Author : VongoLa ArcobaLeno alias Aiik chan

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Kejar Seme, Uke Kutangkap!! (KS,UK!!) © Aiik chan

Genre : Romance, tragedy (tenang ga bakalin saya bikin angsty kok! klo iya, ratingnya bakalan M!!)

Rating : T aja. Uda cukup.

Pairing : Sementara ini belum ada. Baca ja summarynya.

Warning : Shounen Ai, AU, OOC, non OC, tapi suatu saat ada nama author favo saya yang nongol!

a/n : Saya khusus mempersembahkan fanfict ini untuk Uzumaki Naruto yang berulang tahun pada hari ini!!

Naru chan, Naru koi, dobe, traktirannya mana?? Gyahhhahhhahhhaa!!

Author stress coz duit THRnya uda abiz buat beli komik! (Lho kok curhat?)

-don't like yaoi or shounen ai, so don't read this fanfict!!-


-KEJAR SEME, UKE KUTANGKAP!!-

prologue

Dahulu kala terdapatlah sebuah negara yang terkenal akan kehebatan para pemimpinnya atau lebih dikenal dengan nama Hokage, sesuai dengan nama negaranya, Konohagakure. Negara ini telah melahirkan banyak ninja yang hebat dan berbakat tak kalah dari para hokagenya. Para ninja tersebut kerap mengawal para petinggi pemerintahan, bahkan sering mendapat panggilan tugas mengawal raja dari negara lain. Sering pula mengikuti perang dengan medan yang sangat berbahaya. Peperangan mempertahankan harkat dan martabat serta kedudukan, hingga nyawa pun ikut dipertaruhkan. Akibatnya, banyak ninja gugur di medan peperangan, namun tak sedikit pula ninja Konoha yang pulang dengan senyuman tersungging di wajah.

Kini, setelah Konohagakure memperoleh kemerdekaan, tak ada lagi peperangan. Sedikit demi sedikit peran ninja Konoha menjadi berkurang. Tak ada lagi tumpukkan panggilan tugas pengawalan. Malah tumpukkan kertas lowongan menjadi aparat pemerintahanlah yang menghiasi meja Hokage. Alhasil, banyak para ninja yang 'pensiun' dari pekerjaan mereka dan beralih profesi yang lebih 'menjanjikan'. Ninja Konoha semakin lama semakin berkurang hingga benar-benar menghilang dari Konoha. Sebenarnya tidak hilang karena mereka masih berbaur dengan masyarakat lain. Hanya saja cashingnya lah yang berubah. Misalnya saja, sang hokage ke-3 kini mendirikan sebuah dojo yang sangat besar dan terkenal di Konoha. Ia bahkan melatih lebih dari 1000 orang setiap harinya. Lalu kaki tangan sang Hokage ikut pula mengelola dojo tersebut. Yah, tak hanya sang kaki tangan Hokage, sekitar 35 orang 'mantan' ninja ikut serta dalam mengelola dojo yang berdiri di tempat yang dulunya merupakan markas sang Hokage. Sedangkan para ninja lainnya ada yang berprofesi menjadi aparat kepolisian, tentara, dokter, perawat, hingga juru masak, dan lain sebagainya.

Lalu di suatu kota masih di Negara Konoha, tinggallah sebuah keluarga yang menjadi tokoh utama dalam cerita author kali ini.


Uzumaki's Family

"Naru, tolong ambilkan sepatu Kakak!" panggil seseorang dari dalam kamar.

"Ya? yang mana?"

"Itu sepatu kets putih yang baru kakak beli kemarin," jawab suara itu.

Lalu seorang anak laki-laki berusia 15 tahun turun ke lantai 1 menuju rak sepatu untuk mengambil sepatu kakaknya. Laki-laki berambut cepak berwarna kuning cerah itu bergegas naik kembali dan masuk ke dalam kamar kakaknya.

"Ini," katanya seraya menyerahkan sepasang sepatu putih yang masih 'berbau' toko itu pada sang kakak.

"Makasih, Naru-chan," balas sang kakak sembari meletakkan sepatu ke lantai.

"Uh-jangan panggil aku seperti itu," ujarnya sedikit cemberut. Diperhatikan kakaknya yang tengah menyisir rambut, "Rambut Kakak bagus. Panjang dan lurus."

