangat. Aura duka masih terlihat jelas mengelilinginya. Seperti gadis bisu, Sakura nyaris tak pernah berbicara. Sesekali sudut matanya dipenuhi air mata.

"Haruno!" Kurenai-sensei memanggilnya.

Sakura berdiri, dan mulai membaca sebuah puisi yang ia tulis sebagai tugas yang diberikan sang guru. Awalnya bibir itu mengatup, seolah berubah menjadi es batu. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena jatuh cinta, tetapi rasa takut yang menghujaninya.

Sebagian teman-temannya ada yang menunduk. Ada juga yang menatap iba keadaan Sakura saat ini. Kurenai-sensei terus menunggu sampai Sakura membuka suara. Meski ia tahu, tangan Sakura bergetar hebat.

"Haruno, bacalah!" perintah Kurenai-sensei tidak sabaran.

Dalam kegugupan luar biasa itu, Sakura merasa ada yang menendang bangkunya. Ia melirik sekilas dan mendapati bayangan Sasuke tengah tersenyum padanya. Ia seolah berbisik, bacalah untukku!

Sakura mendengkus. Kemudian mulai membaca.

Bagiku, kau adalah sebuah titik

Akhir dalam sebuah kalimat

Menjadi tanda aku harus berhenti, dan tidak akan ada lagi bab selanjutnya untuk kujalani

Semua sudah berakhir

Saat kutahu, hidupmu sesingkat kupu-kupu

Aku seharusnya melepaskanmu, terbang bebas ke manapun kau suka

Tak akan mengekangmu

Tak akan menjeratmu

Karena aku tahu, tidak ada aku di masa depanmu

Tuhan menciptakan kita bagai dua garis sejajar

Tak akan pernah menyatu

Namun, selalu berdampingan

Itulah kita; yang hidup dalam cerita milik-Nya

Tapi, kau tak benar-benar pergi

Kau hanya berpindah tempat

Ke tempat yang lebih abadi

Dan kau sedang menungguku

Bertemu di tempat itu

Selamat tinggal sahabat sekaligus kekasih hatiku

Kurenai-sensei langsung berdiri dan bertepuk tangan. Suara sesenggukan mendominasi di seluruh ruangan. Ino segera memeluk Sakura sambil terisak dan berderai air mata. Seragam putih miliknya basah oleh air asin milik sahabat pirang-nya itu. Namun, Sakura hanya bisa mematung tanpa air mata mengalir di wajahnya.

Meski terlihat tegar, Kurenai-sensei sempat mengusap sudut matanya. Ia menghampiri Sakura dan ikut memeluknya bergantian dengan Ino. ia mengusap lembut punggung Sakura dan berkata, "Terima kasih karena dengan berani kau mau membacanya."

Hati Sakura sudah retak. Mungkin esok akan pecah dan hancur berkeping-keping.


Keesokan harinya, Sakura berani mati. Tak peduli dengan terikan Ino di balik punggungnya. Ia menyeberang jalan dengan mata terpejam. Dan beberapa detik kemudian, ada bunyian yang memekakkan telinga Ino. Ketika mobil yang menabrak Sakura, meledak setelah menghantam pohon.

Ino meraung menyaksikan Sakura menyusul si Mata Hitam, Sasuke.

[End]

A/n:

Fanfik ini adalah remake dari versi yaoi-NaruSasu