Bagian Satu

Astaga

.

Jungkook hanya salah satu dari anak pemalu dan lugu lain di universitas barunya. Dia hanya, entah bagaimana, sekarang, seorang mahasiswa. Sepertinya baru kemarin ketika dia sangat bangga tentang bisa masuk ke sekolah menengah atas terbaik di Busan. Wow. Waktu berjalan begitu cepat. Sekarang, seperti anak baru lain, dia berjalan mengelilingi universitasnya, berdecak kagum akan semua yang dia lihat. Dia sangat suka menggambar dan menari, jadi fakultas seni adalah tempat pertama yang dia tuju. Ketika dia sampai di sana, dia bisa mencium bau seni di mana-mana. Dia melihat siswa menggambar di hampir setiap sudut dengan bangku kecil dan sekelompok siswa sedang menarikan lagu rap. Wow. Tiba-tiba, Jungkook tersenyum gembira. Ah, menjadi seorang mahasiswa mungkin tidak akan yang buruk yang diakira. Dia melihat banyak wajah-wajah bahagia di sini. Selama sekitar tiga puluh menit, dia pergi berkeliling untuk melihat kelas dan fasilitas yang tersedia. Dia melihat ruang-ruang untuk latihan tari, ruang besar bagi perajin dan pelukis dan tiga studio besar. Universitas ini mengagumkan. Dia tidak bisa berhenti tersenyum saat dia melangkah lebih jauh dan lebih lanjut. Jungkook merasa sepertinya dia akan baik-baik saja berkuliah selama empat tahun di sini. Dia akan pasti baik-baik saja.

Kemudian, dia memutuskan untuk pergi ke kantin. Setelah seni, dia suka sekali makanan. Dia diam-diam berharap makanan di sini enak atau dia tidak akan makan di sini. Makanan yang buruk adalah mimpi buruk. Ugh, semoga saja tidak. Pada saat dia masuk dia melihat sebuah ruangan yang sangat besar penuh dengan meja dan kursi. Kantin yang bagus. Ada cukup meja dan kursi untuk semua siswa dari universitas untuk duduk dan menikmati waktu mereka di sana. Jungkook mengambil waktu untuk mempelajari kantin itu. Kantinnya benar-benar bagus. Jika seseorang ingin membawa makanan buatannya sendiri atau makanan ringan ada lemari es yang dapat digunakan untuk menyimpannya dan ada dua oven yang dapat digunakan untuk memanaskannya. Ada buah segar dan air mineral botolan di sebuah meja, artinya siswa bisa makan dan minum itu semua secara gratis. Selain itu, ada sebuah wastafel yang dibuat khusus untuk mencuci piring dan beberapa tempat sampah. Mereka memberi siswa kartu untuk makan di kantin dan siswa akan membayarnya secara bulanan. Jadi semuanya tergantung berapa kali siswa akan makan. Jadi, itu cukup adil dan praktis. Hanya cukup memberikan kartunya kepada staf kantin dan mereka akan baik, uh, menandai kartunya. Mudah.

Dia mendekat ke papan menu dan membacanya. Ada tiga makanan yang berbeda yang bisa dipilih setiap hari. Terlebih lagi, selalu ada makanan khusus untuk vegetarian. Jika seseorang sedang diet, ada makanan khusus disiapkan untuk mereka, juga. Wow. Jungkook mengambil napas dalam-dalam lega. Leganys. Dia tidak perlu khawatir tentang makanan.

"Bisa saya bantu?" Dia mendengar seorang wanita paruh baya memanggilnya dan tersenyum kepadanya.

"Ah, eh, saya baru di sini. Saya belum memiliki kartu saya." Kata Jungkook.

"Ah. Begitu. Apakah Anda ingin segelas smoothie rasa pisang? Atau susu? Gratis. Sebagai hadiah penyambutan." Kata wanita itu lagi sambil menunjuk ke nampan yang penuh dengan smoothies dan susu.
"Ada rasa stroberi juga." Dia menambahkan.

Jungkook mungkin terlihat benar-benar bodoh sekarang, tetapi, dia tidak bisa hanya menahan diri untuk tidak berbinar saat dia melihat susu pisang. Dia sangat suka susu rasa pisang.