"Lalu, kenapa? Rambutmu juga bagus kan?" ujar sang kakak yang masih sibuk menyisir rambut panjangnya yang juga berwarna kuning cerah itu.

"Tapi…rambutku pendek. Butuh waktu yang lama untuk memanjangkannya," diambilnya baju-baju sang kakak yang berserakan di ranjang. Lalu ia rapikan dan dimasukkan ke dalam lemari.

Sang kakak tersenyum mendengar perkataan adiknya, "Jadi kamu iri pada Kakak?"

"Hm? Entahlah…,"dipandangi sosok indah di depannya sekali lagi. Hari ini ia mengenakan blus putih susu berlengan 7/8 yang dipadukan celana jins coklat susu selutut. Sangat sederhana namun terkesan eksotis. Mungkin karena rambut pirang sang kakak. "Kak…"

"Hm?" jawabnya tanpa melihat sang adik. Kini ia sibuk menyemprotkan parfum beraroma lily yang sederhana namun menggoda ke lehernya.

"Kenapa tidak menjadi model saja?"

"Hah?" sang kakak memandang adiknya dengan mimik terkejut. Lalu ia pun berjalan mendekati adiknya seraya mengelus lembut kepala pemilik rambut pirang cepak tapi lembut itu, "Kenapa bertanya seperti itu? Kakak tidak mungkin menjadi model."

"Kenapa tidak mungkin? Kakak tinggi, putih, cantik, imut, dan langsing. Pacar Kakak juga banyak, kurang apa lagi?" tanya Naruto panjang lebar.

"Pacar?!" ia tertawa, "Sejak kapan aku punya pacar?" ia duduk di tepi ranjang, di sebelah Naruto. "Naru, tinggi Kakak hanya 170,25 cm. Diusia Kakak yang hampir seperlima abad, itu termasuk pendek! Dan lagi, seorang uke tidak akan bisa menjadi model."

"Kenapa tidak bisa? Kakak lebih cantik dari para model wanita itu. Bahkan kecantikan 10 model bisa dikalahkan dan tidak sebanding dengan kecantikan Kakak!"

"Hahaha…," ia tertawa lagi, "Naru, kenapa hanya 10 tidak 100 sekalian?"

"Kak, aku tidak sedang bergurau! Jangan menertawakanku!"

Argumen duo pirang itu terhenti ketika mereka mendengar suara klakson mobil dari halaman rumah.

"Un? Dia sudah datang. Jadi, Naru-chan, adu pendapat kita lanjutkan besok. Sekarang Kakak harus pergi," jelasnya seraya mengambil sepasang sepatu yang tergeletak di lantai serta mengenakannya.

"Pergi dengan pacar Kakak yang keberapa?" selidik Naruto.

"Pacar?! Naru, Kakak sudah bilang kalau Kakak belum mempunyai pacar kan! Apa kamu lupa?"

"Er, tapi setiap kali pergi, Kakak selalu dijemput dan diantar oleh bermacam seme! Apalagi mereka terlihat menyukai Kakak!"

"Suka bukan berati pacar, Naru-chan," ia telah selesai memakai sepatu dan beranjak dari ranjang. Diambilnya tas ransel kecil berwarna pelangi kesayangannya, "Sudah ya, Kakak pergi dulu," ucapnya disertai elusan kepala lembut sang adik dari tangan mungilnya, sebelum turun ke bawah.

Naruto mengikuti kakaknya dengan tampang lesu. Ia sangat tidak menyukai situasi seperti ini. Saat-saat dimana ia harus sendirian di dalam rumah tanpa ada yang menemani. Sendiri? Ya, karena ia hanya tinggal berdua dengan kakaknya. Orangtua mereka tinggal di luar negeri karena perusahaan keluarga mereka berada di sana. Ia lebih memilih tinggal di sini bersama sang kakak karena ia menyukai tempat ini, negara ini. Tempat kelahirannya yang sangat nyaman dan penuh kehangatan. 'Lebih menyenangkan tinggal di tempat yang kita kenal, daripada tempat asing yang terasa tidak nyaman walaupun tempat itu menjanjikan segalanya,' ucapnya ketika orangtuanya mengajak untuk ikut dan tinggal di luar negeri bersama mereka. Sedangkan sang kakak memilih tinggal di Konoha karena ingin melanjutkan study di sini dan alasan lain kurang lebih sama seperti alasannya.

