Title: Koi no Confusion
Pair: Main Aomine x Akashi, and many slash pair in this fic
Rate: T saja cukup /ei
Disclaimer: Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi, Story © Kiyoha, tidak ada keuntungan finansial sama sekali yang author dapatkan dari dipublishnya cerita ini.
Warning!: Mungkin nyerempet OOC, alur menstrem, awas typo, humor garing, many slash slash pair dan segala kekurangan lain yang mungkin kurang author perhatikan. Gomenasai!
Mind to Read?
.
.
.
"Daiki, kita putus."
Aomine yang tengah menyeruput strawberry milk tersedak mendengar 3 kata yang keluar dari mulut sang kapten mungil—merangkap kekasihnya, hingga 1 detik yang lalu. Ia mengernyitkan dahi, mencoba mencerna apa maksud kalimat barusan.
"Tunggu sebentar—tadi kau bilang apa, Akashi?"
"Kita putus. Sekarang juga." jawab sang ruby dengan pendek—bukan, bukan ingin menyinggung, kok—padat dan jelas. Photobook Horikita Mai pun jatuh dari pangkuan sang dark blue.
"Tapi—"
"Tidak ada tapi-tapian. Kita putus." potong Akashi pendek (maaf—tidak bermaksud menyinggung), padat dan jelas. Namun sang dark blue tidak terima.
"Tunggu, tunggu. Wait-a-minute, Akashi. Apa maksudnya kau memutuskanku di sini, sekarang juga, dan apa sebabnya?"
"Masih nggak ngerti? Daiki…" Akashi menunjuk makhluk redup yang duduk di hadapannya.
"Lo."
Kemudian jarinya beralih menunjuk dirinya sendiri.
"Gue."
Kedua tangan menyilang di depan dada, kemudian mengayun ke bawah bagai juri di pertandingan bela diri.
"—End."
Aomine sweatdrop. Darimana Akashi belajar kalimat seperti itu—salahkan perkembangan teknologi yang makin ngawur. Atau mungkin ia tak sengaja mendengar waktu Haizaki diputuskan oleh pacarnya 3 hari yang lalu.
Oke, lupakan itu, kembali ke masalah sesungguhnya—kenapa ia memutuskannya tiba-tiba? Apa salah dia sampai diputuskan oleh lelaki merah-mungil-manis yang menjabat sebagai kapten tim basket Teiko?Ehm, silakan lupakan bagian mungilnya. Atau lindungi kepala anda karena sebentar lagi ada gunting melayang.
"Memangnya ada apa, Akashi? Aku kan masih ace di klub ini, aku masih ganteng seperti biasa, aku juga nggak pernah menduakanmu, kok!"protes Aomine, berusaha membela diri.
Masih ganteng seperti biasa? Oh, maksudmu masih redup.
Akashi mengernyit, lalu memandang mantannya dengan wajah ketus. "Nggak pernah menduakanku? Apa iya?"
"Tentu saja!"
Wah, wah, pernyataan Aomine terdengar yakin sekali. Akashi menghela napas.
"Mungkin rasa daiki-daikiku padamu sudah hilang, Daiki." ujarnya setengah mencoba melawak. Awas elang muncul dari balik gym Seirin.
"Doki-doki, Akashi. Bukan daiki-daiki."
"Terserah. Yah, yang tadi itu setengah bercanda. Alasan aku memutuskanmu karena… Aku bukan yang no. 1 bagimu." jelas Akashi.
...
Hah? Aomine memandangnya kebingungan.
"Apa maksudmu kau bukan no. 1 untukku? Sudah kubilang, kau itu satu-satunya untukku, aku tidak mendua, Akashi."
"Pikirkan saja maksudnya." ujar Akashi sebelum akhirnya melangkah keluar dari gym. Aomine tak dapat menghentikannya. Akhirnya ia hanya bengong kemudian duduk di pojokan, meratapi nasibnya yang seperti sudah jatuh, tertiban tangga, lalu masuk rumah sakit. Seisi gym memandang iba. Bayangkan saja, ia diputuskan di tengah-tengah latihan basket!