"Oh. Aku tadinya hanya berkeliling tapi, terima kasih!" Jungkook hampir berteriak. Dia berlari kecil ke sana dan mengambil satu gelas susu pisang. Dia tersenyum saat dia meminumnya. Jadi, universitas ini memberi siswanya susu pisang gratis? Wow. Dia pasti akan sangat mencintai universitas ini.
Ketika dia selesai minum, dia pergi ke tempat sampah terdekat dan membuang gelas plastiknya.

Kemudian dia mentap lagi deretan susu pisang di depannya. Ah, dia bertanya-tanya apakah... dia bisa ambil satu lagi.

"Kau bisa ambil satu lagi kalau mau." Wanita itu pasti dari tadi melihat dia menatap susu itu dengan mata berbinar. Oh. Memalukan. Jungkook mengangguk malu-malu saat dia mengambil satu gelas lain dan mengatakan banyak terima kasih kepada wanita itu.

.
Hidup itu aneh. Satu minggu yang lalu dia sibuk berdoa bahwa dia akan diterima ke universitas ini, sekarang dia ada di sini sibuk merindukan keluarganya, terutama ibunya dan yang Jungkook lakukan hanyalah permulaannya, yaitu; pindah ke asramanya. Oh. Ini hanyalah awalnya. Jadilah kuat, Jungkook. Kau dapat mengunjungi mereka saat libur semester datang, pikirnya.

Dia memiliki teman sekamar. Teman sekamarnya adalah anak yang sangat tinggi, bernama Yugyeom. Universitas ini memperbolehkan mahasiswa baru tinggal di asrama universitas untuk satu tahun peratama secara gratis. Itu bagus. Jungkook bisa bekerja beberapa pekerjaan paruh waktu dan menghemat uang sehingga, mungkin, tahun depan dia akan mampu untuk menyewa apartemen kecil.

Yugyeom adalah seorang anak yang sangat lucu . Meskipun, kadang-kadang, dia sering berlebihan atas hal-hal kecil seperti ketika dia melihat koper biru Jungkook dan membuat keributan tentang bagaimana dia mencintai biru dan biru adalah warna terbaik yang pernah ada dan sebagainya. Tapi, sekali lagi, mungkin, dia tidak akan terlalu bosan dengan Yugyeom yang berbicara sepanjang hari.

"Bukankah ini menarik?" Yugyeom melompat di atas tempat tidurnya.

"Hum?" Jungkook sibuk membongkar kopernya. Dia mengatur pakaiannya untuk sebuah lemari kecil di samping tempat tidurnya dan meletakkan buku-bukunya di atas meja kecil di samping lemari.

"Kau tahu, kita sekarang mahasiswa. Kita akan segera menjadi dewasa." Yugyeom melonjak lagi. Ah. Iya. Tak lama lagi, mereka akan mendapatkan kartu identitas mereka dan menjadi dewasa. Dia bersemangat tentang hal itu, tapi, dia merasa sedikit takut. Menjadi dewasa membuatnya takut.

"Aku pikir begitu. Ini menarik." Jungkook mengangkat bahunya.

"Kapan kita bisa memilih jurusan?" Tanya Yugyeom. Dia masih gelisah di tempat tidurnya.

"Tahun depan, aku kira." Jungkook berkata sambil meletakkan buku terakhirnya di meja kecil.

"Apa yang akan kau pilih?" Tanya Yugyeom lagi sambil menatap Jungkook.

"Aku tidak tahu. Bagaimana denganmu?" Jungkook balik menatap Yugyeom.

"Aku belum tahu. Mungkin, dance?" Yugyeom mengangkat bahunya.

Memilih jurusan di perguruan tinggi bisa sama beratnya seperti memilih sebuah perguruan tinggi itu sendiri. Siswa selalu diingatkan bahwa jurusan dapat membantu menentukan karir seseorang. Mereka berkorelasi langsung dengan berapa banyak uang yang akan mereka hasilkan setelah mereka lulus, atau bahwa mereka memiliki sedikit landasan pada dimana kehidupan seorang siswa setelah menjadi seorang profesional seseorang akan pergi.

Tapi, mengapa Yugyeom bertingkah seperti dia telah mengenalnya seumur hidup? Mengapa mereka bisa memiliki jenis percakapan seperti ini? Mungkin Yugyeom juga sama takutnya dengan Jungkook. Siapa yang tahu?

"Kau suka menari?" Tanya Jungkook.