Tiba di teras rumah, terlihatlah mobil Mitsubisi Strada berwarna merah metalik dan dari jendela depan yang terbuka, tampaklah seorang laki-laki berkulit putih dengan rambut hitam cepak seperti miliknya. Wajahnya dihiasi dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung. Usianya terlihat lebih tua 1-3 tahun dari sang kakak.

'Tampan' itulah kata yang pertama kali terlintas di benak Naruto.


-Naruto POV-

Melihat kedatangan kami, ia membuka kacamata hitamnya dan tersenyum pada kami, tepatnya pada kakak. Ia keluar dari mobil dan berjalan ke arah kami. Tampaklah sosok yang tegap tapi terlihat keren. Ia mengenakan kemeja garis-garis berlengan panjang, tanpa dasi dengan 2 kancing bagian atas dibiarkan terbuka serta bagian bawah kemejanya yang tidak ia masukkan semakin menambah kesan 'liar'. Kemeja berwarna putih-biru dongker itu dipadukan dengan celana jins warna biru gelap. Matanya yang berwarna hitam itu tampak mengamati makhluk yang berada di depannya, dengan kata lain mengamati kakak. 'Siapa dia? Apa memiliki hubungan khusus dengan kakak?' batinku dengan curiga.

"Pagi, Dei!" sapanya dengan suara bass disertai senyum tipis.

"Pagi! Maaf menunggu lama," balas kakak dengan senyuman mautnya.

'Uh…Kakak! Pantas saja banyak seme yang mendekati Kakak! Senyuman maut kakak mengalahkan senyuman para wanita tulen di seluruh Konoha!' batinku lagi sambil mengamati tingkah laku dua makhluk di hadapannya.

"Tak masalah," suara bass itu terdengar lembut, "Untuk Dei chan, menunggu seharian pun terasa sejam!" 'Hhh, ia mulai terkena dampak dari senyuman kakak! Panggilannya saja sudah berubah!'

"Hahaha…mulai deh!" kakak mulai tertawa. 'Uhh…Kakak! Kenapa kamu sangat manis!' pikirku antara sebal, cemas, dan iri. Terlihat rona merah di pipi lelaki itu.

"Er, Naruto ya?" sapanya ketika 'akhirnya' menyadari ada makhluk lain di antara mereka. Kukira hingga mereka pergi, ia tak akan menyadari kalau aku ada di sini. 'Heh, lalu kenapa ia tau namaku?'

"Ya? Kenapa kamu tau namaku?"

"Dei chan sering membicarakanmu. Membicarakan adik kesayangannya yang ternyata sangat manis."

"Ha? Eh-uh-em…benarkah?" tanyaku salah tingkah sambil melirik pada kakak sesaat. Wajahku terasa sedikit panas.

"Hei! Jangan goda dia! Ayo berangkat!" tegas kakak seraya berjalan ke arah mobil dan masuk ke dalamnya. Lelaki itu mengikuti kakak setelah sempat mendekatiku dan berbisik, "Kupinjam kakakmu ya, Naru chan!" spontan wajahku semakin panas dan kurasa kini warnanya seperti tomat matang.

Kakak melotot melihatnya dan lelaki itu hanya tersenyum jahil sambil mengerlingkan mata padaku lalu bergegas masuk dalam mobil.

"Kami pergi dulu ya! Hati-hati di rumah! Jangan lupa mengunci pintu dan sebaiknya tak usah keluar rumah hingga Kakak pulang!" nasehat kakak panjang lebar. Entah berapa kali kakak mengatakannya setiap akan pergi.

"Iya-iya! Uhm, Kak?"

"Hm?"

"Pulang jam berapa?" tanyaku.

Sebelum menjawab pertanyaanku kakak melirik pada lelaki itu dan berbisik sesaat di telinganya lalu tertawa pelan ketika lelaki itu mambalas tindakan kakak dengan balik membisikkan sesuatu di telinga kakak. 'Uh…sebenarnya apa yang mereka bicarakan?' batinku kesal lalu kakak pun berbalik menatapku yang masih terlihat sebal, "Mungkin jam 8 malam, Kakak sudah berada di rumah," jawabnya masih tersenyum.

"Lama sekali…," keluhku, "…hati-hati ya, Kak!"