Dari kejauhan terlihat Kuroko berjalan perlahan, kemudian menepuk bahunya pelan.
"Aomine-kun."
"Tetsu… Ahaha, tidak usah, aku tidak perlu dihibur, kok… Aku tahu kau ini bayanganku, dan kau ini memang murah hati, tapi tidak apa-apa kok, aku—"
"Bukan. Ambilkan bola basket itu, dong. Tadi bolanya menggelinding ke belakangmu." potong Kuroko dingin.
…
Geer banget ya, mas.
…
"Sialan, Tetsu! Kukira kau mau menghiburku! Kenapa kau ini sikapnya dingin banget, sih! Aku ini kan partnermu, cahayamu! Harusnya kau bersikap lebih baik dan mencoba untuk menghibur, dong!" Aomine mewek. Kuroko tetap memasang pokerface.
"Tadi katanya nggak perlu dihibur."
"Itu—"
"Soalnya, menurutku, Aomine-kun diputuskan oleh Akashi-kun itu gara-gara Aomine-kun sendiri. Aku saja bisa tahu kenapa. Jangan-jangan Aomine-kun tak menyadari apa sebabnya?"
Eh?
Salahnya?
Kuroko melangkah pergi sambil mendribble bola basket. Aomine memandangnya bingung. Salahnya? Apa maksudnya? Ia rasa ia tak melakukan sedikitpun hal yang menyalahi aturan 'pacaran dengan seorang Akashi Seijuurou'. Lantas apa maksud Kuroko bilang kalau ini salahnya?
Ya ampun, ia rasa dunia membencinya.
Semakin hari Aomine semakin pundung saja. Bahkan saat bermain basket pun, dia tidak semangat sama sekali. Apalagi kalau Akashi berada di tempat yang sama dengannya (Ini sungguh buruk karena Akashi sekelas dengannya). Ia tidak mengerti sama sekali alasan Akashi memutuskannya saat itu juga, di depan seluruh klub basket, lagi! You know, bahkan melihat photobook Mai-chan saja tidak dapat menghilangkan kegalauan hatinya. Walaupun sering bertengkar, lempar-lemparan gunting maupun gontok-gontokan, debat di kelas maupun di bench, tetap saja Akashi itu spesial, ia adalah segalanya untuknya! Ehem, prikitiew.
Tak tahan melihat keadaan sang cahaya (redup) yang semakin nelangsa, Kuroko mencoba bicara dengannya. Siapa tahu bisa menghiburnya. Walaupun dia bukan seorang pencerah spiritual, tapi setidaknya ia bisa menenangkannya sedikit. Mungkin ditambah teriyaki burger kalau masih ada sisa lembaran-lembaran kertas di dalam dompetnya.
"Aomine-kun."
"…Tinggalkan aku sendiri, Tetsu."
"Nggak boleh begitu. Aomine-kun nggak boleh bolos latihan basket. Nanti semakin dibenci Akashi-kun, lho."
"Jangan ingatkan aku padanya, Tetsu!"
"…Maaf."
"Ck, yah..."
.
.
Angin musim gugur berhembus melalui jendela, mengibarkan tirai putih kelas. Remang-remang cahaya senja menyinari keduanya. Yah, langit sudah mulai gelap, sekarang sudah jam 6 sore. Latihan memang sudah selesai—dan Aomine tidak datang. Akashi sudah tidak mau peduli lagi. Tapi Kuroko? Latihan tanpa cahayanya terasa hampa. Tidak ada one-on-one yang seru, tidak ada orang yang bisa jadi sasaran gunting, dan tidak ada seruan kesal Akashi hari ini. Benar-benar sepi.
"Aomine-kun… Akashi-kun itu sensitif, kau tahu." ujar sang bayangan, berusaha memecah keheningan.
Aomine membalas tanpa mengangkat kepalanya yang menempel di meja. "Sensitif?"
"Iya. Masalahnya adalah… Kau menduakannya, dia bukanlah yang utama untukmu, karena itu. Akashi-kun… Tidak suka di nomorduakan. Dan juga… Akashi-kun itu orangnya gampang jealous." jelas Kuroko. Aomine menggebrak mejanya dengan kesal, untung saja saat itu kelas sepi jadi tak ada yang mendengarnya selain mereka berdua.