"Iya. Aku benar-benar suka menari." Yugyeom menyeringai.

"Aku masih tidak tahu jurusan apa yang akan aku akan memilih, tapi, aku benar-benar ingin masuk fakultas seni. Aku rasa aku akan mencoba seni?" Jungkook duduk di tempat tidurnya dan mengangguk pada dirinya sendiri.

"Oh. Kau bisa melukis? Maksudku... yang jenis seni yang kau mau?" Yugyeom mengeluarkan sebotol stroberi smoothies dari tasnya dan meneguknya.

"Melukis. Ya, mungkin melukis. Apakah mereka memiliki uh, jurusan menyanyi?" Jungkook tidak siap untuk jenis pembicaraan ini. Dia hanya ingin menghabiskan tahun pertamanya dengan bermain dan bersenang-senang tapi, mungkin dia harus mulai berpikir tentang jurusannya juga.

"Mereka punya! Jadi, kau bisa bernyanyi?" Yugyeom tersenyum lebar.

"Ya, sepertinya begitu." Kata Jungkook. Ah, sekarang dia menyesal tidak membawa secangkir susu pisang tadi. Melihat Yugyeom meminum susu stroberinya membuat Jungkook lapar.

"Aku menyanyi juga, kadang-kadang." Yugyeom menyeringai lagi.

"Apa yang tidak kau lakukan? Kau bisa melakukan segala sesuatu." Jungkook melucu.

"Aku tidak begitu hebat. Tapi, ya, kebanyakan aku menyukai hampir semua jurusan dari fakultas seni. Aku juga suka mengamati lukisan." Yugyeom berbaring di tempat tidurnya, melihat langit-langit dan bertanya-tanya.

"Hmm." Kata Jungkook sambil mengikutinya berbaring dan bertanya-tanya tentang masa depannya.

.
Ketika Jungkook pergi ke kantin pagi ini, dia mengharapkan secangkir susu pisang yang sangat lezat, sarapan dan kembali ke kamarnya untuk membaca buku atau bermain dengan ponselnya, dia tidak berharap untuk bertemu Park Jimin di sini. Park Jimin adalah tetangganya dulu di Busan. Beberapa tahun yang lalu, Jimin dan keluarganya pindah ke Seoul, jadi dia tidak bisa tetap berhubungan dengan Jimin. Mereka adalah teman dekat, jika Jungkook bisa bilang begitu.

"Jungkook-ah!" Jimin menjerit dan Jungkook menatapnya kagum. Wow. Park Jimin banyak berubah. Rambutnya oranye terang. Oh! Tidak mungkin. Jimin juga mengenakan makeup. Lihatlah matanya dengan eyeshadow smokey berwarna oranye dan eyeliner tipis.

Jimin meneriakan namanya riang dan berlari ke arahnya dengan senyum lebar sampai matanya tidak kelihatan. Jimin memiliki senyum yang menawan.

"Jimin..." Jungkook tidak yakin apakah dia sedang memanggil nama Jimin atau bertanya untuk memastikan orang di depannya adalah Jimin.

"Yah. Aku ini hyung." Jimin cemberut dan memukul tangan Jungkook pelan.

"Ah iya. Hyung." Jungkook masih bingung. Sangat bingung. Apakah Seoul mengubah Jimin? Oh. Akankah Seoul mengubah dia juga? Pikiran akan dirinya sendiri mengenakan makeup dan gaya rambut seperti itu tidak pernah ada dalam pikirannya. Dia bertanya-tanya bagaimana dia akan tumbuh di sini.

"Silakan duduk!" Jimin menyeret Jungkook dengannya ke tempat duduknya.

"Hyung, mengapa kau di sini?" Jungkook hampir ingin memukul dirinya sendiri setelah mengeluarkan pertanyaan bodoh itu. Tentu saja Jimin adalah mahasiswa. Dia pasti mahasiswa.

"Tentu saja aku kuliah di sini. Oh! Kau pasti mahasiswa baru!" Jimin melompat dan memeluknya erat-erat. Nah. Jungkook menarik semua kata-katanya kembali. Jimin masih Jimin. Hanya penampilannya yang berrubah.

"Uh, iya. Aku baru sampai tiga hari yang lalu." Kata Jungkook.