"Un, pasti!" jawab kakak riang lalu berbalik menatap lelaki itu lagi, "Dia tidak akan berani macam-macam padaku!"

Perkataan kakak hanya dibalas cengiran jahil oleh lelaki itu. Aku pun menghela nafas panjang dan kembali melihat kakak yang tengah mengenakan sabuk pengaman dengan benar.

"Kak?" ujarku lagi.

"Apa lagi?"

"Jangan lupa…"

"?!"

"Pulangnya bawakan ramen."

Spontan kakak tertawa dan menjawab, "Baik akan kakak bawakan. Semoga saja kamu belum tidur.

Aku sedikit cemberut, "Jam 8 malam tidur? Memangnya anak kecil!"

Tapi kurasa mereka tak akan mendengar suaraku karena mobil berplat H 7013 I mulai melaju meninggalkanku yang mematung sendirian.

"Sebal! Sendiri lagi deh!" keluhku, lagi. Hari ini aku selalu mengeluh. Mungkin bisa dibilang, aku selalu mengeluh ketika kakak akan berangkat ke kampus.

-end Naruto POV-

Sudah setengah tahun lebih seperti ini. Setiap kali pergi, Deidara, kakak Naruto, selalu dijemput dan diantar oleh seme yang berbeda. Tiap kali ditanya, Dei hanya menjawab, 'Merekalah yang meminta dan menawarkan tumpangan pada Kakak. Kalau ditolak, kasihan mereka yang menjadi kecewa. Lebih baik diterima saja, toh tidak ada ruginya bagi Kakak. Lagipula, menolak tumpangan gratis kan sayang?' ucap sang kakak kala itu. Naruto menghela nafas panjang tiap kali mengingatnya.

'Aku mengerti, tapi tetap saja kan, mereka pikir, kakak menaruh perasaan lain pada mereka. Nyatanya, tertarik saja tidak! Hah…… Kenapa kakak tidak mengerti kekhawatiranku sih?! Hanya kamu yang kumiliki di sini! Jangan membuatku semakin frustasi setiap para seme menyebalkan itu berkeliaran di sekitarmu! Huh, sebal!' ingin rasanya ia mengatakan pikiran yang berkecamuk dalam otaknya saat ini pada Deidara, tapi tak mungkin ia lakukan kala melihat wajah manis sang kakak. Tak tega Naruto ketika ingin memarahi sang kakak kala pulang malam tanpa memberi tau sebelumnya, kala melihat mata biru warisan sang Ayah, Minato, yang juga merupakan warna mata Naruto.

Ya, mereka berdua memperoleh warisan yang sangat berharga dari sang Ayah. Warna rambut dan warna mata yang sangat cantik dan kontras. Dari Ibu? Tentu saja wajah manis dan imut, yang kini menjadi daya tarik mereka, serta rambut indah nan lurus milik sang Ibu yang telah diwariskan. Namun soal rambut, hanya Deidaralah yang memilikinya dan hal itu yang seringkali membuat Naruto iri.

Ia beranjak masuk ke dalam rumah . Diurungkan niatnya ketika hendak kembali ke kamar. Sebaliknya ia tertarik pada kamar bercorak burung phoenix milik Deidara. Akhirnya ia mengikuti kehendak hatinya untuk masuk ke kamar itu.


Deidara's Room

Hmm…aroma bunga lily tercium samar-samar. Kamar Deidara bercat putih bersih dengan langit-langit kamar (eternit) yang cukup unik, yakni dilukis dengan pemandangan serumpun bunga lily putih serta ilalang di sekitarnya. Siapa yang melukisnya? Tentu saja Dei! Ia tak pernah menginginkan orang lain untuk mengutak-atik kamarnya.

Kamar itu nampak luas karena komposisi yang pas. Sebuah spring bed tampak di sisi kanan dan sisi kiri tepat di depan pintu, tampak satu set meja belajar yang multifungsi (karena dapat pula digunakan untuk meletakkan laptop) berwarna putih yang di hiasi motif lily kecil di setiap sisinya. Di samping meja belajar itu tampaklah sebuah almari besar dari kayu jati yang berukiran burung phoenix besar di tengahnya. Di sudut kanan terdapat sebuah rak buku sedang yang memuat semua buku milik Deidara. Diantaranya seperti buku mata kuliah, buku catatan, buku filsafat, biografi beberapa tokoh petinggi Konoha, novel serta beberapa komik sekedar penghibur dikala jenuh akan tugas-tugas kuliah yang menumpuk.

