Disclaimer: I DO NOT own Naruto and the character inside.

Pairing: Hinata X Akatsuki

Genre: romance, family

Warning: AU, Abal, Gaje, OOC (terutama Hinata, awalnya), oh ea disini Sasori tidak berbadan boneka, tetapi hanya sekedar puppet master dan umurnya setara dengan Hinata,

A/N: Huee maunya sih kupublish secepatnya, pokoknya sebelum Juli aku mau publish ini, hiks, tetapi lagi-lagi modem saya kehabisan pulsa dan gak bisa ngepublish fic ini, hmm akhirnya kupublish juga! Maaf beribu-ribu kalau fic ini gak bergenre humor! Soalnya saya belum bisa menistakan akatsuki seperti senpai-senpai yang lain hiks, Selamat membaca! Happy reading! *bowing*

Summary: Hinata sang missing-nin pergi tanpa tujuan dan ia bertemu dengan tiga orang dari akatsuki, Akasuna no Sasori, Uchiha Itachi, dan Deidara, akankah Hinata bergabung dengan akatsuki? Hina x ? Akatsuki!

Indigo in Black and Red

By: Akasuna no NiraDEI Uchiha

Perpisahan adalah batas tipis antara kenangan dan masa depan

Hinata tersenyum kecil mengingat kata-kata yang dilontarkan oleh almarhumah Hinata sebelum ia meninggal, 10 tahun yang lalu. Setelah mamanya meninggal, papa Hinata benar-benar mendidik Hinata menjadi seorang kunoichi yang hebat tetapi memakai cara yang keras, beda dengan Hanabi, Hinata sekarang telah menginjak umur 17 tahun, ia telah menjadi kunoichi yang dapat diandalkan, tetapi dibalik semua itu, ia sedih ketika mengingat papanya, dan bagaimana ia sekarang berkeliaran diluar Konoha tanpa perlindungan atau dapat dibilang menjadi missing nin.

FLASHBACK

"Hinata, kemari," perintah ayahnya, Hinata yang saat itu memakai kimono untuk tidur segera menghampiri ayahnya. Hinata duduk bersimpuh ketika mencapai ruangan dimana ayahnya sedang duduk.

"Ada apa, otou-san?" tanya Hinata, karena biasanya ketika sudah jam tidur seperti ini papanya tidak pernah memanggilnya, hanya kalau ada keadaaan darurat.

"Ayah akan memindahkanmu ke Iwa, disana kamu akan belajar menjadi ninja yang sesungguhnya," Hinata hanya menunduk, ia tersenyum kecil, akhirnya saat ini datang juga.

"Otou-san, bisakah kau mengatakan yang sejujurnya? Aku tidak akan marah jika kau mengatakan yang sejujurnya," Hinata menatap ayahnya dan tersenyum pasrah, Hinata sudah mengetahui apa motif ayahnya memindahkannya ke Iwa, ayahnya tetap memasang muka datar dan menghela nafasnya.

"Baiklah, kamu tidak dapat menjadi heiress yang baik, maaf aku akan memilih Hanabi sebagai heiress selanjutnya oleh karena itu aku akan memindahkanmu ke Iwa agar kamu tidak menanggung beban dicemooh yang terlalu berat," papar Hiashi, Hinata menunduk, sebenarnya ia mengetahui rencana ini dan tinggal menunggu kapan ayahnya akan mengusirnya.

"Aku sudah berkata kepada Tou-san, bisakah kamu mengatakan yang sebenarnya?" pinta Hinata, Hiashi menatap Hinata, lavender bertemu dengan lavender.

"Baiklah, ini semua demi kebaikan Klan Hyuuga," akhirnya Hiashi menyerah dan membeberkan segalanya, Hinata menghela nafas.

"Baiklah aku akan pergi," kata Hinata, ia bangkit dari duduknya, Hiashi lega karena anaknya itu tidak marah tetapi sesaat setelahnya ia mendengar suara besi yang menyayat sesuatu.

'SRINGG' Hiashi membelalakkan matanya, ia melihat sosok Hinata dari belakang yang memegang kunai di tangannya.

"Aku akan pergi, tetapi bukan sebagai mantan heiress Klan Hyuuga, tetapi…," papar Hinata, ia menoleh sebentar ke ayahnya lalu menunjukkan tanda konoha yang sudah tercoret dengan lugas di pelindung kepalanya.

