Aisuke Fumiko mempersembahkan
GILA
Naruto
Disclaimer:
Masashi Kisimoto
Peringatan:
Narusasu / BL / Tingkat T / dll
OOC, gajenes, abalnes, absurdnes, dan ngenes.
Maaf kalau banyak kesalahan.
Selamat Membaca!
Bab 1
"Maaf, lama?"
"Tidak juga"
"Syukurlah, kupukir aku terlambat"
"Kau memang terlambat, baka!"
"Ahahahaha ..."
Kedua pasangan itu terus bercanda disalah satu sudut kafe. Mereka menikmati kebersamaan mereka yang memang jarang sekali. Kesibukan masing-masing membuat keduanya harus rela menahan rindu. Namun dengan begitu, mereka bisa merasakan bagaimana jantung yang bertalu saat hari dimana mereka bertemu tiba.
Sabtu siang ini adalah satu hari yang mereka janjikan. Uzumaki Naruto dan Haruno Sakura. Sepasang kekasih yang hanya bisa bertemu seminggu sekali. Bisa dibilang, pekerjaan mereka menjadi penghambat mereka untuk bertemu. Tapi berkat kepercayaan satu sama lain, hal itu bukanlah masalah besar. Setidaknya...untuk saat ini.
Belum ada tiga puluh menit Naruto memosisikan dirinya dihadapan Sakura, handphone canggih milik Naruto melantunkan panggilan. Dering lagu dari salah satu penyanyi favoritnya mengalun lewat saku celana sebelah kanan. Begitu melihat siapa si pemanggil, Naruto langsung menggeser layar smartphone-nya.
Sakura hanya tersenyum maklum. Mengingat bukan kali ini saja hal itu terjadi. Sejak menjalin kasih dengan Naruto 6 bulan lalu, sedikitnya Sakura tahu apa yang membuat Naruto lebih mementingkan panggilan tersebut daripada dirinya. Jika demikian, maka hal yang selanjutnya terjadi adalah...
"Maaf, Sakura. Aku harus..."
"Pulanglah. Aku tidak apa-apa"
"Terima kasih". Naruto beranjak dari posisinya. Sebelum ia pergi, ia sempat meletakkan tangan kanannya di pipi kiri Sakura. Tanda terima kasih. Dan Sakura sudah lebih dari paham akan hal itu. Karenanya ia hanya mengangguk dan memberikan senyum yang entah apa artinya pada Naruto. Mengiringi kepergian Naruto dengan tatapan mengerti. Kemudian menghela nafas pasrah begitu sosok Naruto menghilang di pintu kafe.
"Hhhhhhh... sampai kapan aku harus mengerti, Naruto?"
Naruto melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia bahkan hampir menerobos lampu lalu lintas. Panggilan barusan benar-benar menyedot perhatiannya pada satu titik. Pikirannya berpusat pada objek yang mungkin melakukan hal-hal yang membuat kepala pelayannya kalang kabut sampai-sampai menelefonnya. Apakah hal yang buruk terjadi? Entahlah. Naruto hanya bisa menerka saja. Ia bahkan sudah tidak peduli lagi dengan acara kencannya yang batal.
Saat ini otak Naruto meneriakkan satu nama. Nama dari seseorang yang mengusik ketenangannya. Seseorang yang mungkin sedang melakukan sesuatu yang berbahaya. Ia langsung turun dari mobil dengan tergesa setelah memarkirkannya sembarang. Suara-suara teriakan bercampur dengan erangan kesakitan menyapa indra pendengarannya begitu kakinya memasuki ruang keluarga. Naruto semakin memercepat langkahnya. Tujuannya hanya satu. Sebuah kamar dengan pintu berwarna biru tua di lantai dua.
"Tuan muda, saya mohon hentikan!"
"Uhh ... akh ... sakit!"
"Saya mohon tuan muda"
"Akhhhhh"
"AARRGGHHHHHH!"