Cahaya matahari dengan leluasa masuk dalam kamar melalui jendela sedang yang memanjang ke atas, yang berada beberapa meter di samping rak buku. Salah satu contoh kamar yang sehat.

Naruto melihat tumpukan buku yang tak tertata rapi di meja belajar. Maka sebagai adik yang baik, dengan sigap ia rapikan dan tata ke dalam rak buku.

Naruto mengamati hasil pekerjaannya dan tersenyum puas. Tiba-tiba, tanpa sengaja ia melihat sebuah buku yang terlihat seperti note kecil berwarna emas yang menarik perhatiannya. Diambilnya buku itu lalu diamatinya. 'Sepertinya ini diary milik kakak. Berarti aku tidak boleh membacanya!' pikir Naruto. Akan tetapi, setan dalam diri Naruto terus menerus membujuknya agar membuka buku itu. Naruto bergeming, tak tau apa yang harus ia lakukan. Dan akhirnya…setanlah yang menang!! XD

Perlahan ia buka diary bercover burung phoenix itu dengan hati deg-degan, was-was, sedikit takut berdosa, dan penasaran. Kertas coklat beraroma kayu terpampang di hadapannya. 'Kertas yang unik. Jarang aku melihatnya. Dimana kakak membelinya ya?' pikir Naruto penasaran. Tertera tanda tangan Deidara di halaman pertama.

'Sret.' Halaman kedua. Kosong. 'Sret.' Halaman ketiga. Kosong juga. 'Sret.' Halaman keempat. Kosong lagi. 'Sret.' Halaman kelima. Lagi-lagi kosong. 'Ada apa ini?' batin Naruto semakin penasaran. 'Sret.' Barulah di halaman keenam tampak tulisan tangan familiar yang amat dikenalnya. Tentu saja tulisan Deidara!

Ketika hendak membacanya, telepon berdering. Naruto sedang dikuasai setan. Ia pura-pura cuek dan mencoba mengacuhkannya. Tapi…

'Kring…!' dering itu terus terdengar sehingga setan dalam diri Naruto menjadi kesal. 'Siapa sih? Gangguin aja!' pikirnya dan mencoba untuk terus mengacuhkan bunyi telepon nan malang itu. Namun, dering tak kunjung hilang, malah terdengar semakin keras (padahal biasa aja) hingga membuat setan dalam diri Naruto semakin kesal. 'Cih…berisik! 'pikir Naruto sambil tetap membaca diary itu.

Tapi…tapi…Tuhan berkehendak lain.

Seberapapun besar usaha Naruto, ia tetap tak bisa konsentrasi membaca karena dering telepon malang masih saja berdering.

"Arrrrgh! Sial! Siapa sih gangguin aja! Berisik tau!" teriaknya lalu melangkah dengan kesal menuju ke bawah untuk mengangkat telepon. Ditinggalkannya diary Deidara yang masih terbuka.

"Halo?! Dengan keluarga Uzumaki," ucap Naruto masih dengan nada kesal.

"Halo? Naruto? Ini Sakura. Kenapa nada bicaramu terlihat kesal begitu?" ternyata Sakuralah yang sedari tadi mengusik aktifitas terlarangnya.

"Iya kenapa?! Aku memang sedang kesal! Kau menggangguku!" bentak Naruto tanpa sadar karena masih terbawa emosi.

"Na-naru-to? Ke-kenapa membentakku begitu?" balas Sakura pelan dengan nada sedikt bergetar karena ketakutan.

Naruto mendengar nada ketakutan dari suara Sakura, ia pun sadar jika tindakannya salah.

"Hhh…" desah Naruto, "Maaf Sakura. Aku terbawa emosi."

"Huu…dasar! Kupikir kenapa. Menakutiku saja," kata Sakura dengan rileks dan tak bergetar lagi. Ketakutannya hilang seketika.

"Heh! Tapi kamu memang menggangguku!! Teleponmu sangat menggangguku tau!!" bentak Naruto lebih keras mendengar ucapan 'tanpa dosa' dari Sakura barusan.

Tak terdengar jawaban tapi sekilas Naruto mendengar nada terkejut dari seberang. "Ma-maaf…" kata Sakura dengan volume yang amat kecil seperti bisikan, "Maafkan aku, Naru…" pintanya sekali lagi dengan volume yang sama.