"Menjadi missing nin," kemudian ia tersenyum kepada ayahnya, senyum samar, senyum perpisahan.

"Apa yang kau lakukan? Jika kamu menjadi missing nin maka kamu akan mencemooh Klan Hyuuga! Hinata! Aku sudah memperingatkanmu baik-baik," sorot mata Hinata berubah, ia menendang ayahnya.

"Huh, selalu saja keluarga, kehormatan, jabatan, kekuasaan, heiress, aku muak dengan itu Tou-san! Aku benci menjadi seseorang yang dilahirkan dalam klan ini! Klan ini terkutuk!" seru Hinata, mengagetkan ayahnya sendiri, Hinata yang biasanya lembut menjadi sekasar ini, suaranya pun dapat membangunkan Neji dan Hanabi yang sedang terlelap.

"Nee-chan, ada apa ini?" tanya Hanabi memasuki ruangan yang terdapat Hiashi dan Hinata didalamnya.

"Maafkan aku, Hanabi," sesungguhnya Hanabi benar-benar adik yang baik, ia sayang kepada Hanabi, tetapi ia tak mungkin mengajak Hanabi bersamanya maupun ia tetap tinggal disini, Hinata meneteskan air mata, kemudian ia memukul tengkuk Hanabi hingga adiknya tersebut pingsan.

"Hinata! Ada apa ini?" tanya Neji memasuki ruangan yang sama, Hiashi segera berdiri dan meminta tolong Neji.

"Neji, tolong hentikan adik sepupumu itu! Ia berniat menjadi missing-nin," Neji terkejut, kemudian ia melihat Hinata, Hinata tersenyum kepada Neji.

"Neji-nii kamu sungguh kakak yang pengertian, jangan halangi aku," ketika Hinata mengucapkan tiga kata terakhir, aura di sekelilingnya berubah, menjadi pekat.

"Hinata…kamu…?" Neji masih termangu melihat Hinata yang sehari-harinya lembut dapat menjadi seperti ini.

"Maafkan aku, Neji-nii," dengan berbekal suntikan obat bius yang ia pelajari bersama Sakura, ia menyuntikkan cairan tersebut kepada Neji, Sakuralah yang mengajarinya medic-nin dan obat-obatan.

"Ugh!" Neji kemudian jatuh terduduk, dan memegangi lengannya yang disuntik oleh Hinata.

"Dan kamu, Tou-san, ah bukan, Hiashi-sama," kata Hinata memperingatkan, Hiashi sudah memasang kuda-kuda, tetapi Hinata yang pernah direkrut menjadi anbu tidaklah lengah dan ia dapat menghabisi Hiashi secepat mungkin, sebelum akhirnya Hiashi jatuh pingsan, Hinata membisikkan sesuatu yang dapat membuat Hiashi terdiam.

"Persetan dengan Klan Hyuuga,"

Sebenarnya dalam umur yang tergolong cukup muda, Hinata menjadi anbu, diajari genjutsu, dan juga medic-nin, bloodline keluarga Hyuuga, byakugan, dan juga ninja dengan jenis chakra air, membuat Hinata menjadi ninja yang sulit untuk dikalahkan, tetapi semua ajaran serta aturan Hyuuga yang mendesaknya menjadi seperti ini, ia menjadi burung yang selalu dalam sangkar dan dikekang dengan rantai, tidak dapat bebas, oleh karena itu, sekarang ia akan melepaskan rantai itu.

Garis tegas yang ia torehkan di pelindung kepala konohanya menjadi saksi, Hinata sudah muak dengan keluarga ini, ia segera berlari dan berbekal sedikit makanan serta baju-baju yang akan dipakainya nanti, selagi efek obat Neji belum habis dan kesadaran Hanabi belum pulih, ia dapat bergerak leluasa malam ini.

"Loh, Hinata-hime, malam-malam mau kemana?" tanya penjaga gerbang Konoha, Kotetsu.

"Umm, ada misi mendadak dan aku harus pergi sekarang," elak Hinata.

"Masih dengan kimono tidur seperti itu?" tanya Izumo, Hinata tersenyum karena ia tidak sempat mengganti pakaiannya, pelindung kepalanya saja ia ikat asal-asalan di lengannya.