"Ah. Aku senang sekali bisa melihatmu lagi. Kau senang melihatku juga. Bukan?" Itu harusnya lucu jika Jimin tidak mencubit pipinya dan tersenyum padanya seperti dia masih bayi. Jimin perlu tahu bahwa mereka sudah bersar. Dia bukan siswa SMA Jeon Jungkook yang lucu lagi.

"Ish. Hyung." Jungkook benci bagaimana dia merengekkan kata-katanya karena orang dengan warna rambut aneh di depannya menertawakannya. Apa itu... mint? Warnanya mint?

"Oh. Hyung, dia Jungkook, teman masa kecilku. Aku mencintainya!" Jimin berteriak dengan terlalu berlebihan. Serius.

"Aku bisa lihat itu." Kata orang itu dan Jungkook terkejut akan betapa rendahnya suaranya. Dengan wajah imut begitu... Wow. Jangan menilai buku dari sampulnya, kata mereka.

"Aku Yoongi." Orang itu menambahkan, menatap Jungkook dengan wajah geli.

"Annyeong haseyo, hyung." Jungkook menundukkan kepalanya dengan sopan.

"Ya." Yoongi mengangguk dan mulai mengunyah makanannya.

Hidup itu aneh sekali. Ketika dia pikir dia akan menghabiskan tahun pertamanya terjebak dengan Yugyeom yang berisik, dia bertemu Jimin. Jimin mungkin akan mengikutinya kemana pun dia pergi. Nah, itu solusi dari rasa takutnya akan kesepian di Seoul. Terima kasih, Park Jimin.

"Dan! Oh! Dia pacarku." Jimin berkata dengan bangga. Wow. Nah, sekarang itu mengejutkan.

"Oh..." Jungkook mengangguk kecil. Seoul banyak mengubah Jimin. Dia bahkan punya pacar!

Jungkook sekarang telah menjadi mahasiswa selama satu bulan. Sejauh ini, Jungkook menemukan semuanya berjalan lancar, setidaknya untuk saat ini. Dia mulai paginya dengan mandi air hangat dan langsung pergi ke kantin untuk sarapan. Dia biasanya pergi ke sana dengan Yugyeom, yang ternyata adalah orang yang sangat rapi. Dia bangun lebih awal dari Jungkook dan Jungkook bangun pagi-pagi sekali. Yugyeom juga menyimpan barang-barangnya terorganisir. Dia benar-benar rapi. Rasanya hampir menakutkan.

Setelah itu, dia akan pergi ke kelas dan kembali ke asrama untuk melakukan tugas dan sebagainya. Dia juga akan bermain dengan Jimin ketika mereka memiliki waktu. Kuliahnya berjalan dengan lancar dan Jungkook sangat menyukainya. Nah, kadang-kadang, Jimin akan menggoda Jungkook tanpa alasan sama sekali dan itu cukup membuatnya tidak menyukai kehidupannya saat ini. Jimin juga akan memintanya tuntutan yang sangat aneh seperti, ketika Jungkook tidak ada kelas, dia akan meminta Jungkook untuk menemaninya di kelasnya dan biasanya, itu adalah kalkulus. Ya ampun. Kalkulus.

Atau seperti hari ini, ketika ia meminta Jungkook untuk menemaninya ke pesta ulang tahun seorang senior yang Jungkook tidak tahu siapa namanya. Jimin memiliki semacam obsesi terhadap Jungkook dan Jungkook takut akan itu. Sangat takut.

"Please?" Jimin memohon.

"Tidak" Jungkook menjawab dengan dingin.

"Kumohon. Please. Please. Please. Astaga. Please." Jimin merengek seperti bayi dan Jungkook membenci fakta bahwa Jimin terlihat lucu. Ya Tuhan. Selamatkan dia.

"Tidak. No. No. No." Jawab Jungkook.

"Kumohon!" Jimin cemberut.

Jungkook terlalu lelah untuk menjawab lagi. Jimin memintanya untuk ikut ke pesta ulang tahun seorang senior yang akan diadakan di sebuah klub malam dan Jungkook tidak menyukai klub malam. Tidak dia tidak akan pernah pergi ke sana.

"Aku akan kesepian di sana." Jimin cemberut lagi.

"Hyung, kau punya pacar." Jungkook hampir berteriak frustrasi. Jimin terus mengikutinya sejak dua hari lalu. Dia sempat berpikir Jimin akan berhenti jika dia mendiamkan Jimin, tapi dia salah. Tidak ada yang bisa menghentikan Park Jimin.