"Tapi nih, ya! Aku tidak pernah sekalipun menduakannya, lho! Kau pernah melihat aku berduaan dengan orang lain, Tetsu? Kalau Satsuki, dia itu kan teman masa kecilku! Itu nggak salah, kan?"
"Ya, kalau Momoi-san kurasa bukan. Akashi-kun tak pernah keberatan walau Momoi-san memelukmu atau nempel-nempel padamu sekalipun. Tapi…"
"Tapi?"
"…Bagaimana kalau Mai-chan?"
…
…
…Eh?
"Ma-Maksudmu?"
"Mai-chan. Kau selalu membawa photobooknya kemana-mana, kan."
"Tapi, ya! Itu kan hanya bu—"
"Mungkin saja, Aomine-kun." Dengan tegas Kuroko memotong perkataan sang dark blue. Walaupun hanya sebuah buku, mungkin saja dengan itu Akashi-kun merasa dia dinomor duakan."
"Yang benar saja… Dia cemburuannya sampai level segitu?" Aomine facepalm, tak menyangka kalau kekasih tersayangnya seperti ini. Dia tahu sih, kalau Akashi itu gampang cemburu, tapi nggak begini juga kali, mas!
"Yah… Sudah kubilang, mungkin saja. Apa Aomine-kun lupa saat ia tak mau bicara kepadamu selama 3 hari hanya karena saat kau reuni SD kau memuji salah seorang gadis 'lebih cantik dari sebelumnya'? Saat itu Akashi-kun benar-benar langsung badmood instan, kau tahu."
Aomine membenamkan kepalanya di antara kedua tangan. Pusing, deh. Mengurus pacar yang cemburuan lebih menyusahkan dari menggiring kambing ke tempat pemotongan hewan kurban, really. Biasanya sih Akashi hanya sekedar melempar gunting, pura-pura ngambek, tidak ingin bicara dengannya, lalu esoknya langsung kembali seperti biasa. Tapi sekarang? Langsung memutuskan sang darkblue tanpa ba-bi-bu lagi.
"Kusarankan Aomine-kun coba berhenti membaca majalah Mai-chan. Memang sulit, tapi aku rasa itu satu-satu caranya." ujar Kuroko sambil membalik-balik photobook yang tergeletak di atas meja. "Ukh. Aku saja tidak tahan melihat ini lama-lama. Tidak baik, Aomine-kun."
"Mau bagaimana lagi, Tetsu! Mai-chan is my idol!"
Sang bayangan menggeleng-geleng. "Pokoknya jangan, Aomine-kun. Makanya—"
GREEEET. Pintu geser kelas terbuka, menampilkan lelaki yang ehm—mungil bersurai merah. Aomine membeku seketika. Akashi Seijuurou. Berdiri di depan pintu. Sejak kapan?! Jangan-jangan ia mendengar—
"Oh, kau belum pulang, Tetsuya?" tanya Akashi sambil berjalan menuju mejanya.
"Ya. Akashi-kun sendiri?"
"Aku? Aku lupa kalau aku meninggalkan berkas OSIS di meja." ucapnya sambil menumpuk berkas-berkas yang kelihatannya berat. Kuroko hanya memberinya 'oooh' lalu kembali memandang Aomine yang sepertinya dengan sengaja diabaikan.
'Sial! Dia sengaja mengabaikanku atau bagaimana?! Apa dia masih marah? Hanya karena sebuah—ehm, bukan sebuah juga sih—karena photobook Mai-chan? Yang benar saja, Akashi!'
"Akashi, kau sengaja mengabaikanku, ya?" Tak tahan, akhirnya Aomine berjalan ke depan mantannya dan menutup pintu. Sebodo amat mau dilempar gunting atau apa, yang jelas ia tak ingin hubungan mereka menjadi seperti ini hanya karena sebuah buku. Dengan kedua tangannya yang panjang, ia memblokir pintu kelas supaya sang kapten tak dapat keluar. Sepasang orb ruby memandangnya tajam.