"Ya, hokage yang menyuruhku, sekarang bisakah aku keluar?" tanya Hinata, Izumo dan Kotetsu mengangguk dan mempersilahkan Hinata keluar dari gerbang Konoha, menapaki dunia yang baru, menjadi burung yang terbebas dari sangkarnya dan terbang dengan sayapnya.

END OF FLASHBACK

Kini malam telah larut, Hinata bingung kemana arah tujuannya, ia hanya melangkahkan kaki kemanapun kakinya berjalan, tetapi ia tetaplah manusia dan Hinata butuh tidur, ia segera mengambil alas tidur, ia melihat kondisi sekitar, jika dirasa cukup aman ia akan bermalam disitu, di sebelah danau, tempat favoritnya.

"Tenang sekali malam ini," bisiknya melihat ke rembulan yang sedang memaparkan keindahannya.

"Semoga saja aku dapat menemukan tempat yang pantas," mohon Hinata sebelum akhirnya ia terbuai di alam mimpi.

'Srak srak srak,' bunyi daun yang diinjak terdengar keras di malam yang sepi dan tenang ini, lalu pemilik kaki tersebut mengumpat.

"Sial! Misi yang diberikan oleh ketua terlalu sulit!" seru cowok yang berwajah baby face, berambut merah dan tumbennya tidak memakai boneka hiruko sebagai pelindungnya.

"Sabar danna un," hanya kata itu yang diucapkan oleh partnernya yang berambut pirang.

"Hah, kan ada aku juga yang membantu, berterima kasihlah," pinta orang yang berambut hitam menimpali.

"Malam ini kita terlanjur akan menginap disini, aku sudah letih," orang yang dipanggil 'danna' menyuruh kepada 2 orang partnernya.

"Iya, iya terserahlah un," timpal seseorang yang suka menambah-nambahkan 'un' di akhir kalimat yang ia ucapkan.

"Tunggu, ada seseorang yang tidur disana," 'danna' atau yang lebih tepatnya dipanggil Sasori segera memasang kuda-kuda dan melihat keadaan sekitar dan melihat gadis indigo yang tertidur dengan sehelai selimut dan alas tidur.

"Hanya cewek kok un," timpal Deidara, cowok berambut pirang.

"Tunggu, kenapa cewek seperti dia sendirian? Apa dia missing nin?" selidik si rambut hitam, Uchiha Itachi.

"Aku tidak tahu, ayo periksa dia," Sasori segera mendekati sosok yang tertidur itu dan terkesiap ketika mendapati gadis yang sangat manis dengan muka yang polos.

"Ow, dia sangat cantik un," muka Deidara bersemu kemerahan, begitu pula dengan Sasori dan Itachi.

"Lihat barang bawaannya," suruh Sasori dan segera membuka selimut yang menghangatkan tubuh kecil sang gadis, karena terkena hawa dingin, gadis itu terbangun dan segera membuka mata lavendernya, alangkah terkejutnya ketika mendapati mata coklat rusty sedang menatapnya.

"Eh dia bangun un," kata Deidara mendekati sang gadis, gadis itu memposisikan diri dengan duduk dengan badan tegap dan melihat sekeliling.

"Siapa kalian?" tanya sang gadis.

"Justru kamu yang harusnya menanyaimu, kenapa gadis sepertimu ini sendirian dan tidur disini? Siapa namamu?" tanya Itachi, sesungguhnya Hinata tidak ingin memberitahukan namanya kepada orang asing, tetapi entah kepada mereka, ia ingin memberitahukan namanya.

"Hyuuga Hinata, Konoha," jawab Hinata, sontak Itachi terkesiap.

"Apa yang kamu lakukuan disini? Tidak mungkin hokage konoha memberi seorang gadis sepertimu misi sendirian," tanya Itachi, Hinata mengerutkan alisnya, sepertinya ia mengenali orang ini, ia mirip seseorang.

"Memang tidak mungkin, tetapi aku menjadi missing-nin," ketiga cowok cantik kemudian terkejut, bagaimana bisa gadis yang terlihat lemah sepertinya menjadi missing nin?.

"Lalu kemana tujuanmu un?" tanya Deidara, Hinata menggeleng lemah.