"Aku tahu! Tapi, dia akan bersama teman-temannya juga dan meskipun aku kenal beberapa dari teman-temannya, kebanyakan aku tidak akan mengerti pembicaraan mereka. Kau harus pergi denganku, please." Jungkook benci bagaimana alasan Jimin ini terasa benar baginya. Dia hanya kenal Min Yoongi selama sebulan tapi dia bisa melihat bagaimana Jimin dan Yoongi tampaknya memiliki topik yang berbeda untuk dibicarakan. Di sebuah klub malam. Ya. Di sebuah klub malam. Setelah sebulan menempel dengan Jimin, Jungkook mengerti bahwa Yoongi lulus sebulan yang lalu dan saat ini bekerja sebagai staf di sebuah tim produksi dalam perusahaan musik yang bagus. Yoongi punya cukup uang untuk dibelanjakan sebuah jaket kulit yang sangat mahal sehingga, dia senang bahwa Jimin hidup baik di Seoul. Selanjutnya, Jimin dan Yoongi hidup bersama di sebuah apartemen di dekat universitas dan saat ini mereka sedang sangat jatuh cinta akan satu sama lain. Tapi, Jimin selalu memiliki kecemasan tentang berbicara dengan orang-orang baru dan itu menjelaskan semuanya. Jimin khawatir dia tidak bisa mengimbangi Yoongi dan teman-temannya dan sebagainya. Jimin selalu takut segalanya. Terkadang itu menyebalkan sekali.

"Hyung, aku akan pergi jika acaranya tidak akan diadakan di sebuah klub malam. Aku tidak suka tempat itu. Tempat itu menggangguku." Kata Jungkook dan Jimin membuat wajah sedih lagi. Jungkook mendesah. Dia berpikir bagaimana Jimin akan kesepian. Yoongi benar-benar suka Jimin, dia tahu itu tapi, di klub, mungkin Yoongi tidak akan peka bahwa Jimin kebingungan ketika Yoongi berbicara dengan temannya dan Jimin terlalu baik untuk memberitahu perasaannya. Jimin itu bodoh.

"Suruh saja Yoongi hyung untuk terus berbicara denganmu." Jungkook mencoba yang terbaik untuk menutupi wajahnya dengan wajah kesal. Dia khawatir juga. Oh betapa Jimin akan kesepian nantinya.

"Baiklah..." kata Jimin. Dia menghela napas dan meneguk jusnya dan Jungkook hampir ingin memeluknya dan mengatakan bahwa dia akan pergi. Ah. Tidak ada yang bisa bilang tidak pada Park Jimin.

Kemudian mereka berdua tinggal diam selama menit. Jungkook terus memasang wajah tegas dan Jimin terus memasang wajah sedihnya. "Kalau begitu, aku akan pergi ke kelasku. Bye." Kata Jimin saat dia selesai dengan jusnya. Jungkook merasa benar-benar buruk karena nada tak bernyawa Jimin saat dia mengatakan 'bye' begitu menyiksanya. Ah. Tidak.

.
Jungkook telah mengumamkan berbagai macam sumpah serapah sejak dua puluh menit yang lalu. Dia duduk sendirian di dekat bar di dalam klub. Ya. Dia akhirnya memutuskan untuk pergi ke pesta ulang tahun itu tetapi, sekarang, oh Tuhan, Park sialan Jimin meninggalkannya sendirian di klub malam ini. Dia lihat Yoongi mencium Jimin mesra sesaat lalu dan sekarang, dia tahu Park Jimin telah meninggalkan dia sendirian di sini. Dia adalah anak di bawah umur, demi Tuhan. Park Jimin.

"Apanya yang, aku akan kesepian." Jungkook mendesah. Dia begitu kesal. Dia bahkan berpikir untuk tidak berbicara ke Park Jimin lagi.

"Apanya yang, aku membutuhkanmu. Park Jimin sialan." Dia mengatakan makian lain.