"Oh, jadi kau ada di situ dari tadi? Maaf, kalau sudah sore aku tidak bisa melihat jelas. Kukira hanya gundukan tidak jelas di atas kursi Aomine Daiki. Kau terlalu gelap, sih."
Jleb. Menusuk sampai kokoro. Benar-benar kalimat jahat, yang meluncur mulus dari mulut seorang Akashi Seijuurou. Tapi—sesakit apapun Aomine akan menahan amarahnya. Lagipula, kulitnya gelap juga sudah fakta, kok! (Bahkan ia sudah mengakuinya) Nggak ada yang salah.
"Dengarkan aku dulu, Aka—"
"Sudah ya, Tetsuya. Aku pulang duluan." Dengan santai Akashi melambai pergi, seakan ucapan Aomine hanyalah angin lalu. Suara pintu yang ditutup dengan keras pun terdengar. Ow, Kuroko menggigit bibir bawahnya.
"Ini gawat, Aomine-kun. Jangan-jangan Akashi-kun mendengar percakapan kita tadi. Yang soal Akashi-kun… Dan Mai-chan."
Aomine memukulkan tangannya ke meja. Wajahnya frustasi, tidak tahu harus berbuat apa lagi. "Sial! Kalau begini, apa yang harus kulakukan, Tetsu?!"
"Yah, lebih baik Aomine-kun mulai besok kurangi jatah baca Mai-chan. Mungkin keadaan akan sedikit membaik."
Aomine semakin nelangsa saja. Bukannya berbaikan, Akashi malah seperti tidak peduli padanya, seperti dia tidak ada di dunianya. Mungkin saja Aomine mewarisi misdirection dari Kuroko, mungkin saja. Ternyata ngambeknya Akashi benar-benar asli, karena sudah beberapa hari berlalu dan keadaan mereka malah semakin parah saja. Semakin ia berusaha mendekatinya, semakin menjauh saja sang pewaris tahta keluarga Akashi. Jika diibaratkan dengan magnet, maka kutub mereka sama. Entahlah, apakah ini tanda dari Yang Maha Kuasa bahwa ia harus menyerah mengejar sang emperor mungil… Ku berlariii kau terdiam, ku menangiiiis kau tersenyuum, ku berdukaaa kau bahagiaaa, ku pergi kaaau—oke, kembali ke cerita.
"Aomine-kun… Apa kau ingin aku bicara dengan Akashi-kun? Siapa tahu bisa membantu… Toh Akashi-kun masih mau bicara denganku." tawar Kuroko dengan nada iba. Melihat cahayanya yang terus seperti itu sejak hubungan mereka diputus mendadak oleh sang emperor, mau tidak mau ia jadi kasihan juga.
"Tidak, terima kasih atas tawarannya, tapi tidak." jawab Aomine singkat tanpa menengok sedikitpun ke arah sang baby blue. Kuroko mengeratkan kepalannya, agak kesal bercampur sedih.
"Ayolah, Aomine-kun… Aku ingin menjadi kekuatan bagimu. Aku tidak mau kau begini terus." bujuknya sekali lagi. Namun Aomine masih saja keukeuh tidak mau meminta bantuan bayangan sekaligus sahabat karibnya.
Merasa usaha membujuknya sia-sia saja, Kuroko menghela napas lalu berjalan pergi. Toh jika ia lanjutkan kegiatannya membujuk sang dark blue sepertinya percuma saja, ia tidak akan mendengar. Jika sudah seperti ini…
…Lebih baik ia bergerak sendiri.
.
.
"Nee, Akashi-kun." panggil Kuroko di saat mereka tengah berganti baju seusai latihan reguler klub basket. Akashi menoleh, tetap dengan ekspresinya yang biasa. Senyum yang terasa dingin.
"Ada apa, Tetsuya?"
"Ano… Bisa kita bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan…" ucapnya setengah ragu. Tidak apa-apa kan, ya, menanyakan tentang hubungan mereka berdua? Dia tidak akan marah ataupun refleks melempar gunting, kan? Toh yang bertanya juga Kuroko Tetsuya yang precious untuk seluruh anggota GoM.
