Anywhere
.
.
.
Poetry, Romance
Vocaloid (by) Yamaha Corporation, dll
Tidak mengambil keuntungan apapun. Ditulis untuk memenuhi jadwal pribadi, mengikuti challenge #MariBerpuisi, dan kegemaran tersendiri
Kategori : Bebas
Note : Idenya dah lama, emang termasuk short story tapi baru kepikiran "lumayan juga jadi puisi". Gitu.
Warning : Tidak terlalu mendalami cinta.
Rin memikirkan perlakuan yang 'hampa' itu sebelum waktu yang tepat untuk bertindak. For #MariBerpuisi
.
.
.
.
Rin mengurung dirinya dalam remang, satu-satunya sinar yang bersumber dari meja belajar yang menerpa lapisan sekeliling. Pulpen yang diketuk berulang tidak bisa diam untuk tidak merampas kalimat-kalimat berbobot atau paling tidak mempunyai perumpamaan terhadap sesuatu.
Terhadap perasaannya.
Ia ingin memaknai suatu 'kebodohan', bahwa label yang dipasangkan menurut sebagian orang tertentu—tentang cinta yang hanya 'memerhatikan', itu bukan kebodohan yang mutlak. Meski Rin terlihat lebih menyukai tindakan, ia ingin mencoba mencari tahu lebih banyak dari kejauhan, sebelum terpeleset.
.
Angin menempelkan namamu, diselang kekosonganku
Aku selalu tertarik mendalaminya dalam pencarianku
Imajinasiku selalu mengomentari saat itu.
.
Begitu banyak yang bisa dituangkan warna buatan
Tapi warnamu selalu cocok dengan apapun
Kilauan itu seperti serpihan kaca kaleidoskop dalam mataku
.
Apakah kau tahu? Seseorang selalu mengawasimu
Karena itu salahmu; selalu di manapun
Aku ingin mengangkat tangan tanpa keraguan untuk membuatmu menoleh padaku—suatu hari nanti
.
Semuanya mengalir seperti pelarian cepat angin
Dan embusan yang menubruk itu tidak dapat dirasakan olehmu
Asumsi mereka menjajah kepalaku
.
Bahkan jika warnamu lebih mudah kutemui dibanding ratusan orang yang mengelilingimu
Aku tidak bisa berhenti
Banyak ratusan kata yang menggerogoti kepalaku untuk meredam kalimat-kalimat bertanda seru mereka
.
Peraturan dunia adalah terus bergerak
Kau kalah jika hanya mengandalkan matamu
Tapi aku hanya ingin menemui sasaran yang tepat
.
Semua itu membuatku terikat banyak skeptis
Kau muncul seolah hanyalah makhluk bergerak yang diprogram seseorang
Kebisuan hatiku seperti bukanlah apa-apa
.
Aliran antusias yang berdenyar pada hal kecil
Aksesoris dengan tempelan namamu di ingatanku
Keberadaan kode tentangmu yang membuatmu ada
.
Apakah aku bodoh?
Melukis jutaan warna pada batu, mengisahkannya lalu menangisinya
Tetap di tempat hingga batu itu dapat melukis pada kanvasnya dengan orang lain
.
Melukis pada kanvas dengan orang lain
.
Pencarian informasi, berharap maupun menunggu
Waktu tidak akan bergandengan tangan dengan itu
Ketika aku berlari mengejar kesadaranku, apakah kau sudah menghilang?
.
Apakah segala konsekuensi akan menjadikanya kebodohan mutlak?
Bagaimana dengan takdir Tuhan?
Aku ingin mendapat petunjuk dari Yang Menciptakan
.
Apakah warna sosok yang kusukai akan menjadi warnaku juga?
.
.
Banyak yang kurang dari kalimat-kalimat terbatas itu. Diam-diam ia menyetujui pemikiran yang mendunia dan tantangan dalam hidup untuk mengejar sesuatu yang –mungkin, suatu hari nanti- takkan ditoleransi waktu.
Tapi Rin berharap, jika orang itu berada di manapun, segala apapun yang dilakukan orang itu akan cepat terlihat.
Ia ingin mengunci orang itu sebagai miliknya, meski tetap mengandalkan takdir gaib ataupun matanya.
.
.
END
Nyaris meleset ke lagu! Yah, kebiasaan karena puisi yang saya bikin biasanya kek lagu, jadi gak begitu pandai. Saya tidak tahu; ada tidak, ya, puisi yang berulang-ulang mengungkap paragraph yang sama, seperti lagu.