Ketika mereka masih kecil, Jimin adalah seorang anak menjengkelkan yang benar-benar ceria tapi dia adalah seorang yang memengang janjinya. Jungkook tidak yakin apakah Seoul yang mengubahnya atau tidak. Jungkook mendesis. Dia benar-benar membenci fakta bahwa dia pasti akan mengampuni Jimin. Astaga! Park Jimin. Sekarang Jungkook bertanya-tanya apakah dia bisa mungkin memotong jari Jimin atau memukul wajahnya.

"Jujur, kau terlihat buruk." Bartender di depannya membangunkannya dari pikiran liarnya tentang bagaimana membuat Jimin menderita. Jungkook menatapnya dan menggumamkan maaf.

"Bukan berarti kau terlihat buruk, tetapi, kau terlihat buruk. Kau tahu apa yang kumaksud." Dia tertawa.

"Ya. Temanku baru saja meninggalkanku sendirian di sini." Jungkook mendesah lagi. Park Jimin. Tidak hanya menyeretnya ke sini dan meninggalkannya di sini sendirian, dia juga merias Jungkook seperti dia. Dia memaksa Jungkook mengenakan eyeliner dan bahkan memaksa Jungkook untuk memakai kaos V-neck berwarna hitam dan celana kulit. Astaga. Jungkook akan membunuh Jimin. Dia sekarang tampak seperti penari telanjang!

"Oh. Itu buruk. Ingin minum? Gratis. Seokjin membayar semuanya malam ini, karena hari ini ulang tahunnya." Bartender itu menawarkan. Jungkook ingin mengatakan padanya bahwa dia masih seorang anak di bawah umur sampai tahun depan tapi, dia terlalu marah untuk peduli.

"Boleh. Apa pun tidak masalah." Jungkook mencoba yang terbaik untuk terlihat seperti dia tidak peduli ketika dia benar-benar merasa benar-benar gugup. Sialan. Dia tidak akan menduga bahwa alkohol pertamanya akan tragis begini.

"Tentu." Bartender itu tersenyum kepadanya dan mulai membuat minumannya. Untuk sementara Jungkook melihat sekitarnya. Dia melihat beberapa pasangan sedang berpelukan dengan erat di lantai dansa dan meringis. Itu sebabnya dia tidak menyukai klub malam. Tempat ini begitu bebas dan liar.

"Ini dia." Kata bartender itu lagi dan Jungkook tersenyum kepadanya. Dia gemetar ketika dia mengangkat gelasnya tapi dia mampu meneguknya tanpa menumpahkannya.

Dia tidak tahu siapa itu Seokjin tapi, dia ingin berterimakasih pada Seokjin untuk alkohol gratisnya. Kemudian, dia perlahan menikmati musik yang menghentak keras dan mencoba untuk setidaknya bersenang-senang karena dia sudah ada di sini. Dia meneguk minumannya dan mengejang karena kepahitan. Alkohol itu membakar tenggorokannya. Rasanya pahit dan manis.

Jungkook baik-baik saja untuk sementara waktu sampai, akhirnya Jungkook merasa seperti kepalanya dipukuli oleh tongkat golf besar. Sekarang, dia menyesal mendapatkan alkohol pertamanya sendirian.

.
Jungkook sedang berusaha untuk meluruskan pikirannya. Dia mencoba mendorong siapa pun yang sedang mencium lehernya. Tapi itu sulit karena dia bahkan tidak bisa melihat apa-apa. Segala sesuatu yang dia lihat mengabur.

"Mmhh... berhenti..." Dia berhasil mendorong orang itu dan jatuh ke lantai. Sialan. Dia harusnya duduk diam di dekat bar. Dia hanya berusaha untuk pulang ketika tiba-tiba orang asing menyapanya dan mulai menciumnya. Seoul sangat aneh. Kau mabuk dan tiba-tiba seorang pria asing menciummu dan menyentuhmu seperti kau adalah miliknya atau apalah.

"Uh... kepalaku..." kata Jungkook. Dia merasa seperti sedang ditabrak truk. Serius. Dia mati rasa.

Tiba-tiba, dia merasa seseorang mengangkat tubuhnya. Oh. Orang ini. Tolong tinggalkan Jungkook sendiri!

"Di tempatku." Dia mendengar orang itu berbisik ke telinganya dan membantunya untuk berdiri. Oh shit. Tidak. Seseorang tolong Jungkook.

.

.

.

a/n: Ada yang minat ini? Ini VKook. Pernah dipost di AFF dengan judul yang sama. Makasih udah baca. Sorry for typo.