"Hmm… Baiklah. Kalau begitu, di sini saja." Akashi menepuk-nepuk kursi panjang yang ia duduki. Kebetulan saja saat itu ruangan loker sudah sepi, jadi mereka bisa membicarakan hal-hal yang menyangkut privasi.
Setelah memposisikan diri untuk duduk nyaman di kursi, Kuroko membayangkan simulasi 'pembicaraan dengan Akashi' di otaknya, demi memilih kata-kata yang tepat. Akashi juga terlihat sabar menunggu, mungkin dia tahu kalau Kuroko akan menanyakan suatu hal yang penting kepadanya.
Menyiapkan hatinya, Kuroko mulai membuka pembicaraan.
"Itu, kalau aku boleh tahu… Mengapa Akashi-kun memutuskan Aomine-kun?"
Seusai Kuroko menanyakan kalimat tersebut, sekilas ekspresi kaget terlihat di wajah sang ruby, namun segera hilang dalam hitungan detik. Ia pun tersenyum dan meletakkan botol minuman isotonik yang sedari tadi diminumnya.
"Kenapa? Kau kasihan pada Daiki, Tetsuya?"
"Tentu saja, Akashi-kun. Apa Akashi-kun tidak kasihan dengan Aomine-kun, memutuskannya di hadapan seluruh klub basket seperti itu? Sampai sekarang dia masih merasa sedih dan tidak enak hati, kau tahu." jelas Kuroko dengan tegas. Walaupun Akashi lawannya sekalipun—jika ini hal yang menyangkut tentang sahabatnya, ia tidak akan tinggal diam begitu saja. Ayolah, Kuroko walau terkadang sikapnya dingin dan cuek tapi sebenarnya ia setia kawan.
"Hmm…" Akashi terlihat berpikir sejenak, entah itu hanya aksi tipu atau ia benar-benar berpikir. Setelah beberapa saat, ia menjawab. "Yah, mungkin sedikit, tapi aku memutuskan dia juga karena salahnya sendiri. Aku tidak salah, Tetsuya. Aku memiliki hak untuk memutuskannya, seperti yang telah ia janjikan padaku saat pertama kita baru menjalin hubungan."
Kuroko mengerutkan dahi. "Sebenarnya apa salah Aomine-kun sampai kau melakukan itu? Aku tidak pernah melihat Aomine-kun melakukan sesuatu yang melanggar peraturan hubungan kalian, ataupun dekat-dekat dengan orang lain. Aomine-kun itu setia, Akashi-kun. Dan aku tahu itu." ucap Kuroko lagi, masih teguh dalam pendiriannya yang mengatakan bahwa cahayanya tersayang tak bersalah. Mendengar itu, Akashi terdiam sejenak.
"…Ya. Itu salahnya. Itu pasti. Aku sering melihat buktinya."
"Sering? Misalnya apa saja?"
Akashi menundukkan kepalanya, seolah-olah kesal bercampur sedih. Namun Kuroko tak melihat itu sama sekali melalui sorotan orb rubynya.
"Dia… Sering berduaan, 'orang itu' kadang terlalu menempel dengannya, dan Daiki sepertinya juga asyik saja bersamanya. Melihat mereka… Ehm, melihat dia dengan 'nya',terkadang aku kesal. Aku… Bukanlah orang yang nomor satu bagi Daiki. Tidak lagi."
Akashi menjelaskan, entah mengapa sorot matanya berubah. Ya, sekarang Kuroko dapat merasakan kecemburuan yang terpancar dari hati seorang Akashi Seijuurou. Nampaknya memang dia sudah melihat 'orang itu' bersama mantannya, dan itu benar-benar membuatnya kesal.
"Orang itu…" Kuroko mulai membuka mulut. "Apa orang itu… Kukenal?"
"Hmm, mungkin ia berada dekat denganmu, Tetsuya. Dekat sekali." jawab Akashi simpel, namun jawaban itu masih mengandung beribu misteri yang harus Kuroko gali lebih dalam lagi.
"Jangan-jangan anggota GoM… Apakah Momoi-san?" tanya Kuroko sekali lagi.