"Tidak tahu," jawab Hinata lirih, Sasori meneliti Hinata dari atas sampai bawah, hebat sekali, tidak ada bekas apapun di seluruh kulit tubuhnya, kulitnya juga halus, lalu parasnya yang cantik serta tingkah lakunya yang lemah lembut, seperti boneka porselen.

"Ikutlah dengan kami," ajak Sasori, Deidara dan Itachi menatap lelaki ini dengan pandangan tidak mungkin, Hinata menoleh ke arah sumber suara mendapati dirinya bertatap-tatapan dengan mata coklat rusty, lavender bertemu dengan coklat.

"Bolehkah?" tanya Hinata, tetapi sebelum Sasori membuka mulutnya, ia langsung diseret oleh Itachi dan Deidara.

"Yang benar saja! Nanti ketua bisa marah!" seru Itachi tetapi tidak cukup keras untuk sampai di telinga Hinata.

"Iya danna, nanti kamu di rinnegan oleh Pein un," dukung Deidara, Sasori hanya memasang muka datar tanpa ekspresi.

"Ayolah kalian itu berlebihan, nanti aku yang akan menghadapi ketua, lagi pula jika kalian melihatnya, dia itu kuat, dan dia sendiri mendeklarasikan dirinya sebagai missing-nin didepan kita, salah tiga anggota dari akatsuki, dan ia tenang-tenang saja, dia pasti kuat, tetapi terlihat sangat lemah, seperti boneka," jelas Sasori, Itachi dan Deidara tertegun mendengar jawaban Sasori.

"Jangan jadikan dia koleksi bonekamu, bodoh!" Itachi memukul kepala Sasori, dan mendapat deathglare dari empunya kepala.

"Iya aku tahu! Mana mungkin ia akan kujadikan boneka, lagipula kenapa sih kalian harus marah-marah?" tanya Sasori memegang kepalanya dan meringis kesakitan.

"Karena dia manis un, aku suka dia un," jawab Deidara menatap Itachi, Itachi memberikan death glare kepada Deidara.

"Jadi kamu juga menyukainya?" tanya Itachi, Deidara mengangguk, Sasori terkekeh kecil.

"Ayolah, kita semua kan menyukai dia, si Hyuuga," kata Sasori, mereka bertiga lantas mengangguk bersamaan.

"Yah aku setuju dia direkrut menjadi akatsuki, tetapi jika ketua marah, itu semua tanggung jawabmu un!" seru Deidara menunjuk Sasori, Sasori mengangguk.

"Iya iya," jawab Sasori singkat, padat dan jelas, lalu mereka bertiga kembali ketempat Hinata berada, tetapi terkejut mendapati Hinata sedang bermain-main air dengan pengendali airnya.

"Waw, ninja dengan jenis chakra air un," kata Deidara.

"Wajar saja, sebab keturunan Hyuuga memang didominasi dengan jenis chakra air," papar Itachi yang mengetahui seluk beluk asal mula keluarga-keluarga Konoha.

"Ah, kalian semua sudah kembali, kukira kalian akan duduk disana terus sepanjang malam," kata Hinata menoleh kepada ketiganya, kini airnya sudah ia kembalikan lagi dan ia tersenyum kepada mereka bertiga, sontak muka mereka memerah semua.

"Manis," gumam Sasori pelan, Hinata melihat dengan penuh tanda tanya.

"Ng, apa?" tanya Hinata, Sasori menggeleng pelan.

"Tidak apa-apa, nah kamu akan kuajak ke tempat kami, ke markas akatsuki," Hinata tersenyum kembali, Deidara terkejut karena ia tidak takut setelah mendengar nama akatsuki.

"Kamu tidak takut un?" tanya Deidara, Hinata menggeleng.

"Tidak, untuk apa? Sepertinya kalian juga ninja baik-baik," sudut bibir Deidara naik sedikit lalu menatap Hinata.

"Benar katamu danna," Sasori tersenyum kecil menanggapi kata-kata Deidara, Itachi melihat sosok Hinata lalu menghela nafas.

"Ayo, cepat tidur, masih ada perjalanan 2 hari lagi untuk mencapai markas," tukas Itachi, Deidara dan Sasori mengangguk dan segera menyiapkan alas tidur untuk mereka sendiri.

"Aku akan menyalakan api unggun," kata Itachi dan melakukan jurus goukakyuu no jutsu kepada kayu bakar yang ada dihadapannya.