Naruto benar-benar sadar kalau ia telah berbuat kesalahan. 'Yah…sudahlah maafkan saja. Kasihan Sakura. Ia pasti sedih dibentak sahabatnya seperti itu,' sisi malaikat Naruto mulai muncul. Sedangkan si setan, entah menghilang kemana.

"Yah…sudahlah. Tidak apa-apa," ucapnya kemudian.

"Eh? Kamu memaafkanku, Naru?"

"Ya…ya… Aku yang salah karena telah membentakku."

"Ye!! Naru ga marah lagi!!" teriak Sakura riang dengan volume yang amat berkebalikan dengan saat ia meminta maaf.

"Ukh! Berisik," kata Naruto sedikit kesal dengan tingkah laku sahabat ceweknya itu. 'Dasar cewek! Suka sekali berteriak di sembarang tempat!' umpatnya dalam hati.

"Lalu, kenapa meneleponku? Ada masalah?" lanjutnya.

"Uhm…ga ada masalah sih. Aku hanya ingin kamu membantuku, Naru. Bisa kan?" terdengar seperti nada paksaan daripada permintaan.

"Bantuan apa, Sakura?" jawabnya, 'Kenapa firasatku tidak enak begini…'

"Uhm…temani aku pergi nanti sore ya!" ujarnya manja.

"Ha? Kemana? Hari ini aku harus menjaga rumah, Kakak pergi dan baru pulang nanti malam," tolakku halus.

"Cuma sebentar kok. Ya…ya…please!!" pintanya dengan nada manja dan memaksa.

"Tapi…"

"Tenang saja, tak akan lama. Kutunggu jam 4 sore di depan rumahmu. Ok? Bye…bye…Naru!"

"Tunggu dulu…" ucap Naruto panik.

'Tut…tut…' terdengar sambungan telepon yang terputus.

Naruto melongo. Ia tau kemalangan akan menghadangnya sebentar lagi.

"Hhh…" ia menghela nafas.

Naruto pun berbalik dengan langkah gontai kembali ke atas. Diliriknya jam dinding yang berada di ruang tengah sebelum menaiki tangga. '15.25'

'Tinggal 35 menit lagi,' pikirnya lesu. Lalu dengan malas ia naiki tangga satu persatu.

Diliriknya pintu kamar kakaknya yang masih terbuka. 'Ah…diary kakak…' ia melupakannya. Sungguh tindakan amat ceroboh. Bergegas ia menutup diary itu (karena tak ada lagi minat untuk membacanya) dan memasukkan kembali ke dalam rak buku.

'Pluk' karena terburu-buru sebuah kertas jatuh di kaki Naruto. Dipungutnya kertas yang lebih tepat disebut foto itu. Terlihatlah ekspresi senyum seorang Deidara yang amat manis. Naruto terperangah melihatnya. Bukan karena kagum akan manisnya sang kakak melainkan terkejut melihat senyum sang kakak. Senyum tulus, tidak dibuat-buat, dan tanpa kepura-puraan yang terpancar dari matanya. Mata Deidara benar-benar memancarkan kebahagiaan yang tidak pernah diperlihatkan pada Naruto selama ini. Naruto hampir menangis karenanya. 'Kenapa Kakak tak pernah berekspresi seperti ini saat bersamaku?' pikirnya sedih. Namun sedetik kemudian ia tepis pikiran itu jauh-jauh, ia sudah merasa bahagia melihat senyuman Deidara dari foto ini. Sebuah foto rahasia yang selalu tertutup rapat berada di dalam diary.

Pandangan Naruto beralih pada sosok di sebelah kakaknya. 'Siapa lelaki ini?' Naruto bertanya-tanya dalam hati. Sosok lelaki berseragam polisi lengkap dengan atributnya itu terasa asing bagi Naruto. Ia tak pernah melihat lelaki ini datang ke rumahnya. Perawakannya tegap dan gagah (terlihat dari kepala hingga bahu) dan garis wajahnya menampakkan sosok tegas dan keras. Ia tersenyum simpul, dan Naruto sedikit terperangah ketika melihat matanya. Matanya sama sekali berbeda dengan garis wajahnya yang keras. Jauh dari itu. Matanya menyorotkan kelembutan dan kebahagiaan yang sama dengan sang kakak. Sedang tangannya memeluk bahu Deidara seakan ingin melindungi dan menjaga uke itu. 'Siapa sebenarnya lelaki ini? Kenapa sebuah foto bisa memberikan banyak arti?' pikiran Naruto semakin bingung dan penasaran.

