Seharusnya kau mendengarkan nasihat orangtuamu untuk tidak mempercayai orang asing yang kau temui di jalan. Apalagi sampai membawanya pulang ke rumahmu./ SHO-AI

.

.

.

Touken Ranbu (c) DMM & NITRO+

Mikazuki Munechika x Yamanbagiri Kunihiro

Warning: Sho-ai/?/, AU, Modern Setting, TYPO /ini pasti/, cemilan mikanba, mega-rich Mikazuki, student-Manba, slight-pedo /?/ PLAK/

Mikazuki Munechika: 34 tahun

Yamanbagiri Kunihiro: 18 tahun

.

.

.

.

.

.

Chapter 1

.

.

.

.

.

.

Zrashh...

Hujan yang mengguyur kota malam itu cukup deras. Orang-orang berlalu lalang dengan payung mereka yang terbuka. Melewati jalanan kota yang masih menunjukkan kehidupannya walaupun jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Kunihiro Yamanbagiri. Putra kedua dari Kunihiro Nagayoshi itu tengah berjalan di trotoar, berbaur dengan orang-orang lain yang juga berjalan di trotoar dengan payung mereka yang terbuka.

Pemuda tampan menjurus ke cantik itu menggunakan sebuah payung berwarna biru tua untuk menghalangi rintik hujan yang turun. Sosoknya masih mengenakan seragam sekolah, dengan tas yang terapit di kiri tubuhnya. Surai pirangnya tersembunyi di balik hoodie putih yang dia gunakan di balik blazer sekolah. Sementara sepasang mata hijaunya menatap lurus ke depan.

Sebuah helaan nafas yang menciptakan kepulan uap di udara tercipta. Pandangan matanya lalu jatuh ke kedua kakinya yang bergerak konstan, mengamati celana abu-abunya yang basah karena terciprat air hujan yang jatuh di atas trotoar.

Di saat hujan begini, pasti enak sekali jika bergelung di bawah selimut sambil menonton televisi dan meminum coklat hangat. Namun kenyataan kadang lebih pahit. Tempat les dimana dia menerima pelajaran tambahan semenjak dia naik ke kelas tiga, memilih hari ini dari sekian banyak hari untuk melakukan tes dadakan.

Haa, ini memang hari sialnya. Dia ingin cepat-cepat pulang ke rumahnya. Walaupun mungkin di rumah sedang tidak ada siapapun. Ayahnya sedang pergi ke luar kota. Kakak tertuanya, Kunihiro Yamabushi sudah sejak tiga bulan yang lalu memilih tinggal bersama dengan teman sekampusnya. Sedangkan adiknya, Kunihiro Horikawa sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya—dan kemungkinan akan menginap.

Tidak akan ada siapa-siapa di rumah.

Tapi entah kenapa dia ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Dia merasa lelah sekali.

Tap...tap...

Langkah Yamanbagiri terhenti di depan sebuah gang kecil dengan penerangan seadanya. Kalau dia lewat gang ini, dia akan sampai lima belas menit lebih awal ke kompleks rumahnya. Keningnya mengerut dalam. Pegangan tangannya di tali tasnya mengerat.

Kalau di siang hari dia tidak akan ambil pusing memilih jalan ini. Tapi kalau malam-malam begini, ditambah hujan deras yang mengguyur. Yamanbagiri menelan ludah gugup.

Apa tidak usah saja?

Pemuda yang masih berusia delapanbelas tahun itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak percaya hantu atau semacamnya. Zaman modern begini mana ada hantu di kota besar, pikirnya. Toh kalau pun terjadi sesuatu, apa yang bisa di dapatkan dari dirinya.

Uang? Pas-pasan. Dia tidak mau merepotkan ayahnya dengan meminta uang saku yang banyak. Mungkin hanya secukupnya.

Ponsel? Ah, bisa jadi.

Yang pasti, dia akan selamat kalau menyerahkan harta bendanya.

Kan?

Arghh! Siapa peduli!

Dia hanya ingin cepat pulang!

Titik!

Yamanbagiri mengambil langkah pertama, lalu kedua dan seterusnya. Sebuah kelegaan memenuhi dirinya ketika tak terjadi apapun selama dia berjalan di gang kecil itu. Namun ketika sampai di pertengahan, dimana lampu penerangan terkadang mengedip mati. Sepertinya butuh diganti.

Yamanbagiri menelan ludah gugup. Uh, sepertinya ini ide yang buruk. Langkahnya hendak berangsur mundur ketika—

KLANGG!

Yamanbagiri merasa nyawanya sejenak keluar dari tubuhnya. Ditatapnya dua ekor kucing yang saling berkejaran menembus hujan. Menghilang di balik belokan gang dimana Yamanbagiri tadi berada.

"Huft..." helaan nafas super lega keluar dari bibir Yamanbagiri. Hanya kucing, toh. Langkah kaki si pirang kemudian berlanjut. Konstan sepatunya mengetuk aspal jalan.

Dug...

Yamanbagiri berhenti total.

Tepat di bawah lampu penerangan yang saat itu mengedip mati.

A-apa itu tadi?

Sepertinya ujung sepatunya menendang sesuatu yang cukup berat—dan tak bergerak. Pandangan Yamanbagiri beralih ke bawah, berusaha mencari siluet benda yang dia tendang.

Pzt...

Lampu berkedip. Menyala.

Sebuah tangan.

Wajah Yamanbagiri memucat.

Pzt...

Lampu berkedip. Mati.

A-apa itu tadi? T-tangan manusia?

Jelas sekali tadi dia melihat tangan manusia!

Pzttt...

Lampu berkedip. Menyala.

Mata Yamanbagiri terbuka lebar. Dengan pupilnya yang mengecil. Tangan itu tentu punya tubuh. Dan tubuh itu sekarang tengkurap tepat di bawah kaki Yamanbagiri, dengan tangan yang menggapai ke arahnya.

"...t...to—long..."

"AAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHH!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tbc or end/?

.

.

.

.

.

.

.

.

Tentunya tbc dong, muahahahah /PLAK/ DZIGHH

Maaf sekali kalau saya tiba-tiba ngepost langsung dua, walau satunya tbc sih...wkwkwk, tapi gak apa, sih. Dibanding mood saya tenggelam sama pair dan ide ff lain, kkkk...yaudah deh ngepost dulu aja~

Wokeh, segini dulu aja yes reader-san, saya lanjut kapan-kapan...kalau udah kelar kerjaan saya, hohoho

Btw, review tetap ym nantikan senanti nantinya...tapi jangan nanti banget oke /disleding/ okeh! Karena sudah menjelang tengah malem dan saya sudah harus bobo cantik, selamat malam pemirsa semua, kita bertemu lain waktu dengan chap 2 yang akan saya bawakan kapan-kapan, heheh

Salam,

ym