"Jurus yang menarik ngg," Hinata bingung, ia tidak mengetahui nama lelaki-lelaki di hadapannya.

"Aku Akasuna no Sasori," kata Sasori mengetahui apa arti pandangan Hinata, Hinata menoleh lalu tersenyum kecil.

"Aku Deidara un," kata Deidara memperkenalkan diri.

"Aku Uchiha Itachi," kata Itachi, Hinata menatap mata sharingan Itachi yang selalu ia aktifkan.

"Uchiha? Apakah kamu…..," belum sempat Hinata menyelesaikan kalimatnya segera dipotong oleh Itachi.

"Ya, kakak dari Uchiha Sasuke," tukas Itachi, Hinata mengangguk kecil lalu menatap mereka bertiga.

"Perkenalkan sekali lagi, aku Hyuuga Hinata," katanya tersenyum lebar, muka mereka bertiga lagi-lagi memerah pekat.

"I…iya un, sekarang ayo kita tidur un!" seru Deidara menuju alas tidurnya dan merebahkan diri, Sasori dan Itachi mengikuti Deidara, sedangkan Hinata masih bermain-main dengan air, terkadang airnya ia buat menjadi bunga kristal dan terkadang ia buat sebagai ombak, ia menatap bulan purnama yang bertengger diatas danau tersebut, indah sekali.

"Kaa-san," bisik Hinata parau dan segera ia menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya.

"Ada apa dengan Kaa-sanmu?" Hinata terkesiap dan melihat orang di belakangnya, Akasuna no Sasori.

"Kukira kamu sudah tidur," papar Hinata, Sasori menggeleng.

"Aku tidak terlalu lelah saat misi tadi, sekarang kamu dapat bercerita apapun padaku," Hinata menatap lelaki yang duduk disampingnya.

"Ibuku telah meninggal, 10 tahun yang lalu," kata Hinata, Sasori tidak terkejut, ibunya pun telah meninggal 14 tahun yang lalu, tepat saat dia berumur 3 tahun.

"Dan ayahku mendidikku menjadi kunoichi yang hebat, setiap hari aku harus berlatih, jika siang aku berlatih dengan sungguh-sungguh dan malamnya aku harus belajar semua hal tata krama," papar Hinata.

FLASHBACK

"Hinata," panggil ayahnya, Hinata yang saat itu masih umur 7 tahun segera menghampiri ayahnya dengan wajah gembira.

"Ada apa Tou-san? Bagaimana latihanku hari ini?" tanya Hinata, ia berharap akan dibelai rambutnya sekali lagi seperti biasa oleh Tou-sannya, melainkan ia malah dipukul oleh ayahnya sendiri.

'DUAKK' bunyi nyaring terdengar di kediaman keluarga Hyuuga, Hinata menatap ayahnya dan tetesan-tetesan air terjatuh dari pelupuk mata Hinata.

"Tou…tou-san?" tanya Hinata, ia memegangi bekas pukulan ayahnya di tubuh kecilnya sendiri yang masih lemah.

"Kamu itu semakin melemah! Latihanmu kurang! Mulai sekarang kamu tidak boleh tidur sampai latihanmu kuanggap cukup!" Hinata kecil hanya dapat menggigit bibir bawahnya sendiri dan mematuhi kata-kata ayahnya.

Sudah hampir satu bulan, ia hanya tidur selama 2 jam sehari, padahal jika masih kecil tidur itu sangat penting bagi pertumbuhan, tetapi Hinata berbeda, akhirnya ia harus menjalani kehidupan seperti ini.

'BRUKKK' Hinata yang sudah berumur 13 tahun terjatuh, kakinya terasa lemas, adiknya segera menghampirinya.

"Hinata-nee ada apa?" tanya Hanabi, ketika ia akan membantu Hinata berdiri, lengannya dipegang oleh Hiashi.

"Biarkan ia berdiri sendiri," Hanabi hendak melepaskan cengekeraman Hiashi ketika Hinata menatap Hanabi.

"Sudah Hanabi, Nee-chan bisa berdiri sendiri," tukas Hinata dan tersenyum lembut kepada Hanabi.

