Kedua alis Choromatsu menyatu, bibirnya menekuk ke bawah, matanya melirik pria yang berjalan di sebelahnya.
"Bukankah sudah kubilang untuk jangan ikuti aku?! Kenapa kau masih di sini?!"
Pria di sampingnya itu tersenyum, satu tangan tergerak untuk membenarkan posisi kacamata hitam yang dipakainya—uh, Choromatsu sempat mengira orang itu buta, karena siapa juga yang memakai kacamata hitam di saat cuaca mendung seperti sekarang? Ya mungkin pria ini sedikit aneh, ralat, sangat aneh— dan membuka mulutnya.
"Aku tidak dapat menarik diri menjauh darimu, kau bagai magnet yang membuatku tertarik dan mengikutimu, darling."
Choromatsu mual.
.
.
.
.
Modus
Osomatsu-san © Akatsuka Fujio
Dibuat untuk kesenangan semata, tidak ada keuntungan lainnya yang didapatkan.
KaraChoro / Karamatsu x Choromatsu. Boys-love. Mereka bukan saudara di sini.
.
.
.
.
Tadi pagi, sebelum berangkat ke konser Nyaa-chan dia sudah menyempatkan diri untuk berdoa di kuil dekat rumah. Ingin dilancarkan urusannya untuk meet and greet agar kakak bodohnya tidak mengganggu. Ingin dirinya terbebas dari malapetaka apapun yang sudah ditakdirkan untuk menghampirinya.
Nyatanya para dewa tidak mengabulkan permohonannya. Mungkinkah koin yang ia masukkan kurang? Atau dia memang banyak dosa?
Pria berjaket hitam itu masih mengikutinya, memberinya senyuman setiap kali ia melirik, dan sesekali mengatakan—
"Ayolah, siapa namamu?"
Pertanyaan itu sudah berkali-kali diucap, lupa Choromatsu hitung lantaran kesal. Memangnya siapa orang itu? Memberi nama pada orang asing merupakan hal yang dilarang ibunya sejak kecil. (Walau ia sadar perintah itu diberi untuk dirinya yang masih anak-anak, dan ya ampun, sekarang dia sudah dua puluh empat tahun.)
"Namaku Karamatsu, siapa namamu?"
Oke, tampaknya pria ini keras kepala. Rasanya tangan Choromatsu gatal ingin memberinya tamparan—oh, atau pukulan juga boleh. Yang manapun asal tangannya dapat mendarat di tubuh orang itu.
"Untuk apa aku memberitahumu?" ujarnya kesal, kakinya melangkah semakin cepat. Ingin kabur dari orang itu.
Pria itu memegang gagang kacamatanya, dan dengan dramatis ia melepasnya. Kedua manik hitam menatap Choromatsu, sebelum berkata dengan suara yang berat.
"Pepatah mengatakan, tak kenal tak sayang, bukan?"
Choromatsu menaikkan satu alisnya, mulutnya terbuka sedikit akibat bingung ingin merespon seperti apa. Uh, hanya karen pepatah itu?
"Kalaupun sudah kenal, aku tidak akan sayang padamu," jawab Choromatsu, lalu sedikit membungkukkan badan dan permisi, meninggalkan si pria yang masih terpaku mendengar jawabannya.
.
.
.
END