"Kalau Satsuki… Bukan dia. Dia memang teman masa kecil Daiki, dan aku tidak keberatan ia menempel-nempel dengan Daiki karena Daiki hanya menganggapnya sebagai adik perempuan,"
"Begitu, sudah kuduga. Kalau begitu—"
"—Mungkin," ujar Akashi memotong perkataan sang baby blue, "Mungkin—orang itu berada lebih dekat denganmu, tanpa kau sadari. Kau pasti akan segera mengetahui siapa dia, jika kau berpikir cermat, siapa yang selama ini sering menempel pada Daiki."
"…Eh?"
"Jawaban itu harus kau temukan sendiri, Tetsuya. Kalau begitu… Selamat mencari 'orang ini' ya." ucap Akashi sampai akhirnya ia mengepak tasnya dan keluar dari ruangan loker, meninggalkan Kuroko dalam keadaan speechless.
Berada di dekatnya? Siapa? Anggota GoM atau bukan? Sering menempel pada Aomine? Apa ada orang seperti itu selain Akashi—yang notabene memang kekasih Aomine?
Apakah Midorima yang memang dekat pertemanannya dengan Aomine? Murasakibara yang memang menempel ke semua orang? Kise yang selalu cari-cari perhatiandan manja? Atau memang benar seperti dugaannya—photobook Mai-chan?
Mencoba membuka pikirannya lebih luas, Kuroko berusaha mengingat keadaan dari hari-hari yang lalu. Apakah ada hubungannya dengan Aomine… Dan Akashi?
Mendadak ia teringat sesuatu.
.
"Aominecchi, dingin! Biarkan aku masuk ke bajumu seperti Momocchi!"
"Aominecchi hangat deh, kalau kupeluk!"
"Jadi Aominecchi… Tidak ingin kupeluk-ssu?"
.
Bingo. Kuroko merasa ia mendapat hintnya. Yaitu seminggu yang lalu, ketika badai menyerang Tokyo dengan hebatnya, semua orang kedinginan di dalam kelas masing-masing. Saat itulah, Aomine—yang memang selalu hangat dan tercium wangi matahari—menjadi bahan baku penghangat semua orang. Terutama Momoi yang tanpa aba-aba lagi langsung menyusup ke dalam blazer teman masa kecilnya, dan seorang lagi yang bersikap manja dengan mengikuti Momoi memeluk-meluk Aomine. Berarti, orang yang harus Kuroko datangi sekarang adalah—
"Kise…kun?"
—Kise Ryouta, sang spesialis perfect copy, salah satu anggota GoM yang merupakan kebanggan dari klub basket SMP Teiko.
"Sial… Kalau Kise-kun yang harus kuminta tolong untuk menjauhi Aomine-kun untuk sementara waktu, kurasa akan sulit…"
Nah, sekarang, apa yang harus ia lakukan?
.
.
.
TBC?
A/N
Huwaaa ketemu lagi dengan para readers tertjinta OwO
di fic baru, Koi no Confusion xD Jangan tanya itu judul maksudnya apa, ya. Agak-agak ngawur dari ceritanya juga kok. Ini judul dapat dari mana juga nggak tahu. Hahahaha /digetok/
Kali ini pakai AoAka, salah satu pair Ao x dan Aka x kesukaan kiyoha~ xD yah, kalau dilihat-lihat sekarang kapal AoAka di fandom KnB Indo sudah mulai berlayar, jadi ikutan~ dulu takut-takut mau nyoba pair baru orz. Ngomong-ngomong ini cuma ramblingan dan isengan random yang diketik ngebut waktu stres lomba kok. Makasih ya yang udah mampir kiyoha rlly appreciate it kalo bisa sekalian tinggalin pesan yaaa! /diusir
Betewe kalo ada yang udah bisa ngebaca jalan ceritanya jangan sepoiler lo kalo ga kiyoha mau ngambek /apa/ nggak sih, bisa juga diubah sedikit dari awalnya. Hehehe~ Walau ini baru perkenalan awal sih, tapi pasti ada yang bisa ngebaca alurnya kan ya? x'D *sobsinthecorner*
Ya sudahlah, tidak perlu panjang-panjang. Mind to RnR? :3