'Mungkin jawabannya ada di diary kakak,' ia pun meraih diary itu dan tanpa sengaja pandangan matanya bertemu dengan jam beker yang berada di atas rak buku. 15.50 "Sudah hampir jam 4sore rupanya," ucapnya santai. Namun sedetik kemudian, "Hah?! Gawat aku melupakan Sakura!"

Dengan terpaksa diurungkan niatnya untuk membaca. Walaupun Sakura sangat manja dan seringkali menyebalkan, gadis itu merupakan satu-satunya sahabat perempuan Naruto. Selain rumah mereka yang dekat karena masih 1 kompleks, ia dan Sakura sudah berteman sejak SMP. Mereka berdua sering bertukar pendapat dan mencurahkan perasaan mereka, satu sama lain. Mereka sudah mengerti watak masing-masing, tapi masih sering bertengkar. Walaupun begitu, pertengkaran yang terjadi hanya adu mulut ringan karena beda pendapat yang malah semakin mendekatkan hubungan mereka hingga menjadi sahabat seperti sekarang ini. Jadi, bagaimanapun kesal dan sebalnya Naruto pada Sakura, ia tetap menyadari bahwa ia sangat membutuhkan Sakura. Tanpa Sakura, tak ada pula orang yang bisa diajak bicara dan tukar pendapat karena kakaknya sendiri sering keluar karena kesibukannya sebagai seorang mahasiswa. Tentang sang kakak, ia sudah cukup puas dengan foto tadi. Segera dimasukkan foto itu dalam diary lalu dimasukkan dalam rak sekali lagi. Naruto pun keluar dari kamar Deidara dan tak lupa (lagi) menutup pintu kamar.


10 menit kemudian, tepat pukul 16.00

Naruto telah siap. Ia pun keluar kamar dan turun menungu Sakura yang akan menjemputnya.

Tak lama Sakura datang. Gadis berambut pink itu tampak anggun dan cantik dengan balutan longdress merah motif polkadot warna pink berlengan dengan flatshoes berwarna putih. Ia menjinjing tas tangan berwarna hijau muda (senada dengan warna matanya). Matanya yang bulat dan berwarna hijau emerald itu terkejut menatap Naruto.

"Apa-apaan pakaianmu ini? Tidak bergaya sama sekali dan apa maksud sandal jepit yang kau pakai??"

"Lho? Memang kita mau kemana?"

"Café. Café Mew-Mew bukan ke toko kelontong atau minimarket! Cepat ganti bajumu!" perintah Sakura dengan mimik tak sabar.

"Hah? Kenapa harus ganti pakaian? Sekarang sudah jam 4 lebih lho! Terus mau apa ke Café? Hah? Aku tak mau kalau harus bergossip dengan teman-temanmu!" ujar Naruto sambil berbalik ke dalam rumah.

"Eits…tunggu! Jangan marah gitu donk! Ga gossip kok… Tenang aja, cuman ngumpul bentar sambil ngobrol gitu…Ok? Mau ya? Sekarang cepat ganti baju. Ayo aku temani!" cerocos Sakura panjang lebar tanpa memperdulikan pendapat Naruto.

"Heh…tapi…"

"Udah… Nanti kita tambah telat lagi!" tambahnya dan mereka masih saja adu pendapat hingga akhirnya Naruto terpaksa menuruti permintaan yang lebih tepatnya perintah Sakura.

-TBC-


Tunggu bagaimana kelanjutan kisah Naruto (belom bisa saya kasih spoiler) di chapter selanjutnya………yang rencananya ga bakal saya update hingga 3 minggu ke depan karena saya sibuk dengan Mid n Remidi (siap-siap) '

Makasih sebanyak-banyaknya buat 2 uke ku 'sayang' yang udah berbaek hati nyuruh-nyuruh gw ngerampungin fict ini sampe ga sempet baca komik!! (woi, mau Mid malah baca komik!!) Awas ya, kalo kalian berdua ga ripiu!! XD

Well, ditunggu ripiu nya ja! X3