Lengkingan panjang itu terhenti tepat ketika Naruto menjeblak pintu berbahan jati tersebut. Ada lima orang disana. Empat pelayan dan satu pemuda. Tiga pelayan terlihat memegangi sang pemuda yang mulai kehilangan kesadarannya. Naruto panik. Kaki yang berbalut celana bahan itu berlari ke arah seorang pemuda yang limbung di atas kasur. Kedua tangan pemuda berusia 20 tahunan disana mencengkram rambut pirang pucat milik salah satu pelayan wanita disana. Seorang pelayan laki-laki tengah mencoba melepas cengkeramannya, yang lain menancapkan jarum suntik di pergelangan tangan kirinya. Keadaan pelayan wanita itu memprihatinkan. Tapi Naruto tidak peduli. Ia hanya mendekap sayang pada sosok yang kini memejamkan matanya.
Iruka segera memerintahkan dua pelayan lain yang juga menjadi saksi kejadian tadi untuk segera mengobati rekannya. Ia lalu bergerak mendekati Naruto yang masih setia menatap wajah damai seseorang yang terbaring di atas ranjang. Matanya menerawang. Kilau samudra miliknya bermandikan sendu saat melihat sosok rapuh yang masih setia menyembunyikan manik di dalamnya. Tangannya bergerak, menyisir rambut biru gelap cenderung hitam milik sosok tersebut. Iruka yang sering menyaksikan kejadian ini hanya memejamkan mata, tak sanggup melihat kesedihan tuannya.
"Apa yang terjadi?!", kalimat tanya bernadakan perintah dari Naruto menyentak lamunan Iruka.
"Anu... Tuan muda Sasuke histeris begitu pelayan baru itu masuk ke kamarnya, Tuan", menoleh cepat.
"Kenapa kau biarkan dia masuk?"
"Maafkan kecerobohan saya Tuan, saya sudah memeringatinya. Ta.."
"Sudahlah. Keluar!"
"Baik, Tuan". Iruka sempat melirik tuannya sebelum berlalu. Matanya menyayu melihat orang yang sudah ia anggap anak ini terbaring tak berdaya. Sikap lembutnya selalu membuatnya tak bisa menahan air mata yang mendesak keluar. Apalagi disaat-saat seperti ini. Saat 'penyakit' yang tuan mudanya derita kambuh.
Naruto menggenggam lembut tangan berkulit sewarna coklat putih milik Sasuke. Mengecupnya sayang. Perasaanya tercabik mendapati Sasuke bertingkah seperti itu lagi. Ia selalu merasa menjadi orang yang gagal setiap kali melihat Sasuke menyiratkan wajah ketakutan. Seperti hari ini, ia memang tidak tahu pasti apa yang terjadi. Tapi melihat posisi Sasuke yang menjambak rambut pelayan yang seenaknya masuk kamarnya, membuatnya mengerti. Ketakutan yang selama ini menggerogoti jiwa Sasuke aktif begitu ia melihat orang asing memasuki wilayah pribadinya.
Detik bercampur hening merasuki kamar bernuansa biru tua itu, memilin rajutan kesedihan yang menguar dari salah satu sosok disana. Di atas ranjang yang juga menggunakan sprei warna biru dengan motif awan yang kali ini berwarna putih. Naruto mengganti posisinya menjadi berbaring. Menyamping memandang wajah bergaris feminim Sasuke. Wajah yang memiliki kesan manis itu terlihat damai tanpa beban. Padahal baru beberapa menit lalu, ekspresi ketakutanlah yang mendominasinya. Ini adalah kecerobohannya. Seharusnya ia tidak meninggalkan Sasuke sendiri. Dan ini adalah kesalahan yang tidak bisa ia maafkan. Membuat Sasuke menampilkan raut ketakutan merupakan hal yang menjadi prioritas untuk dihindarinya.