Hinata mencoba untuk berdiri, tetapi ia terjatuh dan terus terjatuh, badannya gemetaran, Neji yang kebetulan lewat segera menghampiri Hinata akan membantunya ketika dicegah oleh Hiashi.

"Jangan! Ini untuk kebaikannya," Neji berdiri di tempat, melihat usaha Hinata, tetapi apa daya, Hinata sudah tak kuat lagi sehingga ia pingsan, dan harus dibawa ke rumah sakit.

"Hinata-nee! Bangun! Bangun!" seru Hanabi, ia menangis di sisi ranjang Hinata, Neji menatap Hanabi dan menenangkannya.

"Jangan menangis Hanabi, Hinata akan baik-baik saja," kata Neji, Hanabi terisak sedikit dan menatap kelopak mata Hinata yang perlahan-lahan terbuka.

"Hinata! Anda baik-baik saja?" tanya Neji, Hinata menatap Hanabi dan Neji lalu tersenyum pertanda ia baik-baik saja, ia sebenarnya sangat capek, pandangannya kabur, sesungguhnya tidur yang tergolong sebentar itu menyakitkannya, ia tidak dapat mengutarakannya, ia tidak ingin mengkhawatirkannya, ia hanya tahu ini untuk kebaikannya.

"Jangan khawatir, Hanabi, Neji-nii," Hinata tersenyum lagi sebelum akhirnya ia tertidur untuk kedua kalinya.

Hinata sudah keluar dari rumah sakit, badannya sangat sehat, ia tersenyum, kemudian ketika sampai di kediamannya bukanlah pelukan penuh sayang yang ia dapatkan dari sang ayah melainkan tamparan yang keras.

'PLAKKK' Hinata terjatuh, ia menatap ayahnya, apa lagi yang salah olehnya?.

"Bodoh! Kenapa bisa kamu masuk rumah sakit? Seumur-umur Neji dan Hanabi tidak pernah masuk rumah sakit! Hanya kamu! Memalukan saja!" seru Hiashi, Hinata terisak, sebenarnya yang selalu mendapat latihan yang terlalu keras memang hanya Hinata.

"Kamu lemah! Oleh karena itu kamu tidak mendapat jatah makan malam selama seminggu sebagai hukumannya," Hinata mengangguk kecil kemudian membungkuk ke arah Hiashi dan kembali ke kamarnya.

Waktu Hinata yang menyenangkan hanya ketika ia harus menjalani misi, yang berarti tidak ada omelan dari sang ayah dan juga ketika berlatih bersama Shino dan Kiba, karena mereka dapat membuat Hinata tertawa lepas dan tersenyum, terbebas dari segala kekangan sang ayah.

Tetapi ketika ia menginjak umur 17 tahun, ketika ia akan menjadi calon penerus keluarga Hyuuga, tiba-tiba saja ayahnya membuangnya, lantas untuk apa latihan yang selalu ia kerjakan, untuk apa segala kekerasan dari ayahnya?.

END OF FLASHBACK

"Karena itu aku menjadi missing-nin," ucap Hinata, mengakhiri ceritanya, Sasori menatap Hinata, gadis yang terlihat lemah seperti ini ternyata sangat kuat, tidak dapat diremehkan.

"Lantas, bekas luka itu semua?" tanya Sasori, melihat kulit Hinata yang terlalu lembut dan halus, serta putih.

"Ah, aku adalah medic-nin, aku selalu membersihkannya dan merawatnya," Hinata menjelaskan dan tersenyum.

"Pantas saja," tukas Sasori, Hinata tersenyum lagi, Sasori mendorong tubuh Hinata dan ia terjatuh di alas tidurnya.

"Tidurlah, pasti berat melakukan semua hal itu," Hinata menatap Sasori dan air matanya terjatuh.

"Terima kasih," mata Hinata tertutup, Sasori menyelimutinya dan menambahkan pula jubahnya keatas tubuh Hinata yang kecil, lalu ia kembali ke alas tidurnya dan tertidur.

~To Be Continued~

A/N: Hiaa! Aku mborong 2 multi chapter! Bales dendam, soalnya sempet hiatus~ heyy! I come back! *pada ga ada yg nyadar ya?* ah ya sudahlah ada yang mau review? Terima kasih untuk yang mau me-review ataupun sekedar membaca!

Salam,

Akasuna no NiraDEI Uchiha