Perlahan namun pasti, Naruto menarik selimut guna menutupi tubuhnya dan Sasuke. Biru safirnya masih setia memeta wajah 'ayu' tersebut. Jam beker yang menjadi penghias meja kecil disamping tempat tidurnya menunjukan pukul 2 siang. Ia belum makan apa-apa. Tapi lagi-lagi ia tidak peduli. Menjaga Sasuke lebih penting daripada mengisi jatah pada perutnya. Lagi pula, rasa lapar itu menguap seketika, saat Iruka menelefonnya tadi.
Ah! Ia jadi ingat pada Sakura. Gadis itu pasti kecewa. Padahal sudah satu minggu lebih mereka tidak bertemu. Tapi ia malah pergi begitu saja. Meskipun tak pelak rasa bersalah mampir dibenaknya, tapi ia yakin kalau Sakura mengerti. Paling tidak, beguitulah pikirnya.
"Akan ku telefon dia nanti", gumamnya. "Oyasumi, Sasuke"
Kelopak tan milik Naruto meredup. Menyusul Sasuke pergi ke alam mimpi. Lengan kekarnya memeluk Sasuke erat. Mencoba memberikan rasa hangat pada pemuda di sampingnya. Seulas senyum kelegaan terukir indah, sembari mengecup mesra kening berponi itu. Kemudian menyerahkan diri sepenuhnya pada alam bawah sadar.
Iruka menghampiri pelayan wanita yang menjadi korban –atau tersangka, amukan Sasuke. Wajahnya masih terlihat syok. Mungkin ini adalah kali pertama ia mendapati tuan mudanya dalam kondisi demikian. Rambut pirang pucatnya berantakan. Juga lengan kirinya telah diperban. Sepertinya terluka saat menghadapi Sasuke tadi.
"Kau tidak apa-apa, Ino?", Iruka bertanya lembut. Meski hatinya geram karena Ino telah melanggar larangannya, tapi ia juga tidak bisa menyalahkan server itu atas kejadian barusan. Namun, ia hanyalah pelayan baru mantion tersebut.
"Tidak apa-apa", jawab Ino lirih.
"Hhhh... ku harap ini terakhir kalinya hal ini terjadi. Bukankah di awal aku sudah memeringatimu?"
"Maaf, Tuan. Saya hanya ingin mengantarkan makanan unt.."
"Aku mengerti. Lain kali jangan seenaknya masuk kamar tuan muda"
"Ba-baik, Tuan"
"Hari ini kau istirahat saja. Biar aku yang bereskan pekerjaanmu."
"Terimakasih, Tuan"
Sepeninggal Ino, Iruka menghela nafas panjang. Memijat pelan pangkal hidungnya hanya untuk mengurangi pening di kepala. Ia melirik pelayan lain yang memandanginya dengan tatapan bertanya. "Kalau kalian punya waktu luang, cepat selesaikan pekerjaan kalian!", perintahnya.
Seketika itu pula, semua pelayan kembali sibuk dengan urusannya. Sedang Iruka kembali menghela nafas. Kali ini lebih panjang dari sebelumnya. "Aku akan cepat tua kalau terus-terusan menghela nafas."
Naruto terbangun dengan keadaan panik luar biasa, mendapati ranjang yang seharusnya di tempati Sasuke kosong. Matanya berkeliling mencari sosok yang hilang dari jangkauan netra birunya. Ia bangkit dengan sangat cepat sampai-sampai kaki kanannya membelit sprei. Akibatnya ia jatuh dengan amat sangat tidak elit. Mungkin jika dalam keadaan normal, rasa malu segera menjalar dikedua pipi bergaris mirip kumis kucing miliknya. Namun tidak, kali ini ia tidak mementingkan rasa malu. Ada yang lebih penting dari itu. Lagi pula tak ada siapapun di kamar ini.
"Khekhekhe ..."
Kikikan kecil itu, membuat kepala pirang Naruto menoleh. Kaget. Adalah reaksi pertamanya. Kemudian, heran menjadi reaksi kedua saat tahu bahwa sumber suara tadi dihasilkan oleh bibir mungil sewarna cherry disalah satu sudut ruangan. Dan pemiliknya tidak lain tidak bukan adalah Sasuke. Apa yang ia lakukan? Tanpa pikir panjang Naruto berlari. Menyongsong sosok Sasuke. Memerangkapnya dalam kedua lengan kekarnya.
Sasuke masih terkikik. Pikirnya, yang tidak tahu apa-apa, hanya kenyataan bahwa ia telah melihat Naruto terjatuh. Lalu, jemarinya mengelus kepala kuning Naruto yang bersandar dibahunya.
"Naru jangan menangis", bisiknya.
Naruto tersenyum kecil mendengar lirihan Sasuke. Kelegaan tersirat dari setiap tarikan nafasnya. Ia melepas pelukannya dan memandang wajah Sasuke. Kerjapan lucu Sasuke membuatnya kembali melepas senyum untuk saat ini.
"Kau Suami!"
"Naru, lapar."
"Ahahahaha...", tawanya membahana. Sasuke cemberut. "Ayo makan", ujarnya sembari mengulurkan tangan pada Sasuke yang disambut antusias. Jemari mereka bertaut mesra. Mengacak lembut rambutnya, Naruto menarik Sasuke ke luar kamar.
"Ehehe ..."
Sasuke duduk dengan tenang di meja makan. Sementara Naruto menyuapi Sasuke sedikit demi sedikit. Sebelumnya ia telah meminta Iruka untuk memasak makanan kesukaan Sasuke.
"Naru juga harus makan", celotehnya.
"Aku akan makan setelah menyuapimu"
"Eumm", Sasuke menggelengkan kepalanya. "Sasu makan, Naru juga makan. Naru menyuapi Sasu, maka Sasu menyuapi Naru. Ayo aaa...", Sasuke menyumpit tomat untuk Naruto.
"Baik Baik. Aaa .."
"Ahahaha... Lagi! Lagi!"
"Telan dulu makananmu. Kau makan seperti anak kecil tahu!"
Acara makan itu selesai dengan derai tawa dari Sasuke. Suasana meja makan itu menjadi lebih hidup karena celotehan Sasuke. Naruto sesekali menanggapi, dengan melempar ledekan yang diakhiri gembungan pipi mulus Sasuke.
"Ayo, sekarang minum obatmu. Kau harus minum obat supaya sehat. Ok!"
"Dia-eum"
"Pintar", ucapnya.
Saat ini, Naruto dan Sasuke tengah menonton acara entah apa di televisi. Ditemani beberapa makanan ringan, mereka menghabiskan malam minggu ini dengan ceria. Beberapa kalimat keingin tahuan mengalun indah dari Sasuke. Naruto hanya mengelus puncak kepalanya untuk meredam nada-nada tanya setiap kali Sasuke tidak mengerti dengan apa yang sedang ditontonnya. Sementara disisi lain, Naruto berusaha membalas setiap pesan-pesan yang dikirim Sakura. Wajahnya kemudian tersenyum, saat tahu bahwa ia telah dimaafkan. Untunglah Sakura mengerti, kalau tidak maka hubungan ini tidak akan pernah bertahan.
"... ru, Naru!"
"Eh...". Naruto celingak-celinguk. Mencari sumber suara yang memanggilnya. Rupanya Sasuke sedang mengangkat telefon dari entah siapa, dan memanggilnya. Ia beranjak mendekati Sasuke. Apa sebegitu senangnya berbalas pesan dengan Sakura sampai suara telefon tidak didengar?
"Naru...", Sasuke berbisik saat Naruto berdiri tepat di sisinya. Tangan Naruto kemudian mengambil gagang telefon rumah dari Sasuke. Begitu sadar suara siapa di seberang sana, wajahnya menekuk suram.
"Yo".
"Hn"
TBC... (kalau ada yang suka)
P.S : untuk ulang tahun Naruto Uzumaki, yang amat sangat terlambat, gomen...
